Abses Parafaring Karakteristik Abses Leher Dalam Di SMF THT-KL RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2006-2012.

aspirasi dan abses paru. Infeksi itu sendiri seperti sepsis dan kematian Fachruddin, 2007; Khan 2012.

2.10. Abses Parafaring

Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari infeksi leher dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring maupun mastikator Ballenger, 1997; Fachruddin, 2007. Gambar 2. Daerah parafaring dari potongan axial Bailey, 2006 Etiologi Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara: 1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis m. konstriktor faring superior yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris. 2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. Universitas Sumatera Utara 3. Penjalaran infeksi dan ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula Ballenger, 1997; Fachruddin, 2007. Tanda dan Gejala Sebagian besar pasien mengalami edema, sakit tenggorokan, dan odinofagia. Jika infeksi meluas dari faring ke ruang ini, pasien akan menunjukkan trismus yang jelas. Adanya pembengkakan di sekitar angulus mandibula dan demam tinggi. Sedangkan dinding faring lateral mungkin terdorong ke medial, seperti pada abses peritonsilar Bailey, 2006; Fachruddin, 2007. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT Scan Bailey, 2006; Fachruddin,2007. Terapi Terapi yang berhasil mencakup perbaikan jalan napas, antibiotik parenteral, dan drainase bedah. Drainase eksternal adalah melalui fosa submaksillaris seperti yang dijelaskan oleh Mosher tahun 1929 Bailey, 2006. Untuk terapi medikammentosa pada abses parafaring adalah dengan pemberian antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis. Caranya melalui insisi dari luar dan intra oral Surarso, 2011. Insisi dari luar dilakukan 2½ jari di bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m. sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan m. pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan Universitas Sumatera Utara terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan m. sternokleidomastoideus cara Mosher Bailey, 2006; Fachruddin, 2007. Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m. konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior. Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksternal. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda Bailey, 2006; Fachruddin, 2007. Komplikasi Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium faringomaksilaris adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya. Dapat terjadi tromboflebitis septic vena jugularis. Juga dapat terjadi perdarahan masif yang tiba-tiba akibat dari erosi arteri karotis interna. Komplikasi ini dapat memberi kesan dengan adanya perdarahan awal yang kecil perdarahan tersamar Adam, 1997; Fachruddin, 2007.

2.11. Abses Submandibula