I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian Indonesia dihadapkan pada tantangan bagaimana mengubah orientasi pertanian tradisional yang berfokus pada sektor on farm ke
orientasi yang melibatkan sektor off farm atau disebut pendekatan agribisnis. Salah satu industri pada sektor pertanian yang telah memperhatikan terhadap
pendekatan agribisnis adalah sub sektor hortikultura. Industri tersebut mampu mengubah pola usaha tani yang awalnya hanya dijadikan sebagai hobi menjadi
usaha komersial yang prospektif Dirjen Hortikultura, 2001 dalam Rahmanti, 2006.
Bidang usaha agribisnis florikultura atau lebih dikenal dengan bisnis tanaman hias memiliki nilai ekonomi yang cukup penting baik bagi pelaku
maupun bagi perekonomian, mengingat bisnis ini sangat prospektif. Salah satu faktor pendukungnya adalah dengan industri properti dan jasa yang memerlukan
dekorasi taman, dekorasi ruangan, jasa landscape.
1
Tapi yang prospektif ini belum terealisasi dengan baik karena pemerintah belum sepenuhnya mendukung
pengembangan usaha tersebut, di samping faktor sikap dari pelaku bisnis tanaman hias yang masih berjalan sendiri-sendiri.
Benny Tjia, ketua Forum Florikultura Indonesia menyatakan keuntungan yang diperoleh dari satu hektar tanaman hias bisa setara dengan 60 hektar
1
Dirjen Tanaman Hias.http: www.deptan.go.id. 7 Juni 2007
tanaman jagung atau tanaman padi.
2
Pentingnya bisnis tanaman hias menuntut dukungan ketersediaan dan keberlanjutan produksi komoditas tanaman hias, hal
yang hingga kini masih menjadi masalah. Sebagai ilustrasi berikut disajikan perkembangan produksi tanaman hias di Indonesia Tabel 1.
Tabel 1 Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003-2007 No
Tahun Produksi Tangkai
Pertumbuhan
1. 2003
115.739.880 2.
2004 158.522.843
36,96 3.
2005 173.240.364
9,28 4.
2006 166.645.684
-3,80 5.
2007 214.083.069
28,46 Sumber: Dirjen Hortikultura, 2008. Diolah.
3
Angka sementara Tabel 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi tanaman hias tiap
tahunnya berfluktuatif dan cenderung menurun, dari tahun 2003 ke 2004, produksi naik sebesar 36,98 persen, kemudian tahun 2005 naik sebesar 9,28 persen. Laju
pertumbuhan mengalami penurunan yang cukup drastis setelah itu. Nampak industri ini mengalami kendala dalam mempertahankan kontinuitas produksi.
Produksi mengalami kenaikan di tahun 2007 dengan pertumbuhan sebesar 28,46 persen. Salah satu penjelas adalah pengaruh meningkatnya minat masyarakat atas
tanaman hias dan perkembangan industri dari sektor lainnya yang menjadikan tanaman hias sebagai pendukung untuk sektor tersebut.
Soekam 2007 menyatakan bahwa apresiasi masyarakat terhadap tanaman hias tertuju pada tanaman hias jenis daun. Hal tersebut menepis rumusan para ahli
tanaman konvensional bahwa seseorang yang mempunyai status sosial kelas
2
Ekspor Tanaman Hias Tersandung Biaya Siluman. http: www.media indonesia.com. 27 Juni 2007
3
http:www.hortikultura.go.id.1 Mei 2008.
menengah ke atas cenderung memilih koleksi tanaman hias jenis bunga. Bila koleksi tanaman hias tertuju pada jenis daun-daunan dan tanaman obat-obatan
maka tingkat ekonomi seseorang tersebut adalah kelas menengah ke bawah. Kini sebaliknya tanaman hias daun yang semula dinilai sebagai koleksi kelas
menengah ke bawah, telah menjadi koleksi masyarakat kelas menengah ke atas.
4
Hal ini memberikan tanda bahwa bisnis florikultura daun perlu ditangani serius. Bisnis tanaman hias di Indonesia pada tahun 2005 sampai 2008 masih
didominasi tanaman hias jenis pot. Berdasarkan hasil survei dari redaksi majalah Flona
tahun 2008 mengenai pilihan para pebisnis tanaman hias di beberapa daerah di Indonesia seperti Jabodetabek Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
Semarang dan Malang menyatakan bahwa, tren untuk tanaman hias jenis pot masih didominasi Anthurium dan Aglaonema Tabel 2. Hal tersebut
mencerminkan bahwa Anthurium dan Aglaonema banyak diminati oleh konsumen tanman hias, sedangkan untuk Adenium mulai kurang diminati oleh konsumen.
Pilihan jenis tanaman Anthurium sebagai komoditas untuk usaha tanaman hias oleh para pelaku bisnis tersebut adalah karena faktor dari harga Anthurium
yang tinggi bahkan di luar logika. Sehingga pebisnis banyak yang tertarik untuk memilih komoditas ini, tapi konsumen Anthurium daun masih seputar pedagang
tidak seperti Aglaonema yang sudah memiliki konsumen akhir yang nyata.
4
Soekam Kadin Dinas Usaha Tani Kabupaten Malang http:www.iklan pengusaha sharing.com 29 Juni 2007
Tabel 2 Komoditas Pilihan untuk Kategori Pot Plant di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Semarang, Malang Tahun 2007
Jenis Tanaman Penjualan Persen
Anthurium 40
Aglaonema 30
Adenium 20
Lain-lain 10
Sumber: Majalah Flona edisi Januari 2008 Selera konsumen terhadap tanaman hias menentukan kelangsungan bisnis
ini. Perubahan selera konsumen akan mempengaruhi perkembangan tanaman hias. Soekartawi 1994 menyatakan bahwa perkembangan bisnis tanaman hias dapat
dilihat dari meningkatnya jumlah, variasi, jenis dan penampilan tanaman. Misalnya pada tahun 1980-an tanaman yang banyak digemari oleh konsumen
adalah Kaktus sedangkan pada awal tahun 1990-an berganti dengan Palem. Nurmalinda et al, 1999.
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa, sementara persoalan di sisi on farm masih berlangsung, para petani tanaman hias dituntut untuk terus memahami
selera atau preferensi konsumen, karena dari sana akan ditentukan gejolak pasar, dapat mempertahankan daya saing. Salah satu kebutuhan nyata untuk itu
karenanya adalah memahami perilaku konsumen. Pada upaya ini, hal yang penting diketahui adalah preferensi konsumen atas produk yang sedang dan akan
ada di pasar. Dalam rangka memahami perilaku konsumen inilah penelitian ini diadakan.
1.2 Perumusan Masalah