dijumpai penyebab terbanyak adalah infeksi gigi yaitu 27,5 dan tonsilitis sebanyak 22,5 Suebara et al., 2008.
Pada penelitian lain yang dilakukan terhadap 150 kasus infeksi leher dalam di Parana Brazil dari Januari 2000-Januari 2007 dijumpai 37
sumber infeksi pada infeksi leher dalam adalah infeksi gigi, diikuti oleh penyebab yang tidak jelas 33, infeksi faring dan tonsil 20, dan sisanya
infeksi lain-lain Matzelle et al., 2009. Hal yang berbeda pada penelitian Lee dan kawan-kawan yang
menemukan etiologi terbanyak penyebab infeksi leher dalam adalah tidak jelastidak diketahui sebanyak 116 73,4 penderita Lee et al.,2007.
Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa etiologi infeksi leher dalam yang paling sering adalah infeksi gigi dan kelenjar air liur. Infeksi
gigi merupakan sumber infeksi terbanyak yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi leher dalam. Kebersihan mulut dan gigi yang kurang
diperhatikan dan penyalahgunaan obat intravena bisa pula menjadi faktor tersering pada orang dewasa. Selain itu penyakit infeksi saluran nafas
atas, trauma, benda asing juga merupakan etiologi dari infeksi leher dalam Raharjo SP, 2013.
5.5. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan pola kuman
Dari hasil penelitian ini didapatkan pola kuman penyebab infeksi leher dalam yang paling banyak adalah tidak ada pertumbuhan kuman
yaitu 9 penderita atau 22,5. Persentase yang paling rendah adalah Escherechia coli, Streptococcus viridans, Clostridium perfringens,
Klebsiella ozaenae yang masing-masing dijumpai 1 2,5 penderita. Hal ini sama dengan hasil penelitian Meher pada 54 kasus infeksi
leher dalam yang dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dijumpai 36 penderita yang hasil pemeriksaannya tidak dijumpai pertumbuhan. Pada
pertumbuhan kuman yang selanjutnya dijumpai Staphylococcus aureus 8 penderita, Streptococcus sp. 4 penderita, Klebsiella sp. 3 penderita, dan
diikuti dengan Proteus sp., Enterococcus sp., Pseudomonas sp. masing-
Universitas Sumatera Utara
masing 1 penderita Meher Ravi et al., 2005. Begitu juga pada penelitian yang dilakukan Kwang dan kawan-kawan terhadap 56 penderita infeksi
leher dalam juga dijumpai tidak adanya pertumbuhan paling banyak pada pemeriksaan pola kuman yaitu 25 penderita Shin Kwang Kang et al.,
2012. Pada penelitian ini kemungkinan karena penggunaan antibiotik
yang telah diberikan sebelum dilakukan pemeriksaan mikrobiologi sehingga hasil pemeriksaan menunjukkan tidak dijumpainya pertumbuhan
kuman. Selain itu kemungkinan lain yang mengakibatkan tidak dijumpai pertumbuhan kuman pada pemeriksaan mikrobiologi diduga karena jenis
kuman pada infeksi leher dalam sering jenis campuran kuman aerob dan anaerob. Pada pemeriksaan kuman anaerob kita harus memperhatikan
cara pengambilan dan tempat sediaan khusus untuk suasana anaerob sehingga pertumbuhan kuman anaerob dapat dijumpai. Hal inilah yang
diduga merupakan penyebab pemeriksaan kuman pada penelitian ini banyak tidak dijumpai pertumbuhan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Suebara dan kawan- kawan dijumpai kuman terbanyak pada infeksi leher dalam adalah
Staphylococcus aureus yaitu 30 37,50, Streptococcus group G 20 25, Streptococcus viridans 10 12,50, Streptococcus pyogenes 2
2,50, tidak ada pertumbuhan 13 16,25 dan sisanya Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp., Prevotella melaninogenica masing-masing 1
1,25 Suebara et al., 2006. Kebanyakan kasus infeksi leher dalam mengandung bakteri
campuran atau gabungan kuman aerob dan anaerob. Adanya gejala – gejala seperti sekret yang berbau adalah merupakan tanda adanya infeksi
anaerob. Pada kasus abses odontogenik kebanyakan melibatkan bakteri anaerob. Tidak dijumpainya pertumbuhan kuman, diduga karena penderita
infeksi leher dalam telah mendapatkan terapi medikamentosa sebelum dilakukan pemeriksaaan mikrobiologi. Meher Ravi et al., 2005; Raharjo
SP, 2013.
Universitas Sumatera Utara
5.6. Distribusi frekuensi infeksi leher dalam berdasarkan penyakit penyerta