58
sarana pembinaan hukum adat sesuai cita-cita hukum. Sekaligus dari yurisprudensi dari masa ke masa dapat dilacak perkembangan hukum adat, baik yang masih bersifat
lokal maupun yang telah berlaku secara nasional.
C. Kesadaran Hukum Waris Pada Masyarakat Batak Toba yang beragama Islam
1. Pengertian Kesadaran Hukum
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warganya. Semakin tinggi kesadaran hukum penduduk suatu negara, akan semakin tertib
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, jika kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah, yang berlaku disana adalah hukum rimba. Indonesia
adalah negara hukum. Dalam hidup dilingkungan masyarakat maupun sekolah tidak lepas dari aturan-aturan yang berlaku, baik aturan yang tertulis maupun aturan yang
tidak tertulis. Aturan-aturan tersebut harus ditaati sepenuhnya. Adanya aturan tersebut adalah agar tercipta kemakmuran dan keadilan dalam lingkungan masyarakat.
Apabila aturan-aturan itu dilanggar, akan mendapatkan sanksi yang tegas. Timbulnya hukum itu pada hakekatnya dalah karena terjadinya bentrok atau
konflik antara kepentingan manusia atau conflict of human interest. Hukum seharusnya dikembalikan dari tidak hanya produk ideologi yang mengabdi pada
kekuasaan, tetapi juga sebagai salah satu produk kebudayaan karena kebudayaan diciptakan dan sekaligus menciptakan kehidupan bermasyarakat. Hukum hendaknya
berperan bagaikan oksigen dalam darah, dia menghidupkan dan sekaligus dihidupkan
Universitas Sumatera Utara
59
oleh masyarakat. Dia harus mencerminkan rasa keadilan dalam masyarakat, peka terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat living law.
2. Faktor yang mempengaruhi dalam kesadaran hukum
Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau
apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum onrecht, antara yang
seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan. Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan
manusia. Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannya pun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Berbicara tentang peningkatan kesadaran
hukum masyarakat, dilatarbelakangi oleh kesadaran hukum masyarakat sudah sedemikian merosotnya, sehingga perlu ditingkatkan. Hukum harus dikembalikan
pada keberadaan yang sebenarnya. Hubungan antara hukum dengan masyarakat di Indonesia sangat rendah.
Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan Undang-Undang saja, tetapi juga kepada hukum yang
tidak tertulis, seperti adat, kebiasaan masyarakat. Kesadaran hukum itu, terkait erat dengan masalah budaya hukum yang berupa nilai-nilai, pandangan-pandangan dan
sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Pada hakekatnya kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam
masyarakat tentang apa hukum itu.
Universitas Sumatera Utara
60
Pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi
berkembang dibawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi politik dan sebagainya. Untuk dapat mengambil langkah-langkah guna mengatasi menurunnya
kesadaran hukum masyarakat, perlu diketahui apa kiranya yang dapat menjadi sebab- sebabnya. Menurunnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan
didalam masyarakat yaitu perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan sosial adalah kontak atau konflik antar kebudayaan. Kita
harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan pada
hakekatnya bukanlah
semata-mata sekedar
meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat, tetapi membina kesadaran hukum masyarakat.
Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah
mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif an efisien ialah dengan
pendidikan. Sehingga dengan melalui quisioner penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada beberapa perwakilan responden yang terdiri dari masyarakat yang
diambil dari beberapa kecamatan di kota medan. Dengan daftar pertanyaan sebagai berikut :
1. Seberapa jauh hubungan timbal balik antara hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat Batak toba?
Universitas Sumatera Utara
61
2. Bagaimana pola perilaku hukum kewarisan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba yang menjadi kesadaran hukumnya apabila mempunyai kasus
kewarisan ? 3. Seberapa jauh pengetahuan dan pemahaman masyarakat muslim Batak Toba
mengenai pentingnya hukum kewarisan Islam sebagai bagian dari ajaran agamanya?
Dari pertanyaan yang pertama dapat disimpulkan yaitu: hubungan timbal balik antara hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat yang menjadi
kesadaran hukum masyarakat muslim Batak Toba dalam pelaksanaan hukum kewarisan. Oleh karena itu, pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat
muslim batak Toba di kota Medan dijadikan tolak ukur hubungan timbal balik antara kedua hukum tersebut. Dari hasil penelitian ini, ditemukan persesuaian dan perbedaan
antara hukum kewarisan Islam dengn hukum kewarisan adat dalam pembagian harta waisan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di kota Medan. Persesuaian itu
terjadi sebagai akibat diterimanya hukum kewarisan Islam oleh masyarakat muslim yang menjadi kesadaran hukum dalam pembagian harta warisannya karena menjadi
kewajiban agama Islam baginya. Sebaliknya, perbedaan hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat
mempunyai dua bentuk, yaitu disatu pihak terjadi sebagai keluwesan hukum Islam kepada budaya hukum yang tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam yang
Qat’i sehingga terjadi perbedaan pelaksanaan hukum yang diilakukan oleh masyarakat disuatu daerah dengan daerah lainnya. Dipihak lain ketidak tahuan
Universitas Sumatera Utara
62
masyarakat muslim Batak Toba mengenai pentingnya hukum kewarisan Islam sebagai bagian dari ajaran agamanya, sehingga kesadaran hukum kewarisannya
disebut perbedaan yang bisa dipertemukan dengan perbedaan yang tidak bisa
dipertemukan. Dari pertanyaan yang kedua dapat disimpulkan : yaitu pola perilaku
responden mengenai hukum kewarisan yang dilakukan oleh masyarakat muslim Batak Toba di Kota Medan yang mempunyai kasus kewarisan, maka perlu
memperhatikan pelaksanan hukum kewarisan yang dilakukan oleh masyarakat muslim diluar dan di dalam Pengadilan Agama, maka perlu diperhatikan bahwa dari
10 responden
yang mempunyai
masalah kewarisan,
ditemukan 9
orang menyelesaikan secara hukum kewarisan adat dan Islam yaitu melalui musyawarah
para ahli waris dan 1 responden menyelesaikan kewarisannya melalui Pengadilan Agama di Kota Medan.
Contoh kasus I
L. Manurung menikah dengan Kartini br. Siregar pada tahun 1959 dengan proses secara Islam , mereka dikaruniai 5 orang anak, 3 laki-laki dan 2 perempuan.
Namun pada tahun 2002 ibu mereka kartini br. Siregar telah meninggal dunia. Maka sebelum terjadi percecokkan diantara mereka maka ayah mereka L. Manurung
berinisiatif untuk membagi harta warisan. Harta warisan berupa rumah dan tanah yang luas. Maka dikumpulkan anak yang 5 orang tadi untuk membicarakan
pembagiannya.
Ayah mereka
menyerahkan semuanya
kepada mereka
cara pembagiannya apakah menurut hukum adat atau hukum Islam. Namun mereka
bersepakat karena mereka beragama Islam maka pembagian dilakukan menurut hukum waris Islam dimana anak laki-laki mendapat 2 bagian dibanding anak
perempuan. Namun diantara anak-anak L. Manurung tadi ada 2 org yang sudah berhasil dan sukses, maka mereka yang 2 orang memutuskan untuk tidak mengambil
Universitas Sumatera Utara
63
bagian mereka dan memberikan kepada saudara mereka yang kekurangan. Walaupun memang mereka sudah tahu hak masing-masing dari ahli waris.
71
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa mereka melakukan pembagian warisan menurut hukum Islam dimana bahagian laki-laki lebih besar dari bagian
perempuan. Namun tetap jalur musyawarah yang mereka utamakan. Dalam hal pembagian warisan ini semua menantu dr anak mereka yang sudah menikah turut
hadir untuk menyaksikan pembagian itu, walapun dalam hal itu mereka hanya mendengar saja. Tidak berhak mereka untuk berbicara apa pun. Pemberian yang
dilakukan ahli waris kepada ahli waris lainnya itu sah-sah saja selama yang dia berikan itu adalah memang mutlak hak yang memberi tadi. Namun, jangan lupa untuk
mengeluarkan bagian ayah terlebih dahulu, baru sisanya itu lah yang menjadi boedel warisan.
Contoh Kasus II
A.M. Sitorus menikah dengan Misna tahun 1952, dari peernikan tersebut dikaruniai 5 anak laki-laki dan 4 perempuan. Ayah mereka A. M. Sitorus telah
meninggal tahun 2005. Almarhum meninggalkan harta warisan berupa tanah, rumah dan juga benda bergerak lainnya. Namun karena anak-anak yang 9 orang ni takut
harta mereka dikuasai ibunya maka mereka bermusyawarah untuk membagikan harta warisan meraka. Dan ibunya pun setuju, ditentukan hari untuk pembagian lalu
dikumpulkan semua anaknya. Dikarenakan mereka semua paham akan menjunjung tinggi kebersamaan agar tidak tercipta keserakahan diantara mereka. Maka mereka
semua untuk memutuskan bahwa harta itu dibagi secara rata semua kepada anak- anaknya.
72
Contoh kasus III melalui Pengadilan Agama
L. Hutasuhut penggugat I, R. Hutasuhut penggugat II, Nurfiah penggugat III melawan Sukmawati tergugat I, M. Ikhsan hutasuhut tergugat II, Ernita
Hutasuhut tergugat III, Taufik Hutasuhut tergugat IV, ade Irmayani hutasuhut tergugat V. M. Hutasuhut menikah dengan siti Arfiah dan dikaruniai 4 orang anak
dimana 3 perempuan para penggugat dan satu laki-laki. Tetapi anak laki-lakinya yang bernama herman hutasuhut telah meninggal terlebih dahulu dr ibu, sementara
ayah mereka sudah lama meninggal. Anak laki-laki ini mempunyai 1 isteri dan 2 orang anak. Dimana obyek sengketanya berupa tanah berikut bangunan rumah
permanen yang berdiri diatasnya. Karena kedua orang tua telah meninggal dunia
71
Wawancara dengan bapak L. Manurung yang menyelesaikan kasus pembagian waris secara hukum waris Islam dengan cara kekeluargaan, dimana tetap bagian anak laki-laki dua kali bagian anak
perempuan.
72
Wawancara dengan Bapak A. M. Sitorus yang menyelesaikan pembagian harta warisan secara musyawarah dengan pembagian secara merata kepada ahli waris
Universitas Sumatera Utara
64
maka terhadap harta tersebut menjadi boedel warisan. Oleh karena alm. Herman hutasuhut telah meninggal dunia maka ahli warisnya jatuh kepada istri dan lima orang
anaknya para tergugat. Bahwa terhadap harta peninggalan tersebut ketika alm.
Herman hutasuhut masih hidup beliau meminta secara paksa surat tanah dari tanggan ahli waris yaitu penggugat I setelah orang tua perempuan ibu meninggal dunia. Dan
pada tahun 1998 alm. Herman hutasuhut membuat surat keterangan ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya yang ditandatangani camat. Tahun 2006 alm.
Herman hutasuhut membuat surat kuasa ahli waris untuk mengalihnamakan dirinya sekaligus menandatangani surat yang berkaitan dengan tanah warisan tersebut tanpa
diketahui ahli waris yang lain dan memalsukan tanda tangan ketiga ahli waris lainnya sekaligus menjual sebagian dari tanah warisan tersebut. Kemudian alm. Herman
hutasuhut menggadaikan surat tanah tersebut sebesar lima juta yang akhirnya telah ditebus oleh penggugat I sd III sebesar delapan juta.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan KHI maka : 1. Rosiana Hutasuhut, anak perempuan, memperoleh ¼ bagian
2. Nurfiah Hutasuhut, anak perempuan memperoleh ¼ bagian 3. Anak-anak alm. Herman Hutasuhut memperoleh ¼ bagian
4. Lismaini Hutasuhut, anak perempuan memperoleh ¼ bagian.
Menimbang, bahwa anak-anak alm. Herman Hutasuhut memperoleh bagian sebagai ahli waris pengganti. Anak-anak tersebut menggantikan kedudukan ayahnya
alm. Herman Hutaauhut akan tetapi baiannya tidak boleh melebihi bagian dari ahli waris yang sederajat.
Menimbang, bahwa tentang putusan dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada upaya hukum, tidak dapat diterima, karena putusan yang dijatuhkan belum
memenuhi syarat untuk dijalankan secara serta merta. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka
gugatan penggugat dapat dikabulkan sebagian. Menimbang, bahwa tergugat sebagai pihak yang kalah, maka berdasarkan pasal 192
ayat 2 R.Bg maka kepada tergugat-tergugat diperintahkan untuk membayar semua biaya perkara secara tanggung renteng.
MENGADILI Dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat.
Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat sebagian, menentukan para ahli waris alm. M. Hutasuhut dan almh. Siti raflan Siregar yaitu :
1. Rosiana Hutasuhut, anak perempuan 2. Nurfiah Hutasuhut, anak perempuan
3. Anak-anak alm. Herman Hutasuhut yaitu Ikhsan Hutasuhut, Ernita Hutasuhut, taufik Hutasuhut, Ade Irmayani Hutasuhut, Yunita Aldina Hutasuhut.
Menyatakan obyek sengketa berupa sebidang tanah berikut bangunan rumah permanen yang berdiri diatasnya.
Menentukan pembagian ahli waris dari harta peninggalan alm. M. Hutasuhut yakni :
1. Rosiana Hutasuhut, anak perempuan, memperoleh ¼ bagian
Universitas Sumatera Utara
65
2. Nurfiah Hutasuhut, anak perempuan memperoleh ¼ bagian 3. Anak-anak alm. Herman Hutasuhut memperoleh ¼ bagian
4. Lismaini Hutasuhut, anak perempuan memperoleh ¼ bagian. Memerintahkan kepada kedua belah pihak berperkara, untuk mengadakan pembagian
atas harta peninggalan alm. M. Hutasuhut dan almh. Siti Raflan Siregar sesuai bagian masing-masing yang telah ditentukan.
Demikian putusan Pengadilan Agama kelas I A Medan yang dijatuhkan dalam permusyawaratan majelis hakim pada hari kamis, tanggal 22 April 2010.
Dari pertanyaan yang ketiga dapat disimpulkan : yaitu melihat pengetahuan dan pemahaman masyarakat muslim Batak Toba di kota Medan mengenai pentingnya
hukum kewarisan Islam sebagai bagian dari ajaran agamanya. Oleh karena itu, responden yang menyatakan diri mengetahuai dan memahami sistem hukum
kewarisan Islam. Hasil penelitian atas 10 responden menunjukkan bahwa responden yang menyatakan diri mengetahui dan
memahami hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adat , yang mengetahui dan memahami hukum kewarisan Islam
ditemukan 5 responden, dan yang mengetahui dan memahami hukum kewarisan adat ditemukan
5 responden. Namun demikian dari hasil penelitian, diperoleh fakta bahwa pernyataan responden tersebut ada yang tidak menunjukkan hubungan
implementasi sikap dan pola perilaku hukum kewarisan yang dilakukannya. Oleh karena itu, bila diamati tidak ditemukan hubungan yang nyata antara kesadaran
hukum yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan dan pemahaman responden mengenai pentingnya hukum kewarisan Islam sebagai bahan dari ajaran agamanya
yang tidak terpisahkan dari dimensi iman dan akhlak. Ada beberapa alasan yang ditemukan yaitu yang pertama, responden tidak
pernah mendapatkan secara nyata pendidikan mengenai sistem hukum kewarisan
Universitas Sumatera Utara
66
Islam. Sehingga apa saja yang ditemukan mengatur masalah kewarisan dalam lingkungan adat
masyarakat muslim dianggapnya suatu aturan yang baku yang sesuai dengan hukum kewarisan Islam. Yang kedua, pembagian harta warisan jarang
sekali dialami oleh responden dan apabila terjadi padanya, umumnya responden hanya mengalaminya sekali atau dua kali seumur hidup yaitu ketika orang tuanya
meninggal dunia. Yang ditemukan diantara hukum kewarisan adat dan Islam adalah pembagian harta warisan bahwa harta peninggalan pewaris ditemukan tidak serta
merta dimiliki secara mutlak oleh setiap ahli waris berdasarkan asas individual, melainkan pengalihan harta kepada ahli warisnya berbentuk pembagian hasil usaha
dagang. Selain itu, perbedaan hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat
yang dapat ditemukan bila menggunakan analisis yang tidak dipengaruhi oleh politik hukum kolonialis Belanda politik hukum yang selalu mencari pertentangan dan
perbedaan antara hukum kewarisan Islam dengan adat. Namun, jika dilihat diantara keduanya mempunyai titik pertemuan, yakni harta peninggalan pewaris tidak dimiliki
secara mutlak oleh setiap ahli waris berdasarkan asas individual, melainkan dinikmati bersama oleh semua kerabat pewaris. Lain halnya, sikap responden mayoritas yang
memilih sistem hukum kewarisan Islam dan sistem kewarisan adat sebagai sistem hukum yang sebaiknya mengatur masalah kewarisan. Pilihan responden tidak
menunjukkan sikap yang konsisten atau sikap yang sebenarnya karena faktanya tidak menjamin terbuktinya pelaksanaan hukum kewarisan Islam. Bahkan ditemukan
adanya pertentangan antara pilihan dengan sikap.
Universitas Sumatera Utara
67
Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum di masyarakat antara lain yaitu masyarakat merasa hukum di Indonesia terutama dalam hal ini yang dibahas yaitu
Hukum Waris Islam belum bisa memberikan jaminan terhadap mereka. Kebanyakan dari mereka masih belum mengerti dan memahami bahasa dari hukum, sehingga
kesadaran masyarakat terhadap hukum itu kurang terutama Hukum Waris Islam. Aparat penegak hukum sebagai pembuat dan pelaksana hukum itu sendiri masih
belum bisa untuk benar-benar menerapkan peraturan yang sudah ditetapkan. Malah sering aparat penegak hukum melanggar hukum. Hal ini membuat masyarakat
menjadi memandang remeh aparat penegak hukum. Sehingga dalam hal ini kesadaran hukum Waris yang dimiliki masyarakat Batak Toba yang beragama Islam di kota
Medan sangat kurang sekali, hanya sebahagian kecil yang mengetahui Hukum Waris Islam tersebut.
Dengan adanya kesadaran hukum masyarakat Batak Toba yang beragama Islam hendaknya melaksanakan Hukum Waris berdasarkan syariat Islam, hendaknya
pengaruh adat dikurangi dan sebaiknya ada sosialisasi hukum tentang Hukum Waris Islam oleh tokoh-tokoh agama sehingga masyarakat khususnya dalam hal ini
masyarakat Batak Toba mengetahuinya.
D. Pengaruh Hukum Waris Adat Bagi Orang Batak Toba Muslim 1. Faktor-Faktor Perkembangan Hukum Waris Adat
Ada banyak istilah yang dipakai untuk memahami hukum lokal yaitu hukum tradisional, hukum adat, hukum asli, hukum rakyat, dan khusus di Indonesia yaitu
Universitas Sumatera Utara
68
hukum adat.
73
Dimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakat tergantung kesadaran, paradigma hukum, politik hukum dan pemahaman para pengembangannya
politisi, birokrat, hakim, dan masyarakat itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum adat, disamping kemajuan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kondisi alam juga faktor-faktor yang bersifat tradisional adalah sebagai berikut :
74
a. Magis dan Animisme Alam pikiran magis dan animisme pada dasarnya dialami oleh setiap bangsa
di dunia. Di Indonesia faktor magis dan animisme cukup besar pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dalam upacara adat yang bersumber pada kekuasaan-
kekuasaan serta kekuatan-kekuatan gaib. b. Faktor agama
Masuknya agama-agama di Indonesia cukup banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan hukum adat.
c. Faktor kekuasaan yang lebih tinggi Kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi yang dimaksud adalah kekuasaan
raja-raja. Ada juga raja yang bertindak sewenang-wenang bahkan tidak jarang
73
Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa Genealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum, Sebuah Pendekatan Interdisipliner, Ford Fondation,
Huma, Jakarta: 2006, hal. 21.
74
Bewa Ragawuno, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia, dalam http:pustaka.unpad.ac.idwp-contentuploads200905pengantar_ dan_asas_asas_hukum_ adat_
istiadat.pdf Diakses pada 28 Mei 2009.
Universitas Sumatera Utara
69
terjadi dan lingkungan kerajaan ikut serta dalam menentukan kebijaksanaan kerajaan misalnya penggantian kepala adat.
Dengan banyak ragamnya komunitas masyarakat adat dengan hukum adatnya masing-masing, walaupun hukum-hukum adat itu akan diakomodir dalam hukum
nasional. Selain keberlakuannya sangat terbatas pada masyarakat adat itu sendiri.
75
Dalam hubungan itu tidaklah menjadikan hukum adat sebagai hukum tidak memiliki nilai. Eksistensi hukum adat disamping hukum-hukum lainnya akan tampak
sangat penting apabila hukum dipahami dalam pengertian yang lebih luas, yaitu sebagai proses-proses pengendalian sosial yang didasarkan pada prinsip resiprositas
dan publisitas yang secara empiris berlangsung dalam kehidupan masyarakat, maka semua bentuk masyarakat betapapun sederhananya memiliki hukum dalam bentuk
mekanisme-mekanisme yang diciptakan untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana pengendalian sosial.
Inti dari keberadaan hukum ialah keadilan dan kebahagiaan, bukan sekedar rasionalitas tapi kebahagiaan diatas segalanya. Oleh karena itu, para penyelenggara
hukum di negeri ini semestinya merasa gelisah apabila hukum belum bisa membikin rakyatnya bahagia.
76
Apalagi keberadaan hukum itu meresahkan dan menindas rakyatnya. Salah satu yang menjadi kegelisahan sampai saat ini ialah keberadaan
hukum adat bagi masyarakat adat. Padahal kita tahu, hukum adat telah lama hidup bahkan sebelum kodifikasi dan unifikasi hukum dilakukan di Indonesia. Konsepsi
75
Supomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 1989, hal. 96.
76
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta: 2006, hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
70
pluralisme hukum muncul sebagai bantahan bahwa hukum negara merupakan satu- satunya petunjuk dan pedoman tingkah laku. Padahal pada lapangan sosial yang
sama, terdapat lebih dari satu tertib hukum yang berlaku.
77
Dengan pengaruh ajaran hukum Islam dimasa sekarang nampak ada kecenderungan untuk tidak lagi mempertahankan sistem perkawinan eksogami orang
diharuskan kawin dengan orang diluar suku keluarganya atau endogami orang hanya diperbolehkan kawin dengan orang dari suku keluarganya sendiri, walaupun
keinginan golongan tua masih ingin mempertahankannya. Dilingkungan Batak yang sebagian besar menganut agama kristen, masih tetap mempertahankan susunan
kekerabatan yang sifatnya eksogami, namun sistem ini sudah mulai luntur karena pengaruh ajaran hukum Islam. Menurut Bushar Muhammad perkembangan Hukum
Waris Adat pada masyarakat petrilineal disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
78
1. Faktor pendidikan Akibat faktor ini manusia menjadi lebih rasional dari sebelumnya untuk
melakukan perbuatan yang lebih banyak memakai logika, perhitungan. Hal ini berpengaruh khususnya dalam waris adat Batak yang dulunya hanya anak
laki-laki saja yang berhak mendapat warisan sistem patrilineal. Dengan berpikir secara logika orang akan cenderung memilih dalam hal pembagian
harta warisan yang sama rata.
2. Faktor revolusi perang Revolusi adalah perubahan besar dan mendalam pada masyarakat, yang
berlangsung dalam tempo yang sangat cepat seperti cara kebiasaan, tempat tinggal, nsikap sehingga timbul persamaan derajat antara laki-laki dan
perempuan.
3. Faktor ekonomi
77
R icardo Simartana, Pluralisme Hukum, Donny Donardono Ed, Wacana Pembaharuan
Hukum di Indonesia, HuMa, 2007, hal. 73.
78
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000, hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
71
Sangat erat hubungannya pada bidang tekhnologi, dan industrialisasi, sehingga dapat mempengaruhi tata hubungan dalam masyarakat yaitu lebih
rasional berdasarkan perhitungan untung rugi. 4. Faktor Yurisprudensi
79
Di dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pada pasal 1 dikatakan : kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan
keadilan berdasarkan
pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Dalam mencari jalan penyelesaian sengketa mengenai harta warisan, pada umumnya masyarakat adat menghendaki penyelesaian
yang rukun dan damai.
2. Pengaruh Ajaran Agama Islam Dalam Hukum Kewarisan Adat