berjangka adalah jenis surat berharga yang tidak dapat dengan mudah diperjualbelikan atau dengan kata lain tidak dapat dipindahtangankan sedangkan
sertifikat deposito pada saat sekarang ini Bank sudah tidak menerima lagi sebagai jaminan dalam kredit, hal ini disebabkan karena banyaknya tindak pidana penipuan
yang berupa pemalsuan sertifikatnya atau tanda tangan pejabat Bank terkait, karena sebagaimana kita ketahui sertifikat deposito ini diterbitkan atas tunjuk aan
tooderbearer yang memungkinkan pencairannya oleh siapa saja tergantung siapa yang membawanya atau menguasainya.
129
Adapun dasar hukum penyerahan surat berharga atas tunjuk aan tooder ini adalah Pasal 613 ayat 3 KUH Perdata, yaitu :
”Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu;penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk
dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”.
3. Hak dan Kewajiban Pemegang Deposito
Mengenai hak dan kewajiban bagi seorang deposan ini, telah ditetapkan dan dibuat secara tertulis di dalam bilyet deposito yang asli, namun tidak secara jelas
dibedakan mengenai hak dan kewajiban. Dari bilyet deposito hanya tercantum antara lain :
1 menerima bunga atas depositonya pada saat jatuh tempo
2 menerima nominal deposito pada saat jatuh tempo
3 depositonya dapat dijadikan jaminan kredit
129
Wawacara dengan Bapak Dedy Effendy Aiyub, Jabatan : Relationship Manager RM, PT. Bank Mandiri Persero, Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, Tanggal 4 Juli 2008
4 deposito dijamin secara penuh oleh bank untuk mendapat pembayaran
kembali 5
meminta izin kepada bank yang bersangkutan bila ingin memindahtangankan deposito berjangkanya.
130
Hak dan kewajiban yang dimiliki deposan ini dibuat dan ditetapkan oleh pihak bank yang menerbitkan deposito tersebut dan deposan harus mematuhinya
seperti tercantum di dalam deposito.
C. Lembaga Jaminan Kredit Deposito
Deposito termasuk di dalam jenis benda bergerak tak bertubuh atau lebih dikenal dengan piutang, oleh karena itu dari lembaga yang ada, peneliti mencoba
membandingkan manakah yang lebih effektif untuk dipakai di dalam praktek penjaminannya.
Berdasarkan jenis lembaga jaminan deposito yang diatur oleh KUH Perdata, adapun untuk lembaga jaminan kelembagaan ini dikenal dua macam, yaitu : gadai,
cessie.
1. Gadai
Pada tahun 1970-an, di Indonesia pada umumnya perbankan kurang sekali menggunakan gadai pand sebagai lembaga jaminan,
131
bahkan di kalangan
130
Ahmad Anwari, Op.cit, hal 30
131
Tah ir Tu ngad i, Pembahasan terhadap Kertas Kerja Perkembangan Lembaga-lembaga Jaminan di Indonesia Dewasa Ini, Seminar Hipotek dan Lembaga-Lembaga Jaminan Lainnya, 1977,
hal 70.
perbankan penggunaan lembaga gadai tersebut merupakan formalitas belaka dan kadangkala tidak berfungsi sama sekali.
132
Hal ini memperlihatkan bahwa penggunaan gadai sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak kurang disukai dan
tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat bisnis karena dapat menghambat usaha debitur.
133
Pada saat ini, gadai dalam praktek perbankan mulai kembali digemari masyarakat dengan menggunakan deposito sebagai obyeknya. Persyaratan yang
ditetapkan bank dalam perjanjian gadai deposito adalah: 1.
Deposito merupakan milik pemberi gadai; 2.
Deposito tersebut belum pernah dipindahkan haknya atau dijaminkan kepada pihak lain;
3. Deposito tidak berada dalam sengketa dan atau disita;
4. Deposito tidak tertunda pembayarannya;
5. Segala kerugian yang ditimbulkan akibat deposito ditanggung oleh pemberi
gadai; 6.
Pemberi gadai membebaskan penerima gadai dari segala tuntutan yang berhubungan dengan deposito itu
.
134
132
A. P. Parlindungan, Pembahasan Kertas Kerja Pengaturan Hukum tentang Gadai Pand, Seminar Hukum Jaminan 1978, hal 101.
133
Bandingkan dengan Perusahaan Umum Pegadaian yang disukai masyarakat karena tujuannya adalah untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke
tangan tengkulak atau rentenir yang bunga pinjamannya relatif tinggi alias mencekik leher. Dengan motto “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah”, secara realitas prosedurnya mudah, cepat, dan biaya
relatif murah.
134
A. P. Parlindungan, Op, hal 120.
Deposito termasuk dalam katagori benda bergerak yang tidak berwujud, sehingga atasnya dapat dibebani hak gadai. Terhadap gadai atas benda bergerak
tersebut maka hukum yang berlaku adalah ketentuan hukum KUH Perdata Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160.
Pemberian gadai pada dasarnya adalah suatu jaminan dalam pelaksanaan suatu prestasi yang akan diberikan oleh debitur untuk masa yang akan datang
mengingat bahwa gadai memberikan kekuasaan kepada pemegang gadai untuk mengambil pelunasan dari barang gadai secara didahulukan.
135
Hak gadai terjadi dengan penyerahan benda gadai secara nyata, sehingga benda tersebut berada di bawah kekuasaan kreditur. Hak kebendaan jaminan atas
benda bergerak itu ada pada pemegang gadai. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1152 ayat 1 KUH Perdata, yaitu:
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si
berpiutang atau seseorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
Menurut ketentuan Pasal 1150 bahwa pihak yang mengadaikan disebut “pemberi gadai” dan pihak yang menerima gadai disebut “penerima atau pemegang
gadai”.
135
Budi Untung, Op. Cit , hal 86
Pasal 1150 KUH Perdata mendefinisikan gadai sebagai berikut : “ Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang–orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian
biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan ”.
Selanjutnya, Volmar dengan bahasanya sendiri, ia memberikan pengertian gadai adalah :
”Sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain yang dimaksud tujuannya bukan memberikan kepada orang yang berhak terhadap gadai itu penerima
gadai nikmat benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya jaminan tertentu bagi pelunasan suatu hutang”.
Dari perumusan di atas dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak kebendaan yang mempunyai objek berupa benda bergerak yang berwujud dan tidak
berwujud yang penyerahannya dilakukan oleh debitur atau orang lain atas nama debiturpihak ketiga dengan fungsi untuk menjamin pemenuhan piutang kreditur,
dimana gadai mempunyai hak untuk didahulukan hak preferen dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
136
136
Volmar,Op.Cit hal 311
b. Unsur – Unsur Yuridis Dari Perjanjian Gadai
Di dalam perjanjian gadai terdapat beberapa unsur yuridis yang terdapat dalam pelaksanaan perjanjian gadai antara lain
137
1. obyek gadai adalah barang bergerak
2. subyek gadai adalah perorangan atau badan usaha.
3. syarat gadai bahwa benda gadai harus diserahkan kepada kreditur
inbezitstelling 4.
pihak yang menyerahkan barang adalah debitur atau kuasanya 5.
kreditur gadai mempunyai hak didahulukan droit d e p r e f e r e n c e penagihannya dari kreditur-kreditur lainnya
6. pengecualian atas hak didahulukan meliputi 2 dua hal yaitu biaya lelang dan
biaya penyelamatan barang. Barang bergerak yang menjadi obyek gadai meliputi barang bergerak
berwujud dan barang bergerak tidak berwujud.
138
Tidak sah perjanjian gadai apabila obyek gadai tidak dilepaskan dari kekuasaan debitur. Benda jaminan gadai tidak
dibolehkan berada dalam tangan debitur, walaupun hal tersebut diperjanjikan, karena sangat bertentangan dengan prinsip gadai. Larangan ini sekaligus menunjukkan pula
bahwa perjanjian gadai bersifat riil. Mahkamah Agung dalam salah satu pertimbangan hukumnya menetapkan bahwa dalam hubungan
“
pand
”
gadai,
137
Tan kamelo, karakter hukum perdata dalam fungsi perbankan melalui hubungan antara bank dengan nasabah , Kampus USU 2 september 2006.
138
Lihat Pasal 1152 bis dan 1153 KUH Perdata
pemilikan atas barang jaminan tetap berada pada debitur, namun penguasaan secara fisik atas barang tersebut berada di tangan kreditur
139
c. Sifat Perjanjian Gadai Sebagai Perjanjian Accessoir
Perjanjian gadai bersifat Accessoir, artinya merupakan perjanjian tambahan dari suatu perjanjian pokok pinjam-meminjam uang dimana ia dimaksudkan
untuk menjaga agar jangan sampai siberhutang lalai dalam pembayaran uang pinjamannnya.
140
Perjanjian Accessoir mempunyai ciri-ciri antara lain : tidak dapat berdiri sendiri, adanyatimbulnya maupun hapusnya bergantung pada perikatan pokoknya
dan apabila perjanjian pokoknya dialihkan maka secara otomatis pun ia ikut teralih.
141
Dengan diadakan perjanjian Accessoir ini akan membawa konsekuensi sebagai berikut :
1 Sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin dibatalkan karena melanggar
ketentuan gadai yang bersifat memaksa, tetapi perjanjian pokok itu sendiri yang biasanya perjanjian kredit, tetap berlaku, kalau ia dibuat secara sah.
Hanya saja tagihan tersebut kalau tidak ada dasar preferensinya sekarang berkedudukan sebagai tagihan conkuren.
139
Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun III, No. 34, IKAHI, 1988, hal 11.
140
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sinar grafika, Jakarta September 1995, hal 288.
141
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung 2007, hal 100-101
2 Hak gadainya sendiri tidak dapat dipindah tangankan tanpa turut
berpindahnya perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya pengoperan perikatan pokok meliputi pula semua Accessoir, dalam mana termasuk kalau ada
hak gadainya, yang demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 1533 KUH Perdata.
142
Menurut Hoey Tiong, unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian gadai adalah :
a Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur
pemegang gadai b
Penyerahan barang itu dapat dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau orang lain atas nama debitur.
c barang yang menjadi objek gadai atau barang gadai hanyalah bendabarang
bergerak. d
Kreditur pemegang gadai berhak mengambil pelunasan piutang dari barang gadai lebih dahulu daripada lainnya.
143
d. Hak dan Kewajiban Kreditur Pemegang Gadai
1. Hak-hak kreditur pemegang gadai a
Parate eksekusi, kreditur berhak menjual atas kekuasaan sendiri, setelah lewat jangka waktu yang telah diperjanjikan. Parate eksekusi sendiri adalah
142
Ibid
143
Oey Hoey Tiong, Op. Cit, hal 17
kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur dengan tanpa melalui proses pengadilan, dan untuk melaksanakan
Parate eksekusi ini kreditur harus telah melakukan somasi kepada pemberi gadai supaya hutangnya dibayar, sesuai dengan Pasal 1155 KUH Perdata.
b Hak menjual barang gadai dengan perantara hakim, ini sesuai dengan pada
Pasal 1156 KUH Perdata. c
Hak menahan benda sampai segala macam hutang debitur dibayar lunas hak retensi, sesuai dengan Pasal 1159 KUH Perdata.
d Berhak untuk didahulukan dari pembayaran-pembayaran debitur terhadap
kreditur lainnya hak preferen, sesuai dengan Pasal 1150 KUH Perdata. e
Berhak meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkannya dalam rangka menjaga agar nilai barang gadai tidak merosot, sesuai dengan Pasal 1157
KUH Perdata.
144
2. Kewajiban kreditur pemegang gadai a
Tidak dapat atau tidak wenang untuk memiliki benda jaminan secara otomatis, sesuai dengan Pasal 1154 KUH Perdata.
b Bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai barang objek gadai
jika hilang atau merosotnya barang gadai tersebut atas kelalainya, sesuai dengan Pasal 1157 KUH Perdata.
c Kreditur tidak dapat memakai, menggunakan, mengeksploitasi barang
144
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan Indonesia, Pradnya Paramita, Bandung.1975, hal 30-31.
jaminan untuk kepentingan diri sendiri kecuali adanya perjanjian secara tegas yang memungkinkan untuk itu, sesuai dengan pasal 1159 KUH
Perdata. d
Kreditur wajib memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai itu dijual atas kekuasaan sendiri, sesuai pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata.
e Bertanggung jawab atas hasil penjualan barang gadai, yaitu digunakan untuk
pelunasan jumlah piutangnya, sesuai pasal 1155 KUH Perdata.
145
e. Hak dan Kewajiban Debiturpenjamin selaku pemberi gadai
1. Hak-hak debiturpeminjam sebagai pemberi gadai a
berhak meminta agar pemegang gadai memperhitungkan hasil bunga yang didapatkan dari barang gadai jika barang gadai berupa piutang atau tagihan
yang menghasilkan bunga dengan kewajiban bunga kredit yang harus dibayarkannya, sesuai dengan Pasal 1158 KUH Perdata.
b berhak menuntut pemegang gadai jika atas penjualan barang gadai telah tidak
digunakan oleh penerima gadai guna pelunasan hutang pemberi gadai, sesuai dengan Pasal 1155 KUH Perdata
c berhak menuntut menerima gadai sehubungan dengan hilang atau merosotnya
nilai barang gadai yang disebabkan karena kelalaian penerima gadai, sesuai dengan Pasal 1157 KUH Perdata
145
Ibid, hal 32
d berhak menuntut menerima gadai untuk mengembalikan barang gadai jika
penerima gadai menyalahgunakan barang gadai tersebut, sesuai dengan Pasal 1159 KUH Perdata.
146
2. Kewajiban debiturpenjamin sebagai pemberi gadai. a
wajib mengganti segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai ketika pemegang gadai berupaya mempertahankan keselamatan barang gadai,
sesuai dengan Pasal 1157 KUH Perdata b
wajib menyerahkan barang gadai ke dalam penguasaan penerima gadai, sesuai dengan Pasal 1152 KUH Perdata
c wajib menerima pemberitahuan atas penjualan barang gadai guna pelunasan
hutang yang tidak dapat diselesaikan, sesuai Pasal 1155 KUH Perdata.
147
f. Berakhirnya Perjanjian Gadai
Adapun alasan-alasan berakhirnya perjanjian gadai adalah sebagai berikut: a
Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Ini sesuai dengan sifat accessoir dari pada gadai, sehingga nasibnya bergantung kepada
perikatan pokoknya, yaitu perikatan pokok hapus antara lain karena: 1.
pelunasan 2.
kompensasi
146
Ibid
147
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 56-58
3. novasi
4. pengapusan hutang
b Dengan terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang gadai;
Tetapi pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dan kalau berhasil, maka Undang-Undang menganggap perjanjian gadai
tersebut tidak pernah terputus Pasal 1152 ayat 3 KUH Perdata c
Dengan hapusmusnahnya benda jaminan gadai; d
Dengan dilepasnya benda jaminan gadai dengan sukarela; e
Dengan percampuran, yaitu dalam hal dimana pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai tersebut;
f Kalau ada penyalahgunaan benda gadai oleh pemegang gadai Pasal 1159
KUH Perdata. Sebenarnya Undang-Undang tidak mengatakan secara tegas mengenai hal ini. Hanya dalam Pasal 1159 dikatakan, bahwa pemegang gadai
mempunyai hak retensi, kecuali kalau ia menyalahgunakan benda gadai, dalam hal mana secara a contrario dapat disimpulkan bahwa pemberi gadai
berhak untuk menuntut kembali benda jaminan. Kalau benda jaminan keluar dari kekuasaan pemegang gadai, maka gadainya menjadi hapus.
148
148
J. Satrio, Op.Cit, hal 132
g. Penyelesaian Pencairan Gadai
Bahwa proses pembayaran angsuran kredit dengan sistem gadai atau Krasida hampir sama dengan proses pembayaran angsuran kredit pada umumnya,
namun pengenaan biaya sewa modal yang flattetap menjadi faktor yang dapat memperingan para nasabah dalam mengembalikan pinjaman yang pembayarannya
dilakukan secara berkala setiap bulan. Keterlambatan pembayaran angsuran kredit dari tanggal angsuran setiap bulannya dikenakan sanksi berupa denda yang
besarnya telah ditentukan. Bagi nasabah yang terlambat atau menunggak membayar angsuran kredit
dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 dua persen per 7 tujuh hari sejak tanggal jatuh tempo. Apabila nasabah selama 2 kali angsuran menunggak berturut-
turut yaitu tunggakan pertama sudah memasuki kategori Macet M dan tunggakan kedua sudah masuk kategori Dibawah Pengawasan Khusus DPK, maka terhadap
nasabah yang bersangkutan dikirimi Surat Peringatan somasi. Jika Surat Peringatan yang ketiga dalam waktu 7 tujuh hari sejak diterimanya Surat Peringatan yang
kedua tidak ditanggapi, maka nasabah yang bersangkutan dapat dianggap cidera janji. Cidera janjinya nasabah disini diikuti dengan pelaksanaan eksekusi penjualan
paksalelang terhadap barang jaminan.
149
Hendaknya pelayanan pemberian Kredit Angsuran Sistem Gadai Krasida dapat diperluas sampai ke daerah-daerah, karena kebanyakan tempat usaha mikro
149
Mahmud Marzuki, Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Gadai,
Perpustakaan UNEJ, Jember, 2008, hal 1
dan kecil berada pada daerah-daerah dan kebanyakan juga usaha tersebut merupakan usaha rumahan yang sangat membutuhkan bantuan dana untuk
menjalankan usahanya. Dalam pengenaan sanksi atau hukuman bagi nasabah yang wanprestasi, hendaknya kreditur dalam hal ini Perum Pegadaian terlebih dahulu
meninjau atau menanyakan kepada debiturnasabah apa sebabnya sehingga ia telah lalai dalam membayar angsuran kredit tersebut.
Tindakan eksekusi merupakan salah satu alternatif penyelesaian jika debiturnasabah benar-benar tidak dapat membayar angsuran kredit. Namun, apabila
terdapat alternatif lain yang lebih baik dan menguntungkan bagi kedua belah pihak alangkah baiknya bila hal tersebut dapat dilaksanakan.
150
2. Cessie a. Pengertian Cessie