Analisis Kebijakan Publik Kebijakan Publik, Implementasi Kebijakan Publik, dan Analisis Kebijakan Publik

Analysis of policy meliputi policy determination dan policy content. Policy determination adalah analisis yang berkaitan dengan bagaimana kebijakan itu dibuat, mengapa dibuat, kapan dibuat, dan untuk siapa dibuat. Policy content adalah terkait dengan deskripsi suatu kebijakan tertentu, dan bagaimana kebijakan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan kebijakan-kebijakan lain yang telah lalu. Policy monitoring adalah mengkaji bagaimana kebijakan itu diimplementasikan, dikaitkan dengan tujuan kebijakan. Sedangkan policy evaluation adalah apa dampak kebijakan tersebut terhadap permasalahan tertentu. Analysis for policy terdiri atas policy advocacy dan information for policy. Policy advocacy adalah terkait dengan riset dan argumen yang bertujuan untuk mempengaruhi policy agenda, baik di luar maupun di dalam pemerintah. Information for policy adalah suatu bentuk analisis yang ditujukan untuk mendukung kegiatan pembuatan kebijakan dalam bentuk hasil penelitian. B.Model Analisis Kebijakan Publik Menurut Saul I. Gass dan Roger L. Sisson 1974, Martin Greenberger, Mathew A. Crenson dan Brian L. Crissey 1976; dalam Dunn 2003: 232 model kebijakan diartikan sebagai representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Menurut Dunn 2003: 234-241 tipe-tipe model kebijakan antara lain adalah sebagai berikut. 1. Model Deskriptif Descriptive Model Model yang disusun untuk tujuan menjelaskan danatau memprediksikan konsekwensi-konsekwensi dari pilihan-pilihan kebijakan. 2. Model normatif Normative Model Model yang dirumuskan untuk maksud mengoptimalkan pencapaian utilitas nilai. 3. Model Verbal Verbal Model Sebuah model yang diekspresikan dalam bahasa sehari-hari ketimbang logika simbolis dan matematika simbolis: sama atau ekuivalen dengan masalah substantif. 4. Model Simbolis Symbolic Model Sebuah model yang diekspresikan dalam bahasa logika atau matematika simbolis; sama atau ekuivalen dengan masalah formal. 5. Model Prosedural Procedural Model Model yang diekspresikan dalam bentuk prosedur-prosedur elementer yang diciptakan untuk menampilkan hubungan yang dinamis. 6. Model sebagai Pengganti dan Perspektif Model kebijakan, lepas dari tujuan atau bentuk ekspresinya, dapat dipandang sebagai pengganti surrogates atau sebagai perspektif perspectives Strauch; dalam Dunn, 2003. Model pengganti surrogate model diasumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalah substantif. Sebaliknya, model perspektif perspective models dipandang sebagai satu dari cara banyak lain yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah substantif. Adapun dari tipe-tipe model kebijakan di atas, 2 dua bentuk utama model kebijakan menurut Dunn 2003: 234 adalah deskriptif dan normatif. Berikut adalah 2 dua bentuk utama model kebijakannya. 1. Model Deskriptif Model ini dapatmenjelaskan atau memprediksi setiap permasalahan- permasalah dari Kebijakan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur terhadap penggunaan lahan pesisir. Seperti contoh,Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 03 Tahun 2002 tentang Rehabilitasi Pesisir, Pantai, dan Laut masih belum diketahui pengaruhimplementasinya, karena sampai dengan tahun 2013 kondisi daerah lahan pesisir tersebut mengalami kerusakan. 2. Model Normatif Model ini bermanfaat karena memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas nilai dari Kebijakan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Seperti contoh, apabila daerah lahan pesisir hanya mengutamakan aspek perekonomian yaitu menjadikan areal-areal tambak yang lebih luas serta tidak ada kontrol atas kegiatan pertambangan pasir maka terjadi kerusakan lahan pesisir. Hal tersebut berarti pengutamaan aspek ekonomi yang tidak memperhatikan aspek ekologi suatu lahan pesisir. Dengan demikian tidak ada jaminan atas keberlanjutan pemerolehan sumberdaya alam setempat karena pengambilan manfaat atas lahan pesisir tidak dilakukan secara lestari.

D. Lahan Pesisir

Berikut ini adalah beberapa pengertian terkait dengan lahan pesisir menurut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 1. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 2. Kawasan pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang ditetapkan peruntukkannyabagi berbagai sektor kegiatan. 3. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnyadisebut HP-3, adalah hak atas bagian-bagiantertentu dari perairan pesisir untuk usahakelautan dan perikanan, serta usaha lain yangterkait dengan pemanfaatan sumber dayapesisirdan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolam air sampai denganpermukaan dasar laut pada batas keluasantertentu. 4. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulaukecil dengan ciri khas tertentu yangdilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayahpesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. 5. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepianyang lebarnya proporsional dengan bentuk dankondisi fisik pantai, minimal 100 seratus meterdari titik pasang tertinggi ke arah darat. 6. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan olehorang dalam rangka meningkatkan manfaatsumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungandan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,pengeringan lahan atau drainase. 7. Dampak besar adalah terjadinya perubahannegatif fungsi lingkungan dalam skala yang luasdan intensitas lama yang diakibatkan oleh suatuusaha danatau kegiatan di wilayah pesisir danpulau-pulau kecil. 8. Pencemaran pesisir adalah masuknya ataudimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,danatau komponen lain ke dalam lingkunganpesisir akibat adanya kegiatan orang sehinggakualitas pesisir turun sampai ke tingkat tertentuyang menyebabkan lingkungan pesisir tidak dapatberfungsi sesuai dengan peruntukannya. 9. Ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistemdarat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan didarat dan laut, ke arah darat mencakup wilayahadministrasikecamatan dan ke arah laut sejauh 12dua belas mil laut diukur dari garis pantai. Kawasan pesisir dapat dikatakan memiliki potensi alam sangat besar karena kaya akan sumberdaya hayati maupun sumberdaya non hayati sehingga kawasan pesisir potensial untuk dijadikan kawasan perekonomian masyarakat Departemen Energi dan Mineral, 2006.Perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Lampung Timur harus ditunjang oleh keberadaan data pendukung dan data unggulan untuk mempertahankan dan melestarikan potensi sumber daya laut sehingga dapat memperkecil kerugian yang terjadi akibat salah perencanaan. Salah satu perubahan lingkungan akibat suatu pembangunan di kawasan pesisir adalah masalah abrasi dan sedimentasi. Purwoko 2009: 1-6 menyatakanlahan dikawasan pesisir yang awalnya berupa hutan mangrove primer terjadi peralihfungsian lahan karena adanya bentuk pemanfaatan danatau eksploitasi yang selain ilegal bahkan secara teknis dilakukan secara tidak lestari. Bentuk konversi yang sering terjadi di areal pesisir diantaranya: 1. belukar rawa 2. hutan mangrove 3. kebun campuran 4. pemukiman 5. perkebunan 6. pertanian lahan kering 7. sawah 8. tambak 9. tubuh air. Mangrove merupakan salah satu dari beberapa tipe hutan berada pada formasi terdepan dipinggir pulau menghadap laut. Dari sini dapat di lihat bahwa mangrove merupakan sebagai benteng pertahanan utama dari terjangan ombak. Onrizal 2002: 1 menambahkan,“mangrove sebagai salah satu komponen ekosistem pesisir memegang peranan yang cukup penting, baik di dalam memelihara produktivitas perairan pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah tersebut. Bagi wilayah pesisir, keberadaan hutan mangroveterutama sebagai jalur hijau di sepanjang pantaimuara sungai sangatlah penting untuk suplai kayu bakar, nenerikan dan udang serta mempertahankan kualitas ekosistem pertanian, perikanan dan permukiman yang berada di belakangnya dari gangguan abrasi, instrusi dan angin laut yang kencang”. Novrizal 2004: 2 menegaskan bahwa pantai sebagai suatu daerah dimana daratan dan proses di laut saling mempengaruhi sehingga menyebabkan dinamika geomorfologi yang menetukan kondisi ekologis. Daerah ini merupakan suatu jalur daratan yang dibatasi oleh laut dan terbentang sampai pengaruh laut tidak dirasakan lagi. Perubahan garis pantai terjadi sebagai akibat dari dua kejadian yaituakresi dan abrasi. Parjaman dalam Novrizal 2004: 2menyebutkan bahwa akresi pantai adalah kondisi semakinmajunya pantai sebagai akibat dari pertambahan material dari hasil endapan dari sungai dan laut. Sedangkan abrasi pantai adalah kerusakan pantai yang mengakibatkan semakin mundurnya pantai akibat kegiatan air laut, seperti hembusan air laut dan gelombang. Selain karena proses alami perubahan pantai juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia antara lain perubahan garis pantai yang disebabkan oleh penggalian, pengerukan dan penambangan sendimen pantai dan laut, reklamasi pengurungan pantai, penanggulan pantai shore protection, penggundulan dan penanaman hutan pantai dan pengaturan pola aliran sungai Ongkosono, 1979: 2. Kondisi lahan di daerah pesisir sangat bergantung terhadap pemerintah, karena pemerintah merupakan aktor terpenting yang dapat mengatur bagaimana sebaiknya agar lahan di daerah pesisir dapat bermanfaat, tidak hanya dari satu aspek tetapi dari berbagai aspek. Seperti contoh daerah lahan pesisir dapat dimanfaatkan untuk areal tambak, akan tetapi lahan-lahan tambak tersebut berdampak pada rusaknya mangrove di daerah pesisir. Apabila ekosistem mangrove rusak, maka dapat mengakibatkan abrasi pantai, intrusi laut, dan tsunami.

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan awal yang telah dilakukan terdapat pandangan umum bahwa kondisi lahan pesisir Lampung Timur mengalami kerusakan.Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 07 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang tertera dalam draft peraturannya seharusnya dapat memberikan dampak yang positif terhadap pelestarian lingkungan hidup di Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur. Diketahui lebih lanjut kerusakan lahan pesisir di Lampung Timur disebabkan oleh kondisi lahan terbuka di antaranya termasuk di Kecamatan Pasir Sakti yang terdiri atas pengusahaan tambak dankegiatan pertambangan pasir galian C. Adapun analisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik melalui pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan teori Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono 2010: 94yang mengatakan bahwa ada tiga kelompok yang mempengaruhi