Menurut penelitian yang dilakukan Parhischar dan kawan-kawan, terhadap 210 infeksi leher dalam, 175 83,3 dapat diidentifikasi
penyebabnya. Penyebab terbanyak infeksi gigi 43. Ludwig’s angina yang disebabkan infeksi gigi 76, abses submandibula 61 disebabkan
oleh infeksi gigi Parhiscar et al., 2001. Yang dan kawan-kawan 2008 melaporkan dari 100 penderita
infeksi leher dalam, 77 77 penderita dapat diidentifikasi sumber infeksi sebagai penyebabnya. Penyebab terbanyak berasal dari infeksi orofaring
35, odontogenik 23. Penyebab lain adalah infeksi kulit, sialolitiasis, trauma, tuberkulosis, dan kista yang terinfeksi.
2.3. Gejala Klinis dan Diagnosis
Gejala klinis infeksi leher dalam secara umum sama dengan gejala infeksi pada umumnya yaitu, nyeri, demam, pembengkakan dan gangguan
fungsi. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan ruang potensi yang terlibat Ballenger, 1994;
Fachruddin, 2000. Pada penelitian Lee dan kawan-kawan di Korea, melaporkan
gejala klinis pada 158 kasus infeksi leher dalam, yaitu keluhan leher bengkak 74,7, keluhan sakit leher 41,1, demam 14,6, panas
dingin 10,1, sulit bernafas 10,1, disfagia 6,3, dan trismus 1,9 Lee et al., 2007.
2.4. Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen servikal lateral Dapat memberikan gambaran adanya pembengkakan jaringan
lunak pada daerah prevertebra, adanya benda asing, gambaran udara di subkutan, air fluid levels, erosi dari korpus vertebra. Penebalan jaringan
lunak pada prevertebra setinggi servikal II C2, lebih 7 mm dan setinggi 14 mm pada anak, lebih 22 mm pada dewasa dicurigai sebagai suatu
abses retrofaring Vieira, 2008. • Rontgen panoramiks
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan pada kasus infeksi leher dalam yang dicurigai berasal dari gigi Viera, 2008.
• Rontgen toraks Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pneumonia yang dicurigai akibat aspirasi dari abses Viera, 2008. • CT Scan
Berdasarkan penelitian Crespo dkk, dikutip dari Murray AD dkk, bahwa dengan hanya pemeriksaan klinis tanpa CT Scan mengakibatkan
estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70 pasien. CT Scan memberikan gambaran abses berupa adanya air fluid levels
Viera, 2008. Menurut penelitian yang dilakukan pada 65 penderita infeksi leher
dalam di Departemen THT-KL Universidade Estadual de Campinas, São Paulo, Brazil, pemeriksaan CT Scan dengan kontras adalah penting dalam
mengevaluasi lokasi infeksi pada ruang leher sehingga mempermudah tindakan drainase dan pembedahan. John dan kawan-kawan
menggunakan pemeriksaan CT Scan dengan kontras untuk mendiagnosis infeksi leher dalam pada anak-anak yang akan diberikan terapi antibiotik
intravena McClay et al., 2003. • Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi pus dari lesi yang dalam. Setelah desinfeksi kulit, pus dapat diambil dengan aspirasi memakai jarum aspirasi
atau dilakukan insisi. Pus yang diambil sebaiknya tidak terkontaminasi dengan flora normal yang ada di daerah saluran nafas atas atau rongga
mulut. Spesimen yang telah diambil dimasukkan ke dalam media transportasi yang steril Yang, 2008.
2.5. Prinsip Penatalaksanaan
Prinsip utama adalah menjamin dan memelihara jalan nafas yang memadai. Jika diperlukan jalan nafas buatan, intubasi endotrakea sulit
dilakukan karena abses merubah atau menyumbat jalan nafas atas. Jika intubasi tidak mungkin dilakukan, maka dilakukan trakeostomi atau
Universitas Sumatera Utara
krikotirotomi. Terapi selanjutnya dimaksudkan untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi Bailey, 2006.
Pemeriksaan kultur darah serta aspirasi abses dan pemberian antibiotik serta drainase bedah, diperlukan pada penatalaksanaan infeksi
ini. Resusitasi cairan diperlukan karena hampir selalu terjadi dehidrasi oleh karena intake yang tidak mencukupi karena seringnya terjadi trismus
Bailey, 2006. Drainase bedah diindikasikan untuk penderita dengan abses atau
ancaman terjadinya komplikasi. Ruang primer yang terkena dan perluasan keruang lainnya harus dibuka dan didrainase. Drainase dapat berupa
aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang ditimbulkannya Surarso, 2011;Triana, 2011.
Berikut algoritma untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan infeksiabses leher dalam Bailey, 2006; Surarso, 2011.
Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan infeksi leher dalam Bailey, 2006.
2.6. Komplikasi Infeksi leher dalam