Anak Angkat Pelaksanaan Hukum Waris Islam Pada Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan

79 menikmati warisan selama hidupnya untuk kepentingan dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya.

G. Prinsip dasar pembagian harta warisan 1. Subyek hukum waris

Subyek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris. 86 Namun karena pengaruh agama dan hubungan kekerabatan, orang yang semula bukan ahli waris utama dimasukkan dalam kelompok waris utama. Sehingga berhak atau tidaknya menjadi ahli waris dipengaruhi oleh sistem kekerabata dan juga agama. Apabila ahli waris kelompok utama tidak ada, maka kedudukannya diganti oleh ahli waris kelompok lain. Garis pokok keutamaan ini merupakan garis hukum yang menentukan urutan-urutan diantara kelompok atau golongan dalam keluarga pewaris dengan pengertian golongan satu atau lebih diutamakan dari golongan yang lain. Dengan mendasarkan persamaan hak antara anak laki-laki dan perempuan maka bagian warisan masing-masing adalah sama besar satu banding satu. Sehingga Mahkamah Agung melalui Keputusan No.179 KSip1961 menetapkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan dari seorang peninggal warisan bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti, bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan.

2. Anak Angkat

Pengangkatan anak dibeberapa daerah lingkungan hukum adat Indonesia ternyata tidak sama. Sehingga berakibat pula pada perbedaan kedudukan anak angkat tersebut. Dalam hukum Islam, kedudukan anak angkat tetap diletakkan diluar ahli 86 Usman, Suparman, Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Cetakan ke 2, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 80 waris, namun dengan mengadaptasi nilai Hukum Adat secara terbatas kedalam nilai Hukum Islam karena beralihnya tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua angkat mengenai pemeliharaan kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan berdasarkan putusan pengadilan, seperti yang disebutkan dalam huruf h Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, maka terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 13 harta warisan orang tua angkatnya. Mengenai kedudukan anak angkat dalam harta warisan orang tua angkatnya, bahwa dia bukan ahli waris seperti anak kandung. Anak angkat bukan ahli waris yang berstatus seperti anak kandung tetapi hanya hendak mendapat bagian harta bersama orang tua angkat, sedangkan harta asal tetap kembali ke asal dan berhak pula harta warisan orang tua kandungnya. 87 Didalam kehidupan masyarakat hukum adat di Indonesia para ahli waris tidak terlepas dari pengaruh sistem keturunan, sistem perkawinan, sistem kewarisan, jenis harta warisan dan kedudukan dari para ahli waris itu sendiri. Garis pokok ahli waris menurut hukum waris adat dimana ditentukan siapa-siapa yang berhak sebagai ahli waris tergantung pada : 88 1. Garis Pokok Keutamaan Garis pokok yang menentukan pengurutan keutamaan antara golongan- golongan dalam keluarga pewaris dalam arti golongan yang satu lebih diutamakan dari golongan yang lain dengan akibat suatu golongan belum boleh masuk perhitungan jika masih ada golongan yang lebih utama, dengan kata lain golongan terdekat dengan pewaris menutup golongan yang lebih jauh. 2. Garis pokok penggantian 87 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur, Bandung, 1976, hal. 64. 88 Op.cit. Soerjono Soekanto, hal. 261. Universitas Sumatera Utara 81 Adalah suatu cara menentukan siapa ahli waris yang sesungguhnya diantara para ahli waris dari pewaris. Sedangkan pada masyarakat patrilineal murni yang melakukan perkawinan jujur dimana isteri masuk kedalam keluarga suami maka apabila pewarisnya adalah laki-laki suami maka susunan kelompok keutamaannya sebagai berikut : 89 1. Kelompok keutamaan I terdiri dari anak laki-laki dan keturunan yang laki-laki 2. Kelompok keutamaan II terdiri dari ayah pewaris saja 3. Kelompok keutamaan III terdiri dari saudara laki-laki beserta keturunan laki- laki 4. Kelompok keutamaan IV terdiri dari kakek pewaris saja 5. Kelompok keutamaan V terdiri dari saudara laki-laki dari ayah beserta keturunan laki-laki. Apabila pewarisnya adalah perempuan isteri maka tidak ada kelompok keutamaan karena harta langsung dikuasai oleh suami tetapi apabila isteri meninggal sebagai janda dalam keluarga suami suami telah meninggal lebih dulu maka kelompok keutamaannya adalah sebagai berikut : 1. Kelompok keutamaan I terdiri dari anak laki-laki dan keturunan yang laki-laki. 2. Kelompok keutamaan II terdiri dari ayah mertua. 3. Kelompok keutamaan III terdiri dari saudar laki-laki suami beserta keturunan laki-laki. 4. Kelompok IV terdiri dari kakek suami. 5. Kelompok V terdiri dari saudara laki-laki dari ayah mertua beserta keturunan yang laki-laki. Dengan demikian pada masyarakat patrilineal yang menjadi ahli waris utama adalah anak laki-laki dan apabila tidak mempunyai anak laki-laki maka dapat digantikan oleh anak perempuan sebagai laki-laki atau dengan pengangkatan anak laki-laki. Apabila tidak mengangkat anak maka warisan diteruskan kepada ayah yang 89 Op.cit. Universitas Sumatera Utara 82 masih hidup, apabila ayah sudah meninggal dunia maka digantikan oleh saudara laki- laki, apabila tidak ada saudara laki-laki maka tampil sebagai pengganti paman pewaris dan segala sesuatu ditetapkan atas dasar musyawarah dan mufakat oleh para anggota keluarga yang keturunan laki-laki. Bagian ahli waris menurut Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Indonesia sebagai berikut : 1. Duda, mendapatkan ½ bagian apabila tidak mempunyai anak. 2. Duda, mendapatkan ¼ bagian apabila mempunyai anak. 3. Janda, mendapatkan ¼ bagian apabila tidak mempunyai anak. 4. Janda, mendapatkan 18 bagian apabila mempunyai anak. 5. Ibu, mendapatkan 13 bagian dari sisa pewaris tidak mempunyai anak atau lebih dari satu saudara. 6. Ibu, mendapatkan 13 bagian dari sisa sesudah diambil janda atau duda apabila bersama-sama dengan bapak. 7. Bapak, mendapat 13 bagian apabila pewaris tidak mempunyai anak. 8. Anak perempuan, mendapatkan ½ bagian apabila ia tunggal. 9. Anak perempuan, mendapatkan 23 bagian apabila pewaris memiliki lebih dari satu anak perempuan. 10. Cucu, menggantikan kedudukan orang tuanya, sebagai ahli waris pengganti bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. 11. Anak luar kawin, hanya mempunyai hubungan waris dengan ibu dan keluarga pihak ibu. 12. Anak angkat mempunyai hubungan waris dengan orang tua kandung dan kerabat-kerabatnya. Sementara itu, orang tua angkat hanya dapat memperoleh warisan dari anak angkatnya melalui wasiat yang besarnya maksimum 13 dari seluruh warisan anak angkatnya. Begitu pula anak angkat hanya dapat memperoleh warisan dari orang tua angkatnya melalui wasiat yang besarnya 13 dari seluruh warisan orang tua angkatnya. 90 Perkembangan Hukum Waris Adat dalam Adat Batak Toba 1. Pembagian warisan dalam adat Batak Toba a. Pada waktu pewaris masih hidup 90 Loc.cit, hal. 113. Universitas Sumatera Utara 83 Pada masyarakat Batak yang bersistem patrilineal, umumnya yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa anak-anak perempuannya tidak mendapat apa pun dari harta kekayaan ayahnya. Di suku Batak Toba, telah menjadi kebiasaan untuk memberikan tanah kepada anak perempuan yang sudah menikah dan kepada anak pertama yang dilahirkan olehnya. b. Pada waktu pewaris sudah meninggal dunia Pewaris meninggal dunia meninggalkan isteri dan anak-anak, maka harta warisan terutama harta bersama suami isteri yang didapat sebagai hasil pencaharian bersama selama perkawinan dapat dikuasai oleh janda dan dapat dinikmatinya selama hidupnya untuk kepentingan dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya. 2. Kedudukan anak perempuan Kedudukan dalam hal ini dapat diartikan sebagai status dalam mengemban dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai keluarga, kerabat dari masyarakat. Kata kedudukan mengandung arti tingkatan atau martabat, status keadaan. 91 a. Kedudukan sebagai isteri Seorang siteti didalam sebuah keluarga wajib menjaga keutuhan rumah tangganya. Isteri adalah pendamping suami dalam menegakkan rumah 91 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal.38. Universitas Sumatera Utara 84 tangga. Sejak perkawinan isteri telah masuk kedalam keluarga suaminya. Walaupun sebenatnya hubungan itu tetap masih ada sebagaimana yang terdapat dalam Dalihan Na Tolu di tengah-tengah masyarakat Batak Toba. Isteri telah menjadi hak dan tyanggung jawab dari suaminya dan isteri mempunyai hubungan hukum semata-mata bukan hanya terhadap suami saja tetapi juga terhadap kerabat suaminya. Oleh karena itu, apabila dalam sebuah keluarga hanya mempunyai anak perempuan maka keluarga tersebut dianggap punah. Ini karena pengaruh dari sistem kekeluargaan patrilineal. b. Kedudukan sebagai anak Hukum adat Batak Toba merupakan salah satu hukum adat yang masih hidup dengan sistem kekerabatannya yang membedakan kedudukan anak laki-laki dengan perempuan. Anak laki-laki merupakan generasi penerus ayahnya, sedangkan anak perempuan tidak. Dalam masyarakat Batak Toba yang menjadi ahli waris adalah anak laki- laki, sedangkan anak perempuan hanya memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah. Tetapi dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung tanggal 31 Januari 1968 No. 136 KSIP1967, Mahkamah Agung telah membenarkan putusan Pengadilan Tinggi yang merupakan hukum adat Batak, Holong Ate atas pembagian harta warisan di daerah Padang Sidempuan. Hukum asat Batak Holong Ate telah memberikan bagian warisan kepada anak perempuan lebih banyak atas pertimbangan kemajuan Universitas Sumatera Utara 85 kedudukan perempuan dan hak perempuan di tanah Batak pada khususnya dan perantauan pada umumnya. Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa anak perempuan adalah merupakan satu-satunya ahli waris yang berhak atas harta warisan yang ditinggal pewaris sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 31 Juli 1973 nomor 1037 KSIP1971.

H. Pengaruh Hukum Islam Terhadap Hukum Adat

Pada pertengahan abad ke-19, hukum agama dalam hal ini hukum Islam dan hukum kebiasaan berlaku sama kuat sepanjang dihormati oleh masyarakat dan selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Hubungan antara Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia, semakin lama bukan semakin erat, melainkan semakin terasa renggang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya ialah sebagian besar ulama Indonesia menganut pendapat bahwa pintu ijtihad sudah ditutup, disamping situasi dan kondisi juga sudah sedemikian jauh bedanya dengan yang ada pada zaman pengarang kitab-kitab fiqih dahulu. Ditutupnya pintu ijtihad itu dikarenakan dikuatirkan akan terjadi kekacauan dalam bidang Hukum Islam, lebih- lebih karena Hukum Islam pada waktu itu tidak lagi merupakan hukum positif yang dijalankan pemerintah, melainkan hanya diserahkan saja kepada pilihan pribadi- pribadi yang bersangkutan. Terjadinya hubungan antara Hukum Adat dan Hukum Islam adalah disebabkan oleh dua hal. Pertama, diterimanya hukum Islam itu oleh masyarakat, seperti hukum perkawinan di Indonesia. Kedua, Islam dapat mengakui Hukum Adat itu dengan syarat-syarat tertentu, seperti adat gono-gini di jawa, gunakaya di sunda, Universitas Sumatera Utara 86 harta suarang di minangkabau, dan lain-lain. 92 Diantara syarat-syarat dapat diterimanya Hukum Adat oleh Islam adalah : 1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan yang sehat dan diakui oleh pendapat umum. 2. Tidak ada persetujuan lain dari kedua belah pihak 3. Tidak bertentangan dengan Nash, baik Al-Qur’an maupun Hadits. Nash yang dimaksudkan disini, yaitu Nash yang tidak didasarkan atau dipengaruhi oleh sesuatu adat kebiasaan sebelumnya. Contoh Nash yang didasarkan kepada adat sebelumnya, Abu Yusuf mengemukakan Hadits jual-beli gandum, ditakar dengan sukatan. Itu tidak berarti bahwa jual-beli gandum sekarang dengan ditimbang tidak boleh karena hadits tersebut didasarkan pada kebiasaan pada masa itu,bukan soal prinsip. 93 Kenyataan menunjukkan bahwa yang demikian dapat dipertahankan kebenarannya, selama seorang muslim tadi tidak menghadapi masalah harta benda. Tetapi kalau sudah menghadapi masalah harta benda, maka tidak semua muslim berpendiriran demikian. Ada yang lebih mengutamakan keuntungan yang berupa harta benda dari pada mentaati Hukum Islam, selama kesempatan untuk itu ada. Oleh karena itu untuk mengatakan bahwa Hukum Islam itu sudah diterima oleh masyarakat, tidak perlu kita mengatakan dan membuktikan bahwa Hukum Islam itu sudah diterima oleh setiap orang Islam, cukup kalau sudah diterima oleh sebahagian 92 Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri, Jakarta: Bulan Bintang, 1965, Hal. 72. 93 Prof. Kusumadi Pudjosewojo, Pengantar Hukum Adat, Jakarta: tt, hal. 105. Universitas Sumatera Utara 87 besar mereka. Islam mengajarkan untuk menjaga adat lama yang baik, sebagai suatu orisinalitas yang akan mewarnai kehidupan. Apabila terdapat suatu adat baru yang baik, maka hendaknya sebisa mungkin diterima untuk didampingkan dengan adat yang lama yang juga baik itu mesti menggantikan sesuatu yang lama, maka yang baru tersebut baru boleh diterima apabila telah diyakini lebih baik daripada yang lama. Dengan sikap demikian, manusia akan selalu menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Universitas Sumatera Utara 88

BAB III JENIS- JENIS SENGKETA YANG TERJADI PADA MASYARAKAT

BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

A. Sengketa Didalam Hubungan Kekeluargaan 1. Sengketa Dalam Bidang Perkawinan dan Perceraian

Dalam kehidupan suami isteri sudah selayaknya apabila tiap-tiap pasangan tersebut mempunyai cita-cita agar selama dalam mengarungi bahtera rumah tangga senantiasa dapat bahagia, kebahagiaan tersebut akan tercapai apabila kebutuhan lahir maupun bathin kedua pasangan suami isteri selalu terpenuhi. Dalam hal memang diperlukan adanya saling pengertian dan saling mempercayai diantara mereka. Maka daripada itu, sesungguhnya mereka sama sekali tidak menghendaki terjadinya hidup tidak rukun dalam kehidupan rumah tangganya. Bila timbul masalah semacam itu tentu hubungan suami isteri dalam rumah tangga akan menjadi retak hingga kebahagiaan yang dicita-citakannya akan menjadi sirna. Sesungguhnya hal ini berarti mereka tidak menghendaki ada perselisihan, atau tidak mengharapkan putusnya tali perkawinan atau perceraian. Dalam hal tersebut memang tidak mudah karena dalam kenyataannya pasangan suami isteri itu sering kali tidak rukun, yang disebabkan oleh perbedaan yang mendasar dalam watak, cara berpikir, lingkungan keluarga, kesulitan ekonomi sehingga menimbulkan cekcok yang terus-menerus hidupnya menjadi tidak rukun dan seringkali berakhir dengan adanya perceraian. Dalam adat Batak tidak dikenal adanya istilah perceraian sehingga jika terjadi perceraian maka isteri yang keluar dari ruumah tersebut dan ia tidak akan dapat 88 Universitas Sumatera Utara 89 memperoleh apapun dari harta bersama selama pernikahan mereka. Sehingga dimasa kini, banyak perempuan Batak memilih mempertahankan rumah tangga mereka apapun yang terjadi, namun jika ternyata tidak dapat dipertahankan juga, maka perempuan Batak lebih memilih untuuk menyelesaikan perceraian mereka lewat Pengadilan agar ia tidak kehilangan hak atas anak-anak mereka bila dalam perkawinan tersebut telah dikaruniai anak serta terhadap perolehan bersama selama perkawinan berlangsung. 94 Langkah pertama yang diambil dalam proses penyelesaian sengketa adalah salah satu pihak biasanya pihak yang dirugikan mendatangi pihak lainnya, duduk bersama dan bermusyawarah. Berikutnya bila tidak berhasil, dapat diikut sertaka Mediator yang dipilih dari Pengetua Adat, atau Ketua kelompok yang disegani hinggan dinilai mampu dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Mediator menasehati pihak yang bersalah terlebih dahulu baik suamiisteri, secara pribadi dan tertutup, lalu bermufakat kembali kepada kedua belah pihak, menasehati agar berdamai dan mengindari perceraian. Si isteri lalu dikembalikan pada suaminya tersebut untuk bersatu kembali pada suaminya dan diharapkan setelah perdamaian dilakukan mereka dapat memperbaiki hubungan rumah tangga yang sempat rusak. Bila ternyata perceraian terjadi dan tidak dapat dihindari, diambil keputusan yang terbaik yaitu melalui proses hukum. Melaui proses hukum, dibicarakan mengenai beberapa masalah antara lain : 94 Wawancara dengan Bapak Drs. H. Zulfadli Sirait, Sekretaris Umum PBI Persatuan Batak Islam, pada tanggal 16 Agustus 2013. Universitas Sumatera Utara 90 a. Pengasuhan anak-anak jika dikaruniai keturunan dalam pernikahan b. Kepemilikan harta bersama selama pernikahan berlangsung c. Biaya hidup anak-anak apabila pengasuhan berada ditangan ibunya d. Dan lain sebagainya Hal kepemilikan harta bersama selama pernikahan berlangsung dibicarakan lewat Pengadilan apabila lewat Dalihan Natolu tidak berhasil. Hal tersebut didasarkan pada dasar hukum Undang-Undang Perkawinan dan Jurisprudensi yang dikelurakan Mahkamah Agung, yaitu Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 35 ayat jo. Jurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 100 tahun 1967, yang isinya sebagai berikut : a. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 pasal 35 ayat 1 : harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. b. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 100 tahun 1967 : tidak dipersoalkan siapapun yang menghasilkan harta tersebut, selama harta tersebut diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, maka harta tersebut adalah harta bersama, kecuali diperjanjikan sebelumnya. Oleh karena itu dalam hal perceraian, harus dilakukan secara damai, bahwa dalam proses tersebut tidak ada perebutan hak asuh anak, dilakukan pembagian harta bersama secara dil, dan kedua orang tua juga harus rukun dan damai walau telah berpisah, serta tetap melakukan pengasuhan anak-anak dengan bersama-sama, walaupun mereka telah hidup berpisah setelah perceraian selesai. Dalam hukum Islam pencegahan hidup tidak rukun apabila terjadi pertentangantidak rukun antara suami isteri hendaklah yang berkepentingan mengadukan kepada Hakim Pengadilan Agama. Maka berdasarkan pengadilan ini, Universitas Sumatera Utara 91 Hakim lebih dahulu menunjuk dua orang pendamai Hakam seorang dari keluarga suami dan seorang lagi dari keluarga isteri, yang bertugas mendamaikan. 95 Sehingga dengan adanya Hakam tersebut hidup tidak rukun yang menjurus keperceraian akan dapat berkurang, sebab didalam Hakam bertugas mendamaikan tersebut juga selalu memberikan pandanganceramah rohani yang tidak sedikit menggugah hati, sehingga perselisihan tersebut mereda dan hubungan keduanya membaik. Tetapi apabila kedua pendamai gagal dalam usahanya, keduanya dapat mengambil satu dari dua alternatif perceraian talak atau khulu’. Walaupun dalam agama Islam mengakui perceraian talak namun perbuatan talak ini adalah suatu perbuatan yang tercela lebih kalau tidak ada alasan yang kuat. Karena itu apabila terjadi perselisihan antara kedua suami isteri hendaklah keduanya bersabar dan apabila semakin memuncak dicarilah pendamai dari keluarga kedua belah pihak. Sebab bagaimanapun juga perkawinan adalah sebaik-baik peraturan dan penyaluran yang paling sesuai bagi kehidupan. Dari padanya akan terlepas dari kekacauan, kemaksiatan dan kerendahan budi. Sebagaimana disyaratkan Allah dalam firmannya Surat Ar-Rummayat 21 : diantara tanda-tanda kebesarankekuasaannya. Dia menciptakan untukmu isteri dan jenismu supaya kamu cenderung merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. 96 95 Asywadie Syukur, Intisari Hukum Perkawinan dan Kekeluargaan Dalam Fikih Islam, Cetakan pertama, Bina Ilmu, Surabaya: 1985, hal. 28. 96 Zubaeri, Pelaksanaan Hukum Perkawinan Antara Islam dan Kristen, Cetakan pertama, Bahagia, Pekalongan : 1985, hal. 68. Universitas Sumatera Utara 92 Karena apabila sepasang suami isteri itu didalam membangun rumah tangga selalu memahami dan menerapkan isi surat Ar-Rum tersebut, maka percecokan yang menjurus ke perceraian dapat dihindarkan. Sedangkan menurut Hadist, yang halal dan yang amat dibenci Allah yaitu talak perceraian. Hukum Islam menetapkan talak bagi suami, dan suamilah yang memegang kendali talak, karena suami dipandang mampu memelihara kelangsungan hidup bersama. Suami diberi beban membayar mahar dan menyelenggarakan nafkah isteri dan anak-anaknya. Demikian pula suami diwajibkan menjamin nafkah isterinya selama ia menjalani masa idahnya masa tunggu bagi seorang wanita yang telah cerai dari suaminya. Hal tersebut menjadi pengikat bagi suaminya untuk tidak menjatuhkan talak dengan sesuka hati. 97

2. Sengketa Dibidang Warisan