Fiko Rahardito Baskoro SMA Negeri 8 Yogyakarta
Fiko Rahardito Baskoro SMA Negeri 8 Yogyakarta
“Biasakanlah yang Benar, Bukan Membenarkan yang Biasa”
Bagi siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta, tentunya tak ada yang tak mengenal sosok Pak Nur, demikian sapaan akrabnya, seorang pria kelahiran Cepu, 1 September 1956 ini. Jabatannya sebagai Wakil Kepala SMA Negeri 8 Yogyakarta Urusan Kesiswaan yang diembannya selama 15 tahun dari tahun 1996 hingga tahun 2011 menjadikan seluruh siswa, guru, karyawan, dan warga sekolah lain dapat dibilang tidak ada yang tidak mengenalnya. Di samping juga kepribadian Nurrachmat sendiri yang galak, tegas, namun lucu, ngemong siswanya serta sifat kebapakannya telah membuat Nurrachmat menjadi seorang guru yang dihormati, dikagumi, dan disenangi karena akrab dengan murid-muridnya.
Drs. H.M. Nurrachmat WS, M.Hum. berprofesi sebagai guru pengajar Bahasa Indonesia. Lulusan Strata Dua Fakultas Sastra Humaniora UGM pada tahun 2003 serta memiliki IPK sempurna 4,0, juga memiliki jabatan sebagai Fasilitator Guru Nasional (2007), Ketua MGMP SMA Kota Yogyakarta, Ketua MGMP SMA mata pelajaran Bahasa Indonesia Provinsi DIY, dan Tim Pengembang Kurikulum Provinsi sejak tahun 1991 hingga sekarang, membuat- nya juga dikenal oleh orang-orang dari luar sekolah, terlebih be- liau sering mengisi kegiatan penyuluhan dan seminar kebahasa- an/kesastraan.
Mata Kata Mata Baca Mata Hati
Nurrachmat muda senang mengikuti berbagai kegiatan dan aktivitas, antara lain latihan ketentaraan, seni teater, pramuka, kegiatan pecinta alam, dan masih banyak yang lainnya. Di antara sekian banyak kegiatan dan profesi yang digeluti oleh Nurrach- mat, menulis tetaplah menjadi salah satu hobinya yang paling utama dan paling menorehkan prestasi, antara lain juara 3 Lomba Karya Tulis Lingkungan Hidup Dinas Provinsi (1994), juara 1 Lomba Karya Tulis Budi Pekerti (1995), juara Harapan 1 Lomba Karya Tulis Keimanan dan Ketaqwaan (2003), dan masih banyak lainnya.
Di samping berprestasi dalam karya tulis, prestasi yang lain adalah juara 3 Guru Teladan Tingkat Kota (2000), dan juara 2 Guru Berprestasi Tingkat Kota (2002). Prestasi tersebut tidaklah mengherankan karena dalam penyampaian materi kepada murid- nya, Nurrachmat berusaha untuk sekreatif dan seinovatif mung- kin agar siswa tidak merasa bosan. Penyampaiannya juga unik, walaupun media pengajarannya cukup sebuah papan tulis dan prinsip utama dari pengajarannya adalah memahamkan ilmu yang akan ditransferkan kepada para siswa. Salah satu metode yang digunakan antara lain pendekatan filatelis (pembelajaran dengan perangko), dan sifat licik dalam metode membuat cerpen (yang dimaksud licik disini adalah memanfaatkan kelicikan men- jadi sebuah karya cerpen yang bagus).
Walaupun sarat dengan prestasi, cita-cita dan motto dari Nurrachmat cukup sederhana namun luar biasa. Cita-citanya ada- lah menjadi guru yang baik, mengabdi, mencerdaskan nusa, bang- sa, dan agama. Dan dengan motto “menjadikan diri emas”, ia berharap bahwa dirinya dan orang lain, mampu menjadi layaknya emas agar semua orang melihat dan memperhatikan emas di ma- na pun mereka berada. Hal tersebut direalisasikan di dalam kehi- dupan sehari-hari. Meskipun padat dan sarat acara, ia tetap mem- bagi waktu untuk keluarga. Istrinya adalah seorang guru di se- buah sekolah dasar. Buah hatinya yang pertama telah bekerja di Kementerian Keuangan dari lulusan STAN dan telah berputra,
Antologi Puisi dan Feature
serta adiknya yang sekarang masih kuliah di sekolah yang sama dengan kakaknya. Dalam lingkungan masyarakat sekitarnya, Nurrachmat aktif sebagai Ketua RW dan anggota Majelis Taklim.
Di samping kesahajaan dan jiwa sosialnya yang tinggi, Nur- rachmat adalah seseorang yang berfilosofis tinggi. Salah satunya adalah filosofi air, dimana air mengalir dari tempat tinggi ke tem- pat yang rendah. Realisasinya adalah sebuah kontribusi ilmu ke- pada orang-orang yang belum tahu, atau dapat dikatakan meng- alirnya air tersebut adalah ke arah yang benar. Nurrachmat me- ngatakan bahwa kita lahir berawal dari ketidaktahuan, kemudian menjadi tahu. Tahu saja tidak cukup, tetapi harus mengerti. Me- ngerti saja tidak cukup, tetapi harus dipahami. Memahami saja tidak cukup, tetapi harus melaksanakan. Melaksanakan saja tidak cukup, tetapi harus mewujudkan. Mewujudkan saja tidak cukup, tetapi harus mengimplementasikan, dengan implementasi ter- sebut akan menjadi sebuah kebiasaan.
Filosofi Nurrachmat yang lain, kegagalan bersumber dari berpikir tetapi tidak bertindak, dan bertindak tanpa disertai de- ngan berpikir. “Biasakanlah yang benar, bukan membenarkan yang biasa,” adalah salah satu filosofi Nurrachmat juga yang sa- ngat perlu kita hayati. Dengan membiasakan yang benar, kita akan berpijak pada aturan dan komitmen yang ada. Sedangkan biasa belumlah tentu benar, sehingga apabila sudah terbiasa dengan kebiasaan yang tidak benar itu, maka akan sulit bagi kita untuk mengubahnya. Meskipun sederhana, namun keseharian dan ideologi Nurrachmat sangat inspiratif dan merupakan kontribusi nyata bagi nusa, bangsa, dan agama. Seandainya wise words ter- sebut dapat kita terapkan dan implementasikan dalam kehidupan, tentunya tidak akan banyak aturan yang kita langgar. Serta memi- nimalisasi berbagai kasus pelanggaran hukum di negeri tercinta kita ini.
Mata Kata Mata Baca Mata Hati