Annisa Ayu Setyawati SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul
Annisa Ayu Setyawati SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul
“Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka? mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota mereka : cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa”
(Kutipan puisi karya Hartojo Andangdjaja) Melihat sosoknya, orang tidak akan menyangka bahwa dia
adalah perempuan tangguh yang tegar menghadapi cobaan hi- dupnya. Di balik kecantikan, kesuksesan kariernya, dan juga se- nyumnya yang ramah, yang sempurna menurut orang lain, ter- nyata dia menyimpan luka hati yang teramat perih.
Usianya hampir setengah abad, sebanding dengan banyak- nya ujian yang dia hadapi. Asam manis kehidupan pernah dia rasakan. Tinggi semampai, kira-kira 160-an sentimeter, ia terlihat anggun di balik jilbab yang dikenakannya dan ramah ketika me- nyapa satpam di kantornya. Namun, beban berat atas perceraian dengan suaminya, begitu menyesak ia rasakan. Dia pandai me- nyembunyikan lukanya dan tidak ingin ada orang yang tahu ke- sedihan hatinya. Ia tersenyum ceria di hadapan kedua buah hati- nya dan semua orang, termasuk atasan dan bawahannya.
Panas terik matahari tidak lagi dia pedulikan. Yang terpen- ting baginya hanyalah mengumpulkan lembaran rupiah untuk menghidupi kedua buah hatinya. Diakui, semangatnya bekerja
Antologi Puisi dan Feature
tidak kalah oleh kaum muda. Di sela rutinitas kerjanya yang pa- dat, Bu Puspita masih menyempatkan diri untuk bercengkerama dengan kedua buah hatinya, Nisa dan Putra. Ia juga menyempat- kan diri untuk aktif dalam perkumpulan RT di lingkungan tempat tinggalnya. Walaupun kehidupan ekonominya tidak seperti da- hulu lagi, ia tetap memprioritaskan pendidikan kedua buah hati- nya. Meskpun kenyataannya kedua buah hatinya tidak bersekolah di sekolah yang favorit namun prestasi anaknya dapat dikatakan lumayan. Nisa berhasil menjadi siswi terbaik di sekolahnya dan sering mengikuti berbagai lomba. Meski belum mampu mendapat prestasi maksimal, kedua anaknya adalah pelita hatinya dan ke- kuatan dalam hidup Bu Puspita. Mereka bertiga saling menguatkan satu sama lain. Itulah kekuatan dan harta terbesar yang sangat ber- nilai bagi Bu Puspita. Bagi Bu Puspita, membanting tulang dengan cara apapun akan dilakukan. Bu Puspita tidak mau berlarut-larut dalam kesedihannya.
Walaupun perceraian telah terjadi, Bu Puspita tetap menjaga hubungan dengan keluarga besar suaminya. Menjaga hubungan baik itulah yang ia tekankan kepada kedua buah hatinya. Sungguh mulia hati Bu Puspita ini.
Dalam sujudnya, dia selalu memohon untuk kebaikan ke- luarganya, dilapangkan jalannya dan juga jalan kedua buah ha- tinya. Ia ingin yang terbaik bagi kedua hatinya. Walau dia tahu biaya masuk perguruan tinggi tidaklah sedikit, biaya masuk seko- lah menengah atas juga tidak bisa dianggap ringan namun dia akan terus berusaha mengumpulkannya. Walaupun secara hu- kum suaminya tetap berkewajiban membiayai kebutuhan kedua buah hatinya namun dia tidak mau banyak berharap karena dia tahu suaminya juga jarang pulang ke rumah. Dia percaya satu hal, Allah pasti akan memberi jalan bagi hamba-Nya yang sabar dalam menghadapi ujiannya. Baginya, kedua buah hatinyalah yang paling penting saat ini.
Walaupun Bu Puspita bukanlah wanita desa yang membawa bakul di pagi buta namun perjuangan hidupnya tidak dapat kita
Mata Kata Mata Baca Mata Hati
anggap mudah. Perjuangannya dapat kita acungi jempol. Pan- taslah kalau kita sebut dia sebagai wanita perkasa yang berjuang bagi kedua buah hatinya. Dia percaya kebahagiaan itu akan ada setelah dia mampu menyelesaikan masalahnya. Beratnya hidup tidak membuatnya patah arang untuk terus berusaha. Suatu saat dia ingin melihat kedua buah hatinya berhasil dan sukses serta bernasib lebih baik dari dirinya. Cukup dia yang mersakan perih ini, jangan sampai kedua anaknya. Bu Puspita adalah satu dari wanita perkasa yang pernah saya temui, namun kegigihannya patutlah kita jadikan sebagai contoh.
Antologi Puisi dan Feature