Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam seluruh aspek kehidupannya tidak pernah lepas dari bahasa. Manusia membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi menyalurkan aspirasi, menyampaikan ide, gagasan dan keinginannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Para ahli bahasa telah menghasilkan berbagai defenisi mengenai bahasa, salah satunya adalah Gorys Keraf 1984:16 yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Hal tersebut didukung oleh pedapat Abdul Chaer 1988:1, beliau berpendapat bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Yang dimaksud arbitrer disini adalah bahasa itu memiliki struktur dan kaidah tertentu dalam penggunaannya. Selain itu bahasa juga bersifat konvensional, maksudnya adalah bahasa itu telah disepakati bersama oleh masyarakat penggunanya. Kajian bahasa ditelaah dalam linguistik. Abdul Chaer 2007:1 mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Defenisi ini mendukung teori Martinet dalam Abdul Chaer 2007:2 yang mengatakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa. Kata linguistik ini pada dasarnya berasal dari bahasa latin lingua yang berarti bahasa. Istilah linguistics dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language yang berarti bahasa. Seperti dalam bahasa Perancis, istilah linguistique berkaitan dengan kata langage yang juga berarti bahasa. Dalam bahasa Indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dengan kata sifatnya adalah “linguistis” atau “linguistik” Verhaar, 2008:3. Para ahli bahasa sering menyebut ilmu linguistik sebagai “linguistik umum”. Artinya linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau bahasa Jepang saja, tapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya. Linguistik ini dalam bahasa Jepang disebut 言語学 gengogaku. Sama hal-nya dengan bahasa-bahasa lainnya, bahasa Jepang membagi kajian linguistiknya ke dalam beberapa kategori seperti 音 声 学 onseigaku atau ‘fonologi’ yang memfokuskan kajiannya pada bunyi bahasa, 形態論 keitairon atau ‘morfologi’ yang memfokuskan kajiannya pada bentuk kata, 統 語 論 tougoron atau ‘sintaksis’ yang memfokuskan kajiannya pada kalimat dan 意味 論 imiron atau ‘semantik’ yang memfokuskan kajiannya pada makna. Kesemuanya termasuk dalam ruang lingkup linguistik dalam. Kemudian linguistik Jepang juga mengenal istilah 社 会 言 語 学 shakai gengogaku atau ‘sosiolinguistik’, sebuah istilah untuk cabang linguistik luar yang mengkaji bahasa dari sudut pandang masyarakat sebagai pengguna bahasanya. Salah satu cabang linguistik yang telah disebut di atas adalah morfologi. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal Verhaar, 2008:97. Sedangkan yang menjadi pusat kajian morfologi adalah bentuk kata, sesuai dengan pendapat koizumi 1993:89 yang menyatakan bahwa 形態論では、語形の分析が中心 と な る ”keitairon de wa, gokei no bunseki ga chuushin to naru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat berarti : dalam morfologi, yang menjadi pusat kajiannya adalah bentuk kata. Kata dalam bahasa Jepang, sama hal-nya dengan berbagai bahasa di dunia ini terbagi dalam beberapa jenis. Motojiro dalam Sudjianto 2004:147 mengklasifikasikan kelas kata bahasa Jepang 10 jenis, yaitu : • Doushi (動詞verba) • Keiyoushi (形容詞adjektiva-i) • Keiyoudoushi (形容動詞adjektiva-na) • Meishi (名詞nomina) • Fukushi (副詞adverbia) • Rentaishi (連体詞pra nomina) • Setsuzokushi 接続詞kata sambung • Kandoushi (感動しkata seru) • Joushi (助詞partikel) • Joudoushi 助動詞verba bantu Salah satu jenis kata yang menarik untuk diteliti dari 10 jenis kata tersebut adalah adjektiva-I atau 形容詞 ‘keiyoushi’. Keiyoushi adalah golongan kata sifat yang berakhiran –I dalam bahasa Jepang. Selain karena adjektiva ini sering berperan sebagai predikat dalam kalimat, adjektiva dalam bahasa Jepang juga mengalami berbagai perubahan bentuk layaknya verba. Dalam kajian yang lebih kompleks, adjektiva juga tidak jarang mengalami perubahan kelas kata ketika terjadi proses morfologis sehingga menjadi kata baru dengan identitas yang berbeda. Contoh : 悲しい形容詞adjektiva + -がる  悲しがる(動詞verba) + -む 悲しむ(動詞verba) 高い(形容詞adjektiva) + -み  高み(名詞nomina) + -さ 高さ(名詞nomina 広い(形容詞adjektiva) + -まる  広まる(動詞verba) + -める  広める(動詞verba) Permasalahan tentang pembentukan kata seperti yang dicontohkan di atas disebut pembentukan kata secara derivatif. Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya Abdul Chaer, 2007:175. berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah perubahan kelas kata setelah proses morfologi. Dengan demikian, contoh di atas dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: kata 悲 し い kanashii ‘sedih’ yang tergabung dalam kelas adjektiva-i atau keiyoushi, setelah mengalami proses morfologi dapat berubah menjadi kata 悲しがる kanashigaru dan 悲しむ kanashimu yang merupakan kata yang tergabung dalam kelas doushi atau verba. Kemudian kata 高い takai ‘tinggi’ yang juga merupakan golongan adjektiva-i atau keiyoushi, setelah mengalami proses morfologi dapat berubah menjadi kata 高さ takasa dan 高 み takami yang jelas merupakan kata yang tergabung dalam kelas nomina. Hal yang sama juga terjadi pada kata 広い hiroi ‘luas’ yang berubah menjadi 広まる hiromaru yang merupakan kelas verba. Pembubuhan akhiran -さ、-み、-がる、-む、-める dan -まる dalam istilah linguistik disebut dengan proses afiksasi. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar kata atau bentuk dasar Chaer, 2007:177. Terjadinya macam-macam perubahan kelas kata dari kelas adjektiva ke kelas nomina dan kelas verba ini-lah yang melatar-belakangi penelitian berjudul “Analisis Pembentukan Nomina dan Verba yang Berasal dari Adjektiva-I Bahasa Jepang” ini. Selain mengkaji tentang proses pembentukan verba dan nomina dari adjektiva ini, adanya keragaman ini memungkinkan pula adanya perbedaan dalam fungsi gramatikal dalam kata tersebut. Disamping itu, penelitian yang memfokuskan kajiannya pada adjektiva ini tergolong sangat sedikit sehingga penulis mengambil kesempatan ini untuk mengkaji lebih dalam tentang adjektiva ini.

1.2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Fungsi Dan Makna Verba “Shikaru” Dan “Okoru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita “Shikaru” To “Okoru” No Imi To Kinou No Bunseki

10 65 68

Analisis Makna Verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, Dan Shinpo Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang

2 90 84

Analisis Fungsi Dan Makna Verba Bentuk 「–Te Iku 」Dan 「–Te Kuru 」Dalam Novel ‘Piitaa Pan To Wendi’ [Piitaa Pan To Wendi] No Shousetsu No 「-Te Iku」 To 「-Te Kuru」 To Iu Doushi No Kinou To Imi No Bunseki

8 80 96

Analisis Morfologis Verba Bahasa Jepang Nihongo No Doushi No Keitairontekina Bunseki

21 147 70

Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita Nihongo No Bun Ni Okeru (Hataraku, Tsutomeru, Shigoto Suru) No Tsukaikata No Bunseki

5 125 67

SISTEM VERBA BAHASA SASAK DIALEK BAYAN DARI DASAR VERBA DAN NOMINA

2 37 148

Analisis Perbedaan Fungsi Dan Makna Verba “Tsukau” Dan “Mochiiru’’ Dalam Majalah “Nipponia” Nipponia No Zasshi Ni Okeru Tsukau To Mochiiru No Doushi No Imi To Kinou No Soui No Bunseki

1 24 55

Pembentukan Verba Dari Dasar Verba Dan Nomina Bahasa Jawa Dialek Banyumas 00003

0 0 1

Analisis Fungsi Dan Makna Verba “Shikaru” Dan “Okoru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita “Shikaru” To “Okoru” No Imi To Kinou No Bunseki

0 0 13

MORFOLOCI NOMINA DAN ADJEKTIVA BAHASA TOTOLI

0 9 113