4. Mediator’s Skills
71
a. Komunikasi Non-verbal Non-verbal Communication
Komunikasi non-verbal adalah salah satu bentuk komunikasi dengan cara mengamati pihak pembicara oleh pihak lainnya. Komunikasi non-verbal ini pada
umumnya terbagi dua yaitu visual dan suara. Komunikasi visual berhubungan dengan segala bentuk komunikasi yang
dapat diamati oleh penerima pesan. Bahasa tubuh merupakan salah satu bentuk komunikasi visual yang sangat penting dan perlu dipahami oleh mediator. Hal ini
berkaitan dengan sosok dan gerakan tubuh yang dapat menyampaikan suatu sikap, perasaan, emosi dan lain sebagainya. Hal ini termasuk gerakan anggota badan,
pakaian yang dikenakan oleh si pengirim pesan, ekspresi wajah, cara bersalaman, tatapan mata dan reaksi fisiologis misalnya muka memerah dan nafas yang
semakin cepat. Namun ekspresi wajah dan tatapan mata merupakan komunikasi visual yang paling penting dan sering menjadi perhatian seorang mediator.
Komunikasi suara merupakan suatu bentuk penyampaian pesan yang dilakukan secara lisan dan dikirim tanpa mempergunakan kata-kata dan bahasa.
Bentuk-bentuk komunikasi suara antara lain kerasnya suara, nada, intonasi, penekanan, irama, gema dan bisu.
Tugas utama mediator dalam hal ini adalah memahami dan menginterpretasi pesan suara dan bahasa tubuh. Misalnya salah satu pihak sedang
duduk bersilang tangan maka dapat diinterpretasikan oleh seorang mediator bahwa pihak tersebut sedang cemas dan menunjukkan sikap defensif. Atas dasar
71
Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian, 2004, hal 79-86 dan hal 123-148
interpretasi tersebut, maka seorang mediator dapat menindak lanjuti suatu bentuk intervensi yang tepat.
b. Pandangan Aktif Active Listening
Sebagian waktu yang dihabiskan oleh mediator adalah mendengar dari para pihak. Pendengar yang efektif tidak hanya sekedar mengdengar kata-kata
yang terungkap tetapi memahami arti dari sebuah pesan yang disampaikan oleh para pihak tersebut.
Konsep mendengar aktif menegaskan bahwa menjadi pendengar yang baik bukan suatu kegiatan yang pasif. Namun berkaitan dengan kerja keras. Pendengar
harus secara fisik menunjukkan perhatiannya, dapat berkonsentrasi penuh, mampu mendorong para pihak untuk berkomunikasi, dapat menunjukkan sikap
keprihatinan dengan tidak berpihak, tidak bersifat mengadili orang lain, tidak disibukkan untuk melakukan berbagai tanggapan dan tidak terganggu oleh hal-hal
yang tidak relevan. Konsep pendengar aktif ini dibagi menjadi tiga bagian : 1.
Keahlian menghadiri Attending Skills Ketrampilan sejenis ini berkaitan erat dengan keberadaan seorang
mediator dengan klien, baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini termasuk memperlihatkan perhatian secara fisik, melakukan kontak mata,
gerakan tubuh yang sesuai, membuat suara dan duduk secara serasi. 2.
Keahlian mengikuti Following Skills Ketrampilan ini menunjukkan bahwa pendengarmediator memahami si
pembicara. Hal ini tercermin dengan pemberian isyarat, tidak memotong pembicaraan memberikan dorongan yang minim namun cukup membuat
catatan, mengajukan pertanyaan yang menahan diri dalam memberikan saran.
3. Keahlian merefleksi Reflecting Skills
Berkaitan dengan memberikan suatu tanggapan kepada pembicara atas pengertian yang diperoleh si pendengar. Hal ini termasuk
pengindentifikasian dan pembenaran atas isi dan perasaan tersebut. Dan selanjutnya diikuti dengan melakukan klasifikasi dengan mengajukan
pertanyaan. c.
Penyusunan Ulang Kalimat Refraining Refraining merupakan suatu keahlian yang harus dimiliki seorang
mediator. Hal ini sangat bermanfaat dan juga merupakan alat komunikasi yang sangat kuat pada negosiasi. Melakukan refraining yang tepat merupakan suatu
tindakan yang sangat sulit untuk diterapkan dan membutuhkan suatu pengalaman yang cukup matang.
Pada umumnya, tujuan dari refraining adalah mengubah suatu kalimat dari kalimat yang bernada negatif menjadi positif, destruktif menjadi konstruktif, dan
yang berorientasi memperbesar masalah menjadi penyelesaian masalah. Mediator sangat diharapkan untuk tidak hanya bersikap reaktif dalam melakukan refraining
tetapi harus secara proaktif dapat menggunakan bahasanya yang akan dijadikan modal untuk para pihak.
d. Membuat Pertanyaan Questioning
Jumlah pertanyaan yang dibuat oleh mediator tergantung dari model mediasi yang digunakan, latar belakang profesi, gaya pribadi, serta waktu.
Pertanyaan sering digunakan pada model penyelesaian settlement dan evaluasi evaluative.
Bentuk-bentuk pertanyaan adalah sebagai berikut : 1.
Pertanyaan Terbuka Open Questions Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang bersifat umum dan samar
sehingga memberikan para pihak menjawab dari berbagai sudut. Pertanyaan semacam ini dapat diterapkan pada semua tahap mediasi dan
memiliki sifat tidak mengancam, memihak dan merupakan bentuk pertanyaan yang sangat mudah untuk para pihak menukar informasi.
2. Pertanyaan Tertutup Closed Questions
Pertanyaan bentuk ini mengharapkan adanya jawaban ”ya” atau ”tidak” atau bentuk lainnya yang sangat spesifik. Pertanyaan model ini
memberikan kendali yang lebih banyak untuk mediator. Pertanyaan ini tidak cocok bila akan mengundang pihak lain memberikan jawaban yang
bersifat defensif. 3.
Pertanyaan Klaritifikasi Clarifying Questions Pertanyaan ini digunakan untuk memeriksa kembali tingkat kebenaran dari
suatu fakta atau emosi dari suatu diskusi. 4.
Pertanyaan Refleksi Reflection Questions Pertanyaan ini berkaitan dengan bagaimana seorang mediator dapat
mendeteksi kata-kata kunci yang digunakan oleh salah satu pihak dan kemudian disusun ulang sehingga menjadi suatu pertanyaan yang
menyebabkan pihak tersebut melihat suatu permasalahan dengan perspektif yang berbeda dan bahkan lebih positif.
5. Pertanyaan Pemeriksaan Probing Questions
Pertanyaan yang meminta informasi atau konfirmasi. Lebih tepat pertanyaan ini digunakan pada sesi pertemuan terpisah.
6. Pertanyaan Mengarah Leading Questions
Pertanyaan mengarah ini mengimplikasi jawaban dengan sendirinya misalnya ”Anto, anda sekarang ini adalah seorang direktur dari sebuah
perusahaan yang terbentuk tahun 1990 ?” 7.
Pertanyaan Uji Silang Cross Examining Questions Pertanyaan ini dibentuk untuk menguji ketepatan atau keandalan informasi
dari pihak yang ditanya. 8.
Pertanyaan Hipotesis Hypothetical Questions Pertanyaan seperti ini dapat menciptakan berbagai alternatif yang
penyelesaian tanpa memberikan komitmen terlebih dahulu. 9.
Pertanyaan Mengalihkan Disarming Distracting Questions Mediator yang berpengalaman kadangkala menggunakan pertanyaan ini
hanya bertujuan untuk mengalihkan para pihak dari sebuah diskusi yang destruktif sehingga pembicaraan kembali fokus ke permasalahan utama.
10. Pertanyaan Retoris Rethorical Questions
Pertanyaan ini tidak digunakan untuk memperoleh informasi tetapi untuk menunjukkan sesuatu atau menghasilkan sesuatu akibat.
11. Pertanyaan Usulan Suggestive Questions
Dimana seorang mediator ingin menhindari membuat suatu pernyataan yang dapat merusak substansi dari suatu perselisihan.
12. Pertanyaan Langsung dan Tidak Langsung Directed and Undirected
Questions Pertanyaan langsung ditujukan kepada salah satu pihak tertentu dan
dijawab oleh pihak tersebut. Sedangkan pertanyaan tidak langsung ditujukan secara umum kepada kedua belah pihak dan dapat dijawab oleh
salah satu pihak. e.
Ringkasan Summarising Mediator biasanya menyiapkan ringkasan setelah para pihak selesai
melontarkan pertanyaan permasalahannya. Ringkasan ini harus selektif karena ringkasan yang benar hanya berorientasi positif dan bersifat mengajak para pihak
untuk melangkah ke proses negosiasi selanjutnya. Ringkasan ini harus senantiasa seimbang dalam pengertian bahwa hanya terdiri dari unsur-unsur yang telah
disampaikan oleh kedua belah pihak. Fungsi membuat ringaksan adalah sebagai berikut :
1. Memastikan bahwa para pihak telah didengar secara benar isi dari
pembicaraan yang telah berlangsung. 2.
Untuk memperoleh kebenaran dan validitas terhadap esensi atas permasalahan yang diajukan oleh para pihak.
3. Untuk memeriksa tingkat kebenaran atas pengertian yang diterima oleh
mediator dan dapat menyediakan tanggapan bila ternyata pengertian tersebut tidak tepat.
4. Membuat suatu pihak untuk mendengar pernyataan pihak lain untuk kedua
kalinya. 5.
Memberikan kesempatan untuk salah satu pihak menambahkan sebuah pertanyaan permasalahan bila ringkasan tersebut tidak memadai.
Sedangkan bentuk ringkasan ada tiga, yaitu : 1.
Ringkasan aktual Actuality Summary Menggunakan kata-kata yang diambil dari pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan oleh para pihak. 2.
Ringkasan yang disusun ulang Reframed Summary Mediator menyusun kembali pertanyaan-pertanyaan para pihak yang
memfokuskan kepada kepentingan bersama, mengeluarkan kata-kata ofensif dan mengarah ke masa yang akan datang. Bentuk ringkasan ini
adalah yang sangat penting untuk digunakan pada proses mediasi. 3.
Ringkasan silang Cross Summaries Mediator akan meminta ke masing-masing pihak untuk menyampaikan
ringkasan atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh pihak lainnya.
BAB IV PELAKSANAAN PUTUSAN AKTA PERDAMAIAN DALAM
PROSES MEDIASI
A. Putusan Perdamaian Yang Bertentangan Dengan Undang-Undang
Penetapan akta perdamaian yang dibuat oleh hakim bertitik tolak dari hasil kesepakatan para pihak yang berperkara. Oleh karena kesepakatan itu merupakan
produk persetujuan para pihak yang digariskan Pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi ”tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
Undang-Undang”, maka terhadapnya berlaku ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang melarang persetujuan mengandung kuasa yang haram, yaitu persetujuan
tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan
72
Akibat lebih lanjut larangan ini dikaitkan dengan akta perdamaian, hakim tidak dibenarkan mengukuhkan kesepakatan dalam bentuk penetapan akta perdamaian
yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. :
▪ Undang – Undang,
▪ Kesusilaan yang baik, dan ▪ Ketertiban umum.
73
1. Pasal 1859 ayat 1 KUHPerdata
Bahkan larangan itu secara khusus diatur secara rinci dalam pasal-pasal berikut:
Dalam Pasal ini disebutkan persetujuan perdamaian dapat dibatalkan apabila telah terjadi suatu kekhilafan :
72
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal 277
73
Ibid