Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene Dan Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008
T E S I S
Oleh
ZAINUDDIN
067012059/AKKSEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P r o m o s i K e s e h a t a n H y g i e n e D a n S a n i t a s i T e r h a d a p P e r i l a k u H i d u p B e r s i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
(2)
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P r o m o s i K e s e h a t a n H y g i e n e D a n S a n i t a s i T e r h a d a p P e r i l a k u H i d u p B e r s i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008
T E S I S
Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZAINUDDIN
067012059/AKKSEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(3)
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Zainuddin
Nomor Pokok : 067012059
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Mengetahui Komisi Pembimbing:
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MS)i (Ir. Evi Naria, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus : 12 Februari 2008
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P r o m o s i K e s e h a t a n H y g i e n e D a n S a n i t a s i T e r h a d a p P e r i l a k u H i d u p B e r s i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
(4)
Pada Tanggal : 12 Februari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM 3. Ir. Indra Chahaya, MSi
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P r o m o s i K e s e h a t a n H y g i e n e D a n S a n i t a s i T e r h a d a p P e r i l a k u H i d u p B e r s i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
(5)
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P r o m o s i K e s e h a t a n H y g i e n e D a n S a n i t a s i T e r h a d a p P e r i l a k u H i d u p B e r s i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2009
(6)
ABSTRAK
Rendahnya cakupan hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam merupakan indikator rendahnya mutu kesehatan lingkungan. Banyak kegiatan yang sudah dilakukan kader/petugas kesehatan untuk meningkatkan mutu hygiene dan sanitasi melalui penyuluhan dan pelatihan, namun kenyataannya belum menunjukkan perubahan yang bermakna pada perilaku hidup bersih masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposition, enabling, dan reinforcing terhadap perilaku hidup bersih masyarakat. Penelitian dilakukan di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi sebanyak 3283 keluarga, dengan jumlah sampel sebanyak 86 orang. Cara penarikan sampel dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku hidup bersih yaitu faktor
predisposition (sikap) (p=0,010), faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) (p=0,002), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) (p=0,005), sedangkan yang tidak berpengaruh yaitu faktor predisposition (pengetahuan) (p=0,442). Faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku hidup bersih sebesar 37,318. Seluruh model yang diteliti dapat memprediksi perilaku hidup bersih sebesar 93,0%.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara dan pemerintah kabupaten untuk menyediakan dan memberikan sarana kesehatan seperti saringan air bersih, jamban sederhana, tong sampah di setiap rumah. Memberikan penghargaan
(reward) kepada masyarakat yang melakukan PHBS dengan baik agar dijadikan
teladan masyarakat lainnya. Kader / petugas kesehatan perlu melibatkan tokoh agama dalam upaya promosi kesehatan.
(7)
ABSTRACT
The low coverage of hygiene and sanitation in Babussalam sub-district is the indicator of the low environmental health quality. There are many activities which have been done by the health officials to improve the hygiene and sanitation quality through counselling and training, but in the reality, it has not shown any significant changes on clean and healthy life behaviour in the society.
This analytical study with cross-sectional design is aimed to analyze the influence of predisposition factors, enabling, and reinforcing on clean life behaviour in the society living in Babussalam sub-district, Aceh Tenggara district. The samples for this study are 86 taken by using simple random sampling from 3283 population. Data analysis is done by using univariate, bivariate with Chi-square test and multivariate with logistic regression test.
The result of the study shows that statistically, the variables which have significant influences on clean and healthy life behaviour are attitude (p=0.010), enabling factor (the availability of mean and infrastructure) (p=0.002), reinforcing factor (health information/training) (p=0.005), while the knowledge variables does not have any influences (p=0.442). Enabling Factor is the most dominant influence on clean and healthy life behaviour that is 37.318. The model can explain 93,0% to clean and healthy life behaviour.
It is expected Aceh Tenggara District of Health Service and Local Government to provide and give the health medium such as clean water filter, simple latrine, dustbin. Give appreciation to those who have practiced clean and healthy life behaviour in order to be a model for others. Giving appreciation to the best health officials can become a motivation for other officials. It is necessary to involve religion figures in health promotion.
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat, Berkah dan KaruniaNya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan dan pembahasannya juga menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada: Prof. Dr. Rita F. Dalimunthe, MSi, selaku ketua Komisi Pembimbing dan
Ir.Evi Naria, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk sepenuhnya, sehingga sampai selesainya penulisan tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan yang memberikan izin penulisan tesis ini.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
(9)
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
4. Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan kritikan saran guna penyempurnaan tesis ini.
5. Dr. Ramulia, SpOG, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tenggara beserta jajarannya yang telah memberikan izin penelitian.
6. Seluruh staf pengajar Program Studi AKK SPs USU, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Buat keluarga terutama Ayahanda dan Ibunda serta kedua mertua penulis yang memberikan support untuk menyelesaikan pendidikan ini.
8. Teristimewa istri tercinta dan anak-anak tersayang yang menjadi salah satu sumber motivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi AKK USU yang saling memberikan dukungan dan semangat hingga selesainya tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Februari 2009 Penulis
(10)
RIWAYAT HIDUP
Nama : H. ZAINUDDIN
Tempat/Tgl. Lahir : Kutacane, 04 Maret 1964
Alamat Rumah : Jl. Kenari No. 6 Kutacane
Alamat Kantor : Dinas Kesehatan Aceh Tenggara / PMI Cabang Aceh
Tenggara
Golongan Ruang : Pembina (IV/A)
Jabatan : - Kabid Pembinaan Pelkes Dinkes Agara
- Ketua PMI Cabang Agara
Agama : Islam
Status : Menikah dengan 5 orang anak, seluruhnya
perempuan.
Nama Istri : Hj. Suryati, AMd.Keb.
Kepala Pustu Kutambaru Dinkes Aceh Tenggara
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 1972-1978 : SD Negeri I Kutacane 2. Tahun 1978-1981 : SMP Negeri I Kutacane 3. Tahun 1981-1984 : SPK Banda Aceh
4. Tahun 1999-2002 : Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Langsa 5. Tahun 2002-2004 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Takasima Medan Sumatera Utara 6. Tahun 2006-2008 : Sekolah Pascasarjana USU Medan
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Hipotesis Penelitian ... 8
1.5. Manfaat ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Promosi Kesehatan ... 10
2.2. Kesehatan Lingkungan ... 26
2.3. Landasan Teori ... 44
2.4. Kerangka Konsep ... 47
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 50
3.1. Jenis Penelitian ... 50
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 50
3.3. Populasi dan Sampel ... 50
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 53
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 56
3.6. Metode Pengukuran ... 58
3.7. Metode Analisis Data ... 61
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 62
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62
4.2. Analisis Univariat ... 64
4.3. Analisis Bivariat ... 76
(12)
BAB 5 PEMBAHASAN ... 81
5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Hidup Bersih .. 82
5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Hidup Bersih... 84
5.3. Pengaruh Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana) Terhadap Perilaku Hidup Bersih ... 87
5.4. Pengaruh Faktor Reinforcing (Informasi/Pelatihan Kesehatan) Terhadap Perilaku Hidup Bersih... 90
5.5. Perilaku Hidup Bersih Masyarakat ... 93
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
6.1. Kesimpulan ... 95
6.2. Saran-Saran ... 95
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 3.1. Distribusi Sampel yang Terpilih Menurut Desa di Kecamatan
Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara ... 52 3.2. Validitas Instrumen Penelitian ... 55 3.3. Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 61 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis
Kelamin, dan pendidikan) di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008... 64 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan yang
diperoleh dari Petugas Kesehatan di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ... 66 4.3. Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan yang diperoleh
dari Petugas Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 .. 67 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Terhadap
Petugas Promosi Kesehatan di Kecamatan Babussalam Tahun
2008... 68
4.5. Kategori Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ... 68 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Enabling
(Ketersediaan Sarana dan Prasarana) di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ... 70
4.7. Kategori Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana dan
Prasarana di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ... 70 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Reinforcing
(Informasi / Pelatihan Kesehatan) di Kecamatan Babussalam
(14)
4.9. Kategori Responden Berdasarkan Informasi / Pelatihan Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ... 73 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator PHBS di Kecamatan
Babussalam Tahun 2008 ... 75 4.11. Kategori Responden Berdasarkan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ... 75 4.12. Tabulasi Silang Antara Variabel Independen Dengan Variabel
Dependen di Kabupaten Babussalam Tahun 2008... 77 4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama yang Akan
Masuk Dalam Model ... 79 4.14. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Kedua... 79
(15)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan... 27
2. Hubungan Promosi Kesehatan Dengan Determinan Perilaku... 44
3. Hubungan Antara Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat ... 45
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 100
2. Sebaran Hasil Ujicoba Kuesioner (Instrumen Penelitian)... 105
3. Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 106
4. Master Data Penelitian ... 108
5. Output SPSS 111
6. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara 126
7. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Tenggara 127
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perilaku hidup bersih anggota masyarakat ikut berkontribusi pada kesehatan seluruh masyarakat. Secara umum, kebanyakan masyarakat masih menganggap perilaku hidup bersih merupakan urusan pribadi yang tidak terlalu penting. Masih ada masyarakat yang tidak memiliki jamban di rumah atau buang air besar sembarangan. Mereka belum melihat bahwa buruknya perilaku terkait sanitasi oleh salah satu anggota masyarakat, juga akan mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat lainnya (Priatna, 2007).
Masalah kesehatan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku (lingkungan dan pelayanan). Oleh sebab itu, upaya untuk memecahkan masalah kesehatan juga ditujukan atau diarahkan kepada kedua faktor tersebut. Perbaikan lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta peningkatan pelayanan kesehatan merupakan intervensi atau pendekatan terhadap faktor non-perilaku. Sedangkan pendekatan (intervensi) terhadap faktor perilaku adalah promosi atau pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
Promosi kesehatan sebenarnya sama dengan pendidikan kesehatan. Sebelumnya pendidikan kesehatan lebih diartikan sebagai upaya yang terencana untuk perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan norma-norma kesehatan, maka promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga
(18)
perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Di samping itu, promosi kesehatan lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan hidup sehat, bukan sekedar berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2007).
Sasaran promosi kesehatan bukan hanya masyarakat saja, tetapi juga para petugas kesehatan. Tujuannya tentu berbeda, bagi masyarakat diharapkan agar mereka sadar akan pentingnya kesehatan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat lingkungannya, dan bagi petugas kesehatan, agar mereka juga dapat menjadi panutan dalam cara hidup sehat, serta mampu menggunakan teknologi pendidikan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya, yang dilaksanakan sedemikian rupa, hingga masyarakat yang menjadi sasarannya menjadikan cara hidup bersih dan sehat sebagai pola hidupnya sehari-hari (Entjang, 2000).
Promosi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat pada saat ini sebagai revitalisasi atau perubahan dari pendidikan kesehatan pada waktu lalu. Para ahli pendidikan kesehatan global yang dimotori WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi pendidikan kesehatan dengan menggunakan istilah promosi kesehatan. Promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2005).
Inti dari kegiatan promosi kesehatan yaitu masyarakat diharapkan dapat mengerti, paham dan dapat memberdayakan diri, keluarga dan lingkungannya dalam menciptakan hygiene dan sanitasi di lingkungan yang akhirnya terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
(19)
Hygiene sanitasi merupakan suatu upaya untuk mengendalikan faktor lingkungan, orang, tempat, fasilitas dan perlengkapannya, yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan bagi masyarakat. Masalah kesehatan hygiene dan sanitasi ini merupakan masalah yang sering terjadi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global. Di negara-negara berkembang masalah kesehatan lingkungan sering muncul pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan (housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor) (Entjang, 2000).
Hygiene dan sanitasi merupakan bagian dari kesehatan lingkungan, yang
meliputi kebersihan lingkungan, dimulai dari keluarga, sehingga merupakan kebiasaan dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku sehat untuk lingkungan dan diri merupakan tujuan dari program pembangunan kesehatan. Program pembangunan kesehatan pada dasarnya ada 6 (enam) program, diantaranya yaitu program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat (Depkes RI, 2003).
Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan World Health
Organization (WHO) dengan melakukan penelitian dan penyelidikan di seluruh
dunia, dimana didapatkan hasil bahwa masih tingginya angka mortalitas dan morbiditas serta seringnya terjadi epidemi yang terdapat di tempat-tempat dimana
hygiene dan sanitasi lingkungannya buruk. Seperti di tempat-tempat dimana terdapat banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga yang buruk, perumahan yang terlalu sesak dan keadaan sosio ekonomi yang
(20)
jelek. Hal ini berbanding terbalik dengan tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungannya telah diperbaiki, didapatkan bahwa angka mortalitas dan morbiditasnya menurun serta wabah penyakit berkurang dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2005).
Menurut WHO, bahwa di negara-negara sedang berkembang terdapat banyak penyakit kronis endemis, sering terjadi epidemi, masa hidup yang pendek serta angka kematian bayi dan anak-anak yang tinggi. Hal ini disebabkan, antara lain berkaitan dengan sanitasi dan hygiene, yaitu pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan faeces manusia, Infeksi yang disebabkan antropoda, rodent, molusca dan vektor penyakit lainnya, pengotoran air susu dan makanan lainnya serta perumahan yang terlalu sempit (Entjang, 2000)
Mengingat hal-hal tersebut di atas di Indonesia telah dilakukan usaha dalam
hygiene dan sanitasi lingkungan yang meliputi :penyediaan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya, mengatur pembuangan kotoran sampah dan air limbah, mendirikan rumah-rumah sehat, dan pembasmian binatang penyebar penyakit seperti, lalat, nyamuk, kutu. Disamping itu juga dilakukan pengawasan terhadap bahaya pengotoran udara. Bahaya radiasi dari sisa-sisa zat radio aktif sesuai dengan perkembangan negaranya.
Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah satu daerah yang secara geografis berada pada daerah tropis dengan luas wilayah 4.182,3 km² yang terbagi menjadi 11 kecamatan, dimana iklim dan lahannya cukup potensial untuk berkembang biak
(21)
vektor serta kuman penyakit serta berpeluang terhadap terjadinya masalah sanitasi dan hygiene yang akhirnya dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data pada Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2006 didapatkan bahwa masih terdapat masalah kesehatan lingkungan yang memerlukan penanganan serius, diantaranya yaitu jumlah keluarga yang diperiksa yang memiliki akses sanitasi dasar masih rendah. Penyakit yang banyak timbul di masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara adalah penyakit diare, scabies, dan penyakit yang bersumber dari binatang seperti malaria, DBD, dan lainnya. Masalah lain seperti kurang gizi, Perilaku kesehatan yang kurang bersih terhadap lingkungan, kedaruratan, kejadian bencana dan sejenis (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Salah satu kecamatan yang menjadi barometer dalam masalah hygiene dan sanitasi adalah Kecamatan Babussalam yang merupakan gambaran daerah ibu kota kabupaten dengan jumlah penduduk sebanyak 24.925 jiwa. Kecamatan Babussalam merupakan daerah perkotaan yang padat, sehingga berpotensi terhadap timbulnya masalah kesehatan (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Gambaran hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam masih rendah, hal ini dapat dilihat dari persentase Kepala Keluarga (KK) yang memiliki sarana kesehatan lingkungan, yaitu: Jamban (47,33%), Tempat Sampah (31,26%), Pengelolaan Air Limbah (46,10%), Persediaan Air Bersih (83,30%), Ledeng (35%), Sumur Pompa Tangan (0,68%), Sumur Gali (35,98%), Rumah Sehat (46,24%) dan kepala keluarga berperilaku hidup bersih dan sehat (0,25%). Target cakupan higiene dan sanitasi nasional adalah 85% (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
(22)
Dari keadaan di atas didapat bahwa kondisi hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam masih rendah dan harus diupayakan untuk meningkatkannya. Kondisi
hygiene dan sanitasi yang rendah tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan
masyarakat misalnya warga buang air besar (BAB) di sungai, membuang sampah di saluran air, dan lain-lain yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan data pola penyakit terbanyak yaitu: ISPA, diare, malaria klinis, pneumonia, penyakit kulit infeksi, rematik, asma, hipertensi, bronkhitis dan tukak lambung (Profil Kesehatan Kecamatan Babussalam, 2007).
Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas hygiene dan sanitasi telah dilaksanakan dengan melibatkan berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan sampai kepada pemberdayaan masyarakat. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor (Dinas Kesehatan Propinsi NAD, 2006). Namun upaya tersebut jika tidak didukung oleh masyarakat maka tidak akan berdampak besar terhadap kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2005) upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat mencakup 2 aspek, yaitu pencegahan penyakit (preventif) dan promotif (peningkatan kesehatan) itu sendiri. Upaya kesehatan promotif mengandung makna kesehatan seseorang, kelompok atau individu dan harus selalu diupayakan sampai ke
(23)
tingkat kesehatan yang optimal. Salah satu upaya pemecahan masalah kesehatan yang dapat dilakukan adalah melalui promosi kesehatan.
Banyak kegiatan promosi kesehatan yang telah dilakukan di Kecamatan Babussalam selama ini baik yang dilakukan secara langsung oleh petugas promosi Puskesmas maupun pihak Dinas Kesehatan Kabupaten. Diantara kegiatan yang sudah pernah dilakukan adalah Pelatihan kader desa dalam kegiatan promosi hygiene dan sanitasi, pelatihan petugas posyandu, pelatihan bidan desa, pemutaran film dan promosi melalui radio.
Pemerintah daerah Kabupaten Aceh tenggara sendiri telah melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat salah satunya adalah perwujudan dari peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat.
Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Oleh sebab itu dalam promosi kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis
(24)
ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap ketiga faktor tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menganalisis faktor predisposisi, enabling, dan reinforcing promosi kesehatan tentang hygiene dan sanitasi pengaruhnya terhadap perilaku hidup bersih di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008.
1.2. Permasalahan
Masih rendahnya angka cakupan hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam merupakan bukti bahwa rendahnya mutu kesehatan lingkungan di kecamatan tersebut, banyak kegiatan yang sudah dilakukan untuk peningkatan mutu
hygiene dan sanitasi yang salah satunya melalui kegiatan promosi kesehatan di
masyarakat melalui penyuluhan, pelatihan, pemutaran film, promosi lewat radio dan kegiatan lainnya yang mendukung, namun kenyataan belum menunjukkan perubahan yang bermakna pada perilaku masyarakat.
Kegiatan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan tersebut merupakan upaya untuk merubah perilaku masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Namun apakah upaya tersebut sudah cukup efektif dan berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat, hal inilah yang mendasari peneliti untuk menganalisis permasalahan tersebut.
(25)
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh faktor predisposition (pengetahuan, sikap), faktor
enabling (ketersediaan sarana), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) promosi kesehatan terhadap perilaku hidup bersih masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.
1.4. Hipotesis Penelitian
Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang terdiri dari faktor predisposition
(pengetahuan, sikap), faktor enabling (ketersediaan sarana), dan faktor reinforcing
(informasi/pelatihan kesehatan) berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.
1.5 Manfaat
1. Sebagai masukan bagi perencanaan pelaksanaan program kesehatan lingkungan di Propinsi maupun Kabupaten/Kota yang mendukung kegiatan promosi kesehatan di masyarakat khususnya Kabupaten Aceh Tenggara.
2. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu dalam manajemen kesehatan masyarakat terutama yang menyangkut dengan pemberdayaan tenaga kesehatan di masyarakat.
3. Memudahkan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk dapat melaksanakan pengelolaan hygiene dan sanitasi secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kesehatan keluarga.
(26)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat adalah sebagai bagian dari tingkat pencegahan penyakit. Menurut Mee Lian dalam Notoatmodjo (2007), promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya guna mengontrol berbagai faktor yang berpengaruh pada kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Promosi kesehatan merupakan kombinasi pendidikan kesehatan dan pendekatan organisasi, ekonomi, lingkungan yang seluruhnya mendukung terciptanya perilaku yang kondusif dengan kesehatan.
Batasan promosi kesehatan menurut Victorian Health Foundation-Australia
(1997) dalam Notoatmodjo (2005), adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh. Bukan hanya perubahan perilaku tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti oleh perubahan lingkungan tidak efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama. Contoh orang Indonesia yang pernah tinggal di negara maju seperti Amerika. Sewaktu di Amerika ia telah berperilaku teratur mengikuti budaya antri dalam memperoleh pelayanan apa saja, naik bus, kereta dan sebagainya. Tetapi setelah kembali ke Indonesia, dimana budaya antri (lingkungan) belum ada, maka ia akan ikut berebut waktu naik bus, naik kereta
(27)
11
dan sebagainya. Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan sekedar mengubah perilaku saja tetapi juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem dan sebagainya.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh WHO dan para ahli pendidikan kesehatan, terungkap bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi praktik masih sangat rendah. Hal ini berarti bahwa perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak diimbangi dengan peningkatan atau perubahan perilakunya. Dari penelitian yang telah ada, terungkap bahwa 80 persen masyarakat tahu cara mencegah penyakit demam berdarah dengan melakukan 3 M (menguras, menutup, mengubur) barang-barang yang dapat menampung air, tetapi hanya 35 persen dari masyarakat tersebut yang benar-benar melakukan atau mempraktikkan 3 M (Notoatmodjo, 2005).
Keadaan ini membuat kita berpikir bahwa praktik hidup sehat harus ditingkatkan lagi. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku adalah melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai visi, yaitu masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Agar masyarakat mau dan mampu diperlukan upaya-upaya. Upaya untuk mewujudkan visi ini disebut misi promosi kesehatan, yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai visi. Secara umum misi promosi kesehatan yaitu :
a. Advokat (advocate)
Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan dari berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa
(28)
program kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting (urgen). Oleh sebab itu, perlu dukungan kebijakan atau keputusan dari para pejabat tersebut.
b. Menjembatani (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi mediator atau menjembatani antara sektor kesehatan dengan sektor lain sebagai mitra. Dengan perkataan lain promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan. Kemitraan adalah sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor kesehatan tidak mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu kompleks dan luas.
c. Memampukan (enable)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yaitu masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik secara langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan harus memberikan keterampilan-keterampilan kepada masyarakat agar mereka mandiri di bidang kesehatan (Pratomo, 2005).
2.1.1. Strategi Promosi Kesehatan
Guna mencapai tujuan promosi kesehatan secara efektif dan efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini disebut ”strategi”, yakni cara mencapai tujuan promosi kesehatan agar berhasil guna dan berdaya guna.
(29)
13
Menurut WHO (1994) dalam (Notoatmodjo, 2005), strategi promosi kesehatan, yaitu:
a. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan.
b. Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencapai dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun nonformal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai (pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat (penerima program) kesehatan.
c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan) dimana sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa Canada pada tahun 1986 menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Di dalam Piagam Ottawa
(30)
tersebut dirumuskan pula strategi baru promosi kesehatan, yang mencakup 5 butir, yaitu:
1) Kebijakan Berwawasan Kebijakan (Healthy Public Policy)
Maksudnya adalah suatu strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang mendukung atau menguntungkan kesehatan.
2) Lingkungan yang mendukung (Supportive Environment)
Strategi ini ditujukan kepada pengelola tempat umum termasuk pemerintah kota, agar mereka menyediakan sarana prasarana atau fasilitas yang mendukung terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat, atau sekurang-kurangnya pengunjung tempat-tempat umum tersebut.
3) Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)
Penyelenggara (penyedia) pelayanan kesehatan adalah pemerintah dan swasta dan masyarakat adalah sebagai pemakai atau pengguna pelayanan kesehatan. Pemahaman ini harus disorientasi lagi, bahwa masyarakat bukan hanya pengguna atau penerima pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga sebagai penyelenggara, dalam batas-batas tertentu.
4) Keterampilan Individu (Personnel Skill)
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri dari individu, keluarga dan kelompok-kelompok. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat akan terwujud apabila kesehatan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok tersebut terwujud. Oleh sebab itu, strategi untuk mewujudkan
(31)
15
keterampilan individu-individu (personal skill) dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan adalah sangat penting.
5) Gerakan Masyarakat (Community Action)
Untuk mendukung perwujudan masyarakat yang mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya seperti tersebut dalam visi promosi kesehatan ini, maka di dalam masyarakat itu sendiri harus ada gerakan atau kegiatan-kegiatan untuk kesehatan. Oleh sebab itu, promosi kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan-kegiatan di masyarakat dalam mewujudkan kesehatan mereka.
Menurut Labonte dalam Notoatmodjo (2005), bahwa promosi kesehatan harus memasukkan konsep pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan efektivitas promosi kesehatan. Sehubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, maka konsep promosi kesehatan berkembang menjadi 2 (dua), yaitu yang disebut sebagai konvensional, dan yang selanjutnya disebut radikal. Yang bersifat konvensional masih diletakkan pada upaya mencegah penyakit melalui pengelolaan gaya hidup, atau apabila pada kasus-kasus penyakit infeksi, melalui pengendalian vektor. Namun yang disebut radikal, promosi kesehatan dilakukan melalui upaya pemberdayaan dan advokasi. Sehingga berikutnya pendekatan promosi kesehatan bukan hanya pendekatan dari bawah ke atas tetapi dari bawah ke atas (bottom up). Pendekatan dari bawah ke atas seringkali dianggap sebagai pendekatan yang tidak efektif, karena adanya asumsi bahwa yang memahami persoalan kesehatan adalah pihak petugas (provider), sebab provider adalah kelompok masyarakat yang sudah terdidik dengan
(32)
baik sehingga mempunyai kemampuan untuk mengenali masalah, menyusun perencanaan sampai dengan menetapkan rancangan dan indikator evaluasinya.
Setiap pendekatan mempunyai karakteristik yang khas. Pendekatan atas ke bawah (top-down) program-programnya mengikuti suatu daur yang terdiri dari rancangan umum, menetapkan tujuan, memilih strategi, manajemen dan implementasi strategi dan evaluasi. Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up) dimulai dari upaya pihak luar membantu masyarakat mengidentifikasi permasalahan yang penting dan relevan dengan kehidupannya, serta membantu mereka mengembangkan strategi untuk memecahkannya. Program dalam pendekatan
bottom up dirancang dan dinegosiasikan dengan masyarakat, serta membutuhkan
waktu yang lebih lama.
Promosi kesehatan juga didasarkan pada dimensi dan tempat pelaksanaannya, oleh sebab itu ruang lingkup promosi kesehatan didasarkan kepada 2 dimensi yaitu dimensi aspek sasaran pelayanan kesehatan, dan dimensi tempat pelaksanaan promosi kesehatan atau tatanan (setting), (Notoatmodjo, 2005).
1. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan: a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif
Sasaran promosi kesehatan pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan kesehatannya.
b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif
Disamping kelompok orang yang sehat, sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah kelompok yang berisiko tinggi (high risk). Tujuan utama
(33)
17
promosi kesehatan ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh atau menjadi/terkena sakit (primary preventif).
c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif
Sasaran promosi kesehatan ini adalah para penderita penyakit (pasien), terutama untuk penderita penyakit-penyakit kronis. Tujuan promosi ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif
Sasaran pokok promosi kesehatan ini adalah kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh (recovery) dari suatu penyakit. Tujuan utamanya adalah agar mereka segera pulih kembali kesehatannya, dan atau mengurangi kecacatan seminimal mungkin (tertiary prevention).
2. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan, (tempat pelaksanaan): a) Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
b) Promosi kesehatan pada tatanan sekolah c) Promosi kesehatan pada tatanan kerja
d) Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU)
Menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku sehat bagi pengunjungnya, misal tersedianya tempat sampah, tempat cuci tangan, tempat pembuangan air kotor, ruang tunggu bagi perokok dan non perokok, kantin, dan sebagainya.
(34)
e) Promosi kesehatan di institusi pelayanan kesehatan
Tempat-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, poliklinik, tempat praktik dokter dan sebagainya adalah tempat yang paling strategis untuk promosi kesehatan.
2.1.2. Metode dan Teknik Promosi Kesehatan
Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan.
Menurut teori Notoatmodjo (2007), berdasarkan sasaran, metode dan teknik promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Metode promosi kesehatan individual
Metode ini digunakan apabila antara promotor kesehatan dan sasarannya dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun melalui sarana komunikasi lainnya, misal telepon. Cara ini paling efektif karena antara petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling merespon dalam waktu yang bersamaan.
b. Metode promosi kesehatan kelompok
Teknik dan metode promosi kelompok digunakan untuk sasaran kelompok. Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kelompok kecil (terdiri dari 6-15 orang) dan kelompok besar (15-50 orang). Oleh sebab itu, metode ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Pratomo, 2005):
(35)
19
1). Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya: diskusi kelompok, metode curah pendapat (brain storming), bola salju (snow ball), bermain peran (role play), metode permainan simulasi, dan sebagainya. Untuk mengefektifkan metode ini perlu dibantu dengan media seperti lembar balik, alat peraga, slide, dan sebagainya.
2). Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok besar, misal: metode ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu dengan alat bantu, seperti overhead projector, slide projector, film, sound system, dan sebagainya.
c. Metode promosi kesehatan massal
Apabila sasaran promosi kesehatan adalah massal atau publik, maka metode ini tidak akan efektif. Merancang metode ini memang paling sulit, sebab sasaran publik sangat heterogen, baik dilihat dari kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, sosial budaya dan sebagainya. Metode yang sering digunakan :
1) Ceramah umum, misal di lapangan terbuka dan tempat umum (public place). 2) Penggunaan media massa elektronik, seperti radio, televisi.
3) Penggunaan media cetak, seperti koran, majalah, tabloid, leaflet, buku, selebaran, poster, dan sebagainya.
4) Penggunaan media di luar ruang, misal: billboard, spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya.
(36)
2.1.3. Promosi Kesehatan Dan Perilaku
Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu perilaku dan non-perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya). Upaya pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih dan pembuangan tinja, penyediaan pelayanan kesehatan, dan sebagainya adalah upaya intervensi terhadap faktor fisik (non-perilaku). Sedangkan upaya intervensi terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni (Krianto, 2005):
a. Pendidikan (education)
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatannya. Hasil dari pendidikan kesehatan ini diharapkan akan berlangsung lama dan menetap (langgeng) karena didasari oleh kesadaran.
b. Paksaan atau tekanan (coercion)
Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar mereka melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat, tetapi tidak akan langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka berperilaku seperti itu.
(37)
21
Berdasarkan keuntungan dan kerugian dua pendekatan tersebut, maka pendekatan pendidikan paling cocok sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat, melalui faktor perilaku. Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan, maka dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan upaya intervensi terhadap faktor perilaku dalam masalah kesehatan masyarakat.
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2005), perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni : a. Faktor predisposisi (predisposition factor)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya perilaku ibu untuk selalu menjaga kebersihan keluarganya, akan dipermudah apabila ibu tersebut tahu apa manfaat menjaga kebersihan, tahu siapa dan bagaimana menjaga kebersihan itu dilakukan. Demikian pula, perilaku tersebut akan dipermudah bila ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif terhadap kebersihan. Di samping itu, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di masyarakat setempat juga mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
(38)
1) Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) merupakan resultan dari akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.
Pengetahuan merupakan faktor yang mempermudah perubahan
perilaku masyarakat dalam hidup bersih. Dengan pengetahuan yang baik tentang air bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi, kesesuaian lantai rumah dengan penghuni, maka individu akan lebih mudah merubah perilaku yang tidak baik menjadi baik.
2) Sikap
Sikap merupakan suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. (Walgito, 2003)
Sedangkan L.L. Thurston dalam Ahmadi (2002), menyatakan sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Orang memiliki sikap positif terhadap suatu objek apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif bila ia tidak suka atau sikap unfavorable terhadap obyek.
(39)
23
Sikap masyarakat dapat positif maupun negatif terhadap promosi kesehatan hygiene dan sanitasi berhubungan dengan obyek dan upaya petugas kesehatan dalam melaksanakan promosi kesehatan mengenai air bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan kesesuaian lantai rumah dengan penghuni.
b. Faktor Pemungkin (enabling factor)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu yang selalu menjaga kesehatannya, maka diperlukan alat-alat kebersihan, air bersih, dan sebagainya. Agar seseorang atau masyarakat buang air besar di jamban, maka harus tersedia jamban, atau mempunyai uang untuk membeli alat-alat kebersihan atau membangun jamban sendiri.
Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan dalam mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat yaitu faktor pendukungnya
(enabling factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun
(40)
praktik tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Setelah dilakukan pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang, ternyata faktor pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Misalnya, meskipun kesadaran dan pengetahuan orang atau masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi apabila tidak didukung oleh fasilitas, yaitu tersedianya jamban sehat, air bersih, makanan yang bergizi, fasilitas imunisasi, pelayanan kesehatan dan sebagainya maka mereka sulit untuk mewujudkan perilaku tersebut.
c. Faktor Penguat (reinforcing factor)
Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi, bahwa individu/keluarga sudah tahu manfaat kebersihan dan juga telah tersedia peralatan dan sarana kebersihan, tetapi belum melakukannya karena alasan sederhana, yakni bahwa orang yang disegani dalam masyarakat tersebut belum melakukannya dengan maksimal, seperti lurah/kepala desa, guru, tenaga kesehatan, dan sebagainya. Menurut Green dan Marshall (2005), faktor
reinforcing adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dimana masyarakat
menerima feedback dan setelah itu ada dukungan sosial. Faktor reinforcing
meliputi dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga kesehatan.
(41)
25
Berdasarkan faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarahkan kepada 3 (tiga) faktor tersebut (Notoatmodjo, 2005) :
a. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor pemudah
(predisposisi) adalah dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan
dan penyuluhan kesehatan. Tujuan kegiatan ini memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, yang diperlukan oleh seseorang atau masyarakat, sehingga akan memudahkan terjadinya perilaku sehat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meluruskan tradisi, kepercayaan, nilai yang tidak kondusif bagi perilaku sehat, dan akhirnya berakibat buruk bagi kesehatan mereka.
b. Kegiatan promosi yang ditujukan kepada faktor pemungkin (enabling) adalah memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan masyarakat. Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat mampu untuk memfasilitasi diri mereka atau masyarakat sendiri untuk berperilaku sehat. Misalnya masyarakat mampu membangun sarana air bersih, jamban keluarga/ umum. Intervensi pada faktor enabling ini tidak saja memberikan fasilitas atau sarana prasarana kesehatan, tetapi juga memberikan kemampuan kepada seseorang atau masyarakat, termasuk kemampuan ekonomi untuk mengadakan atau menyediakan sarana sebagai pendukung perilaku kesehatan mereka. c. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor penguat (reinforcing)
(42)
pelatihan ini mempunyai 2 (dua) tujuan, pertama agar para tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh (model perilaku sehat) bagi masyarakat sekitarnya. Kedua, para tokoh masyarakat tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan tentang kesehatan kepada orang lain atau masyarakat sesuai dengan ketokohan mereka. Misal, seorang uztad dalam ceramahnya menyisipkan pesan-pesan kesehatan. Disamping pelatihan, kegiatan promosi pada faktor ini dapat dilakukan melalui cara advokasi pada para pejabat formal. Dengan kegiatan ini, para pejabat formal dapat mengeluarkan surat keputusan, peraturan, instruksi kepada sasaran atau masyarakat agar berperilaku sehat. Misal, adanya peraturan daerah yang mengatakan “barang siapa membuang sampah sembarangan akan mendapat denda Rp. 5.000.000”. Hal ini akan memperkuat perilaku masyarakat untuk membuang sampah di tempat yang disediakan.
2.2. Kesehatan Lingkungan
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah ”sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, Hendrik L. Blum menggambarkan secara singkat ringkas sebagai berikut :
(43)
27
Lingkungan: - Fisik
- Sosial ekonomi Pelayanan
Kesehatan
Perilaku Status Kesehatan Keturunan
Sumber : Notoatmodjo (2003)
Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Keempat faktor tersebut (keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan) di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka status kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal.
Pengaruh lingkungan terhadap derajat kesehatan masyarakat antara lain tercermin dari akses masyarakat terhadap air. Pengaruh lingkungan terhadap derajat kesehatan masyarakat antara lain tercermin dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2005, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 50 persen dan akses rumah
(44)
tangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5 persen. Kesehatan lingkungan yang merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan (Adisasmito, 2007).
2.2.1. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna, ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan, diperbaiki dan dihilangkan (Entjang, 2000).
Hygiene dan sanitasi lingkungan yang baik dapat diwujudkan dari perilaku
hidup bersih. Hidup bersih adalah terciptanya lingkungan yang sehat, diantaranya dinilai dari persentase keluarga yang memiliki air bersih, memiliki jamban sehat, keluarga yang mengelola sampah dengan baik, dan mengelola air limbah dengan aman (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Menurut program kesehatan yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara (2007), target yang diharapkan dari hygiene dan sanitasi lingkungan untuk tahun 2010 adalah : a) Keluarga yang memiliki persediaan air bersih/air minum sehat adalah 90%, b) Keluarga yang memiliki jamban sehat adalah 85%, c) Keluarga yang mengelola sampah dengan baik adalah 80%, d) Keluarga yang mengelola air limbah dengan aman adalah 86%.
(45)
29
2.2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2006). Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS di rumah tangga dan 3 indikator gaya hidup sehat, yaitu:
Indikator PHBS di rumah tangga :
1) pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2) bayi diberi ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan 3) mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan
4) ketersediaan air bersih 5) ketersediaan jamban
6) kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni 7) lantai rumah bukan dari tanah
Indikator gaya hidup sehat : 1) makan buah dan sayur setiap hari 2) melakukan aktivitas fisik setiap hari 3) tidak merokok di dalam rumah
Melihat dari indikator perilaku hidup bersih, yang termasuk ke dalam lingkungan yaitu ketersediaan air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan kesesuaian luas lantai dengan penghuni dan lantai
(46)
rumah. Lingkungan yang menjadi indikator perilaku hidup bersih disini hanya sebagian daripada yang termasuk ke dalam hygiene dan sanitasi Lingkungan. Menurut (Entjang, 2000), hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, yaitu dengan meningkatkan lingkungan yang berguna. Di dalam penelitian ini akan dibahas perilaku hidup bersih yang mencakup hygiene dan sanitasi saja, dimana syarat untuk hygiene dan sanitasi lingkungan yang bersih yaitu:
2.2.2.1. Persediaan Air Bersih
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Diantara kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu untuk keperluan air minum air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Syarat air minum yang sehat harus memenuhi (Notoatmodjo, 2003) : a. Syarat Fisik: tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
b. Syarat Bakteriologis: harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen c. Syarat Kimia: harus mengandung zat-zat tertentu di dalam kadar yang dibenarkan
untuk Fluor 1-1,5 mg/l, Chlor 250 mg/l, Arsen 0,05 mg/l, Tembaga 1,0 mg/l, Besi 0,3 mg/l.
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air minum adalah :
(47)
31
a. Air hujan: perlu penambahan kalsium karena tidak mengandung kalsium.
b. Air sungai dan danau: air permukaan yang jika sudah tercemar dari berbagai macam kotoran, maka bila untuk air minum harus diolah terlebih dahulu.
c. Mata air: berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah dan belum tercemar. d. Air sumur dangkal: belum begitu sehat, pemakaian untuk minum harus direbus
dahulu, biasanya antara 5-15 meter dari permukaan tanah.
e. Air sumur dalam: biasanya dalam dari permukaan tanah lebih 15 meter. Syarat sumur agar tidak tercemar adalah :
a. Harus ada bibir sumur, agar bila musim hujan tiba, air tanah tidak masuk ke dalamnya.
b. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus di tembok.
c. Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan.
2.2.2.2. Jamban Tempat Pengelolaan Kotoran
Jamban merupakan teknologi pembuangan tinja. Dalam buku Notoatmodjo (2003), untuk mencegah/mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan tinja harus dikelola dengan baik. Syarat jamban yang sehat adalah : a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut
b. Tidak mengotori air permukaan dan air tanah sekitarnya.
c. Tidak dapat terjangkau dari serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya.
(48)
d. Tidak menimbulkan bau dan mudah digunakan serta dipelihara.
e. Sederhana desainnya dan murah serta dapat diterima oleh pemakainya.
Untuk memenuhi syarat jamban yang sehat maka perlu diperhatikan hal berikut :
a. Sebaiknya jamban tertutup
b. Bangunan jamban mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat.
c. Bangunan jamban ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.
d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih serta sabun.
Tipe-tipe jamban adalah (Entjang, 2000) :
1. Pit-privy (cubluk)
Jamban ini dibuat dengan membuat lubang ke dalam tanah 2,5-8 m dan berdiameter 80-120 cm. Dindingnya diperkuat dengan batu/bata, dapat di tembok atau tidak. Lama pemakaian antara 5-15 tahun. Tipe jamban ini hanya baik dibuat di tempat-tempat di mana air tanah letaknya dalam. Pada jamban ini harus diperhatikan :
1) Jangan diberi desinfektan karena mengganggu proses pembusukan sehingga cubluk cepat penuh
2) Untuk mencegah bertelur nyamuk tiap minggu diberi minyak tanah 3) Agar tidak berbau diberi kapur barus.
(49)
33
2. Aqua-privy (cubluk berair)
Terdiri atas bak yang kedap air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan
excreta. Proses pembusukannya sama dengan halnya pembusukan tinja dalam air
kali. Untuk jamban ini agar berfungsi dengan baik, perlu pemasukan air setiap hari, baik sedang dipergunakan atau tidak. Jamban ini dibuat di tempat yang banyak air. Bila airnya penuh, kelebihannya dapat dialirkan ke sistem lain misalnya sistem riol atau sumur resapan.
3. Watersealed latrine (Angsa-trine)
Jamban ini klosetnya berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air sebagai sumbat sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah jamban.
Keuntungan jamban ini adalah :
1) Baik untuk masyarakat kota karena memenuhi syarat keindahan.
2) Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya lebih praktis.
3) Aman untuk anak-anak.
4. Bored hole latrine
Sama halnya dengan cubluk hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misal untuk perkampungan sementara. Kerugiannya, bila air permukaan banyak maka akan mudah meluap.
(50)
5. Bucket latrine (pail closet)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain kemudian dibuang di tempat lain, misal untuk penderita yang tidak dapat meninggalkan tempat tidur.
6. Trench latrine
Lubang dalam tanah dibuat sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbuninya.
7. Overhung latrine
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya tinja mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air yang dapat menimbulkan wabah.
8. Chemical toilet
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya pesawat udara atau dalam kereta api. Dapat pula dipergunakan dalam rumah. Sebagai pembersih tidak dipergunakan air tetapi dengan kertas (toilet paper).
2.2.2.3. Sampah dan Pengolahannya
Sampah adalah suatu bahan / benda yang tidak dipakai lagi atau tidak disenangi dan dibuang dengan cara–cara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia.
(51)
35
Cara pengolahan sampah yang baik yaitu : a. Ditimbun.
Sampah yang diolah dengan cara ini adalah sampah yang hancur dalam tanah seperti : sampah sayur – sayuran, daun – daunan, kertas yang mana pembuangan sampah inti ± 10 m dari sumber air.
b. Dibakar
Jenis sampah yang dapat dibakar hanya sampah yang tidak dapat hancur di tanah secara langsung seperti : plastik dan karet.
Teknik dan cara pembakaran
1) Sebaiknya wadah dapat berupa tong, ember bekas dan lobang yang berukuran 1x1 meter.
2) Waktu pembakaran maksimal 1x2 hari atau apabila tong dan ember sudah penuh.
3) Jarak pembakaran dengan sumber air minum 1 meter dan diusahakan tempat pembakaran di belakang rumah.
Cara pembuangan sampah yaitu memakai tong sampah dan bak sampah di depan rumah dan di pinggir jalan raya yang aman diangkut oleh dinas kebersihan. Akibat pembuangan sampah yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan yaitu :
1. Mengotori tanah.
(52)
3. Menimbulkan bau yang tidak enak.
4. Sebagai sumber atau tempat berkembang biaknya vektor penyakit.
Syarat–syarat tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah berseraknya sampah.
2. Tempat sampah mempunyai tutup dan dibuat sedemikian rupa sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
2.2.2.4. Air Limbah dan Pengelolaannya
Air limbah adalah ekskreta manusia, air kotor dari dapur, kamar mandi dan sebagainya (Entjang, 2000). Batasan lain menurut Kusnoputranto (1985), air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.
Air buangan yang berasal dari rumah tangga (domestic wastes water) yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
Cara sederhana pengolahan air limbah secara sederhana, antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :
(53)
37
1) Pengenceran
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Cara ini menimbulkan kerugian, diantaranya bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnya dapat menimbulkan banjir.
2) Kolam Oksidasi
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segi empat dengan kedalaman 1-2 meter. Lokasi kola jauh dari pemukiman dan di daerah terbuka sehingga memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
3) Irigasi
Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi sebagai pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.
(54)
2.2.2.5. Rumah Sehat (Ventilasi, Lantai, Luas Rumah)
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan
hygiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan WHO, bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit dalam masyarakat (Entjang, 2000).
Syarat-syarat rumah yang sehat adalah (Notoatmodjo, 1997) :
1) Bahan bangunan, diantaranya; lantai ubin atau semen, dinding tembok, atap genteng adalah bahan yang baik untuk bangunan rumah.
2) Ventilasi yang mempunyai fungsi untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri.
3) Cahaya, sumber dari cahaya alamiah yaitu matahari dan cahaya buatan seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
4) Luas bangunan rumah, yang optimum dapat menyediakan 2,5 – 3 m² untuk tiap anggota keluarga.
5) Lantai harus dalam keadaan bersih, disapu minimal 2 kali sehari.
6) Fasilitas dalam rumah sehat, dapat tersedia seperti penyediaan air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan air limbah rumah tangga, pembuangan sampah, fasilitas dapur, dan tempat ruang berkumpul keluarga.
Rumah sehat yang diajukan oleh Winslow (Entjang, 2000) : 1) Harus memenuhi kebutuhan fisiologis, seperti :
a) Suhu ruangan, sebaiknya tetap berkisar 18-20ºC
b) Penerangan rumah, harus cukup baik siang maupun malam hari, yang ideal adalah penerangan listrik.
(55)
39
c) Ventilasi, baik dan cukup, untuk pertukaran udara dalam rumah atau cukup mengandung oksigen. Luas jendela keseluruhan ± 15 % dari luas lantai.
d) Dinding ruangan harus kedap suara, baik yang berasal dari luar maupun dalam rumah.
2) Harus memenuhi kebutuhan psikologis, seperti :
a) Rumah menjadi pusat kesenangan tangga yang sehat, cara pengaturan memenuhi rasa keindahan
b) Ada jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga
c) Tiap anggota keluarga terutama yang mendekati dewasa harus mempunyai ruangan sendiri-sendiri.
d) Mempunyai ruangan untuk menjalankan kehidupan keluarga e) Mempunyai ruangan untuk hidup bermasyarakat, ada ruang tamu. 3) Harus dapat menghindari terjadi kecelakaan
a) Konstruksi rumah harus kuat
b) Sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat lain, terutama untuk anak-anak.
c) Diusahakan agar bahan-bahan rumah tidak mudah terbakar. d) Adanya sarana pencegahan kecelakaan bagi orang tua lanjut usia. e) Adanya alat pemadam kebakaran terutama yang mempergunakan gas. 4) Harus dapat menghindarkan terjadinya penyakit
a) Adanya sumber air yang sehat
(56)
c) Harus dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, nyamuk, tikus, dan sebagainya.
d) Harus cukup luas, luas kamar tidur ± 5 m² per kapita per luas lantai.
2.2.3. Kader Hygiene dan Sanitasi
2.2.3.1. Pengertian Kader
Kader adalah warga masyarakat setempat yang terpilih atau ditunjuk oleh masyarakat dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat, yang membantu masyarakat dalam masalah kesehatan agar diperoleh kesesuaian antara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Kader sebagai pembaharu diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Untuk dapat berperan sebagaimana yang diharapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka dibutuhkan para kader yang dipercayai oleh masyarakat (Depkes RI, 2006).
Batasan tentang kader kesehatan menurut Gunawan (2007), “Kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat”. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI (1999) memberikan batasan kader: “Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela”.
Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang
(57)
41
optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di Posyandu (Depkes, 1999).
Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka pengertian kader secara lebih luas adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat dan mendapat kepercayaan dari masyarakat setempat. Setelah mendapat latihan mereka terpanggil untuk memelihara dan mengembangkan kegiatan yang ada dan mengatasi masalah yang timbul di masyarakat (Depkes RI, 2006).
2.2.3.2. Tujuan pembentukan kader
Pembangunan nasional khusus di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat, bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adanya dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal mungkin meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membantu individu dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 1999).
Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif yaitu, berusaha
(58)
menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat (Notoatmodjo, 2006).
2.2.3.3. Tugas kegiatan kader
Tugas kegiatan kader pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang menyangkut di dalam maupun di luar Posyandu antara lain: Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada:
a. Penyehatan air bersih.
b. Penyehatan pembuangan kotoran c. Penyehatan lingkungan perumahan.
d. Penyehatan pembuangan air buangan/ limbah e. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum f. Menyediakan makanan dan minuman g. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan
2.2.3.4. Persyaratan menjadi kader
Kader yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari kepala desa setempat harus memiliki persyaratan tertentu. Proses pemilihan kader melalui musyawarah dengan masyarakat didukung oleh para pamong desa. Di bawah ini salah satu persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon kader.
(59)
43
a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia
b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
c. Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan. d. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
e. Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa
f. Sanggup membina paling sedikit 10 KK untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan
g. Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunyai keterampilan
Bagus (2003), mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang kader antara lain:
a. Berasal dari masyarakat setempat. b. Tinggal di desa tersebut.
c. Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama. d. Diterima oleh masyarakat setempat.
e. Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain. f. Sebaiknya yang bisa baca tulis.
Persyaratan-persyaratan utama oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, mampu bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya meningkatkan, kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina
(60)
masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di Posyandu. Menghadapi kehidupan di masa yang akan datang (Depkes, 1999).
2.3. Landasan Teori
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Hubungan promosi kesehatan dengan determinan perilaku dapat digambarkan sebagai berikut :
Predisposing Factors
Enabling Factors
Reinforcing Factors
Health Behavior Health
Promotion
Sumber: Notoatmodjo (2005).
Gambar 2. Hubungan Promosi Kesehatan dengan Determinan Perilaku
Kegiatan yang dilakukan dalam promosi kesehatan hygiene dan sanitasi lingkungan untuk meningkatkan perilaku masyarakat dalam hidup bersih, antaranya masyarakat dapat mengerti, memahami, sampai mempraktikkan hidup bersih. Perubahan perilaku terjadi melalui serangkaian proses yang termasuk pemberdayaan
(61)
45
masyarakat. Menurut Freira dalam Notoatmodjo (2005), pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dinamis yang dimulai dimana masyarakat belajar langsung dari tindakan. Pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan dengan pendekatan pengembangan masyarakat. Maka melalui promosi kesehatan masyarakat dapat mengerti masalah-masalah kesehatan yang dihadapi dan dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengatasi masalah tersebut.
Masalah kesehatan masyarakat antara lain mencakup, kesehatan dan sanitasi lingkungan, kesehatan kerja, perilaku kesehatan, kesehatan ibu dan anak, masalah gizi, masalah penyakit menular dan tidak menular, dan sebagainya. Sedangkan untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan masyarakat tersebut perlu manajemen atau administrasi kesehatan masyarakat dan pendidikan atau promosi kesehatan. Oleh sebab itu, hubungan antara berbagai komponen kesehatan masyarakat tersebut dapat digambarkan seperti berikut :
Pendekatan Pemecahan Masalah Kesehatan a. Administrasi,
manajemen kesehatan b. Pendidikan/promosi
kesehatan
Metode/Pendekatan Analisis Masalah Kesehatan a. Epidemiologi b. Biostatistik Masalah-masalah
Kesehatan Masyarakat: a. Kesehatan lingkungan b. Penyakit menular dan
tak menular c. Gizi masyarakat d. KIA/KB
e. Kesehatan kerja f. Kesehatan reproduksi g. dan sebagainya
Gambar 3. Hubungan antara Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat
(62)
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa pendidikan atau promosi
kesehatan merupakan pendekatan pemecahan masalah-masalah kesehatan
masyarakat, khususnya lagi yang berkaitan dengan masalah perilaku kesehatan.
Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2005) ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan yaitu, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Ke-empat faktor tersebut saling mempengaruhi. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku juga mempengaruhi pelayanan kesehatan. Untuk memelihara/meningkatkan kesehatan harus dilakukan intervensi terhadap ke-empat faktor tersebut. Misal, intervensi terhadap faktor lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan.
Menurut Azwar (1996) bahwa hasil kerja pada suatu program pada dasarnya dipengaruhi oleh masukan, proses dan lingkungan. Masukan program puskesmas baik kesehatan makanan dan minuman, hygiene sanitasi lingkungan, dana dan alat-alat yang tersedia baik secara medis maupun non medis serta buku-buku pedoman.
Kader sanitasi bertugas di puskesmas menurut Depkes RI (1999) untuk meningkatkan program penyehatan tingkat puskesmas. Penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keterampilan, kepegawaian dan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Dalam pedoman kerja puskesmas petugas kesehatan untuk sanitasi bekerja sebagai :
(63)
47
a. Pendataan yang berhubungan dengan tugas pokok kader sanitasi untuk lingkungan masyarakat
b. Penyuluhan untuk masyarakat di lingkungan penyehatan air bersih, penyehatan pembuangan kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan limbah, dan pengawasan sanitasi tempat- tempat umum
c. Pengamatan dan penanggulangan penyakit yang dilakukan untuk mendapatkan informasi, cara penyebaran, untuk penanggulangan penyebaran secara cepat dan tepat sebagai dasar penentuan langkah pengendalian.
d. Pengawasan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang berhubungan dengan hygiene dan sanitasi.
2.4. Kerangka Konsep
Hygiene dan sanitasi merupakan bagian kesehatan lingkungan. Kesehatan
lingkungan di Kabupaten Aceh Tenggara masih rendah, ini terlihat dari data yang dilaporkan Dinas Kesehatan setempat. Upaya meningkatkan kesehatan lingkungan salah satunya melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan pendidikan kesehatan yang disebarluaskan pada masyarakat, agar berperilaku hidup bersih.
Promosi kesehatan yang dilihat dari aspek pelayanan kesehatan adalah pelayanan promotif dan preventif, yaitu pelayanan bagi kelompok masyarakat yang sehat agar dapat meningkatkan kesehatannya, dan dilaksanakan oleh kelompok profesi kesehatan masyarakat.
(64)
Promosi kesehatan mendukung determinan yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih masyarakat. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan promosi kesehatan akan mendorong determinan perilaku hidup bersih seperti faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi yang diteliti meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat. Faktor enabling meliputi fasilitas, sarana dan prasarana, seperti ketersediaan untuk hygiene dan sanitasi (air bersih, jamban, sampah, pengelolaan air limbah). Faktor reinforcing yang diteliti meliputi informasi atau pelatihan-pelatihan kesehatan yang diikuti anggota masyarakat. Adapun kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
(65)
49
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor Enabling : Ketersediaan sarana
hygiene dan sanitasi - air bersih
- jamban
- tempat sampah - air limbah - lantai rumah - ventilasi
- kesesuaian lantai rumah dengan penghuni
Faktor Reinforcing : - Masyarakat mendapat
Informasi/Pelatihan Kesehatan hygiene dan sanitasi
Faktor Predisposisi : Pengetahuan, dan Sikap masyarakat terhadap : - air bersih - jamban
- tempat sampah - air limbah - lantai rumah - ventilasi
- kesesuaian lantai rumah dengan penghuni Promosi Hygiene
dan sanitasi - Metode - Materi - Sasaran Perilaku Hidup Bersih Keterangan :
= Tidak diuji secara statistik.
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
(1)
Chi-Square Tests
47.297b 1 .000
44.345 1 .000
52.713 1 .000
.000 .000
46.747 1 .000
86 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17. 23.
b.
reinforcing * PHBS Crosstabulation
36 7 43
83.7% 16.3% 100.0% 41.9% 8.1% 50.0%
3 40 43
7.0% 93.0% 100.0% 3.5% 46.5% 50.0%
39 47 86
45.3% 54.7% 100.0% 45.3% 54.7% 100.0% Count
% within reinforcing % of Total
Count
% within reinforcing % of Total
Count
% within reinforcing % of Total
Baik
Kurang Baik reinforcing
Total
Baik Kurang Baik PHBS
(2)
Chi-Square Tests
51.093b 1 .000
48.044 1 .000
58.508 1 .000
.000 .000
50.499 1 .000
86 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19. 50.
(3)
Regresi Logistik Tahap I
Case Processing Summary
86 100.0
0 .0
86 100.0
0 .0
86 100.0 Unweighted Casesa
Included in Analysis Missing Cases Total
Selected Cases
Unselected Cases Total
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0 1 Original Value
Baik Kurang Baik
Internal Value
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
0 39 .0
0 47 100.0
54.7 Observed
Baik Kurang Baik PHBS
Overall Percentage Step 0
Baik Kurang Baik
PHBS Percentage Correct Predicted
Constant is included in the model. a.
The cut value is .500 b.
Variables in the Equation
.187 .217 .742 1 .389 1.205
Constant Step 0
(4)
Variables not in the Equation
33.710 1 .000 53.600 1 .000 47.297 1 .000 51.093 1 .000 67.233 4 .000 pengetahuan
sikap enabling reinforcing Variables
Overall Statistics Step
0
Score df Sig.
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
90.552 4 .000 90.552 4 .000 90.552 4 .000 Step
Block Model Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
27.924a .651 .871 Step
1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001. a.
Classification Tablea
36 3 92.3
3 44 93.6
93.0 Observed
Baik Kurang Baik PHBS
Overall Percentage Step 1
Baik Kurang Baik
PHBS Percentage Correct Predicted
The cut value is .500 a.
(5)
Variables in the Equation
-1.165 1.514 .592 1 .442 .312 3.392 1.463 5.378 1 .020 29.722 4.030 1.359 8.794 1 .003 56.249 3.650 1.318 7.665 1 .006 38.487 -14.678 3.669 16.001 1 .000 .000 pengetahuan
sikap enabling reinforcing Constant Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: pengetahuan, sikap, enabling, reinforcing. a.
(6)
Regresi Logistik Tahap 2
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
89.918 3 .000 89.918 3 .000 89.918 3 .000 Step
Block Model Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
28.558a .649 .867 Step
1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001. a.
Classification Tablea
36 3 92.3
3 44 93.6
93.0 Observed
Baik Kurang Baik PHBS
Overall Percentage Step 1
Baik Kurang Baik
PHBS Percentage Correct Predicted
The cut value is .500 a.
Variables in the Equation
2.637 1.030 6.561 1 .010 13.972
3.619 1.178 9.439 1 .002 37.318
3.429 1.220 7.892 1 .005 30.832
-14.450 3.452 17.519 1 .000 .000
sikap enabling reinforcing Constant Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: sikap, enabling, reinforcing. a.