• Streptococus β-haemolytikus • Tidak dijumpai pertumbuhan kuman
• Tidak dilakukan pemeriksaan
3.5.11. Penyakit penyerta adalah faktor yang terjadi secara bersamaan dan dapat memperberat terjadinya penyakit, dikelompokkan
menjadi: • Diabetes mellitus
• Tb.paru • Hipertensi
• Tanpa penyakit penyerta.
3.5.12. Komplikasi adalah proses patologis lain yang disebabkan oleh penyakit penderita, dikelompokkan menjadi:
• Sumbatan jalan nafas • Sepsis
• Tanpa komplikasi.
3.5.13. Terapi adalah pengobatan dan tindakan yang dilakukan untuk penyembuhan penyakit, dikelompokkan menjadi:
3.5.14. Hasil terapi adalah keberhasilan yang didapatkan dari pengobatan dan tindakan untuk penyembuhan penyakit, dikelompokkan
menjadi: • Sembuh
• Meninggal.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Data diambil dari data sekunder berdasarkan pencatatan rekam medis penderita infeksi leher dalam di Departemen THT-KL FK. USU
SMF THT-KL RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2012.
3.7. Pengolahan Dan Analisa Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase penderita infeksi leher dalam
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan ruang yang terlibat, umur, jenis kelamin, keluhan, etiologi, pola kuman, penyakit penyerta, komplikasi, terapi, dan hasil terapi.
3.8. Kerangka kerja
REKAM MEDIK PENDERITA
INFEKSI LEHER DALAM
2006-2012 Peritonsil
Retrofaring Parafaring
Submandibula
Ruang yang terlibat Umur
Jenis kelamin
Keluhan Etiologi
Pola kuman Penyakit penyerta
Komplikasi Terapi
Hasil terapi
Universitas Sumatera Utara
3.9. Jadwal Penelitian
Jadwal dan kegiatan penelitian.
No. Jenis Kegiatan
Waktu Feb
‘13 Mar
‘13 Apr
‘13 Mei
‘13 Jun
’13 Sep
’13
1. Persiapan Proposal
2. Presentasi Proposal
3. Pengumpulan,Pengolahan
dataPembuatan Laporan
4. Laporan Tesis
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan case series design dari data sekunder di Departemen THT-KL FK. USU SMF THT-KL
RSUP. H. Adam Malik Medan. Data penelitian merupakan data sekunder dari 40 penderita infeksi leher dalam yang datang dan mendapatkan
pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2012, yang terdiri dari: 1 penderita 2006, 7 penderita 2007, 6 penderita 2008, 7
penderita 2009, 8 penderita 2010, 5 penderita 2011, 6 penderita 2012, usia termuda 7 tahun dan usia tertua 60 tahun.
a. Hasil Statistik Deskriptif
4.1.1. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan ruang yang terlibat
Tabel 1. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan ruang yang terlibat
Ruang yang terlibat N
Abses peritonsil 13
32.5 Abses retrofaring
1 2.5
Abses parafaring 4
10.0 Abses submandibula
22 55.0
Total 40
100.0
Berdasarkan tabel 1 didapatkan ruang leher dalam yang terlibat paling banyak adalah submandibula yaitu 22 penderita 55. Ruang
leher dalam yang terlibat paling sedikit adalah retrofaring yaitu 1 penderita 2,5.
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan umur dan jenis kelamin
Tabel 2. Distribusi frekuensi abses peritonsil berdasarkan umur dan jenis kelamin
Kelompok Umur
Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
N N
N
0 - 10 thn 0.0
0.0 0.0
10 - 20 thn 1
11.1 1
25.0 2
15.4 20 - 30 thn
3 33.3
1 25.0
4 30.8
30 - 40 thn 0.0
1 25.0
1 7.7
40 - 50 thn 3
33.3 0.0
3 23.1
50 - 60 thn 2
22.2 1
25.0 3
23.1 60 thn
0.0 0.0
0.0
Total 9
100.0 4
100.0 13
100.0
Berdasarkan tabel 2 didapatkan penderita abses peritonsil terbanyak pada umur 20-30 tahun yaitu 4 30,8 penderita. Persentase
terendah terdapat pada kelompok umur 30-40 tahun yaitu 1 7,7
penderita. Berdasarkan jenis kelamin, penderita abses peritonsil terdiri dari 9 69,3 penderita laki-laki dan 4 30,7 penderita perempuan.
Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan yaitu 2,25 : 1.
Tabel 3. Distribusi frekuensi abses retrofaring berdasarkan umur dan jenis kelamin
Kelompok Umur
Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
N N
N
0 - 10 thn 0.0
0.0 0.0
10 - 20 thn 0.0
0.0 0.0
20 - 30 thn 1
100.0 0.0
1 100.0
30 - 40 thn 0.0
0.0 0.0
40 - 50 thn 0.0
0.0 0.0
50 - 60 thn 0.0
0.0 0.0
60 thn 0.0
0.0 0.0
Total 1
100.0 0.0
1 100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 3 didapatkan penderita abses retrofaring terdapat pada umur 20-30 tahun, yaitu 1 100 penderita. Berdasarkan
jenis kelamin, penderita abses retrofaring terdiri dari 1 100 penderita laki-laki.
Tabel 4. Distribusi frekuensi abses parafaring berdasarkan umur dan jenis kelamin
Kelompok Umur
Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
N N
N
0 - 10 thn 1
33.3 0.0
1 25.0
10 - 20 thn 1
33.3 0.0
1 25.0
20 - 30 thn 1
33.3 1
100.0 2
50.0 30 - 40 thn
0.0 0.0
0.0 40 - 50 thn
0.0 0.0
0.0 50 - 60 thn
0.0 0.0
0.0 60 thn
0.0 0.0
0.0
Total 3
100.0 1
100.0 4
100.0
Berdasarkan tabel 4 didapatkan penderita abses parafaring terbanyak pada umur 20-30 tahun, yaitu 2 50 penderita. Persentase
terendah terdapat pada kelompok 0-10 tahun dan 10-20 tahun yaitu
masing-masing 1 25 penderita. Berdasarkan jenis kelamin, penderita abses parafaring terdiri dari 3 75 penderita laki-laki dan 1 25
penderita perempuan. Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 1.
Tabel 5. Distribusi frekuensi abses submandibula berdasarkan umur dan jenis kelamin
Kelompok Umur
Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
N N
N
0 - 10 thn 0.0
0.0 0.0
10 - 20 thn 0.0
1 12.5
1 4.5
20 - 30 thn 4
28.6 0.0
4 18.2
30 - 40 thn 3
21.4 0.0
3 13.6
40 - 50 thn 1
7.1 4
50.0 5
22.7
Universitas Sumatera Utara
50 - 60 thn 6
42.9 3
37.5 9
40.9 60 thn
0.0 0.0
0.0
Total 14
100.0 8
100.0 22
100.0
Berdasarkan tabel 5 didapatkan penderita abses submandibula terbanyak pada umur 50-60 tahun, yaitu 9 40,9 penderita.
Persentase terendah terdapat pada kelompok umur 10-20 tahun yaitu 1
4,5 penderita. Berdasarkan jenis kelamin, penderita abses submandibula terdiri dari 14 63,6 penderita laki-laki dan 8 36,4
penderita perempuan. Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,75:1.
4.1.3. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan keluhan Tabel 6. Distribusi frekuensi abses peritonsil berdasarkan keluhan
Keluhan N
Pembengkakan dileher 0.0
Nyeri Leher 0.0
Sulit menelan 4
30.8 Sakit Menelan
6 46.2
Demam 0.0
Trismus sulit membuka mulut 3
23.1 Nyeri tenggorok
0.0
Total 13
100.0
Berdasarkan tabel 6 didapatkan 6 46,2 penderita abses peritonsil mengeluhkan sakit menelan. Trismus paling sedikit dikeluhkan
yaitu 3 23,1 penderita.
Tabel 7. Distribusi frekuensi abses retrofaring berdasarkan keluhan
Keluhan N
Pembengkakan dileher 0.0
Nyeri Leher 0.0
Sulit menelan 0.0
Sakit Menelan 1
100.0 Demam
0.0 Trismus sulit membuka mulut
0.0
Universitas Sumatera Utara
Nyeri tenggorok 0.0
Total 1
100.0
Berdasarkan tabel 7 didapatkan 1 100 penderita abses retrofaring dengan keluhan sakit menelan.
Tabel 8. Distribusi frekuensi abses parafaring berdasarkan keluhan
Keluhan N
Pembengkakan dileher 1
25.0 Nyeri Leher
0.0 Sulit menelan
0.0 Sakit Menelan
2 50.0
Demam 0.0
Trismus sulit membuka mulut 1
25.0 Nyeri tenggorok
0.0
Total 4
100.0
Berdasarkan tabel 8 didapatkan 2 50 penderita abses parafaring dengan keluhan sakit menelan. Keluhan pembengkakan leher dan trismus
masing-masing dikeluhkan 1 25 penderita.
Tabel 9. Distribusi frekuensi abses submandibula berdasarkan keluhan
Keluhan N
Pembengkakan dileher 15
68.2 Nyeri Leher
0.0 Sulit menelan
0.0 Sakit Menelan
4 18.2
Demam 1
4.5 Trismus sulit membuka mulut
2 9.1
Nyeri tenggorok 0.0
Total 22
100.0
Berdasarkan tabel 9 didapatkan 15 68,2 penderita abses submandibula dengan keluhan pembengkakan di leher. Demam paling
sedikit dikeluhkan penderita yaitu 1 4,5 penderita.
4.1.4. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan etiologi Tabel 10. Distribusi frekuensi abses peritonsil berdasarkan etiologi
Universitas Sumatera Utara
Etiologi N
Infeksi gigi 3
23.1 Tonsilitis
7 53.8
TB. Paru 0.0
Faringitis 0.0
Tidak jelas 3
23.1
Total 13
100.0
Berdasarkan tabel 10 didapatkan etiologi abses peritonsil paling banyak adalah riwayat tonsilitis, yaitu 7 53,8 penderita. Etiologi yang
paling sedikit adalah infeksi gigi dan tidak jelas, masing- masing 2 23,1 penderita.
Tabel 11. Distribusi frekuensi abses retrofaring berdasarkan etiologi
Etiologi N
Infeksi gigi 0.0
Tonsilitis 0.0
TB. Paru 1
100.0 Faringitis
0.0 Tidak jelas
0.0
Total 1
100.0
Berdasarkan tabel 11 didapatkan etiologi abses retrofaring adalah tuberkulosis, yaitu 1 penderita 100.
Tabel 12. Distribusi frekuensi abses parafaring berdasarkan etiologi
Etiologi N
Infeksi gigi 1
25.0 Tonsilitis
1 25.0
TB. Paru 0.0
Faringitis 0.0
Tidak jelas 2
50.0
Total 4
100.0
Berdasarkan tabel 12 didapatkan etiologi abses parafaring paling banyak adalah tidak jelas, yaitu 2 50 penderita. Etiologi paling sedikit
adalah tonsilitis dan infeksi gigi, dijumpai masing-masing 1 25 penderita.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 13. Distribusi frekuensi abses submandibula berdasarkan etiologi
Etiologi N
Infeksi gigi 19
86.4 Tonsilitis
0.0 TB. Paru
0.0 Faringitis
2 9.1
Tidak jelas 1
4.5
Total 22
100.0
Berdasarkan tabel 13 didapatkan etiologi abses submandibula paling banyak adalah infeksi gigi, yaitu 19 86,4 penderita. Etiologi
paling sedikit adalah tidak jelas, dijumpai pada 1 4,5 penderita.
4 .1.5. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan pola kuman
Tabel 14. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan pola kuman
Pola Kuman Ruang yang terlibat
Total Abses
peritonsil Abses
retrofaring Abses
parafaring Abses
submandibula N
N N
N N
Klebsiella ozaenae
0.0 0.0
0.0 1
4.5 1
2.5 Staphylococcus
aureus 3
23.1 0.0
0.0 2
9.1 5
12.5 Klebsiella
pneumonia 0.0
0.0 1
25.0 3
13.6 4
10.0 Pseudomonas
Aeruginosa 0.0
0.0 0.0
5 22.7
5 12.5
Clostridium perfringens
0.0 0.0
0.0 1
4.5 1
2.5 Escherictia coli
0.0 1
100.0 0.0
0.0 1
2.5 Streptoccus
viridans 0.0
0.0 1
25.0 0.0
1 2.5
Streptococus α- haemolytikus
0.0 0.0
0.0 2
9.1 2
5.0 Streptococus β-
haemolytikus 2
15.4 0.0
0.0 1
4.5 3
7.5 Tidak dijumpai
pertumbuhan kuman
3 23.1
0.0 2
50.0 4
18.2 9
22.5 Tidak dilakukan
pemeriksaan 5
38.5 0.0
0.0 3
13.6 8
10.0
Total 13
100.0 1
100.0 4
100.0 22
100.0 40
100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 14 didapatkan pola kuman paling banyak pada infeksi leher dalam adalah tidak ada pertumbuhan, yaitu 9 penderita atau
22,5. Pola kuman paling sedikit adalah Escherechia coli, Streptococcus
viridans, Clostridium perfringens, Klebsiella ozaenae yang dijumpai masing-masing pada 1 penderita 2,5.
4.1.6. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan penyakit penyerta
Tabel 15. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan penyakit penyerta
Penyakit Penyerta N
DM 5
12.5 TBC
1 2.5
Hipertensi 0.0
Tanpa penyakit penyerta 34
85.0
Total 40
100.0
Berdasarkan tabel 15 didapatkan penyakit penyerta paling banyak pada infeksi leher dalam adalah tanpa penyakit penyerta, yaitu 34 85
penderita. Penyakit penyerta paling sedikit TBC pada 1 2,5 penderita.
4.1.7. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan komplikasi Tabel 16. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan komplikasi
Komplikasi N
Sumbatan jalan nafas 2
5.0 Sepsis
4 10.0
Tanpa komplikasi 34
85.0
Total 40
100.0
Berdasarkan tabel 16 didapatkan komplikasi paling banyak pada infeksi leher dalam adalah tanpa komplikasi, yaitu 34 85 penderita.
Komplikasi paling sedikit yaitu sumbatan jalan nafas 2 5 penderita.
4.1.8. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan terapi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 17. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan terapi
Terapi N
Medikamentosa + Operatif 24
60.0 Medikamentosa
16 40.0
Total 40
100.0
Berdasarkan tabel 17 didapatkan terapi paling banyak pada infeksi leher dalam adalah medikamentosa dan operatif, yaitu 24 60
penderita. Sedangkan terapi medikamentosa 16 40 penderita.
4.1.9. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan hasil terapi Tabel 18. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan hasil terapi
Terapi N
Sembuh 36
90.0 Meninggal
4 10.0
Total 40
100.0
Berdasarkan tabel 18 didapatkan hasil terapi paling banyak pada infeksi leher dalam adalah sembuh, yaitu 36 penderita 90. Sedangkan
meninggal 4 penderita 10.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian yang menggunakan case series design ini merupakan data sekunder dari 40 penderita infeksi leher dalam yang dilakukan
pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2012. Distribusi penderita dijabarkan di bawah ini.
5.1. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan ruang yang terlibat