HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Novel Teenlit Rahasia Bintang

Data yang dianalisis adalah novel teenlit Rahasia Bintang karya Dyan Nuranindya. Novel setebal 309 halaman ini terbit pada tahun 2006 dan telah mencapai cetakan yang keenam tahun 2012. Dyan Nuranindya adalah pengarang muda berbakat yang telah mendapatkan best seller pada novel perdananya, Dealova. Novel teenlit Rahasia Bintang juga banyak memikat hati para pembaca yang ditandai dengan novel tersebut mencapai hingga cetakan keenam. Rahasia Bintang dikemas dengan bahasa gaul yang mudah dimengerti pembaca. Pengarang terlihat ekspresif menceritakan setiap tingkah laku tokoh dan kejadian dalam novel ini.

Rahasia Bintang merupakan novel cinta yang diwarnai beberapa konflik khas remaja. Selain itu, di dalamnya juga terdapat muatan konformitas yang sering digambarkan lewat tokoh Aji. Tokoh utama dalam novel ini adalah Keisha, Aji, dan Reno. Secara fisik, Keisha adalah sosok gadis mungil, imut, berambut panjang, bermata lebar, dan mempunyai lesung pipi yang manis. Keisha merupakan gadis polos yang memiliki rasa sayang terhadap keluarga dan teman-temannya. Keisha juga memiliki sifat yang sopan dan mudah bergaul, ia akrab dengan Mang Udin, pria setengah baya penjaga stasiun kereta api. Tokoh Aji digambarkan memiliki watak yang angkuh, tempramental, bandel, iseng, dan bersama gengnya suka mencari keributan. Ia termasuk murid nakal di sekolah Keisha. Selain playboy, Aji juga sering berkelahi, minum minuman keras, dan clubbing. Namun tingkah lakunya yang buruk itu dapat diluluhkan oleh Keisha. Reno digambarkan memiliki watak yang baik, ramah, pengertian, dan misterius.

Konflik utama dalam Rahasia Bintang adalah kisah persahabatan dan percintaan yang dialami oleh tokoh utama. Kisah tersebut bermula pada saat kecil, Keisha ditinggal oleh Reno kemudian pada waktu SMA ia pindah ke

Jakarta dan bertemu dengan Aji. Sebenarmya Keisha bertemu kembali dengan Reno di Jakarta tapi ia tak menyadarinya. Keisha yang memiliki hubungan asmara dengan Aji yakin dapat mengubah sifat buruk dari Aji. Namun ia terkejut pada saat mengetahui Aji adalah calon kakak tirinya. Pada saat pernikahan ibu Keisha, ia menemukan kembali Reno yang menghilang, sahabat yang telah meninggalkannya semasa kecil.

2. Latar Belakang Sosial Pengarang

Dyan Nuranindya lahir di Jakarta dua puluh tiga tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 14 Desember 1985. Dyan adalah bungsu dari dua bersaudara. Dyan merupakan sosok yang aktif. Pada umumnya kegiatan yang ia ikuti adalah kegiatan yang berhubungan dengan dunia jurnalistik. Di kampus ia aktif sebagai reporter majalah kampus yang bernama Dinamika bahkan ia pernah menjadi ketua pada divisi design layout dan produksi. Keaktifannya dalam dunia jurnalistik di kampus juga telah ia buktikan dengan pernah menjadi ketua delegasi pada acara pekan jurnalistik di kampusnya dan menjadi pembawa acara dalam acara talk show jurnalistik dengan penulis Mohammar Emka. Kini ia melanjutkan studinya di program S2 Manajemen Komunikasi Universitas Indonesia. Selain itu, dia bekerja sebagai marketing di sebuah agency iklan dan desainer freelance. Dyan lahir dan besar di Jakarta maka novel-novel karyanya kental dengan gaya hidup khas remaja metropolitan.

Dyan Nuranindya mulai menulis novel, yaitu Dealova sejak duduk di bangku SMP. Dealova, novel perdananya yang juga berhasil difilmkan itu dapat ia selesaikan pada saat SMA, diterbitkan oleh Gramedia pada 26 April 2004 dan menjadi salah satu novel teenlit best seller. Selain Dealova, Dyan juga telah menghasilkan karya yang lain, seperti Rahasia Bintang (2006) yang juga mendapat best seller teenlit, Canting Cantiq (2009), Cinderella Rambut Pink (2010), dan Rock ‘n Roll Onthel (2012). Selain berdasarkan kehidupan sehari-hari, dalam penulisan cerita novelnya, Dyan selalu melakukan riset dan observasi untuk menggali ide cerita. Kendala Dyan pada saat menulis novel adalah waktu. Pada novel Dealova dan Rahasia Bintang, ia menulisnya saat SMP hingga SMA. Dyan merasa kesulitan membagi waktu antara menulis Dyan Nuranindya mulai menulis novel, yaitu Dealova sejak duduk di bangku SMP. Dealova, novel perdananya yang juga berhasil difilmkan itu dapat ia selesaikan pada saat SMA, diterbitkan oleh Gramedia pada 26 April 2004 dan menjadi salah satu novel teenlit best seller. Selain Dealova, Dyan juga telah menghasilkan karya yang lain, seperti Rahasia Bintang (2006) yang juga mendapat best seller teenlit, Canting Cantiq (2009), Cinderella Rambut Pink (2010), dan Rock ‘n Roll Onthel (2012). Selain berdasarkan kehidupan sehari-hari, dalam penulisan cerita novelnya, Dyan selalu melakukan riset dan observasi untuk menggali ide cerita. Kendala Dyan pada saat menulis novel adalah waktu. Pada novel Dealova dan Rahasia Bintang, ia menulisnya saat SMP hingga SMA. Dyan merasa kesulitan membagi waktu antara menulis

Dyan pada awalnya tidak mengira bahwa ia akan menjadi seorang penulis seperti sekarang. Dari kecil ia terbiasa menjadi penikmat buku dan merasa tidak punya bakat menulis. Namun pada dasarnya Dyan suka menulis buku harian dan terbiasa menceritakan pengalaman pribadi maka ia mencoba menulis cerita novel. Pada tahun 2004, sebuah penerbit novel sedang menggalakkan tema baru, yaitu teenlit. Pada saat itu memang sudah ada terbitan novel teenlit tapi berupa teenlit terjemahan. Saat Dyan memasukkan naskah novelnya, penerbit mencoba untuk menerbitkan novelnya. Alhasil, Dealova merupakan novel teenlit lokal pertama yang terbit di pasaran. Sebenarnya ia lebih senang menggambar daripada menulis. Akan tetapi dengan bakat terpendamnya itu, Dyan telah berhasil membuat karya-karya yang cukup diminati oleh masyarakat, khususnya kalangan remaja. Terbukti dua novelnya, yaitu Dealova dan Rahasia Bintang berhasil mendapatkan best seller teenlit.

Bagi perempuan berhobi membaca, menulis, dan travelling ini, penulis itu ibarat Tuhan bagi ceritanya sendiri. Penulis bebas membuat jalan ceritanya seperti apa, tokohnya bagaimana, dan lain sebagainya. Sementara itu, kegiatan menulis adalah media ekspresi ketika seorang penulis sedang emosi, bahagia, maupun marah yang tidak bisa diungkapkan karena berbagai. Menurut Dyan, seorang penulis juga bisa menyampaikan pesan ke pembaca tanpa membuat pembaca merasa diceramahi atau digurui karena pesan tersebut dikemas dalam bentuk sebuah cerita fiksi.

B. Analisis Data

1. Muatan Konformitas dalam Novel Teenlit Rahasia Bintang

Novel teenlit Rahasia Bintang karya Dyan Nuranindya merupakan novel remaja yang tidak hanya bercerita tentang kisah cinta khas remaja. Namun di dalam alur ceritannya mengandung beberapa konformitas negatif yang dilakukan oleh para remaja, khususnya anak SMA. Seperti yang telah di bahas pada bab II, konformitas adalah apabila sejumlah orang dalam kelompok Novel teenlit Rahasia Bintang karya Dyan Nuranindya merupakan novel remaja yang tidak hanya bercerita tentang kisah cinta khas remaja. Namun di dalam alur ceritannya mengandung beberapa konformitas negatif yang dilakukan oleh para remaja, khususnya anak SMA. Seperti yang telah di bahas pada bab II, konformitas adalah apabila sejumlah orang dalam kelompok

Konformitas yang dilakukan oleh remaja bisa berbentuk positif maupun negatif. Manusia juga dapat melakukan konformitas pada bentuk-bentuk perilaku negatif. Bagaimana cara manusia dapat mengikuti norma sosial, sebenarnya tidak terlepas dari adanya tekanan-tekanan untuk bertingkah laku dengan cara yang sesuai dengan aturan sosial. Tekanan yang ada dalam norma sosial sesungguhnya memiliki pengaruh yang besar. Tekanan-tekanan untuk melakukan konformasi sangat kuat, sehingga usaha untuk menghindari situasi yang menekan dapat meneggelamkan nilai-nilai personalnya. Sarwono menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan konformitas kelompok pada remaja maka biasanya hal ini sering dianggap juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk. Misal saja seks bebas, perilaku agresif remaja anggota geng motor, dan perkelahian atau tawuran antar pelajar (dalam Trida, 2007: 76).

Muatan konformitas yang terdapat dalam novel teenlit Rahasia Bintang sebagai berikut.

a. Aktif di Kegiatan Organisasi Sekolah

Berorganisasi di sekolah secara tidak langsung akan memengaruhi siswa untuk melakukan konformitas dengan mentaati dan menjalankan tata tertib yang berlaku dalam organisasi tersebut. Seorang individu yang aktif dalam organisasi akan menganut norma kelompok untuk menyesuaikan diri dengan kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Baron dan Byrne yang mengatakan, “Konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan- aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku.” (2005: 206). Data yang tedapat dalam RB berikut akan mendukung pernyataan di atas.

... . Meskipun termasuk anak baru, Keisha langsung masuk ke jajaran kepengurusan OSIS SMA Persada (RB, 2012: 31)

“Tob, aku mau ke ruang OSIS dulu nih. mau naruh dokumen buat bikin proposal perpisahan besok. Kamu masuk ke kelas duluan aja.” ucap Keisha ketika mereka tiba di sekolah (RB, 2012: 36).

Tasya tersenyum. “Oh... itu, aku lagi mau narikin anggota buat tim cheerleader yang baru. Sebentar lagi kan kia udah mau lulus, jadinya aku harus nyari anggota baru biar bisa regenerasi.” (RB, 2012: 53).

Tokoh Keisha dalam RB merupakan siswa yang aktif dalam organisasi. Data di atas menunjukkan keikutsertaan Keisha dalam OSIS semenjak ia pindah sekolah di Jakarta. Keisha tampak patuh dan bertanggung jawab terhadap kewajibannya sebagai salah satu staf OSIS. Sementara itu, tokoh Tasya adalah teman sekolah Keisha yang menjadi ketua organisasi cheerleader. Pada data tersebut, Tasya sedang menjalankan tugasnya sebagai ketua dalam organisasi, yaitu persiapan perekrutan anggota baru untuk regenerasi anggota pada organisasinya.

b. Merokok

Rokok tidak hanya dikonsumsi oleh orang dewasa tetapi remaja usia SMA banyak yang sudah mengonsumsi bahkan kecanduan rokok. Meniru remaja lain, agar diakui, dan merasa terikat dengan kelompok teman sebaya merupakan tindakan konformitas yang menyebabkan remaja merokok, selanjutnya remaja merasa kecanduan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Widianti yang menyatakan bahwa kegiatan merokok oleh remaja biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya (2007). Selanjutnya, dalam makalahnya Widianti (mengutip pendapat Al Bachri) menyatakan:

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok (2007: 7).

Banyak di antara siswa-siswa SMA yang merokok di lingkungan sekolah. Akibatnya, lingkungan sekolah menjadi tercemar dan terlihat Banyak di antara siswa-siswa SMA yang merokok di lingkungan sekolah. Akibatnya, lingkungan sekolah menjadi tercemar dan terlihat

“Ssstt... woi! Kamtib dateng!” Udo memberi kode kepada anak-anak di kantin ketika melihat Pak Kardiman datang memeriksa anak-anak yang merokok di kantin. Anak-anak lain yang lagi asyik ngerokok buru-buru membuang puntung rokok mereka jauh-jauh (RB, 2012: 57).

Data di atas menunjukkan kejadian siswa-siswa SMA Persada yang sedang merokok di kantin sekolah, diperiksa oleh seorang guru yang bernama Pak Kardiman. Dalam kejadian itu, tokoh Udo memperingatkan kepada teman-temannya bahwa Pak Kardiman mendatangi mereka yang sedang asyik merokok di kantin sekolah. Setelah mengetahui ada guru yang memeriksa, sebagian dari mereka membuang puntung rokok untuk menghilangkan bukti agar tidak terkena hukuman karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah.

c. Perilaku Mencontek

Perilaku mencontek sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan Indonesia. Perilaku mencontek sering dilakukan oleh beberapa pelajar, khususnya pelajar jenjang SMA. Siswa SMA yang mencontek biasanya disebabkan oleh faktor teman sekitar. Salah satunya adalah tindakan konformitas. Siswa mencontek karena ingin ikut-ikutan teman yang lain dan agar tetap dapat diterima oleh teman-temannya. Seperti yang disampaikan oleh Santrock yang menyatakan, “Konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut.” (Trida, 2007: 76).

Pada dasarnya, siswa yang diconteki tidak selalu menuruti hati nuraninya, terkadang ia sebenarnya enggan untuk memberi jawaban PR pada siswa lain ataupun pada saat ujian. Agar siswa yang diconteki tidak dimusuhi dan tetap dianggap oleh teman-temannya maka ia terpaksa memberi contekan pada siswa lain. Hal tersebut merupakan contoh tindakan konformitas agar seorang individu tetap diakui dan diterima oleh kelompok teman sebaya. Bagi siswa-siswa yang mencontek, mereka mengikuti kebiasaan teman lainnya yang gemar mencontek. Apabila terpengaruh teman-temannya yang memiliki kebiasaan mencontek, maka seorang siswa yang pada awalnya tidak pernah mencontek jadi ikut-ikutan mencontek. Data dari kutipan RB berikut merupakan contoh tindakan mencontek PR yang dilakukan siswa SMA.

... . Saat itulah anak yang biasanya nggak dianggap di lingkungan sekolah lantaran kerjaannya cuma melototi buku pelajaran di perpustakaan, mendadak jadi selebriti. Dikejar-kejar, ditraktir, bahkan baru aja sampai gerbang, udah langsung dibawain tasnya. Apalagi kalo bukan dengan imbalan dicontekin PR-nya! Soalnya biasanya anak-anak suka males ngerjain PR kalau pelajarannya terlalu susah. Makanya satu-satunya cara adalah datang lebih awal dan nyontek punya teman (RB, 2012: 35).

Data di atas menunjukkan adanya konformitas yang dilakukan oleh siswa saat mencontek. Siswa yang merasa kesulitan mengerjakan PR, enggan mengerjakan sendiri dan ikut-ikutan teman yang lain untuk mengerjakan PR di sekolah Mereka mencontek teman kelas yang dianggap pintar. Siswa yang diconteki dperlakukan spesial oleh siswa-siswa lain. Oleh karena itu, mau tidak mau siswa yang diconteki memberikan jawaban PR kepada siswa lain.

... . Meskipun setiap ulangan selalu dalam bentuk pilihan ganda, tetep aja soal dan jawabannya panjang-panjang banget. Bikin murid-murid males ngerjain. Alhasil, mereka malah sibuk dengan kegiatan masing- masing sambil menunggu kiriman jawaban dari sumber terpercaya. Dari anak paling pinter tentunya (RB, 2012: 92).

Aji malah sibuk tengok kiri-kanan dan melempar kertas pada yang lain untuk meminta kirima jawaban. Tapi apa daya salah satu lemparannya nggak sengaja mengenai Pak Sinaga, guru Sejarah yang tengah asyik membersihkan telingan dengan cotton-bud... .

“Kau itu mencontek, ya?” “Nggak, siapa bilang?” ... . SREEK! Ketas jawaban Aji terbelah dua. Pak Sinaga merobeknya tepat di hadapan Aji (RB, 2012: 93).

Data di atas menunjukkan perilaku siswa SMA yang mencontek saat ulangan. Karena konformitas, kebanyakan siswa menggantungkan jawaban ulangannya kepada siswa lain. Keadaan tersebut dipicu karena siswa mengikuti tindakan siswa lain. Siswa yang pada awalnya mengerjakan ulangan tanpa mencontek, ikut-ikutan siswa lain untuk mencontek.

Pada tokoh Aji, disebutkan pada data di atas kepergok guru sedang mencontek. Ia diberi hukuman. Kertas jawaban ulangannya disobek dan ia dikeluarkan dari kelas. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya dari pihak guru sebagai pendidik sudah menerapkan penertiban yang cukup ketat. Namun perilaku mencontek oleh siswa masih belum bisa dihindari karena kebanyakan siswa sudah menganggap mencontek itu adalah hal yang biasa, sehingga menjadi kebiasaan.

d. Membolos Sekolah

Apabila siswa SMA merasa jenuh karena merasa terlalu berat terhadap beban pelajaran di sekolah maka ia akan melampiaskannya dengan tindakan melanggar peraturan, salah satunya dengan membolos sekolah. Selain faktor beban pelajaran yang terlalu berat, seorang siswa akan membolos sekolah jika mendapat ajakan dari siswa lain. Dengan kata lain, siswa yang membolos telah melakukan tindak konformitas, yaitu mengikuti perbuatan yang dilakukan siswa lain. Sejalan dengan pendapat Jalaludin yang mengatakan bahwa konformitas adalah apabila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama (2004).

Siswa yang diajak temannya membolos sekolah akan sulit menolak dengan alasan rasa setia kawan dan agar tidak dijauhi teman-temannya. Hal tersebut sulit dihindari oleh siswa. Apabila siswa tidak memiliki pendirian kuat maka ia akan mudah terpengaruh dan melakukan konformitas negatif, Siswa yang diajak temannya membolos sekolah akan sulit menolak dengan alasan rasa setia kawan dan agar tidak dijauhi teman-temannya. Hal tersebut sulit dihindari oleh siswa. Apabila siswa tidak memiliki pendirian kuat maka ia akan mudah terpengaruh dan melakukan konformitas negatif,

Dalam RB, lewat tokoh Aji dan Darren perilaku konformitas dalam hal ajakan membolos antara siswa dengan siswa lain dapat ditunjukkan pada data berikut.

“Eh.. Cabut yuk!” Naluri setan Aji mulai keluar. Darren mengerutkan alisnya seraya berpikir. “Hmm... boleh juga.” Setelah mengendap-endap mengambil tas sekolah mereka di kelas dengan gaya prajurit perang gerilya zaman Jenderal Sudirman, akhirnya Darren dan Aji menatap penuh cinta tembok belakang sekolah. “OK, let’s do it!” Darren menggosok kedua telapak tangannya dan mulai menaiki tumpukan kursi kayu yang sengaja diletakkan di gudang belakang karena rusak. Tangannya menggapai puncak tembok dan dengan mengerahkan kekuatan ia sukses duduk di atasnya. Aji melemparkan tas sekolah mereka serta skateboard andalannya. Dengan tangkas Darren menangkapnya (RB, 2012: 95-96).

Data di atas menunjukkan bahwa tokoh Aji mengajak tokoh Darren untuk membolos sekolah. Darren yang notabene teman akrab Aji melakukan konformitas terhadap Aji, yaitu sepakat dengan ajakan Aji. Mereka berdua telah melakukan perbuatan yang melanggar peraturan sekolah. Mereka membolos sekolah dengan cara memanjat dinding belakang sekolah.

e. Aksi Balap Liar di Jalan

Pada RB terdapat peristiwa yang menunjukkan konformitas, yaitu aksi kebut-kebutan di jalan. Konformitas tersebut dilakukan oleh tokoh yang bernama Aji dan Darren, dua orang sahabat yang sering melakukan balap liar, yaitu balap mobil dengan taruhan. Pada tahap pengenalan tokoh dalam cerita digambarkan bahwa mereka berdua melakukan balap mobil hanya untuk mencari kesenangan, taruhan untuk hal sepele, dan adu kemampuan untuk membuktikan siapa yang nomor satu. Berikut data yang dapat mendukung pernyataan di atas.

Deru mesin mobil membumbung tinggi di angkasa. Dua remaja menancap gas, mengadu kecepatan di jalan panjang menuju daerah puncak. Tak peduli tikungan tajam dan curamnya jurang yang siap Deru mesin mobil membumbung tinggi di angkasa. Dua remaja menancap gas, mengadu kecepatan di jalan panjang menuju daerah puncak. Tak peduli tikungan tajam dan curamnya jurang yang siap

Ini bukan pertama kalinya kedua sahabat ini bertaruh untuk membuktikan siapa yang lebih jago urusan ngebut. Emang gila kalau dipikir, kok nyawa dibuat mainan sih? Tapi begitulah mereka, selalu mencari-cari sesuatu untuk mencari kepuasan diri mereka tanpa memedulikan bahaya yang ada di depan mata (RB, 2012: 26).

Kedua tokoh tersebut bersaing untuk menjadi nomor satu, melakukan konformitas tanpa menghiraukan resiko yang dapat mengakibatkan kematian. Apabila belum mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu menang dari balapan maka seorang remaja akan merasa penasaran dan selalu ingin mencoba hingga tujuannya tercapai. Hal tersebut dapat didukung dengan data berikut.

“Jangan panggil gue Aji kalo gue kalah sama orang macem lo!” Aji menyenderkan tubuhnya ke mobil. “Makanya, jangan pernah nantangin gue kalo elo belum yakin bisa ngalahin gue. Udah gue bilang, elo itu nggak akan bisa jadi nomor satu...” ... .

“Sialan! Gue pasti bakal ngalahin elo Ji. Liat aja nanti.” “Oke. Kita liat nanti,” jawab Aji dengan nada meremehkan. “One glass . Sesuai perjanjian”. (RB, 2012: 25).

Aksi kebut-kebutan di jalan sering terjadi dan dilakukan oleh sekumpulan remaja. Aksi brutal itu sering terjadi di kota-kota besar dan menjadi keresahan dan rasa tidak aman bagi masyarakat setempat. Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Sarah Irawati dan Agustin Handayani yang menyatakan bahwa Salah satu bentuk agresivitas yang cukup meresahkan masyarakat adalah agresivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam sebuah geng motor, khususnya di kota Bandung. Fenomena ini cukup menyita perhatian banyak pihak, selain karena tindakan kekerasan yang dilakukannya juga karena pelakunya sebagian besar adalah remaja (2010).

Pada contoh realita, kebut-kebutan dilakukan oleh sekelompok geng motor yang sebagian besar anggotanya adalah remaja. Selain meresahkan masyarakat, aksi brutal mereka juga melanggar ketertiban lalu lintas dan dapat ditindak pidana. Seperti pendapat Insanti yang menyatakan: Pada contoh realita, kebut-kebutan dilakukan oleh sekelompok geng motor yang sebagian besar anggotanya adalah remaja. Selain meresahkan masyarakat, aksi brutal mereka juga melanggar ketertiban lalu lintas dan dapat ditindak pidana. Seperti pendapat Insanti yang menyatakan:

f.

Konformitas lain yang dilakukan oleh remaja yang tertuang dalam RB adalah clubbing. Emka (2003) mendefinisikan clubbing sebagai bentuk aktivitas yang dilakukan oleh remaja dengan kegiatan bersenang-senang ke tempat hiburan yang sedang menjadi trendsetter seperti kafe, diskotik atau lounge dengan berdisko, minum alkohol sampai mencari kenalan atau teman baru (Sukmawati dkk., 2008: 4).

Dalam RB, aktivitas clubbing dapat ditunjukkan dengan data berikut. “... Udah gitu setiap kali elo putus sama cewek, pasti tuh cewek yang

mohon-mohon minta balik. Nah gue? Mohon-mohon minta balik sih nggak, tapi ditampar, iya,” ucap Darren ketika ia mentraktir Aji minum di bar... (RB, 2012: 26). ... . Suara dentuman musik terdengar keras di dalam bar. kilatan lampu warna-warni turut meramaikan suasana. Suara tawa terdengan dari mana-mana (RB, 2012: 27). Data di atas menunjukkan bahwa beberapa tokoh dalam RB tengah

berkumpul dan bersenang-senang di bar. Kegiatan clubbing dilakukan beberapa tokoh RB yang notabene masih anak SMA. Mereka gemar dengan pergaulan malam, mengkonsumsi minuman beralkohol, dan berpesta. Hal tersebut menunjukkan konformitas negatif yang dilakukan kelompok melalui tokoh Aji dan kawan-kawan.

Clubbing dipersepsikan sebagai suatu hal yang negatif karena merupakan kegiatan di tempat gelap dengan warna warni cahaya lampu, asap rokok yang memenuhi ruangan, suasana hingar bingar musik dari live band atau para disc jockey (DJ), dan meja bar dengan berbagai macam minuman beralkohol bahkan narkoba. Pelaku clubbing yang biasa disebut clubbers diberi kebebasan untuk berekspresi, seperti bernyanyi, Clubbing dipersepsikan sebagai suatu hal yang negatif karena merupakan kegiatan di tempat gelap dengan warna warni cahaya lampu, asap rokok yang memenuhi ruangan, suasana hingar bingar musik dari live band atau para disc jockey (DJ), dan meja bar dengan berbagai macam minuman beralkohol bahkan narkoba. Pelaku clubbing yang biasa disebut clubbers diberi kebebasan untuk berekspresi, seperti bernyanyi,

Berbagai aktivitas saat clubbing seperti mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan, merokok tanpa kontrol di dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik memberi dampak buruk pada kesehatan. Selain itu, aktvitas clubbing juga dapat menjeremuskan para remaja pada tindakan buruk, seperti seks bebas, narkoba, dan terbiasa dengan kehidupan malam.

Tokoh-tokoh dalam RB yang digambarkan oleh pengarang melakukan aktivitas clubbing antara lain Aji, Darren, Junet, dan Udo. Mereka berempat adalah satu kelompok remaja yang digambarkan oleh pengarang selalu bersama-sama dalam setiap aktivitas, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal tersebut didukung dengan data berikut.

Saat bel istirahat, seperti biasa Aji nongkrong bareng gengnya di kantin. Geng Aji punya meja khusus. Nggak satupun murid SMA Persada berani duduk di meja itu, kecuali mau cari gara-gara. Maklum, gengnya Aji isinya terkenal pentolan ribut semua (RB, 2012: 54).

g. Berkelahi dan Tawuran

Tawuran adalah bentuk output konformitas negatif yang sering dilakukan oleh remaja usia SMA. Selain rasa dendam dan sakit hati, anak SMA melakukan tawuran karena dipengaruhi teman-teman yang lain. Bahkan ada yang mendoktrinasi siswa baru untuk ikut serta tawuran. Karena anak baru harus menyesuaikan diri dan merasa takut dikucilkan, maka mereka harus mentaati perintah ataupun sugesti yang diberikan siswa yng sudah senior. Padahal belum tentu siswa baru tersebut setuju dengan apa yang diyakini siswa senior yang mengharuskan tawuran sebagai bentuk kesetiakawanan. Maka dari itu, siswa baru melakukan konformitas terhadap siswa yang lebih senior.

Kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi sosial budaya pada jamannya (Kartono, 2006: 101). Berkelahi dan tawuran merupakan tindak kekerasan yang banyak dilakukan oleh para remaja, Kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi sosial budaya pada jamannya (Kartono, 2006: 101). Berkelahi dan tawuran merupakan tindak kekerasan yang banyak dilakukan oleh para remaja,

Pada tahun 1990-an perkelahian antar pelajar sedang marak-maraknya di Jakarta, banyak sekali siswa SMA yang melakukan tawuran. Perkelahian terjadi karena masalah sepele. Seringkali, perkelahian tersebut terjadi pada tempat-tempat yang biasa mereka lewati dengan cara saling melempar batu dan berkelahi menggunakan senjata maupun benda-benda di sekitar mereka. Selain berkelahi, mereka juga melakukan perusakan terhadap bus-bus kota dan fasilitas umum di sekitar tempat kejadian, termasuk mobil pribadi yang sedang melintas (Sarwono, dkk, 2009: 110).

Pengarang memasukkan unsur konformitas negatif lain dalam RB, yaitu perkelahian dan tawuran antar pelajar. Setting kejadian ini bertempat di Jakarta, sama halnya dengan realita sekarang bahwa tawuran antar pelajar SMA sering terjadi di kota-kota besar. Data berikut dapat mendukung pernyataan tersebut.

... Keisha melihat segerombolan anak sekolah lain berlarian. Suasana sangat gaduh. Oh... Tawuran! orang-orang di jalanan langsung menyingkir... . ... Batu-batu beterbangan di udara. Seorang anak SMA bocor kepalanya terkena lemparan batu sekolah musuh... .Pemandangan kayak gini hampir setiap hari terjadi (RB, 2012: 41).

... Kalau mobil polisi sudah datang, barulah anak-anak yang tawuran lari terbirit-birit ke tempat persembunyian... (RB, 2012: 42).

Dari data di atas dapat diketahui bahwa tokoh Keisha menyaksikan sekumpulan anak sekolah melakukan tawuran. Dalam keadaan yang tampak pada data di atas, tawuran menyebabkan terjadinya kericuhan dan mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Tawuran berhenti ketika polisi datang dan mengkondisikan kericuhan yang terjadi.

Tawuran antar pelajar dapat dikatakan sudah menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi bagian dari tradisi. Hal tersebut merupakan bentuk perilaku menyimpang dari remaja yang menjadi keresahan masyarakat setempat karena tawuran sudah termasuk tindak kriminal dan anarki. Seperti yang disampaikan oleh Kartono bahwa:

Anak-anak remaja yang melakukan aksi perkelahian antargang dan antarsekolah yang seringkali tidak sadar melakukan tindak kriminal Anak-anak remaja yang melakukan aksi perkelahian antargang dan antarsekolah yang seringkali tidak sadar melakukan tindak kriminal

Berikut adalah data yang mendukung bagaimana para pelajar yang melakukan aksi tawuran yang menimbulkan rasa resah di benak Keisha, yaitu salah satu tokoh RB yang digambarkan melalui curhatannya kepada bintang-bintang di langit.

“Bintang... hari ini aku liat tawuran lagi. Kenapa sih orang-orang pada gak takut mati? Apa sekarang ini nyawa udah gak berharga lagi? Padahal di rumah sakit banyak banget orang-orang yang mati- matian bertahan hidup...”

“... Bintang, kenapa sih orang dengan gampang melakukan kekerasan hanya untuk mewujudkan keinginannya? Apa yang terjadi di dunia ini? Aku jadi takut. Aku takut kejahatan orang-orang yang menganggap hidup nggak berarti lagi itu menimpa orang-orang yang kukenal dan kusayangi. Apa mereka gak punya orang yang mereka sayangi? Apakah mereka juga punya rasa takut seperti aku?” (RB, 2012: 44).

Data di atas menunjukkan bahwa tokoh Keisha merasa resah dan menyayangkan tawuran yang melibatkan beberapa pelajar SMA. Dia merasa kecewa terhadap mereka yang melakukan tawuran. Keisha berpikir apakah mereka yang tawuran tidak menghargai nyawa mereka yang sudah diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan ini.

Salah satu alasan penting seseorang melakukan konformitas adalah seseorang belajar bahwa melakukan konformitas dapat membantu mendapatkan persetujuan dan penerimaan dari orang lain dalam satu kelompok (Robert A. Baron dan Donn Byrne, 2005:62). Selain itu, hal apapun yang dapat meningkatkan rasa takut remaja pada penolakan akan meningkatkan konformitas terhadap remaja tersebut. Sementara itu, salah satu faktor penyebab terjadinya tawuran antar sekolah adalah tekanan dari sekolah itu sendiri. Siswa yang senior akan meminta bahkan memaksa siswa baru untuk ikut serta dalam tawuran walaupun sebenarnya siswa baru tersebut tidak setuju melakukan tawuran. Hal tersebut dapat terjadi karena Salah satu alasan penting seseorang melakukan konformitas adalah seseorang belajar bahwa melakukan konformitas dapat membantu mendapatkan persetujuan dan penerimaan dari orang lain dalam satu kelompok (Robert A. Baron dan Donn Byrne, 2005:62). Selain itu, hal apapun yang dapat meningkatkan rasa takut remaja pada penolakan akan meningkatkan konformitas terhadap remaja tersebut. Sementara itu, salah satu faktor penyebab terjadinya tawuran antar sekolah adalah tekanan dari sekolah itu sendiri. Siswa yang senior akan meminta bahkan memaksa siswa baru untuk ikut serta dalam tawuran walaupun sebenarnya siswa baru tersebut tidak setuju melakukan tawuran. Hal tersebut dapat terjadi karena

Data berikut dapat mendukung pernyataan di atas yang menunjukkan bahwa konformitas dilakukan oleh remaja jika merasa takut terhadap penolakan dan merasa tertekan.

Udah menjadi tradisi yang sifatnya turun-temurun kalau anak kelas tiga mendoktrinasi para adik kelasnya. Biasanya hal seperti itu dilakukan ketika pulang sekolah disaat sekolah udah sepi. Nggak sedikit anak kelas satu yang kepergok belum pulang sama anak kelas tiga dipaksa mengikuti doktrinasi mereka (RB, 2012: 58).

Aji mendekati wajah anak kelas satu yang sejak tadi gemetaran itu. “Kenapa? Nggak mau ikut tawuran? Takut? hah? TAKUT?” Anak kelas satu itu semakin gemetar meskipun ini bukan Kutub Utara. Aji memegang dagu anak itu dengan tangan kirinya. “Nggak solider banget lo. Elo mau diem aja ngeliat temen lo digebukin anak sekolah laen? Hah? Seneng Lo? SENENG GAK?

“Ng... ng...nggak....nggak, Bang, nggak!” jawab anak itu terbata. Nggak jauh beda sama anak balita yang lagi belajar ngomong (RB,

2012: 59). Dari data di atas dapat diketahui bahwa konformitas negatif dilakukan

seseorang jika merasa takut ditolak oleh kelompok. Aji dan teman-teman mendoktrinasi dan memaksa beberapa siswa kelas satu untuk ikut serta tawuran. Selain itu, dalam pengaruh melakukan konformitas, kelompok tak segan melakukan tindak kekerasan agar anggota lain dalam kelompok mau mengikuti apa yang diperintahkan.

Perkelahian yang dilakukan oleh remaja biasanya dipicu karena rasa dendam ataupun kesetiakawanan. Mereka merasa terganggu apabila salah satu dari mereka diganggu pihak lain. Di samping itu, menurut Sarwono (mengutip pendapat Muss, 1968) menyatakan bahwa remaja yang berusia 15-20 tahun adalah masa remaja pada puncak perkembangan emosi. Pada usia ini, terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri kepada kecenderungan memerhatikan kepentingan orang lain dan memperhatikan jati diri (2004). Berikut adalah data yang menunjukkan puncak emosi remaja yang memerhatikan kepentingan orang lain yang ditunjukkan melalui aksi kekerasan berkelahi.

“Woi Ji!” Darren sahabat Aji menyapa sambil tos. Ia datang bersama Udo dan Junet. “Ntar kita nyerang ya? Kemarin si Dinar digebukin waktu lagi nunggu bus. Gue nggak terima anak sekolah kita ampe digituin” Ucap Darren sambil merangkul Aji (RB, 2012: 52).

Tampak jelas dari data di atas bahwa kesetiakawanan adalah salah satu penyebab seorang remaja melakukan perkelahian dengan remaja lain. Dari data di atas menunjukkan bahwa tokoh Aji dan kawan-kawan merasa tidak terima ada salah satu teman sekolahnya dipukuli siswa sekolah lain. Mereka berencana untuk balas dendam.

h. Penyalahgunaan Alkohol dan Narkoba

Salah satu jenis konformitas negatif yang lain adalah penyalahgunaan alkohol dan narkoba. Remaja dalam mengkonsumsi alkohol dan narkoba tidak bisa lepas dari faktor lingkungan sekitar. Mulai dari diajak atau dibujuk teman, ingin mencoba-coba, merasa tertantang, hingga kesetiakawanan. Beberapa faktor tersebut dapat menyebabkan seorang remaja melakukan konformitas dengan menyalahgunakan penggunaan alkohol dan narkoba.

Alkohol dan narkoba mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai efek. Sebagian dari narkoba dapat meningkatkan gairah, semangat, dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan rasa tenang dan nikmat, sehingga dapat melupakan segala kesulitan (Sarwono, 2004: 215). Oleh karena efek-efek tersebut, beberapa remaja mengkonsumsi dan menyalahgunakan narkoba. Jika seseorang mengkonsumsi narkoba dalam dosis yang berlebihan maka akan merusak jiwa dan fisik mereka. Padahal narkoba memiliki sifat candu terhadap pemakainya, semakin sering seseorang mengkonsumsi narkoba maka semakin ia merasa ketergantungan. Oleh sebab itu, dalam hal ini remaja yang kecanduan narkoba bisa berbuat kriminal atau nekat. Berikut merupakan data yang menunjukkan salah satu tokoh RB adalah remaja pengkonsumsi narkoba.

... . “Sama itu... biasa...” Darren mendekatkan tubuhnya pada Aji dan membisikkan sesuatu, “Gue titip barang di loker lo ya.”

Ah... Gila lo! Lo kan tau sendiri, waktu itu gue hampir dikeluarin gara-gara kepala sekolah nemuin suntikan punya elo di loker gue,” ucap Aji seperti sudah menebak benda macam apa yang akan Darren titpkan di lokernya (RB, 2012: 52).

Data di atas menunjukkan bahwa tokoh Darren sebagai pemakai narkoba. Ia coba membujuk Aji mengikuti kemauannya dengan membantu menyimpan alat suntik yang digunakan untuk mengkonsumsi narkoba. Walaupun Aji sudah pernah ketahuan kepala sekolah, ia tetap mengikuti permintaan Darren. Secara tidak langsung kedua tokoh tersebut telah melakukan konformitas.

Penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja tidak hanya disebabkan oleh faktor lingkungan dan teman pergaulan. Faktor tersebut bisa saja muncul dari dalam diri remaja sendiri. Sarwono berpendapat bahwa faktor kepribadian remaja yang menyebakan penyalahgunaan alkohol dan narkoba antara lain sifat mudah kecewa, tidak dapat menunggu dan tidak sabar, memberontak, mengambil resiko berlebihan, dan mudah bosan ataupun jenuh. Data berikut dapat mendukung pernyataan di atas.

Anak muda itu menoleh ke arah Bunda dengan wajah pucat dan .... “WUEEEEK!!!” “Kamu habis minum alkohol, ya?” tanya Bunda panik sambil buru- buru memijat-mijat tengkuk cowok itu, sehingga cowok itu makin lancar mengeluarkan isi perutnya. Aroma alkohol tercium jelas di hidung Bunda(RB, 2012: 75).

Anak muda itu mengangguk. “ibu saya sering sekali nolongin orang, meskipun dia nggak kenal. Tapi sayangnya...,” cowok itu terdiam sejenak. Mungkin mengatur napas. “ Saya nggak bisa seperti dia. Dia pasti menyesal pernah melahirkan anak seperti saya (RB, 2012: 76)

Data di atas menunjukkan bahwa tokoh Aji habis mengkonsumsi minuman beralkohol. Ia merasa kecewa dan frustasi karena ibunya telah meninggal dunia namun ia tidak dapat menjadi orang yang diinginkan ibu. Ia merasa bersalah dan berpikir kalau ibunya telah menyesal mempunyai anak seperti dia.

2. Pandangan Pengarang terhadap Muatan Konformitas dalam Novel Teenlit Rahasia Bintang

Rahasia Bintang sebenarnya adalah cerita fiktif. Namun pengarang melakukan riset di beberapa tempat untuk lebih mendalami cerita pada saat proses penulisan cerita RB. Menurut pengarang, dalam cerita RB banyak kejadian yang benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah realita kehidupan tokoh penjaga stasiun kereta api. Hal tersebut benar-benar ada dalam kehidupan nyata yang sangat jarang diperhatikan orang. Data hasil wawancara berikut dapat mendukung pernyataan di atas.

Rahasia bintang sebetulnya cerita fiktif. Tapi memang ketika menulis novel itu kan saya riset sana-sini untuk mendalami cerita. Banyak kejadian-kejadian di novel rahasia bintang itu yang memang terjadi di kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya tokoh seorang petugas stasiun kereta yang mengabdikan hidupnya untuk pekerjaan itu. Hal itu betul- betul ada dalam kehidupan nyata yang nggak pernah diperhatikan orang.

Sebagai pengarang RB, dalam penulisan cerita, Dyan Nuranindya mengambil gambaran tokoh-tokoh dari remaja-remaja Jakarta pada umumnya. Pada dasarnya ketika pengarang menciptakan seorang tokoh pada cerita novelnya, ia memiliki pertimbangan bahwa tokoh dengan karakter tertentu dapat menyampaikan sebuah pesan tersendiri di dalam cerita atau kadang hanya sebagai penghubung agar cerita lebih seru. Jadi menurut pengarang, pemilihan karakter tokoh pasti selalu ada alasan dan latar belakang tertentu. Berikut adalah data hasil wawancara terhadap pengarang yang dapat mendukung pernyataan tersebut.

Pastinya dari kebanyakan remaja di Jakarta sih. Tapi pada dasarnya ketika saya menciptakan seorang tokoh di novel adalah lebih dengan pertimbangan bahwa tokoh dengan kharakter tertentu dapat menyampaikan sebuah pesan tersendiri di dalam cerita, atau kadang hanya sebagai penghubung agar cerita lebih seru. Jadi pemilihan kharakter tokoh pasti selalu ada alasan dan latar belakang tertentu.

Penulisan cerita RB, pengarang menghabiskan waktu sekitar dua tahun. Waktu penulisan RB tergolong lama. Hal tersebut disebabkan karena pengarang melakukan riset dan mengemas potongan cerita dari hasil riset Penulisan cerita RB, pengarang menghabiskan waktu sekitar dua tahun. Waktu penulisan RB tergolong lama. Hal tersebut disebabkan karena pengarang melakukan riset dan mengemas potongan cerita dari hasil riset

Proses pembuatan Rahasia Bintang memang agak lama ya. Sekitar 2 tahun. Yang bikin lama adalah masalah risetnya dan bagaimana mengemas potongan-potongan ide cerita yang saya dapatkan ketika riset menjadi sebuah cerita remaja yang mengalir.

Kehidupan remaja yang pada umumnya memiliki konflik tersendiri dan tidak jarang konflik tersebut sangat kompleks, mulai dari konflik antarteman, sahabat, keluarga, pacar, dan lain sebagainya. Begitupula dalam cerita RB, banyak terdapat konflik kehidupan yang dialami oleh remaja, khususnya tindakan konformitas yang bersifat negatif. Seperti yang telah dipaparkan di atas, pengarang melakukan berbagai riset saat proses penulisan RB. Melalui hasil riset juga, pengarang mengetahui tindakan konformitas negatif yang dilakukan oleh remaja, khususnya remaja SMA yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam RB. Bahkan pada saat RB dalam proses editing, ada beberapa konflik yang dihapus oleh editor karena beberapa konflik tersebut dianggap terlalu berat untuk novel teenlit. Data berikut adalah pernyataan pengarang mengenai cara pengarang mendapatkan informasi tentang konformitas yang dilakukan oleh remaja.

Sebetulnya pencarian data tentang konformitas remaja itu yang membuat waktu pengerjaan novel ini agak lama. Karena banyak riset yang harus saya lakukan karena mengangkat hal-hal tersebut. Bahkan awalnya ada beberapa konflik di Rahasia Bintang yang pada akhirnya terpaksa dihapus karena menurut editor saya terlalu berat untuk sebuah novel teenlit.

Konformitas negatif yang dilakukan oleh remaja SMA sering terjadi karena pengaruh perilaku negatif lingkungan sekitar. Pengarang melihat unsur konformitas pada akhirnya menjadi sebuah hal yang dianggap biasa oleh masyarakat pada umumnya, terutama di kota-kota besar. Menurut pengarang, bagi orang tertentu, tindakan konformitas negatif mungkin hanya dipandang dari satu sudut pandang bahwa hal tersebut adalah negatif. Padahal suatu hal terjadi karena terdapat hukum sebab-akibat.

Di dalam RB, pengarang menunjukkan muatan konformitas negatif melalui tokoh Aji. Menurut pandangan pengarang, sebenarnya tokoh Aji Di dalam RB, pengarang menunjukkan muatan konformitas negatif melalui tokoh Aji. Menurut pandangan pengarang, sebenarnya tokoh Aji

Karena saya melihat unsur konformitas pada akhirnya menjadi sebuah hal yang dianggap biasa oleh masyarakat, terutama di kota besar. Untuk orang tertentu, mungkin memandangnya hanya dari satu sudut pandang bahwa hal tersebut adalah negatif. Padahal suatu hal terjadi pasti karena ada hukum sebab-akibat. Di Rahasia Bintang saya ingin menunjukkan hal tersebut melalui tokoh Aji. Dimana Aji sebetulnya hanya butuh sebuah perhatian dari orang tuanya, pengakuan dari teman- temannya,sehingga ia melakukan hal-hal yang negatif. Padahal dia pun tidak nyaman melakukan hal itu. Jadi melalui cerita ini saya mengajak pembaca untuk melihat suatu peristiwa secara lebih menyeluruh. Bahwa kadang banyak hal negatif yang dilakukan seseorang itu justru dipicu oleh perilaku negatif orang disekelilingnya.

Selain karena faktor lingkungan, menurut pengarang, konformitas negatif pada remaja sering terjadi karena kebanyakan remaja kehilangan tokoh panutan yang dekat dengan keseharian mereka. Misal saja figur artis dan pejabat di Indonesia lebih banyak dipublikasikan oleh media karena hal-hal yang bersifat negatif daripada hal yang positif, seperti gaya hidup sehat, pencapaian prestasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebagian remaja lebih condong merefleksikan diri pada tokoh panutan dari luar negeri, seperti tokoh fiktif superhero. Data hasil wawancara berikut dapat mendukung pernyataan di atas.

Menurut saya remaja saat ini kehilangan tokoh panutan yang dekat dengan keseharian mereka. Dimana hal-hal negatif tentang public figure indonesia yang seharusnya bisa mereka jadikan panutan malahan lebih sering di-expose dari pada hal positif seperti prestasi,gaya hidup sehat,dll. Sehingga remaja saat ini lebih cenderung mencari tokoh panutan dari barat, atau yang fiktif seperti superhero.Padahal usia remaja Menurut saya remaja saat ini kehilangan tokoh panutan yang dekat dengan keseharian mereka. Dimana hal-hal negatif tentang public figure indonesia yang seharusnya bisa mereka jadikan panutan malahan lebih sering di-expose dari pada hal positif seperti prestasi,gaya hidup sehat,dll. Sehingga remaja saat ini lebih cenderung mencari tokoh panutan dari barat, atau yang fiktif seperti superhero.Padahal usia remaja

Remaja sebagai generasi muda penerus bangsa harus dapat menjadi contoh dengan melakukan hal-hal yang bersifat positif serta menghindari perilaku negatif yang dapat merugikan diri mereka sendiri dan orang lain. Menurut pandangan pengarang, konformitas negatif dapat dihindari dengan cara memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengembangkan potensi maupun bakatnya lewat musik, karya sastra, olahraga, kompetisi, maupun hal lain yang mereka minati. Jadi dengan adanya kegiatan positif tersebut, waktu mereka untuk melakukan hal negatif semakin sedikit. Data berikut adalah pendapat pengarang mengenai solusi agar remaja tidak melakukan konformitas negatif.

Menurut saya solusinya remaja saat ini hanya butuh sebuah media ekspresi kearah positif. Misalnya memberikan kesempatan remaja untuk mengembangkan potensi lewat musik, tulisan, olahraga, dan apapun yang mereka sukai. Kompetisi misalnya. Jadi waktu untuk mereka melakukan hal negatif bisa diminimalisir.

Melalui pesan yang terkandung dalam RB mengenai muatan konformitas, pengarang berharap kepada para remaja agar lebih memedulikan masa depan mereka. Remaja seharusnya lebih dapat memikirkan akibat yang terjadi di masa depan jika mereka melakukan tindakan dan konformitas negatif. Masih banyak terdapat hal positif yang dapat remaja lakukan daripada menghabiskan waktu untuk melakukan hal negatif yang dapat merusak masa depan mereka. Menurut pengarang, remaja memiliki suatu pilihan. Misal saja menjadi ketua OSIS dengan menjadi ketua tawuran memiliki efek yang sama, yaitu sebuah pengakuan dari lingkungan mereka. Perbedaannya terletak antara positif dengan negatif. Oleh karena itu, remaja harus dapat memilih jalan yang benar untuk menentukan masa depan mereka.

3. Resepsi Pembaca terhadap Novel Teenlit Rahasia Bintang Karya Dyan Nuranindya

Resepsi sastra merupakan suatu kajian sastra yang menitikberatkan pembaca untuk merespon, menilai, mereaksi, dan mengevaluasi sebuah karya Resepsi sastra merupakan suatu kajian sastra yang menitikberatkan pembaca untuk merespon, menilai, mereaksi, dan mengevaluasi sebuah karya

Pembaca mengkonkretkan dan merekonstruksikan sebuah karya sastra. Pembaca adalah mediator, tanpa pembaca, seolah-olah karya sastra tidak memiliki arti. Horison pembaca memungkinkan terjadinya penerimaan dan pengolahan dalam batin pembaca terhadap teks sastra. Horison harapan pembaca terbagi menjadi dua, yaitu horison pembaca yang bersifat estetis dan tak estetis (di luar teks sastra). Horison pembaca yang bersifat estetis berupa penerimaan unsur-unsur struktur pembangun karya sastra, seperti tema, alur, gaya bahasa, dan sebagainya. Sedangkan yang tak bersifat estetis berupa sikap pembaca, pengalaman pembaca, situasi pembaca, dan sebagainya. Kedua sisi resepsi sastra tersebut sama-sama penting dalam pemahaman karya sastra. Tugas pembaca dalam setiap aktivitas resepsi memang tidak mudah. Pembaca sering dihadapkan pada teks-teks sastra yang relatif rumit. Hal ini akan dipengaruhi juga oleh terjadinya penyimpangan-penyimpangan sistem sastra.

Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji pola penerimaan pembaca terhadap teks sastra berupa novel populer, yaitu novel teenlit Rahasia Bintang karya Dyan nuranindya. Kategori pembaca yang digunakan berupa pembaca awam, pembaca implisit, dan pembaca ideal.

a. Pembaca awam

Pembaca awam memiliki peranan penting terhadap makna teks. Pembaca awam adalah pembaca yang kadang-kadang lebih obyektif dan polos, sehingga menilai karya sastra menurut pengetahuan dan visinya. Mereka lebih orisinal dalam membaca karya sastra karena belum terkontaminasi dengan teori-teori. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada lima informan yang bertindak sebagai pembaca awam.

Pembaca tersebut adalah siswa SMA dan mahasiswa yang gemar membaca novel, khususnya novel teenlit dan sudah mengenal Dyan Nuranindya. Informan sebelumnya sudah membaca RB. Para informan tersebut sebagai berikut.

1) Dias Musqo Esabri Dias Musqo Esabri merupakan informan berkategori pembaca awam yang duduk di bangku SMA Negeri 4 Surakarta kelas XII. Informan gemar membaca novel berjenis teenlit karena ia merasa jika novel teenlit merupakan media untuk menyegarkan pikiran yang jenuh. Di samping itu, melalui pesan-pesan moral yang terkandung dalam novel teenlit , informan dapat mempelajari banyak hal untuk dijadikan perenungan para pembaca. Informan menyatakan bahwa novel teenlit lebih sering menampilkan kejadian remaja sehari-hari yang mengisahkan realita remaja, seperti persahabatan yang hangat, percintaan, kenakalan remaja, pencarian jati diri, dan sebagainya.

Informan mengenal Dyan Nuranindya lewat novel Dealova yang pernah menjadi best seller. Informan menganggap bahwa RB adalah salah satu novel teenlit yang menarik untuk dibaca karena di dalamnya memuat cerita yang penuh rahasia. Oleh karena itu, pembaca dibuat penasaran untuk membaca kisah RB hingga selesai. Menurut Informan, pengarang melukiskan watak para tokoh melalui tingkah laku tokoh itu sendiri. Meskipun pengarang tidak menceritakan dengan detail watak para tokoh RB tetapi pembaca sudah dapat menilai dan menyimpulkan watak-watak tokoh.

Informan beranggapan bahwa setiap kejadian dan peristiwa dalam RB diceritakan secara dramatis dengan penjelasan-penjelasan yang kreatif dari penulisan cerita oleh pengarang. Hal tersebut mampu mengantarkan pembaca dalam ruang imajinasi saat membaca RB. Oleh sebab itu, informan berpendapat bahwa RB memberi kesan kepada pembaca mengenai persahabatan yang berharga dan keikhlasan yang begitu mahal hingga tidak dapat dibayar dengan uang.

Mengenai muatan konformitas yang terdapat dalam RB, informan memiliki pendapat bahwa pengarang tidak salah memberikan unsur konformitas yang ada di kalangan remaja dalam RB karena konformitas bukan lagi hal yang baru. Konformutas negatif di kalangan remaja, khususnya SMA masih sering dijumpai karena remaja SMA tergolong masa-masa remaja yang emosinya masih labil. Apabila emosi remaja tidak terkontrol maka mudah menyebabkan tindak konformitas. Konformitas negatif di kalangan remaja SMA menjadi salah satu contoh dari proses sosialisasi yang kurang sempurna sehingga anak terlepas dari kontrol orang tua.

Menurut informan, konformitas negatif sering dilakukan oleh para remaja disebabkan oleh kurangnya perhatian dan arahan yang baik dari orang tua, sehingga dapat dikatakan apabila konformitas merupakan bentuk pelampiasan dari kurangnya perhatian dari orang tua. Oleh karena itu, remaja lewat tindak konformitas ingin diperhatikan, mendapatkan jati diri, dan saling berpartisipasi dengan teman sepergaulan.

Konformitas negatif dapat dihindari oleh remaja. Menurut informan, mencari pertemanan yang sehat dan menerapkan sikap disiplin, taat peraturan merupakan hal yang perlu dilakukan remaja agar terhindar dari tindak konformis. Selain itu, menyibukkan diri dengan hal positif, misalnya mengembangkan bakat diri juga mampu memengarahkan diri remaja pada pergaulan yang baik dan tidak melakukan konformitas yeng negatif.

2) Agnes Natalia Dewanty Agnes Natalia Dewanty merupakan siswa SMA Yoseph yang kini duduk di bangku kelas XII. Bagi peneliti, Agnes adalah informan yang dapat dikategorikan sebagai pembaca biasa karena ia gemar membaca novel teenlit. Usianya yang masih remaja akan lebih membantu peneliti dalam mendapatkan data tentang resepsi terhadap RB dan menanggapi muatan konformitas yang terdapat di dalam novel tersebut.

Informan gemar membaca novel teenlit karena ceritanya sederhana, sesuai dengan realita kehidupannya sebagai remaja SMA. Menurut informan, novel teenlit lebih mudah dipahami karena bahasa yang digunakan sangat lugas. Berbeda dengan novel serius yang banyak menggunakan bahasa kias, sehingga pembaca harus lebih banyak berpikir untuk memahaminya. Informan berpendapat bahwa setelah membaca novel teenlit ia merasa terhibur dengan cerita-cerita cinta yang sangat khas remaja sehingga membaca novel teenlit dapat mengisi waktu luang informan.

Informan mengenal Dyan Nuranindya lewat novel Dealova. Bagi informan, novel-novel karya Dyan dapat mewakili kehidupan para remaja sekarang, termasuk RB. Informan berpendapat bahwa RB merupakan novel teenlit yang bagus karena ceritanya banyak mengungkap kehidupan pergaulan remaja dari keluarga, teman, cerita cinta dan persahabatan. Penggambaran tokoh-tokoh RB oleh pengarang dirasa informan cukup kuat dengan karakter masing-masing tokoh yang berbeda. Berdasarkan pendapat informan, dalam melukiskan kejadian- kejadian RB, pengarang cukup rinci menuliskannya. Hal ini menyebabkan informan lebih dapat mengimajinasikan para tokoh RB dalam melalui setiap alur cerita.

Secara keseluruhan, bagi informan, RB merupakan novel yang dapat membuat para pembaca remaja terhibur. Selain itu, setelah membaca RB, informan dapat memetik pelajaran dari kejadian-kejadian yang mengandung konformitas yang dilakukan para tokoh remaja RB. Konformitas negatif yang dilakukan oleh remaja masih sering terjadi, misal saja seperti mencotek pada saat ujian. Menurut pendapat informan, hal tersebut sangat mengecawakan karena remaja usia SMA seharusnya sudah mampu memilah antara hal yang baik dan buruk. Remaja melakukan konformitas negatif karena menjaga gengsi mereka dan agar tetap diterima komunitasnya.

Menurut informan, agar para remaja tidak melakukan konformitas negatif maka mereka harus pintar memilih teman, yaitu bukan memilih teman berdasarkan harta maupun fisik. Selain itu, remaja juga harus dapat mengondisikan diri pada kelompoknya. Apabila sadar kelompoknya tidak melakukan hal-hal positif maka remaja harus dapat mengambil sikap tegas untuk menolak bahkan keluar dari kelompoknya tersebut.

3) Asri Puspitaningtyas Asri Puspitaningtyas merupakan seorang mahasiswa FKIP UNS yang aktif di UKM Teater Peron. Di kelompok Teater Peron, ia pernah menjadi salah satu staf kepengurusan. Kini ia menjabat sebagai ketua umum di Teater Peron. Alasan peneliti memilih Asri sebagai informan karena ia memiliki konsentrasi di bidang sastra, gemar membaca novel, dan secara tidak langsung sudah terbiasa bergelut dengan sastra lewat teater.

Bagi mahasiswa yang gemar membaca novel teenlit maupun novel serius ini, membaca novel, khususnya novel teenlit dapat memberikan hiburan maupun pengalaman tersendiri. Menurut informan, dibandingkan dengan novel serius, bobot cerita novel teenlit lebih ringan, biasanya tema yang diangkat dari kehidupan sehari-hari, khususnya kehidupan yang dilakoni oleh remaja karena sasaran pembaca teenlit adalah remaja. Informan menyatakan bahwa novel serius lebih mengandung konflik kehidupan yang sangat kompleks dan untuk memaknainya membutuhkan konsentrasi ekstra. Oleh karena itu, membaca teenlit lebih dapat menghibur untuk mengisi waktu luang dan memecah kesumpekan dari rutinitas sehari-hari.

Informan mengetahui Dyan Nuranindya sebagai penulis teenlit yang masih muda dan berbakat. Asri mengenal sosok Dyan lewat novel Dealova yang pernah menjadi best seller teenlit dan berhasil difilmkan. Lewat filmnya, Dealova banyak menyita perhatian kalangan muda. Sejak itu nama Dyan Nuranindya ikut meroket lewat film tersebut.

Menurutnya, Dyan adalah sesosok anak muda yang patut dicontoh karena mampu mengapresiasikan sastra, khususnya sastra populer lewat karya- karya teenlitnya.

Secara keseluruhan, novel teenlit RB menurut informan merupakan novel teenlit yang cukup bagus dan menarik. RB menyuguhkan cerita khas remaja dengan tokoh-tokoh yang dilukiskan oleh pengarang secara menarik. Mulai dari tokoh Keisha yang digambarkan sebagai gadis SMA yang lucu, ramah, baik hati, dan menyenangkan sampai tokoh Aji yang memiliki watak bandel, suka membuat keributan, dan play boy. Penceritaan dalam RB sederhana dan tidak mengada-ada. Pengarang memiliki gaya bercerita teenlit hampir sama dengan penulis teenlit lain. Namun ada satu kejadian yang kurang logis dalam RB, yaitu perubahan signifikan yang dialami oleh tokoh Aji. Tokoh Aji yang semula adalah anak nakal tiba-tiba berwatak baik ketika bertemu dan menyukai tokoh Keisha.

RB tidak hanya menyuguhkan cerita percintaan saja. Informan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru tentang pergaulan anak muda yang positif maupun negatif setelah membaca RB. Selain itu, informan juga mendapatkan pelajaran atau hikmah yang terkandung di dalam makna yang coba disampaikan pengarang lewat RB, seperti arti sebuah kejujuran, persahabatan, pergaulan anak-anak SMA, keterbukaan seorang anak terhadap orang tuanya. Melalui RB, informan juga menjadi paham apabila anak SMA sering melakukan konformitas, baik positif maupun negatif.

Pengarang menyisipkan muatan konformitas dalam RB, selain cerita-cerita cinta dan persahabatan khas teenlit. Konformitas menurut informan merupakan akibat dari pergaulan anak yang suka meniru lingkungannya, seperti tawuran, membolos, dugem, dan sebagainya. Hingga kini, konformitas negatif di kalangan remaja masih banyak terjadi. Misal saja membolos dan mencontek masih banyak dilakukan oleh pelajar di sekolah-sekolah, khususnya SMA. Hal tersebut Pengarang menyisipkan muatan konformitas dalam RB, selain cerita-cerita cinta dan persahabatan khas teenlit. Konformitas menurut informan merupakan akibat dari pergaulan anak yang suka meniru lingkungannya, seperti tawuran, membolos, dugem, dan sebagainya. Hingga kini, konformitas negatif di kalangan remaja masih banyak terjadi. Misal saja membolos dan mencontek masih banyak dilakukan oleh pelajar di sekolah-sekolah, khususnya SMA. Hal tersebut

Menurut informan, pengaruh lingkungan merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku remaja, terlebih anak SMA. Perkembangan mental anak yang masih labil membuat anak kurang dapat menyaring serta memilah hal-hal yang positif maupun negatif. Apabila tidak dibiasakan dengan pola asuh yang benar dari guru dan orang tua maka kemungkinan anak akan terjerumus dan melakukan konformitas pada hal yang negatif. Selain itu, menurut informan alasan remaja melakukan konformitas karena ingin mencari perhatian pada lingkungannya akibat kurang mendapat perhatian dari keluarga, atau bisa saja seorang anak melakukan konformitas negatif karena tidak mau disisihkan dari kelompok.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan agar remaja tidak terjerumus dalam tingkah laku negatif dan melakukan konformitas adalah pola asuh orang tua perlu lebih diperhatikan. Sebagai orang tua seharusnya melakukan pembentengan anak terhadap pengaruh negatif dengan cara mengajari dan menerapkan norma agama dengan benar, pengawasan yang tidak terlalu ketat namun dapat mengontrol anak dan kasih sayang yang tulus terhadap anak. Jika hal tersebut dilakukan oleh setiap orang tua, maka dapat mengurangi tingkat konformitas negatif yang dilakukan oleh remaja.

4) Samsu Widya Resty Samsu Widya Resty atau yang lebih akrab dipanggil Resty merupakan mahasiswi UNS Fakultas KIP program studi Bahasa Inggris, semester enam. Perempuan yang lahir 25 November 1990 ini gemar membaca novel teenlit maupun serius. Oleh karena itu, peneliti memilih ia menjadi informan sebagai pembaca biasa. Bagi informan, novel teenlit lebih ringan untuk dinikmati dan sebagai pengisi waktu luang. Secara keseluruhan, novel jika dibandingkan dengan novel serius, novel teenlit dalam pemahaman cerita lebih mudah dicerna.

Menurut informan, setelah membaca teenlit, ia mendapatkan informasi baru berkenaan dengan dunia remaja, mendapat hiburan, dan dapat mengasah imajinasi. Informan mengetahui penulis RB dari novel pertamanya yang juga difilmkan, yaitu Dealova. Bagi informan, Dyan Nuranindya telah menghasilkan karya-karya teenlit yang bagus karena novel-novel Dyan enak untuk dibaca dan mengangkat konflik-konflik remaja saat ini.

Menanggapi RB, informan berpendapat bahwa novel tersebut bagus, menyenangkan, dan enak dibaca. Di dalam cerita RB terdapat pesan yang mengajarkan hal yang positif kepada pembaca, misalnya tingkah laku remaja yang belajar mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi oleh remaja tersebut. Menurut informan, pengarang dalam menggambarkan watak para tokoh RB sangat jelas. meskipun sederhana tetapi watak dan karakter setiap tokoh RB mudah dipahami dan diimajinasikan oleh pembaca. Mengenai gaya penceritaan pengarang terhadap RB, informan berpendapat bahwa pengarang cukup rinci tetapi terdapat beberapa peristiwa atau kejadian yang dirasa janggal. Selain itu, bagi informan, RB adalah novel yang menyenangkan pembaca.

Menanggapi tentang muatan konformitas yang terdapat dalam RB, informan berpendapat bahwa konformitas yang terdapat dalam RB memang benar-benar terjadi di kehidupan remaja saat ini. Misalnya membolos, mencontek, merokok, dan mengkonsumsi alkohol, hal-hal tersebut banyak dijumpai di sekitar kita dan pelaku konformitas negatif tersebut sebagian besar adalah remaja SMA. Menurut informan, konformitas negatif yang dilakukan oleh sebgaian remaja disebabkan oleh faktor lingkungan dan hal tersebut sebaiknya tidak banyak terjadi karena dapat merusak generasi muda. Faktor lainnya disebabkan oleh emosi remaja yang masih labil. Bagi informan, pada saat usia SMA, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, merasa penasaran, dan ingin mencoba hal-hal yang baru bagi mereka. Untuk menghindari agar remaja tidak melakukan konformitas negatif, menurut informan para remaja Menanggapi tentang muatan konformitas yang terdapat dalam RB, informan berpendapat bahwa konformitas yang terdapat dalam RB memang benar-benar terjadi di kehidupan remaja saat ini. Misalnya membolos, mencontek, merokok, dan mengkonsumsi alkohol, hal-hal tersebut banyak dijumpai di sekitar kita dan pelaku konformitas negatif tersebut sebagian besar adalah remaja SMA. Menurut informan, konformitas negatif yang dilakukan oleh sebgaian remaja disebabkan oleh faktor lingkungan dan hal tersebut sebaiknya tidak banyak terjadi karena dapat merusak generasi muda. Faktor lainnya disebabkan oleh emosi remaja yang masih labil. Bagi informan, pada saat usia SMA, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, merasa penasaran, dan ingin mencoba hal-hal yang baru bagi mereka. Untuk menghindari agar remaja tidak melakukan konformitas negatif, menurut informan para remaja

5) Bayu Romadi Bayu Romadi adalah siswa lulusan SMA Negeri 6 Surakarta pada tahun 2011. Ia sempat aktif di organisasi sekolahnya, yaitu menjadi anggota organisasi mading. Peneliti memilih Bayu menjadi informan yang bertindak sebagai pembaca awam karena ia gemar membaca novel teenlit maupun novel serius. Selain membaca novel, informan juga gemar menulis cerpen. Melalui novel teenlit, informan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan, khususnya menambah wawasan dan penulisan cerpen. Menurut informan, cerita dalam novel teenlit secara keseluruhan menarik dan mudah dipahami karena ceritanya berdasarkan latar yang sederhana sesuai dengan kehidupan remaja sehari-hari.

Berbeda dengan novel serius yang lebih mengarah pada hakikat hidup secara mendalam, sejarah, maupun dunia politik, cerita yang terkandung dalam novel teenlit lebih ringan, mengurai cerita kehidupan sehari-hari. Menurut informan, novel teenlit RB mudah dipahami dengan gaya bahasa gaul dan cerita khas remaja seputar persahabatan maupun percintaan. Setelah membaca novel teenlit, informan memeroleh gagasan tentang bagaimana pengarang menggambarkan watak setiap tokoh yang dikemas menarik tapi sederhana.

Informan mengetahui Dyan Nuranindya lewat novel perdananya, Dealova yang mendapat best seller. Informan merasa tertarik dan terkesan dengan novel teenlit RB karena ceritanya bagus dan sangat dekat dengan kehidupan remaja. Pada RB, informan mengutarakan kelebihan-kelebihan lainnya, seperti penggunaan gaya bahasa yang mudah dipahami, perwatakan dan penokohan dikemas bagus sehingga dapat menarik banyak perhatian pembaca. Setelah membaca RB, informan dapat memetik hikmah dari salah satu makna tersirat yang disampaikan oleh pengarang, yaitu apabila Tuhan memberikan yang kita Informan mengetahui Dyan Nuranindya lewat novel perdananya, Dealova yang mendapat best seller. Informan merasa tertarik dan terkesan dengan novel teenlit RB karena ceritanya bagus dan sangat dekat dengan kehidupan remaja. Pada RB, informan mengutarakan kelebihan-kelebihan lainnya, seperti penggunaan gaya bahasa yang mudah dipahami, perwatakan dan penokohan dikemas bagus sehingga dapat menarik banyak perhatian pembaca. Setelah membaca RB, informan dapat memetik hikmah dari salah satu makna tersirat yang disampaikan oleh pengarang, yaitu apabila Tuhan memberikan yang kita

Mengenai muatan konformitas yang terkandung dalam RB, informan berpendapat bahwa RB termasuk novel teenlit yang bertujuan untuk mendidik. Secara tidak langsung RB mengajarkan para generasi muda menilai dan memilah antara suatu hal yang benar dan salah. Fenomena konformitas negatif yang dilakukan beberapa anak SMA yang masih sering dijumpai sekarang, menurut informan dialami oleh remaja yang masih labil dalam pengambilan sikap dan pembentukan jati diri yang belum sempurna. Dengan kata lain, remaja usia SMA masih sangat mudah terpengaruh dan tersugesti lingkungan sekitar, baik teman-teman di rumah maupun di sekolah. Hal yang sering terjadi, remaja mengikuti perbuatan-perbuatan negatif yang bagi mereka hal tersebut wajar karena teman-teman yang lain juga melakukan perbuatan negatif tersebut.

Berdasarkan muatan konformitas yang terkandung dalam RB, konformitas yang bersifat negatif dapat terjadi di kalangan remaja SMA karena beberapa faktor. Menurut informan, faktor-faktor tersebut antara lain pengaruh lingkungan sekitar, pergaulan, rasa ingin tahu remaja yang sangat tinggi, agar tidak dikucilkan oleh teman sepergaulan, menghindari olokan/ejekan teman, dan merasa memiliki rasa setia kawan besar.

Informan berpendapat bahwa hal-hal yang harus dilakukan remaja untuk menghindari tindakan konformitas negatif adalah remaja berusaha untuk introspeksi diri, berpegang teguh pada prinsip dan pendirian, mampu menilai antara perbuatan yang benar dengan perbuatan yang melanggar norma.

b. Pembaca Ideal

Pembaca ideal merupakan pembaca yang menguasai dan mendalami teori-teori tentang sastra. Menurut Endraswara, pembaca ideal juga dapat dikatakan sebagai pembaca akademik ataupun kritis karena mereka akan mampu memahami hubungan semantik dan pragmatik terhadap teks sastra (2011: 125). Dalam konteks ini, pembaca ideal yang menjadi informan Pembaca ideal merupakan pembaca yang menguasai dan mendalami teori-teori tentang sastra. Menurut Endraswara, pembaca ideal juga dapat dikatakan sebagai pembaca akademik ataupun kritis karena mereka akan mampu memahami hubungan semantik dan pragmatik terhadap teks sastra (2011: 125). Dalam konteks ini, pembaca ideal yang menjadi informan

1) Budi Waluyo Budi Waluyo merupakan dosen muda yang telah berpengalaman menggeluti bidang sastra. Informan dulu juga sempat aktif dalam dunia teater, yaitu sebagai anggota teater kampus fakultas Sastra, Tesa. Kini beliau mengampu mata kuliah dalam bidang sastra di FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia, UNS Surakarta. Hal tersebut diharapkan dapat menjadikan resepsi informan terhadap RB lebih mendalam dan kritis dalam penilaiannya.

Informan berpendapat bahwa novel teenlit secara kesuruhan cukup bagus dan menarik. Unsur tema, konteks, dan penokohan dalam novel teenlit disajikan secara menarik. Dalam penceritaanya, ending novel teenlit sering disajikan secara klise, yaitu lebih menitik beratkan untuk akhir cerita yang bahagia. Namun bukan berarti akhir cerita yang klise itu tidak menarik. Berkenaan dengan RB, menurut informan penulis mengakhiri konflik cerita dengan bijak. Meskipun terdapat konflik yang sedikit dipaksakan secara logis, tetapi secara menyeluruh RB merupakan novel yang menarik dan cocok dinikmati oleh pembaca remaja. Ditambah dengan RB mengalami cetakan ulang hingga keenam, hal ini semakin meyakinkan informan bahwa RB dapat menarik antusias para remaja untuk mengkonsumsi novel teenlit tersebut.

Menurut informan, RB adalah novel teenlit yang dapat menghibur karena gaya bahasa yang dikemas secara ringan, alay atau gaul. Dengan membaca RB, berguna untuk dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, seperti pengetahuan mengenai karakter personal remaja, setting /latar tempat kejadian yang dikisahkan, serta karakter budaya yang diusung oleh pengarang dalam RB. Selain itu, dalam RB terdapat juga nilai-nilai pendidikan yang disampaikan oleh pengarang, antara lain nilai moral, etika, maupun estetika. Nilai estetika atau keindahan yang Menurut informan, RB adalah novel teenlit yang dapat menghibur karena gaya bahasa yang dikemas secara ringan, alay atau gaul. Dengan membaca RB, berguna untuk dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, seperti pengetahuan mengenai karakter personal remaja, setting /latar tempat kejadian yang dikisahkan, serta karakter budaya yang diusung oleh pengarang dalam RB. Selain itu, dalam RB terdapat juga nilai-nilai pendidikan yang disampaikan oleh pengarang, antara lain nilai moral, etika, maupun estetika. Nilai estetika atau keindahan yang

Menyoroti tentang perwatakan tokoh, informan berpendapat bahwa pengarang menggambarkan watak tokoh dengan jelas dan membawa karakter masing-masing tokoh yang berbeda. Meskipun ada beberapa karakter yang kurang logis, misal saja perubahan signifikan karakter tokoh Aji, namun penciptaan karakter tokoh RB dapat menambah kemenarikan pembaca terhadap novel. RB dalam pandangan informan, sangat dekat dengan dunia remaja karena mengisahkan hal-hal yang biasa dialami oleh remaja.

Informan menyatakan bahwa muatan konformitas yang terdapat dalam RB dapat berdampak baik pembaca, khususnya remaja. Dampak tersebut antara lain memberikan efek tentang kehidupan remaja yang baik, penyaluran nilai-nilai sosial kepada pembaca, seperti tokoh Aji dan Keisha yang menerima kehadiran seseorang menjadi orang tua baru (bapak tiri), dan banyak terdapat nilai-nilai edukatif berkaitan dengan kehidupan remaja.

Menurut pendapat informan, konformitas negatif yang dilakukan remaja masih sering dijumpai sekarang. Pada dasarnya pergaulan remaja sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dan perbuatan mereka, namun remaja sebenarnya dapat mengontrol diri untuk tidak sekedar melakukan tindak konformitas negatif. Dapat dikatakan lingkungan bukan harga mati menjadi faktor yang mempengaruhi konformitas negatif, tetapi masih ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja bertindak konformitas yang menyimpang aturan sosial. Salah satunya adalah faktor psikologis remaja. Menurut informan, masa remaja adalah dimana seseorang dalam masa yang masih labil, memerlukan eksistensi dan penyesuaian diri terhadap lingkungan, dan ingin diakui dalam taraf menuju ke kedewasaan.

Untuk menghindari konformitas negatif, informan berpendapat bahwa remaja perlu diperkenalkan hal-hal yang baik ataupun buruk sejak Untuk menghindari konformitas negatif, informan berpendapat bahwa remaja perlu diperkenalkan hal-hal yang baik ataupun buruk sejak

2) Yant Mujiyanto Yant Mujiyanto adalah seorang dosen di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, UNS Surakarta. Beliau termasuk seorang dosen yang produktif dalam pembuatan karya sastra, khususnya puisi. Namun informan juga tidak menutup diri untuk mendalami jenis karya sastra lain, seperti novel. Kebanyakan novel yang telah ia baca adalah novel serius, tetapi informan tidak beranggapan bahwa novel populer, seperti teenlit adalah novel yang jelek. Novel teenlit patut dinikmati pembaca dan merupakan bentuk kreativitas penulis muda. Menurut informan, pembaca novel memiliki selera sastra yang berbeda-beda. Informan bukan termasuk orang yang melarang para remaja membaca novel teenlit karena novel teenlit malah dapat mendongkrak kegemaran membaca bagi remaja.

Menurut informan, dari segi pemakaian bahasa, novel teenlit menggunakan bahasa prokem, akrab dengan remaja, ringan untuk dibaca, dan mudah dipahami. Berbeda dengan novel serius yang memiliki gaya bahasa tinggi, banyak menggunakan bahasa-bahasa sastra namun indah memesona dan terdapat nuansa keagungan. Oleh kerena itu, novel teenlit banyak digemari oleh pembaca remaja. Informan Menurut informan, dari segi pemakaian bahasa, novel teenlit menggunakan bahasa prokem, akrab dengan remaja, ringan untuk dibaca, dan mudah dipahami. Berbeda dengan novel serius yang memiliki gaya bahasa tinggi, banyak menggunakan bahasa-bahasa sastra namun indah memesona dan terdapat nuansa keagungan. Oleh kerena itu, novel teenlit banyak digemari oleh pembaca remaja. Informan

Manfaat yang yang diperoleh dengan membaca teenlit adalah para pembaca menjadi tahu dunia remaja, warna-warni, dan obsesi seputar remaja. Melalui teenlit yang notebene adalah gambaran keseluruhan psikologis remaja, menurut informan, para orang tua lebih dapat menyayangi dan memperhatikan anak-anak mereka secara tepat. Oleh karena itu, melalui kajian resepsi sastra, respon serta penilaian pembaca terhadap RB dapat terkuak karena kajian resepsi sastra menitik beratkan pada aspek pembaca atau penikmat sastra.

Informan berpendapat bahwa RB merupakan novel yang cukup asyik, menarik, dan terdapat kisah-kisah yang tidak lepas dari dunia remaja tetapi juga terdapat misteri. Konflik yang terdapat dalam RB dapat menunjukkan adanya rangkaian antara kehidupan remaja masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang saling berhubungan. Selain itu, terdapat obsesi, apresiasi, dan pemahaman mengenai sikap penuh pengertian agar kehidupan para remaja dapat berbenah.

Mengenai penggambaran watak para tokoh, informan berpendapat bahwa pengarang melukiskannya cukup hidup. Pengarang cukup piawai dalam penulisan RB, salah satu buktinya ditunjukkan dengan adanya tokoh antagonis. Aji dalam RB merupakan salah satu hasil imajinasi penggambaran tokoh antagonis oleh pengarang. Dalam konteks ini, tokoh antagonis berperan sebagai penyulut konflik. Pengarang berhasil menghasilkan karakter-karakter tokoh dengan baik, sehingga alur cerita menjadi semakin seru dan bervariasi. Selain itu, informan berpendapat bahwa alur cerita dalam RB cukup runtut, enak diikuti meskipun berliku- liku. Plot yang baik adalah yang berliku-liku namun tetap dapat diikuti pembaca dengan baik.

Muatan konformitas negatif yang terdapat dalam RB merupakan sesuatu yang dapat memberi penguatan karakter terhadap tokoh. Remaja- remaja yang memiliki karakter sama akan lebih kuat menjalin cemistri, sehingga remaja lebih mudah melakukan konformitas. Menurut pandangan informan, konformitas yang termuat dalam RB lebih pada sikap saling mengisi dan melengkapi antara satu dengan yang lain. Jadi, muatan konformitas didukung karena para remaja memiliki faktor idealogis dan psikologis yang relatif sama.

Informan menyatakan bahwa konformitas masih terjadi hingga kini, salah satunya terbukti dengan masih ada tawuran yang dipicu karena konflik yang berkepanjangan antar remaja, dendam , dan syirik. Sebagai remaja seharusnya dapat menghindari konformitas negatif. Remaja yang baik harus dapat hidup rukun, saling berbagi, dan tidak perlu terlibat dalam benturan-benturan yang dapat merugikan diri mereka sendiri. Menanggapi adanya konformitas negatif di kalangan remaja, informan berpendapat bahwa jangan langsung mempersalahkan hal tersebut pada remaja. Tingkah laku remaja juga merupakan tanggung jawab orang tua. Lebih baik lagi jika orang tua memiliki sifat ngemong, menemukan suatu solusi, mendekatkan diri pada remaja, dan menyertakan sikap asah, asih dan asuh dalam mendidik anak.

Konformitas negatif terjadi karena sifat ego remaja yang tinggi, merasa paling hebat, dan psikologis remaja yang belum stabil dalam menemukan jati dirinya. Menurut informan, hal-hal yang perlu diperhatikan agar remaja tidak melakukan konformitas negatif adalah ditumbuhkan sikap humanitas dan religiuitas. Humanitas merupakan rasa kemanusiaan yang tertanam dalam diri remaja, sedangkan religiuitas merupakan aspek kepribadian seseorang yang berkaitan dengan keagamaan dan keimanan. Remaja yang memiliki kesadaran humanitas dan religiuitas yang tinggi dapat mengurangi tindak konformitas negatif. Kedua aspek tersebut saling melengkapi. Selain itu, sikap orang tua dan guru juga dapat berpengaruh terhadap pola kehidupan remaja. Orang tua Konformitas negatif terjadi karena sifat ego remaja yang tinggi, merasa paling hebat, dan psikologis remaja yang belum stabil dalam menemukan jati dirinya. Menurut informan, hal-hal yang perlu diperhatikan agar remaja tidak melakukan konformitas negatif adalah ditumbuhkan sikap humanitas dan religiuitas. Humanitas merupakan rasa kemanusiaan yang tertanam dalam diri remaja, sedangkan religiuitas merupakan aspek kepribadian seseorang yang berkaitan dengan keagamaan dan keimanan. Remaja yang memiliki kesadaran humanitas dan religiuitas yang tinggi dapat mengurangi tindak konformitas negatif. Kedua aspek tersebut saling melengkapi. Selain itu, sikap orang tua dan guru juga dapat berpengaruh terhadap pola kehidupan remaja. Orang tua

3) Yudhi Herwibowo Yudhi Herwibowo merupakan seorang sastrawan. Informan aktif menulis novel. Karyanya antara lain Mata Air Air Mata Kunari, Lama Fa , Perjalanan Menuju Cahaya, dan Untung Surapati. Selain penulis novel, pria kelahiran Palembang, 25 Juli 1976 ini juga memiliki percetakan dan persewaan buku El Toros di Solo. Berdasarkan pemaparan di atas, diharapkan informan dapat memberikan informasi kepada peneliti mengenai resepsi terhadap novel teenlit Rahasia Bintang dan muatan konformitas yang terdapat di dalam Rahasia Bintang.

Informan berpendapat bahwa kelahiran novel teenlit diawali oleh respon para penerbit buku Indonesia, seperti Gramedia, Gagas Media, dan Kata Kita atas meledaknya genre novel chicklit di pangsa pasar. Para penerbit tersebut kemudian mulai menggalakkan novel karya remaja Indonesia dengan sasaran pembaca remaja pula, yaitu novel teenlit. Bagi Informan, novel teenlit keseluruhannya bertema ringan karena target pembacanya berupa remaja. Namun tidak menutup kemungkinan apabila ada novel teenlit yang mengangkat tema kehidupan yang lebih kompleks, misal saja 7200 Detik, yaitu novel teenlit yang bercerita tentang pencarian anak yang menjadi korban gempa di Jogjakarta.

Menurut Informan, RB merupakan salah satu novel teenlit yang bagus yang di dalamnya sudah merepresentasikan alur kehidupan remaja, khususnya kehidupan remaja Jakartasentris. Hal tersebut disebabkan karena kebanyakan pengarang novel teenlit adalah anak-anak muda yang berasal dari kota Jakarta. Informan berpendapat bahwa sudut pandang yang digunakan pengarang RB tidak jauh berbeda dengan novel teenlit pada umumnya menggunakan orang ketiga dengan menyebutkan nama tokoh yang menjadi tokoh utama. Dari segi tema, informan memandang RB mengangkat satu tema besar yaitu tentang persahabatan kemudian Menurut Informan, RB merupakan salah satu novel teenlit yang bagus yang di dalamnya sudah merepresentasikan alur kehidupan remaja, khususnya kehidupan remaja Jakartasentris. Hal tersebut disebabkan karena kebanyakan pengarang novel teenlit adalah anak-anak muda yang berasal dari kota Jakarta. Informan berpendapat bahwa sudut pandang yang digunakan pengarang RB tidak jauh berbeda dengan novel teenlit pada umumnya menggunakan orang ketiga dengan menyebutkan nama tokoh yang menjadi tokoh utama. Dari segi tema, informan memandang RB mengangkat satu tema besar yaitu tentang persahabatan kemudian

Informan memiliki pandangan bahwa watak, penokohan, dan setting yang digunakan dalam RB sangat kentara. Kelanjutan cerita yang dibangun oleh pengarang sebenarnya sudah dapat membuat pembaca merasakan dampak imajinatif tapi bagi informan akhir ceritanya masih mudah ditebak. RB patut menjadi novel teenlit best seller yang telah dicetak berulang-ulang karena RB dapat membuat kebanyakan pembaca merasakan gejolak yang dialami para tokoh.

Muatan konformitas yang terkandung dalam RB, bagi informan merupakan salah satu kelebihan dari novel tersebut. Dengan menyisipkan muatan konformitas, pengarang lebih dapat mengangkat tema remaja secara global. Selain itu, pembaca dapat mengetahui kenakalan- kenakalan yang disampaikan lewat tokoh-tokoh RB. Pembaca juga dapat menemukan dunianya, kehebohan masa remaja, dan segala aspek masalah yang membelenggu remaja.

Menurut informan, jaman sekarang masih banyak konformitas yang terjadi di kalangan remaja, seperti yang diungkap dalam RB. Salah satu contohnya, informan menekankan tentang penggunaan bahasa alay yang sudah menjamur dan mungkin menjadi kebiasaan remaja di kota-kota besar. Jika dibandingkan dengan remaja masa dahulu, remaja sekarang lebih bebas dalam pergaulannya, bebas menentukan teman, bahkan lebih bebas dalam bersikap dengan orang tua ataupun guru. Hal tersebut dapat menjadi dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya, remaja dapat mengembangkan diri lebih luas berdasarkan kepribadiannya dan lebih leluasa mendekatkan diri dengan orang tua atau guru. Namun dampak negatifnya, remaja menjadi mudah terpengaruh pada hal-hal yang melanggar norma dan lebih besar kemungkinan melakukan konformitas negatif karena lingkungan dan pergaulan.

Sifat remaja yang masih labil menjadikan mereka sangat mudah terpengaruh dan melakukan konformitas. Menurut informan, remaja Sifat remaja yang masih labil menjadikan mereka sangat mudah terpengaruh dan melakukan konformitas. Menurut informan, remaja

Informan berpendapat bahwa konformitas negatif bukan hal yang tidak bisa untuk dihilangkan di kalangan remaja. Di sini peran orang tua lebih dominan daripada guru. Orang tua sebagai anggota keluarga lebih memiliki waktu yang banyak, sehingga memiliki keleluasan untuk melakukan kontrol terhadap anak. Orang tua harus dapat memposisikan diri lebih dekat dengan anak, tidak hanya melarang dan membatasi ruang gerak anak. Konsep pelarangan harus dapat dilakukan sesuai kapasitas umur anak. Pihak-pihak tertentu selain orang tua juga bisa memberi contoh, seperi duta remaja, duta narkoba. Duta tersebut bisa menjadi panutan remaja untuk melakukan hal positif.

Menurut informan, pihak sekolah dan pemerintah juga dapat berperan dengan pengembangan bakat remaja yang memiliki hobi dan bakat masing-masing. Selain itu, remaja harus memiliki seorang panutan yang bisa menjadi contoh yang baik. Misalnya, remaja yang mengidolakan Nikita Willy secara tidak langsung akan meniru gaya dan kebiasaan Nikita Willy yang notabene artis muda berbakat, ramah, dan berprestasi. Sebenarnya masih ada banyak seseorang yang lebih baik untuk dijadikan panutan oleh remaja. Namun lepas dari semua itu, konformitas negatif di kalangan remaja secara berangsur-angsur akan hilang dengan sendirinya seiring dengan perkembangan kepribadian remaja yang menuju ke taraf kedewasaan.

c. Pembaca Implisit

Pembaca implisit adalah pembaca yang biasanya memiliki kemampuan bahasa, semantik, dan kode sastra yang cukup. Dalam hal ini, pembaca implisit adalah Budiyono, seorang guru Bahasa Indonesia kelas XI SMAN 1 Surakarta. Beliau memiliki pemahaman yang mendalam di dunia sastra. Menurut informan, novel teenlit merupakan bagian dari perkembangan kesusastraan Indonesia. Kehadiran novel teenlit membantu perkembangan pemahaman sastra di kalangan remaja, sehingga kegemaran membaca sastra di kalangan remaja meningkat. Namun persoalannya adalah bagaimana penulis teenlit bisa menjadikan karya-karya mereka sebermutu karya novelis di jenis lain. Setiap karya teenlit yang digarap serius dengan tetap berpegangan pada kekuatan intrinsik sastra dan tidak mengesampingkan kebakuan bahasa maka karya tersebut kemungkinan besar menjadi karya yang bagus.

Bagi informan, RB cukup menghibur pembaca dan mencerminkan kehidupan remaja di perkotaan yang sarat dengan kemewahan. Kehadiran “bintang”, Reno menyebutnya Dhruva menjadi benang merah antar kisah di dalamnya, menjadikan novel ini memiliki nilai lebih. Meskipun perwatakan para tokoh agak membingungkan, menurut informan, pengarang menceritakan setiap kejadian dan peristiwa cukup runtut dan logis. Pengarang menghadirkan lompatan beberapa setting tempat dalam waktu yang sama. Hal ini membuat pembaca selaksa menemukan cita rasa baru dan kerenyahan yang membuat RB cukup menarik untuk dibaca. saya juga tertarik pada akhir novel ini. Meskipun sudah bisa ditebak pada akhir cerita yang happy ending tetapi suasana yang dihadirkan cukup mengharukan.

Informan berpendapat bahwa konformitas memang kental sekali dirasakan saat membaca RB. Tingkah laku tokoh Aji dalam menemukan jati diri dilakukan dengan bergaul dengan kalangan yang high class, hura-hura, mabuk-mabukan, dan ikut tawuran. Demi mendapatkan pengakuan dari lingkungannya, Aji sangat senang jika dianggap sebagai pecandu narkoba, meskipun dia tidak pernah melakukannya. Hal ini telah ikut andil dalam mengenalkan aktivitas yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Selain Informan berpendapat bahwa konformitas memang kental sekali dirasakan saat membaca RB. Tingkah laku tokoh Aji dalam menemukan jati diri dilakukan dengan bergaul dengan kalangan yang high class, hura-hura, mabuk-mabukan, dan ikut tawuran. Demi mendapatkan pengakuan dari lingkungannya, Aji sangat senang jika dianggap sebagai pecandu narkoba, meskipun dia tidak pernah melakukannya. Hal ini telah ikut andil dalam mengenalkan aktivitas yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Selain

Menurut informan, kehadiran konformitas negatif pada remaja SMA bisa didasarkan pada dua hal besar. Pertama, perkembangan zaman. Selain teknologi dan pencampuran budaya, perkembangan sastra sebenarnya ikut membudayakan konformitas negatif. Kedua, ketidakpahaman remaja. Mereka cenderung ikut-ikutan karena teman-temannya juga melakukan. Mereka mungkin tidak sepenuhnya paham dengan apa yang telah dilakukan, hanya saja perasaan ingin diakui dalam kelompok hadir saat mereka beraktivitas seperti anggota yang lain. Di sini pencarian jatidiri menjadi kunci utama keberhasilan konformitas (baik positif maupun negatif).

Menurut informan, konformitas sering terjadi, misal saja ada siswa SMA yang membolos dan nongkrong di warung atau tempat-tempat rahasia hanya untuk merokok atau karena malas. Saya memandang konformitas negatif di kalangan remaja SMA saat ini sudah dalam tingkat serius. Perlu penanganan berbagai pihak untuk menyelamatkan para penerus bangsa tersebut dari kebobrokan. Kehidupan sekolah belum cukup memberikan pengawasan dan pengajaran tentang norma yang seharusnya. Bagi informan, usia remaja adalah usia pencarian jati diri. Remaja akan mengasah logika, pemikiran, kemampuan berinteraksi, dan bersosialisasi dengan berbagai cara. Zaman yang semakin bertambah maju, semakin banyak pula pilihan untuk mengikuti pengaruh negatif. Pengaruh negatif lebih mudah diterima dan dilakukan remaja dibandingkan pengaruh positif.

Informan menyatakan bahwa keluarga merupakan kontrol utama yang wajib menanamkan budi pekerti dan religi pada anak remaja untuk menghindari konformitas negatif. Sedangkan dalam diri remaja sendiri perlu Informan menyatakan bahwa keluarga merupakan kontrol utama yang wajib menanamkan budi pekerti dan religi pada anak remaja untuk menghindari konformitas negatif. Sedangkan dalam diri remaja sendiri perlu

4. Tanggapan Peneliti terhadap Novel Teenlit Rahasia Bintang Karya Dyan Nuranindya

Novel teenlit merupakan novel untuk kalangan remaja karena di dalamnya mengandung unsur-unsur yang sangat dekat dengan remaja. Dari segi bahasa, novel teenlit banyak menggunakan bahasa gaul yang juga sering digunakan remaja, terutama di kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan sebagainya. Sementara itu, dari segi isi, novel teenlit menyuguhkan cerita seputar kehidupan remaja, seperti percintaan, persahabatan, konflik antar remaja, sekolah, dan lain sebagainya. Menurut pandangan peneliti, novel teenlit RB karya Dyan Nuranindya merupakan novel teenlit yang di dalamnya sarat dengan kehidupan dan konflik seputar remaja, misalnya persahabatan, pertemanan, kehidupan sekolah, percintaan, konflik pada keluarga, hingga kombinasi konflik antara cinta dengan keluarga.

RB adalah novel teenlit hasil karya Dyan Nuranindya yang mampu meraih best seller. Sejak cetakan pertama pada tahun 2006 hingga cetakan keenam tahun 2012, RB mampu menarik banyak perhatian pembacanya, terutama pembaca remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa antusiasme pembaca terhadap RB secara khusus dan novel teenlit secara umum, cukup besar. Selain itu, dengan meraih best seller berarti RB adalah teenlit yang dapat merepresentasikan kebanyakan kehidupan remaja masa kini.

Berikut adalah tanggapan peneliti mengenai berbagai aspek dalam RB.

a. Pengarang cukup mahir dalam memainkan bahasa sebagai media pengantar dialog dan cerita. Dengan menggunakan bahasa gaul yang notabene bahasa sehari-hari para remaja, pengarang berhasil menghadirkan setiap kejadian dengan mampu mengantarkan pembaca pada imajinasi dan persepsi masing- masing dari pembaca.

b. Alur dan penceritaan yang diciptakan oleh pengarang dapat membuat pembaca merasa penasaran. Hal ini ditunjukkan pada kejadian tokoh Keisha dan Reno yang bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Namun, pada pertemuan mereka yang kedua, Keisha tidak mengenal sosok Reno, sahabatnya semasa masih kecil. Hal ini dapat membuat pembaca penasaran dan ketagihan untuk membaca RB hingga selesai, sehingga mendapatkan jawaban dari rasa penasaran tersebut.

c. Dari segi tema, pengarang mampu mencuri perhatian pembaca. RB bertema remaja dalam percintaan dan persahabatan. Hal itu sangat dekat dengan kehidupan remaja. Selain itu, pengarang seakan mengetahui tipe bacaan apa yang dibutuhkan remaja sebagai media untuk menyegarkan pikiran dan mengisi waktu luang, dimana hal tersebut merupakan fungsi dari novel teenlit . Selain itu, kelebihan yang lain adalah adanya muatan konformitas yang sebagian besar berupa konformitas negatif yang dilakukan oleh remaja, khususnya tokoh Aji dan teman-teman dalam RB. Suatu hal yang jarang ditemui dalam novel-novel teenlit.

d. Melalui muatan konformitas yang terkandung dalam RB, pengarang dapat menyampaikan banyak nilai kehidupan kepada pembaca, di antaranya adalah nilai moral, etika, pendidikan, dan sosial.

e. RB tidak basi dimakan zaman. Ditunjukkan dengan masih adanya konflik- konflik yang dialami tokoh-tokoh yang senada dengan kehidupan remaja hingga sekarang. Padahal setting waktu novel tersebut sudah enam tahun silam pada tahun 2006. Hal lain yang menandakan novel ini tergolong novel teenlit mutakhir adalah RB telah mencapai cetakan hingga keenam tahun 2012.

Menanggapi muatan konformitas yang terkandung dalam RB, peneliti beranggapan bahwa hal tersebut dapat menguatkan karakter tokoh, khususnya tokoh antagonis yang dibawa oleh Aji. Perilaku menyimpang, seperti membolos, menyontek, merokok, dan tawuran merupakan hal yang sering terjadi di kehidupan anak SMA. Tindakan konformitas yang dilakukan oleh tokoh Aji dan teman-teman mampu menyulut cerita hingga terjadi konflik.

Dalam hal ini, yang meredamkan konflik adalah Keisha, sebagai tokoh protagonis.

Melalui muatan konformitas yang terkandung dalam RB, pengarang mencoba lebih menyampaikan nilai-nilai moral, etika, pendidikan dan sosial yang dapat dipetik hikmahnya oleh pembaca. Hingga sekarang, kejadian negatif di kalangan remaja SMA masih sering terjadi. Hal itu disebabkan bukan hanya faktor lingkungan yang buruk, tapi juga faktor psikologis dan keluarga dari remaja. Remaja merupakan masa di mana seseorang dalam keadaan psikologis yang masih labil. Dalam keadaan labil, remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar, ingin mencoba-coba, mudah terpengaruh, dan ingin mencari jati diri. Apabila pada masa remaja tidak dibiasakan kegiatan dan tindakan yang positif, maka remaja akan sangat mungkin melakukan konformitas negatif yang menyimpang norma-norma sosial. Biasanya mereka melakukan konformitas negatif karena ingin diakui, merasa memiliki rasa solidaritas yang tinggi, agar tidak dikucilkan oleh teman-temannya, dan tetap diterima di dalam kelompok.

Menurut pandangan peneliti, konformitas negatif dapat dihindari. Remaja yang biasa melakukan hal-hal yang positif, jarang melakukan konformitas negatif. Peran orang tua dalam mendidik anak akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak dan perilaku anak menghadapi dunia luar. Sebaiknya, orang tua harus lebih dapat mengendalikan anak. Bukan dengan cara mengekang anak, namun memberi anak suatu pemahaman yang benar mengenai sesuatu yang bersifat baik dan buruk. Dalam hal menyikapi seorang anak remaja, sebagai orang tua seharusnya lebih dapat memposisikan diri dan memberi perhatian yang cukup karena remaja yang melakukan tidakan negatif disebabkan karena sekedar mencari perhatian.

Dari faktor remaja itu sendiri, konformitas negatif dapat dihindari dengan cara memfilter teman yang dianggap baik. Menguatkan iman dengan cara membiasakan diri dekat dengan Tuhan juga akan mampu mencegah perbuatan konformitas negatif. Selain itu, kontrol diri dan emosi akan dapat mencegah remaja ikut-ikutan bertindak melanggar norma.