Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

hakim mediator dalam menyelesaikan perkara perdata menurut PERMA No. 1 tahun 2008. Skripsi ini juga mendorong mahasiswa untuk mencoba mengembangkan teori yang pernah diperoleh dimasa perkuliahan dengan fakta-fakta yang ada didalam praktek peradilan perdata. 2. Manfaat secara praktis. Secara praktis penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang peranan hakim mediator didalam pengadilan agar permasalahan – permasalahan yang ada diantara para pihak dapat diselesaikan dengan jalan damai dan kekeluargaan tanpa adanya pihak yang dirugikan dan tidak mengenal siapa pihak yang kalah ataupun menang. Oleh karena itu disini hakim mediator dituntut untuk lebih teliti dan jeli dalam melihat posisi kasus secara keseluruhan. Selain itu dapat memberikan pengetahuan tentang pelaksaaan mediasi dipengadilan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, disamping juga menjelaskan tentang arti putusan perdamaian dalam pengadilan. Terakhir, menjelaskan prosedur mediasi di pengadilan, yang kemudian kelak akan berguna bagi pembaca terutama bagi mereka yang berminat dan tertarik pada peranan hakim mediator.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul : ”PERAN HAKIM MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERDATA MENURUT PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008” adalah merupakan wacana yang sebenarnya telah lama didengungkan. Peranan hakim mediator ini mengingat banyaknya perkara-perkara yang diajukan dipengadilan dengan putusan yang akan menguntungkan pihak yang menang. Dengan adanya hakim mediator ini diharapkan permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan jalan damai dan menguntungkan masing-masing pihak. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin – doktrin yang ada dalam melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum USU. Dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka akan dipertanggung jawabkan sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan didalam skripsi ini adalah menguraikan beberapa istilah–istilah atau kata –kata yang berkaitan erat dengan judul skripsi ini. Istilah – istilah yang akan diuraikan ini sangat erat hubungannya dengan pembahasan dan isi skripsi ini sendiri. Dengan cara mengumpulkan data dari sumber-sumber yang ada kemudian mempelajarinya dengan cara menganalisa pengertian dari istilah-istilah atau kata- kata kunci ini akan dijabarkan secara umum. Ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pengulangan dari pengertian tentang istilah-istilah atau kata-kata kunci ini. Istilah pertama akan penulis uraikan adalah mengenai istilah ”mediator”. Mediator menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2008 yang terdapat dalam Pasal 1 angka 6 adalah ”mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”. Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak dan ditunjuk oleh para pihak secara langsung melalui lembaga mediasi, mediator berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walau demikian dapat diikuti dan pada umumnya dijalankan oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. 16 Didalam Pasal 6 ayat 4 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dapat kita katakan bahwa Undang-undang membedakan mediator kedalam: pertama, mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Kedua, mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak Pasal 6 ayat 4 Undang-undang No. 30 Tahun 1999. 17 16 . Gunawan Widjaja, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hal. 91 17 . Ibid. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak yang berperkara untuk menyelesaikan permasalahan untuk memperoleh kesepakatan guna mengakhiri sengketa. Istilah yang berhubungan dengan skripsi ini adalah ”peran mediator”. Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah garis rentang dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat. Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanakan peran sebagai berikut: penyelenggaraan pertemuan, pemimpin diskusi netral, pemelihara atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradab, pengendalian emosi para pihak, dan pendorong pihak atau perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya. Sedangkan sisi yang kuat mediator adalah bila dalam perundingan mediator mengerjakan atau melakukan hal-hal sebagai berikut: mempersiapkan dan membuat notulen perundingan, merumuskan titik temu atau kesepakatan para pihak, membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, melainkan diselesaikan, menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah, dan membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah. 18 Peran dan tugas hakim dalam menyelesaikan sengketa adalah memulihkan hubungan-hubungan sosial antara pihak-pihak yang bersengketa sehingga tercipta kembali hubungan yang damai dan harmonis, menyelesaikan pokok sengketa secara adil dan damai sehingga tidak ada pihak yang merasa kalah dan menang tetapi sama-sama menang, memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak. 19 18 . Suyud Margono, 2000, ADR Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 59-60. 19 . A. Mukti Arto, 2000, Mencari Keadilan Kritik dan Solusi Terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.24 Pada posisi tersebut diatas, kedudukan hukum dan moral telah berjalan dengan seimbang dan peran hakim sebagai mediator telah membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa alternatif melalui pengadilan. Kesemuanya ini tanpa peran aktif dari pada pihak sebagai subyek yang potensial dan yang bertanggung jawab dalam penyelesaian sengketa tidaklah mungkin sengketa ini dapat diselesaikan secara tuntas dan final. 20 Fuller dalam Riskin dan Westbrook menyebutkan tujuh fungsi mediator, yakni pertama sebagai ”katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi. Kedua sebagai ”pendidik”, berarti seseorang harus berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara para pihak. Ketiga sebagai ”penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul. Keempat sebagai ”nara sumber”, berarti seorang mediator harus mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. Kelima sebagai ”penyandang berita jelek”, berati seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk itu mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan. Keenam sebagai ”agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberi pengertian secara jelas kepada salah satu 20 . Ibid, hal. 205. pihak bahwa sasarannya tidak mungkintidak masuk akal tercapai melalui perundingan. Ketujuh sebagai ”kambing hitam”, berati seseorang mediator harus siap disalahkan, misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan. Istilah lain yang berhubungan dengan judul skripsi ini adalah ”Perma Nomor 1 Tahun 2008”. Perma Nomor 1 Tahun 2008 ini tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma ini lahir atas dasar Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg yang menyebutkan: ”apabila pada hari sidang yang ditentukan, kedua belah pihak hadir maka Pengadilan Negeri dengan perantara ketua berusaha mengadakan suatu perdamaian antara mereka”. Hal inilah yang mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi kedalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri. Perma ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 2008. Perma ini terdiri dari dari delapan bab dan 27 Pasal. Bab II mengatur tentang tahap pra mediasi. Bab III mengatur tentang tahap-tahap proses mediasi. Bab IV mengatur tentang tempat penyelenggaraan mediasi. Bab V mengatur tentang perdamaian ditingkat banding, kasasi, dan peninjaun kembali. Bab VI mengatur tentang kesepakatan diluar pengadilan. Bab VII mengatur tentang pedoman perilaku mediator dan intensif. Bab VIII mengatur tentang Penutup.

F. Metode Penelitian