yang turut berpengaruh aktif atau tidaknya keluarga untuk datang memantau balitanya yaitu faktor fisik, mental, dan pola makan balita.
Berdasarkan hasil penelitian yaitu status gizi balita dengan KEP sebanyak 38 balita 46,34 berada pada usia 12-24 bulan . Hal ini menunjukkan pada umur 1-2
tahun merupakan keadaan rawan gizi. Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan
termasuk kelompok yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa
Adisasmito 2007. Menurut Markum 1999 pada usia 1-3 tahun kebiasaan anak mulai
terbentuk,kebiasaan makan keluarga mulai ditelaah untuk mengevaluasi cukup atau tidaknya nutrient dalam hidangan, kesulitan makan umumnya terletak pada nak 2-5
tahun akibat kesalahan ibu dalam pemberian makanan selama masa bayi, ketegangan saat makan, waktu makan yang terlalu pendek, atau makanan yang kurang disukai
karena bentuknya yang tidak menarik. Kemudian Markum 1999 juga menjelaskan bahwa pada anak usia 1-3 tahun merupakan angka kejadian tertinggi untuk KEP dan
devisiensi vitamin A, pada umur ini anak biasanya mulai disapih tetapi belum mengenal makanan sehari-hari, selain itu pertumbuhan dan perkembangan otak masih
berlangsung pada kelompok umur ini.
5.2. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Status Gizi dengan Konsumsi Energi Anak
Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.14. dan tabel. 4.15 terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,04 p 0,05 artinya terdapat
hubungan sikap ibu dengan konsumsi energi anak, sama halanya dengan sikap ibu
Universitas Sumatera Utara
dengan konsumsi protein terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,042 p 0,05 artinya terdapat hubungan sikap ibu dengan konsumsi protein anak.
Sebahagian ibu telah dapat menyikapi bagaimana caranya untuk menyenangi anak, sehingga ibu sudah faham untuk mengolah makanan sesuai selera anak, juga
memiliki nilai gizi yang seimbang. Sehingga anakpun mendapatkan perlakuan dalam pemberian konsumsi yang benar. Maka sikap ibu dengan status gizi Konsumsi Energi
serta status gizi Konsumsi Protein mendapatkan respon anaknya sehingga Konsumsi Energi dan Protein terpenuhi untuk anak tersebut
Sikap merupakan bahasan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang belum merupakan suatu tindakan
atau aktifitas. Sikap juga merupakan kecendrungan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi objek tersebut. Secara
langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek Notoatmodjo, 2003.
Secara teori menurut Husaini 2007 menjelaskan bahwa budaya juga mempengaruhi bagaimana cara memberi makan kepada anak. Ada budaya yang
mengharuskan orangtua mengontrol makanan anak sering memaksa anak makan. Dengan keadan yang terjadi di pemukiman sepanjang rel kereta api di kelurahan
Gaharu cara ini kurang baik, karena dapat membuat anak takut makan atau sebaliknya makan banyak sehingga kegemukan. Sikap yang baik sangat penting untuk dapat
menjamin tumbuh kembang anak yangimal. Agar orang tua mampu melakukan fungsinya dengan baik, maka perlu memahami tingkatan perkembangan anak, menilai
pertumbuhan atau perkembangan anaknya dan mempunyai motivasi yang kuat untuk
Universitas Sumatera Utara
memajukan tumbuh kembang anak, serta mempunyai pengetehuan yang cukup mengenai tumbuh kembang anak
Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani 2007 yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna
pada sikap memmbang anak, serta mempunyai pengetahuan cukup mengenai tumbuh kembang anak.beri makan dengan status gizi. Sejalan dengan teori menurut Jellife
1994 faktor yang mempengaruhi status gizi anak, diantaranya adalah faktor eksternal yang 6 meliputi keadaan infeksi, konsumsi makanan, kebudayaan, sosial
ekonomi, produksi pangan, sarana kesehatan serta pendidikan kesehatan.
5.3. Hubungan Konsumsi Energi dam Protein Pada Anak dengan Status Gizi