Mutiara Shinta Noviar Unicha SMA Negeri 2 Yogyakarta
Mutiara Shinta Noviar Unicha SMA Negeri 2 Yogyakarta
“Jangan sekali- kali melupakan sejarah” (Ir. Soekarno) Kembali mengingat sejarah dunia yang terjadi beberapa
puluh tahun silam, tepatnya tahun 1945.Ini bukanlah mengenai kejayaan Indonesia sebuah kota pada suatu negara. Sebuah kota yang mengalami kejadian luar biasa. Kota tersebut adalah Hiro- shima, Jepang. Mungkin sedikit yang dikethaui tentang peristiwa naas yang menimpa Hiroshima saat itu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 terjadi ledakan dahsyat yang ditimbulkan oleh bom atom yang bernama Little Boy kiriman Amerika Serikat. Tidak hanya itu, pada tanggal 9 Agustus 1945 kembali terjadi ledakan besar yang disebabkan oleh bom atom. Namun, kali itu terjadi di Naga- saki. Negara Jepang pun kalang kabut dibuatnya. Hiroshima me- ngalami kejadian luar biasa buruk yang dapat dikatakan sebagai masa-masa kelam. Bahkan, situasi tersebut juga menjadi masa negara Jepang. Tidak hanya pada masa itu, radiasi yang ditimbul- kan akibat ledakan bom atom merupakan tragedi berkepanjangan selama hidup.
Tetapi, apa yang terjadi pada Negara Jepang sekarang? Ne- gara Jepang merupakan negara maju yang kini menempati urutan teratas dalam kemajuan teknologi maupun pemanfaatan sumber daya manusia. Sebuah pertanyaan besar, mengapa Indonesia be- lum maju seperti Jepang? Padahal, Indonesia dan Jepang sama- sama mengalami masa kelamnya saat itu. Tetapi, kenapa Jepang
Antologi Puisi dan Feature
dapat lekas bangkit dari keterpurukan? Apa yang salah? Ada ung- kapan Kaisar Jepang saat itu yang pelu dicamkan, “Berapa guru yang masih hidup?”
Ungkapan tersebut tiba-tiba mengganggu benak penulis ketika menyaksikan sebuah foto kenangan di sebuah tugu di ma- na penulis sedang berpose. “Cuaca sekitar 33 o -34 o siang itu di tengah bulan Maret di Hiroshima, Jepang,” begitu tulisan di ba- wah bagian tugu.
Tugu itu tepat berada di tengah Taman Monumen Perdamai- an Hiroshima, atau Hiroshima Peace Memorial Park. Tugu batu yang tertimpa sinar matahari siang tampak berwana hitam sedikit ke- emas- emasan. Tugu yang memiliki tinggi sekitar dua sampai dua setengah meter tersebut dipahat menyerupai bentuk seorang ibu menggendong anak. Lebih tepatnya sebuah jasad anak- anak. Di bawah tugu tersebut terukir tulisan maksud tugu tersebut didi- rikan. Penulis tidak begitu ingat jelas akan semua konteks teksnya. Tetapi inti yang penulis tangkap adalah tugu tersebut untuk me- ngenang jasa guru-guru dan anak- anak yang meninggal ketika peristiwa pemboman oleh tentara Amerika pada tanggal 6 Agus- tus 1945.
Penanda lain adalah sebuah bangunan tua yang tampak meleleh. Ketika memasuki bangunan tersebut, terasa hawa pe- ngap, panas, dan menakutkan. Dahulu, bangunan tersebut adalah bangunan sekolah. Di sudut bangunan tersebut, terlihat banyak bunga dan burung-burungan kertas tersusun rapi yang ditinggal- kan oleh para pengunjung. Di bagian samping, sedikit ke belakang bangunan sekolah, terdapat museum perdamaian Hiroshima. Ba- nyak cerita sejarah yang sangat membekas dihati para warga Je- pang sehingga mereka membuat museum perdamaian itu. Ter- nyata, pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom jatuh tepat di peka- rangan sebuah sekolah dasar yang saat itu terdapat kurang lebih 400 anak murid SD kelas 1 sampai 3 dan beberapa guru. Hal ter- sebut diketahui ketika para relawan berusaha untuk melakukan pembersihan dan pencarian jasad-jasad di balik lelehan bangunan,
Mata Kata Mata Baca Mata Hati
ditemukan sejumlah tulang orang dewasa dan anak- anak yang berserakan. Setiap tahun, pada tanggal 6 Agustus pukul 08.15, terselenggara sebuah upacara mengheningkan cipta yang meng- hadirkan kelompok musik tiup anak sekolah di Hiroshima dan paduan suara.
Udara panas pertengahan bulan Maret dan sinar matahari yang menyengat kembali terasa ketika keluar dari pintu museum perdamaian. Di depan museum terdapat siluet pemandangan sebuah bangunan menyerupai menara, atau tepatnya bangunan bertingkat yang domenya meleleh dan berwana hitam legam. Be- nar-benar menguras emosi ketika membayangkan bagaimana kro- nologis kejadian sebenarnya. Terik matahari membuat penulis ingat kembali foto jasad-jasad dan tulang belulang yang ditemu- kan oleh tim evakuasi. Jasad mereka tidak lagi berbentuk, hitam karena hangus terbakar. Itu adalah akibat bom atom mengenai tubuh korban. Dapat dibayangkan bahwa betapa kerasnya leng- kingan jeritan meminta tolong ketika sinar menyilaukan tiba-tiba menimpa tubuh mereka.
“…Museum ini didirikan untuk mengingatkan umat manusia akan pen- tingnya perdamaian…. Ya, itulah pentingnya sebuah perdamaian. Ha- nya sebuah. Tetapi dapat mencakup kehidupan seluruh umat. Tidak lagi individu.”
Antologi Puisi dan Feature