28
Untuk mendapatkan hasil yang penelitian yang objektif dan
dapat dipertanggung jawabkan, maka alat pengumpulan data dilakukan dengan :
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari : a. Studi Dokumen, yang dilakukan dengan menghimpun data dengan melakukan
penelaah bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum sekunder dan tersier.
34
b. Wawancara langsung, yaitu dengan menjumpai secara langsung pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini seperti masyarakat Batak Toba Islam dan
tokoh adat. c. Quisioner, yaitu daftar pertanyaan yang akan diberikan kepada responden.
6. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertitik tolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan komplek. Analisis data adalah proses mengatur urutan datamengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
35
Sumber data pada penelitian ini berupa data sekunder yakni bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan library research berupa perundang-
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 13.
35
Ibid
Universitas Sumatera Utara
29
undangan, buku-buku, jurnal-jurnal hukum, serta data primer yang diperoleh dari penelitian dilapangan field reserch berupa hasil wawancara yang diuraikan,
kemudian disusun secara berurutan dan disajikan dalam penulisan yang sistematis. Dan selanjutnya data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dianalisis dengan
menggunakan metode
kualitatif, analisis
secara kualitatif
dengan cara
mengkategorikan data-data yang telah diperoleh dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian, sehingga ditarik suau
kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu dimulai dari hal yang umum dan menarik hal-hal umum tersebut kepada hal-hal yang khusus.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB II PELAKSANAAN HUKUM WARIS ISLAM PADA KALANGAN
MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN
A. Dasar Berlakunya Hukum Waris Islam di Indonesia 1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Hukum Islam adalah hukum yang sangat demokratis, pluralis, dengan karakteristiknya yang sempurna, universal, dinamis dan sistematis.
36
Istilah waris dalam Islam disebut juga dengan fara’id yaitu bentuk jamak dari faridah yang secara
harfiyah berarti bagian yang telah ditentukan. Pengertian ini erat kaitannya dengan fardu yang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan.
37
Artinya hukum kewarisan dalam Islam merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, ia
dianggap sebagai hukum yang berlaku secara mutlak. Dan hukum kewarisan Islam secara mendasar memang merupakan ekspresi langsung dari teks suci yang berasal
dari Al-Quran dan Ash-Sunnah. Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak atau kewajiban atas
harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Selain itu hukum Islam
juga memiliki prinsip yang sangat bersahaja, dengan konsep kemaslahatan, menegakkan keadilan, tidak menyulitkan, menyedikitkan beban, dan
36
Faturrahman Djamil, Falsafah Hukum Islam, logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hal. 46-51.
37
Juhaya S.Praja, Filsafat Hukum Islam, LPPM, Universitas Islam Bandung, Bandung, 1995, hal. 107.
30
Universitas Sumatera Utara
31
diturunkan diterapkan secara berangsur-angsur.
38
Hukum kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam KHI dirumuskan dalam Pasal 171 huruf a : Hukum
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris
dan berapa bagiannya masing-masing. Hukum waris yang berlaku bagi warga negara Indonesia WNI saat ini ada tiga macam yaitu :
1. Hukum Waris Barat tertuang di dalam KUH Perdata 2. Hukum Waris Islam merupakan ketentuan Al Qur’an dan Hadist. Penggunaan
hukum Waris Islam tergantung pada keimanan merupakan faktor utama. 3. Hukum Waris Adat beraneka tergantung di lingkungan mana masalah waris
itu terbuka.
39
Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu. Kita sebagai negara yang telah lama merdeka
dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum waris sendiri yang berlaku secara nasional seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 1 Tahun
1974, yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan sesuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di masyarakat. Setiap masalah yang
dihadapi oleh manusia ada hukumnya wajib, sunat, haram, mubah, makruh, disamping ada pula hikmahnya atau motif hukumnya. Namun, hanya sebagian kecil
38
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Rosda Karya, Jakarta: 2000, hal. 7-11.
39
Suraini Ahlan Syarif, Intisari Hukum Waris menurut Burgelijke Wetboek, Ghalia, Jakarta: 1998, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
32
saja yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang jelas dan pasti. Sebab masalah yang belum atau ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah
itu diserahkan kepada pemerintah, ulama atau cendekiawan Muslim, dan ahlul hilli wal’aqdi orang-orang yang punya keahlian menganalisa dan memecahkan masalah
untuk melakukan pengkajian atau ijtihad guna menetapkan hukumnya, yang sesuai dengan kemaslahatan masyarakat dan perkembangan kemajuannya.
40
Seperti halnya hukum kewarisan yang lain, dalam hukum kewarisan Islam juga terdapat pengaturan
tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus ditaati dan diikuti oleh setiap muslim. Pelanggaran atas hak orang lain atau kelalaian dalam melaksanakan
kewajiban akan menjadikan adanya persoalan atau permasalahan baru. Hal itu jelas tidak sejalan dengan tujuan Hukum Islam, yaitu mewujudkan kemaslahatan umum
dan memberikan kemanfaatan, dan kerusakan bagi umat manusia. Setiap tindakan warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam harus
mematuhi aturan-aturan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam KHI, adapun segala tindakan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang ada akan
dianggap sebagai bentuk dari perbuatan melanggar hukum. Untuk lebih jelasnya dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
KHI dalam buku II Hukum Kewarisan yang terdiri dari 6 Bab dan 43 pasal pasal 171-214 yang pada intinya isi dari KHI adalah berasal dari kita-kitab fiqih para
ulama terkemuka yang dasar-dasar hukumnya diambil dari kitab-kitab fiqih mawaris.
40
M.Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1975, hal. 380- 404.
Universitas Sumatera Utara
33
Namun permasalahan tentang kewarisan, pembagian waris sampai penghalang mewarisi tidak akan pernah selesai, karena masalah-masalah baru akan terus
bermunculan seiring dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks. Di dalam fiqih terdapat kaidah yang mengatakan bahwa hukum Islam dapat berubah karena
perubahan waktu, tempat dan keadaan.
41
Kompilasi Hukum Islam KHI merupakan wujud nyata pembaharuan hukum Islam di Indonesia yang disesuaikan dengan
perubahan waktu, tempat dan keadaan sosial kultural Indonesia. Meskipun demikian segala hal yang berkaitan dengan hukum kewarisan Islam seperti kriteria sebagai ahli
waris, besarmya bagian warisan, syarat dan rukun waris yang telah dimasukkan dalam pasal-pasal yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam KHI sama sekali tidak
menyimpang dari ajaran Islam.
2. Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia