Pengaruh Ajaran Agama Islam Dalam Hukum Kewarisan Adat

71 Sangat erat hubungannya pada bidang tekhnologi, dan industrialisasi, sehingga dapat mempengaruhi tata hubungan dalam masyarakat yaitu lebih rasional berdasarkan perhitungan untung rugi. 4. Faktor Yurisprudensi 79 Di dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pada pasal 1 dikatakan : kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dalam mencari jalan penyelesaian sengketa mengenai harta warisan, pada umumnya masyarakat adat menghendaki penyelesaian yang rukun dan damai.

2. Pengaruh Ajaran Agama Islam Dalam Hukum Kewarisan Adat

Perkembangan hukum adat terjadi, salah satunya disebabkan adanya hukum atau peraturan-peraturan agama. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, nilai-nilai hukum agama Islam dihadapkan dengan nilai-nilai hukum adat yang berlaku yang dipelihara dan ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat tersebut. Di satu pihak hukum kewarisan Islam menggantikan posisi hukum kewarisan adat yang tidak islamiyah dan pihak lain hukum kewarisan adat yang tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam bertentangan dengan hukum kewarisan Islam mengisi kekosongan hukum kewarisan sesuai budaya yang berlaku di lingkungan adat masyarakat. 80 Adapun persesuaian dan perbedaan antara hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat dalam pelaksanaannya dalam beberapa asas hukum mengenai 79 M. Rasyid Ahmad, Hukum Waris Adat dalam Yurisprudensi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal 24-38. 80 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 226. Universitas Sumatera Utara 72 pewaris, ahli waris, harta warisan, pengalihan harta dan bagian masing-masing ahli waris. Hal tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 81 1. Kedudukan Orang Tua Kedudukan orang tua baik ayah maupun ibu dalam pelaksanaan hukum kewarisan Islam dan hukum adat dalam lingkungan adat masyarakat muslim disebut pewaris bila mereka ayah atau ibu atau keduanya meninggal dunia. Dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada anak-anaknya yang masih hidup. Penentuan anak sebagai ahli waris didasari oleh hubungan kekerabatan. 2. Kedudukan Anak Kedudukan anak baik laki-laki maupun perempuan di dalam pelaksanaan pembagian harta warisan merupakan ahli waris kelompok utama. 3. Kedudukan Harta Asal Mengenai kedudukan harta asal bila pewaris meninggal dunia tanpa anak, melainkan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari orang tua dan suami atau isteri. Dalam hal harta warisan menjadi sengketa, karena dikuasai oleh salah seorang atau beberapa orang ahli waris atau dikuasai oleh orang yang tidak berhak mendapat harta warisan maka penyelesaian kasus demikian dilakukan dengan cara hakim melihat silsilah pewaris, bukti-bukti yang menguatkan barang sengketa, dan saksi-saksi dari penggugat dan tergugat. 4. Kedudukan pengalihan harta melalui wasiat 81 Ibid Universitas Sumatera Utara 73 Mengenai kedudukan pengalihan harta melalui wasiat pewaris kepada salah seorang atau beberapa orang ahli waris yang tertentu. Apabila terdapat ahli waris yang tidak menyetujui dan menggugat ke Pengadilan untuk mendapatkan harta warisannya, maka hakim membatalkan wasiat dan menetapkan pembagian hak warisan kepada seluruh ahli waris. Hubungan hukum adat dengan hukum Islam telah lama berlangsung, hubungannya akrab dalam masyarakat. Keakraban itu tercermin dalam berbagai pepatah dan ungkapan dibeberapa daerah, hukum Islam dengan hukum adat tidak dapat dicerai pisahkan karena erat sekali hubungannya. Makna hubungan hukum adat dengan hukum Islam syara erat sekali, saling topang menopang, karena sesungguhnya yang dinamakan adat yang benar-benar adat adalah syara hukum Islam itu sendiri. 82 Perkawinan yang dilakukan menurut hukum adat adalah ikatan yang menghubungkan dua keluarga, yang tampak dari upacara waktu melangsungkan perkawinan itu. Karena penglihatan yang demikian, mereka lebih menghargai dan menghidup-hidupkan perkawinan menurut hukum adat saja daripada perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum Islam.

E. Pelaksanaan Hukum Waris Islam Pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

Manusia adalah mahluk yang dikaruniai oleh Allah SWT dengan berbagai kelebihan dibanding mahluk-mahluk Allah yang lainnya. Yang paling istimewa adalah bahwa manusia dikaruniai akal sebagai bekal melaksanakan tugas utama 82 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Persfektif Islam, Adat, dan BW, Bandung: Refika Aditama, 2005, hal. 41. Universitas Sumatera Utara 74 dibumi ini baik sebagai khalifah Allah maupun sebagai hamba Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa melepaskan diri dari aktivitas yang bernuansa hukum. Selama melakukan aktivitasnya, manusia berarti melakukan tindakan hukum tetapi permasalahannya banyak manusia yang tidak menyadari bahwa mereka telah melakukan tindakan hukum. Agar apa yang dilakukannya tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada, manusia harus memahami dan menyadari berbagai aturan hukum yang terkait. Hukum kewarisan yang bahkan sampai sekarang baik Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam maupun Hukum Waris Barat merupakan hukum positif yang ditetapkan atau ditegakkan enforcement pengadilan. Menurut Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, bermacam-macam hukum kewarisan tersebut walau tanpa kodifikasi tanpa unifikasi, tidak berarti tidak ada hukum nasional. Keanekaragama hukum kewarisan tersebut diatas tidak semata-mata sebagai fenomena normatif dan politik hukum, melainkan karena faktor sosiologis, cultural, keyakinan dan lain sebagainya. Demikian juga seperti hukum waris adat juga beraneka ragam, seperti hukum waris menurut susunan masyarakat patrilineal, matrilineal, dan parental yang masing- masing susunan masyarakat tersebut dapat dijumpai perbedaan-perbedaan dalam hukum kewarisannya. Baik berkenaan dengan pengertian pewarisan, obyek pewarisan, pewarisan, penerima waris, cara-cara pewarisan, kewajiban pembagian warisan, pelaksanaan pembagian warisan. Hubungan antara pewarisan dengan hak- hak pihak ketiga, hubungan pewarisan dengan hak-hak perolehan hak lainnya seperti hibah,wasiat dan lain-lain, asa-asas yang mengatur hubungan antara sistem Universitas Sumatera Utara 75 kewarisan yang berbeda yang meliputi asas-asas apabila ada sengketa, titik taut antara sistem hukum kewarisan dan obyek atau subyek kewarisan yang tidak berada dalam yurisdiksinya. Setiap Muslim seharusnya atau bisa dikatakan wajib memahami permasalahan hukum, khususnya hukum Islam. Aktivitas seorang Muslim sehari-harinya tidak bisa lepas dari permasalahan hukum Islam, baik ketika dia melakukan ibadah kepada Allah maupun ketika dia melakukan hubungan sosial di tengah-tengah masyarakatnya. Memahami hukum Islam secara mendalam bukanlah pekerjaan yang mudah mengingat begitu kompleksnya permasalahan hukum Islam. 83 Dibutuhkan kualifikasi yang cukup lama untuk hal tersebut. Seseorang yang ingin mendalami hukum Islam harus memahami dahulu permasalahan Islam secara umum, karena hukum Islam merupakan bagian dari ajaran Islam, bukan keseluruhannya. Bahwa hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Keberadaan hukum Islam sangat ditentukan oleh keberadaan umat Islam. Pada perkembangan selanjutnya hukum Islam menjadi salah satu bidang kajian ilmiah di antara bidang-bidang kajian dalam Islam. Dalam perjalanan kodifikasi hukum nasional Indonesia, keberadaan hukum Islam menjadi sangat penting, hukum Islam juga menjadi inspirator dan dinamisator dalam pengembangan hukum nasional. Dalam pasal 29 batang tubuh UUD 1945 ayat 1 neraga Republik Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini hanya dapat ditafsirkan antara lain: 83 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Cetakan I, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, hal. 16 Universitas Sumatera Utara 76 a. Dalam negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam bagi umat Islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu Bali bagi orang-orang Hindu-Bali, atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama Budha bagi orang Budha. Hali itu berarti di dalam wilayah negara Republik Indonesia ini tidak boleh berlaku atau diberlakukan hukum yang bertentangan dengan norma-norma hukum agama dan kesusilaan bangsa Indonesia. b. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syari’at Islam bagi orang Islam, syari’at Nasrani bagi orang Nasrani, dan syari’at Hindu-Bali bagi orang Hindu-Bali. Sekedar menjalankan syari’at tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan negara. Ini berarti negara harus menyediakan fasilitas agar hukum yang berasal dari agama yang dianut oleh bangsa Indonesia dapat terlaksana sepanjang pelaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau penyelenggaraan negara. Artinya, penyelenggara negara berkewajiban menjalankan syari’at yang dipeluk oleh bangsa Indonesia untuk kepentingan pemeluk agama bersangkutan. c. Syari’at yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk menjalankannya dan karena itu dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu menjalankannya sendiri menurut gamanya masing-masing. Ini berarti hukum yang berasal dari suatu agama yang diakui di negara Republik Indonesia yang dapat dijalankan sendiri oleh masing-masing pemeluk agama bersangkutan misalnya hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah, yaitu hukum yang pada umumnya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan biarkan pemeluk agama itu sendiri melaksanakannya menurut kepercayaan agamanya masing-masing. 84 Pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa ayat 1 pasal 29 UUD 1945 itu merupakan dasar dari kehidupan hukum bidang keagamaan, pada tahun 1970, perkataan Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam pasal 29 UUD 1945 itu dijadikan landasan dan sumber hukum dalam mewujudkan keadilan dalam Negara Republik Indonesia. Menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1970 84 H. Mohammad Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1991, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 77 peradilan di Indonesia harus dilakukan demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. 85 Sehingga berdasarkan penelitian, pada umumnya pelaksanaan Hukum Waris pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan sebagian besar memakai Hukum Waris Islam, dengan terciptanya kesadaran hukum yang ditanamkan dari setiap masyarakat Batak Toba di Kota Medan maka dalam pembagian harta warisannya menggunakan Hukum warisan Islam karena pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam merupakan bagian dari ajaran agamanya dan menjadi kewajiban agama Islam baginya. Dan unsur-unsur adat mulai berkurang dengan sendirinya Sehingga masing-masing ahli waris mengetahui haknya sesuai hukum faraidh. Pembagian secara waris Islam merupakan pembagian dengan nilai keadilan yang paling tinggi karena keadilan yang telah diterapkan otomatis akan mencegah munculnya berbagai konflik dalam keluarga. Dan hanya sebagian kecil masyarakat Batak Toba yang menggunakan berdasarkan Hukum Adat.

F. Proses Pewarisan Dan Pembagian Harta Warisan Dalam Masyarakat Adat

Proses pewarisan adalah merupakan suatu cara bagaimana pewaris berbuat untuk meneruskan atau mengalihkan harta kekayaan kepada ahli waris pada waktu pewaris masih hisup dan bagaimana cara pewarisan itu diteruskan penguasaan serta bagaimana melaksanakan pembagian warisan kepada ahli waris setelah meninggal dunia. Sedangkan mengenai cara pembagian dapat berupa penangguhan pembagian 85 Ibid, hal.10 Universitas Sumatera Utara 78 atau pembagian dilakukan dengan cara berimbang atau berbanding seperti hukum Islam. 1. Pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal dunia a Harta peninggalan yang dibagi-bagi Jika harta seorang yang meninggal dunia tersebut akan dibagikan, kapan dan bagaimana cara pembagiannya dilaksanakan. Hukum adat tidak menetukan kapan pembagian harta warisan itu dilakukan dan siapa yang membaginya. Biasanya pembagian harta warisan baru akan dibagikan setelah acara selamatan si pewaris yang sudah meninggal. Hukum adat juga tidak mengenal pembagian secara perhitungan matematis. Tetapi atas perimbangan karena mengingat wujud benda dan kebutuhan ahli waris yang bersangkutan. Sehingga, walaupun hukum adat mengenal asas persamaan hak bukan berarti setiap ahli waris mendapat bagian yang sama. b Harta peninggalan yang tidak dibagi-bagi Harta warisan yang tidak dibagi-bagi pembagiannya, biasanya dikuasai oleh anak tertua, janda, anggota keluarga lainnya dan tua-tua adat. Bagi yang menguasai harta warisan tersebut, bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala hal yang berkaitan dengan harta tersebut, baik berupa hutang maupun piutang serta pewaris untuk kelangsungan hidupnya. Pada masyarakat patrilineal, yang menganut sistem perkawinan jujur maka isteri masuk anggota kekerabatan suami dan janda tetap dapat menguasai serta Universitas Sumatera Utara 79 menikmati warisan selama hidupnya untuk kepentingan dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya.

G. Prinsip dasar pembagian harta warisan 1. Subyek hukum waris

Subyek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris. 86 Namun karena pengaruh agama dan hubungan kekerabatan, orang yang semula bukan ahli waris utama dimasukkan dalam kelompok waris utama. Sehingga berhak atau tidaknya menjadi ahli waris dipengaruhi oleh sistem kekerabata dan juga agama. Apabila ahli waris kelompok utama tidak ada, maka kedudukannya diganti oleh ahli waris kelompok lain. Garis pokok keutamaan ini merupakan garis hukum yang menentukan urutan-urutan diantara kelompok atau golongan dalam keluarga pewaris dengan pengertian golongan satu atau lebih diutamakan dari golongan yang lain. Dengan mendasarkan persamaan hak antara anak laki-laki dan perempuan maka bagian warisan masing-masing adalah sama besar satu banding satu. Sehingga Mahkamah Agung melalui Keputusan No.179 KSip1961 menetapkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan dari seorang peninggal warisan bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti, bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan.

2. Anak Angkat