Sedangkan beberapa kanjou keiyoushi adjektiva perasaan berikut, tidak bisa ditambahkan akhiran –mi.
嬉しみ ureshimi (X)
辛み kirami (X)
寂しみ sabishimi (X)
3.2. Pembentukan verba
Pembentukan verba secara derivasional dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan kata 動詞化 doushika. Pembentukan verba yang berasal dari adjektiva
dilakukan dengan menambahkan setsubiji akhiran –garu dan –mu, serta - maru dan –meru. Dalam sub-bab ini akan dibahas tentang proses
pembentukannya serta perbedaan diantara keduanya sesuai dengan batasan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.
3.2.1. Akhiran –garu Akhiran – が る ‘–garu’ digunakan untuk membentuk verba dari
adjektiva bahasa jepang. Pembentukan verba dengan akhiran –garu dilakukan dengan membubuhkan akhiran –garu setelah menghapus akhiran -i yang juga
berperan sebagai gobi yang menunjukkan fungsi gramatikal penanda adjektiva pada kata yang hendak dibubuhkan akhiran –garu. Sehingga proses ini
menghasilkan kata verba jadian yang berasal dari adjektiva. Berdasarkan hasil penelitian penulis, proses ini mengikuti pola umum sebagai berikut :
形容詞語幹 + – がる → 派生動詞
Gokan adjektiva + -garu → verba jadian Pola ini dapat dibuktikan dari contoh-contoh berikut ini :
1. 悲しい
→ 悲しがる
kanashi- + –i → kanashi- + –garu
2. 痛い
→ 痛がる ita- + –i
→ ita- + –garu 3.
強い → 強がる
tsuyo- + –i → tsuyo- + –garu
Adjektiva kanashii terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem kanashi- yang merupakan dasar kata gokan dan morfem -i yang yang merupakan akhiran dan
juga merangkap gobi penunjuk hubungan gramatikal sebagai adjektiva. Pembentukan kanashigaru dilakukan dengan menghilangkan akhiran –i dan
kemudian menambahkan akhiran –garu setelah gokan adjektiva tersebut. Hasil akhir dari proses ini membentuk verba jadian kanashigaru yang telah berubah
kelas katanya dari asal kata kanashii yang meupakan adjektiva. Sama hal nya dengan kata kanashii, kata itai juga terdiri dari 2 morfem,
yaitu morfem ita- yang merupakan dasar kata gokan dan morfem -i yang merupakan akhiran sekaligus gobi yang berperan menunjukkan hubungan
gramatikal ita- sebagai adjektiva dalam tata bahasa. Pembentukan itagaru dilakukan dengan menghilangkan morfem -i dan kemudian menambahkan
akhiran –garu setelah gokan adjetiva ita- sehingga menghasilkan verba jadian itagaru.
Kata tsuyoi juga terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem tsuyo- yang merupakan dasar kata dan morfem -i yang merupakan akhiran sekaligus gobi
penanda adjektiva dalam hubungan gramatikal. Pembentukan verba tsuyogaru dilakukan dengan menghilangkan akhiran –i pada kata tsuyoi dan kemudian
menambahkan akhiran –garu setelah gokan adjektiva tersebut. Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan penulis, akhiran –
garu dapat ditemukan pada kebanyakan adjektiva, baik zokusei keiyoushi maupun dalam kanjou keiyoushi. Meskipun demikian, -garu yang ditambahkan
pada zokusei keiyoushi memiliki makna yang berbeda dengan -garu yang ditambahakan pada kanjou keiyoushi, sehingga beberapa ahli bahasa Jepang ada
juga yang menganggap –garu yang ditambahkan pada zokusei keiyoushi terpisah atau yang berbeda dengan –garu yang ditambahkan pada kanjou keiyoushi.
Penulis memilih untuk memasukkan keduanya dalam golongan yang sama dikarenakan bagaimanapun hasil akhir yang dibentuk oleh penambahan keduanya
adalah sama-sama haseidoushi atau verba jadian. Pada zokusei keiyoushi, penambahan –garu memberi makna ‘seolah-olah
memiliki’ atau digunakan untuk memamerkan atau berlagak memiliki. Dalam hal ini, -garu memiliki makna yang hampir sama dengan verba -ぶる ‘-buru’.
Contoh ; 強がる tsuyogaru ‘berpura-pura kuat’
新しがる atarashigaru ‘seolah-olah baru‘
偉がる eragaru ‘berlagak terpuji‘
Sedangkan penambahan –garu pada kanjou keiyoushi hampir-hampir tidak memberi perubahan makna pada kata yang dibubuhinya. Tapi
penggunaannya hanya terbatas untuk orang kedua atau ketiga diluar pembicara ヒトゴト hitogoto. Pada dasarnya, kanjou keiyoushi tidak bisa digunakan untuk
menerangkan keadaan orang lain diluar orang pertama. Dalam bahasa Jepang, menggunakan kanjou keiyoushi pada orang lain meski mengetahui keadaannya
dianggap menyimpulkan dengan jahat keadaan seseorang. Sehingga penambahan –garu disini digunakan untuk orang diluar si pembicara. Sedangkan makna dari
–garu sendiri disini adalah 「…..と思う、感じる」sehingga penggunaannya tidak dianggap menyimpulkkan keadaan orang lain.
Contoh ; 悲しがる kanashigaru ‘sepertinya kelihatan sedih‘
嬉しがる ureshigaru ‘sepertinya terlihat bahagia’
苦しがる kurushigaru ‘sepertinya terlihat menderita’
Selain itu, penambahan akhiran –garu juga dapat dilakukan pada adjektiva jadian –tai. Proses pembentukannya pun hampir sama dengan yang
sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu dengan menghilangkan akhiran -i dan kemudian menambahkan akhiran –garu. Disini, penggunaan –garu sama
dengan penggunaan –garu pada kanjou keiyoushi, yaitu digunakan pada orang
kedua atau ketiga diluar si pembicara dengan tidak mengubah nuansa makna pada kata yang dibubuhinya.
Contoh : 飲みたがる nomitagaru ‘ingin minum’
書きたがる kakitagaru ‘ingin menulis’
食べたがる tabetagaru ‘ingin makan‘
3.2.2. Akhiran -mu