C. Syarat-Syarat Akta Perdamaian Menurut PERMA NOMOR 1 Tahun
2008 Dalam suatu perdamaian yang telah disepakati oleh para pihak, maka
kesepakatan itu akan dituangkan kedalam akta perdamaian dalam bentuk tertulis. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1851 ayat 2 KUHPerdata yang
menyebutkan ”persetujuan ini tidak sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”. Melihat ketentuan tersebut, Undang-undang melarang menerima persetujuan
perdamaian yang disampaikan secara lisan oleh para pihak. Tidak dibenarkan menerima persetujuan secara lisan untuk dikukuhkan lebih lanjut dalam penetapan
akta perdamaian. Hal ini juga dapat dilihat dalam Pasal 17 ayat 1 PERMA No 1 Tahun 2008 yang menyebutkan ” jika mediasi menghasilkan kesepakatan
perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan
mediator”. Perkara yang tidak dapat didamaikan apabila tidak menghasilkan kesepakatan juga harus dituangkan dalam akta perdamaian dalam bentuk tertulis.
PERMA No 1 Tahun 2008 dalam Pasal 23 ayat 3 menyebutkan hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam
bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sesuai Kehendak Para Pihak.
Persetujuan perdamaian harus sesuai dengan kehendak para pihak. Dalam persetujuan perdamaian tidak boleh kurang dari pihak yang terlibat dalam
perkara. Semua orang yang bertindak sebagai penggugat dan orang yang ditarik sebagai tergugat, mesti seluruhnya ikut ambil bagian sebagai pihak
dalam persetujuan perdamaian. Kesepakatan perdamaian harus sesuai dengan kehendak-kehendak semua pihak tidak boleh hanya satu pihak
saja, sehingga persetujuan perdamaian dapat diakhiri secara tuntas dan keseluruhan. Perdamaian harus membawa para pihak terlepas dari seluruh
sengketa. Selama masih ada yang belum diselesaikan dalam kesepakatan, putusan perdamaian yang dikukuhkan dalam bentuk penetapan akta
perdamaian mengandung cacat formil, karena bertentangan dengan persyaratan yang ditentukan Pasal 1851 KUHPerdata.
b. Tidak Bertentangan Dengan Hukum.
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab pertama diatas, maka kesepakatan perdamaian tidak boleh bertentangan dengan hukum yaitu
Pasal 1337, 1859 ayat 1, 1859 ayat 2, 1860, 1861, 1862 KUHPerdata. c.
Tidak Merugikan Pihak Ketiga. Kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh para pihak selain sesuai dengan
kehendak para pihak juga tidak boleh merugikan pihak ketiga yang ikut terlibat dalam perkaranya. Untuk menghindari adanya cacat dalam akta
perdamaian dituntut adanya asas iktikad baik dan kejujuran para pihak, sebab dengan adanya cacat itu dapat menimbulkan kerugian pada pihak
ketiga. d.
Dapat Dieksekusi. Kesepakatan perdamaian selain telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap juga berkekuatan eksekutorial executorial kracht sebagaimana halnya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Setelah dijatuhkan putusan, langsung melekat kekuatan eksekutorial. Hal itu sejalan dengan amar putusan akta perdamaian yang menghukum para
pihak untuk mentaati perjanjian perdamaian yang telah mereka sepakati. e.
Dengan iktikad baik. Pada hakikatnya, akta perdamaian merupakan persetujuan yang dibuat
oleh para pihak mengenai sengketa yang terjadi diantara mereka, bahwa mereka akan menyelesaikan sengketa dengan jalan damai, maka isi dari
akta perdamaian sebenarnya ditentukan sendiri oleh para pihak. Oleh karena itu masing-masing pihak harus mempunyai iktikad baik dalam
membuat perdamaian agar tidak terjadi cacat dalam akta perdamaian. Dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata juga menentukan, bahwa segala
persetujuan harus dilakukan secara jujur dan iktikad baik. Tanpa adanya unsur-unsur tersebut dapat menimbulkan cacat pada persetujuan.
D. Jumlah Perkara Yang Berhasil di Mediasi Setelah Keluarnya PERMA