20
2.1.3. Promosi Kesehatan Dan Perilaku
Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu perilaku dan non-perilaku fisik, sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Upaya pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih dan pembuangan tinja, penyediaan pelayanan kesehatan, dan sebagainya adalah
upaya intervensi terhadap faktor fisik non-perilaku. Sedangkan upaya intervensi terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni Krianto,
2005: a.
Pendidikan education Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatannya. Hasil dari pendidikan kesehatan
ini diharapkan akan berlangsung lama dan menetap langgeng karena didasari oleh kesadaran.
b. Paksaan atau tekanan coercion
Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar mereka melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri. Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat, tetapi tidak akan langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran
untuk apa mereka berperilaku seperti itu.
21
Berdasarkan keuntungan dan kerugian dua pendekatan tersebut, maka pendekatan pendidikan paling cocok sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan
masyarakat, melalui faktor perilaku. Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan, maka dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan
upaya intervensi terhadap faktor perilaku dalam masalah kesehatan masyarakat. Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan
dengan determinan faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri. Menurut Green dalam Notoatmodjo 2005, perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni :
a. Faktor predisposisi predisposition factor Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya
perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya
perilaku ibu untuk selalu menjaga kebersihan keluarganya, akan dipermudah apabila ibu tersebut tahu apa manfaat menjaga kebersihan, tahu siapa dan
bagaimana menjaga kebersihan itu dilakukan. Demikian pula, perilaku tersebut akan dipermudah bila ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif
terhadap kebersihan. Di samping itu, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di masyarakat setempat juga mempermudah positif atau mempersulit negatif
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
22
1 Pengetahuan
Pengetahuan menurut
Notoatmodjo 2003 merupakan resultan dari
akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau
penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.
Pengetahuan merupakan
faktor yang mempermudah perubahan perilaku masyarakat dalam hidup bersih. Dengan pengetahuan yang baik
tentang air bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi, kesesuaian lantai rumah dengan penghuni, maka individu akan lebih mudah
merubah perilaku yang tidak baik menjadi baik. 2 Sikap
Sikap merupakan suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.
Walgito, 2003 Sedangkan L.L. Thurston dalam Ahmadi 2002, menyatakan sikap
sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Orang memiliki sikap positif
terhadap suatu objek apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif bila ia tidak
suka atau sikap unfavorable terhadap obyek.
23
Sikap masyarakat dapat positif maupun negatif terhadap promosi kesehatan hygiene dan sanitasi berhubungan dengan obyek dan upaya
petugas kesehatan dalam melaksanakan promosi kesehatan mengenai air bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan
kesesuaian lantai rumah dengan penghuni. b. Faktor Pemungkin enabling factor
Faktor pemungkin atau pendukung enabling perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk
memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses
terjangkau sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan. Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu yang selalu menjaga
kesehatannya, maka diperlukan alat-alat kebersihan, air bersih, dan sebagainya. Agar seseorang atau masyarakat buang air besar di jamban, maka harus tersedia
jamban, atau mempunyai uang untuk membeli alat-alat kebersihan atau membangun jamban sendiri.
Menurut Notoatmodjo 2005, hambatan yang paling besar dirasakan dalam mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat yaitu faktor pendukungnya
enabling factor. Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun
24
praktik tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Setelah dilakukan pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang,
ternyata faktor pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Misalnya, meskipun kesadaran dan
pengetahuan orang atau masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi apabila tidak didukung oleh fasilitas, yaitu tersedianya jamban sehat, air bersih, makanan
yang bergizi, fasilitas imunisasi, pelayanan kesehatan dan sebagainya maka mereka sulit untuk mewujudkan perilaku tersebut.
c. Faktor Penguat reinforcing factor Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum
menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi, bahwa individukeluarga sudah tahu manfaat kebersihan dan juga telah tersedia peralatan
dan sarana kebersihan, tetapi belum melakukannya karena alasan sederhana, yakni bahwa orang yang disegani dalam masyarakat tersebut belum
melakukannya dengan maksimal, seperti lurahkepala desa, guru, tenaga kesehatan, dan sebagainya. Menurut Green dan Marshall 2005, faktor
reinforcing adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dimana masyarakat menerima feedback dan setelah itu ada dukungan sosial. Faktor reinforcing
meliputi dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga kesehatan.
25
Berdasarkan faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarahkan kepada 3 tiga faktor
tersebut Notoatmodjo, 2005 : a.
Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor pemudah predisposisi adalah dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan
dan penyuluhan kesehatan. Tujuan kegiatan ini memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, yang diperlukan oleh
seseorang atau masyarakat, sehingga akan memudahkan terjadinya perilaku sehat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meluruskan tradisi, kepercayaan,
nilai yang tidak kondusif bagi perilaku sehat, dan akhirnya berakibat buruk bagi kesehatan mereka.
b. Kegiatan promosi yang ditujukan kepada faktor pemungkin enabling adalah
memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan masyarakat. Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat mampu untuk
memfasilitasi diri mereka atau masyarakat sendiri untuk berperilaku sehat. Misalnya masyarakat mampu membangun sarana air bersih, jamban keluarga
umum. Intervensi pada faktor enabling ini tidak saja memberikan fasilitas atau sarana prasarana kesehatan, tetapi juga memberikan kemampuan kepada
seseorang atau masyarakat, termasuk kemampuan ekonomi untuk mengadakan atau menyediakan sarana sebagai pendukung perilaku kesehatan mereka.
c. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor penguat reinforcing adalah berupa pelatihan-pelatihan kepada para tokoh masyarakat. Kegiatan
26
pelatihan ini mempunyai 2 dua tujuan, pertama agar para tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh model perilaku sehat bagi masyarakat
sekitarnya. Kedua, para tokoh masyarakat tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan tentang kesehatan kepada orang lain atau masyarakat sesuai dengan
ketokohan mereka. Misal, seorang uztad dalam ceramahnya menyisipkan pesan- pesan kesehatan. Disamping pelatihan, kegiatan promosi pada faktor ini dapat
dilakukan melalui cara advokasi pada para pejabat formal. Dengan kegiatan ini, para pejabat formal dapat mengeluarkan surat keputusan, peraturan, instruksi
kepada sasaran atau masyarakat agar berperilaku sehat. Misal, adanya peraturan daerah yang mengatakan “barang siapa membuang sampah sembarangan akan
mendapat denda Rp. 5.000.000”. Hal ini akan memperkuat perilaku masyarakat untuk membuang sampah di tempat yang disediakan.
2.2. Kesehatan Lingkungan