BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data hasil PISA Program for International Assessment of Student tahun 2009, peringkat Indonesia baru menduduki 10 besar terbawah dari
65 negara. Ada tiga aspek yang diteliti PISA, yakni kemampuan membaca, matematika, dan sains, berikut hasil survey PISA tahun 2009; Reading 57,
Matematika 61 dan Sains 60. Berdasarkan data hasil PISA tahun 2009 tersebut, anak Indonesia masih rendah dalam kemampuan literasi sains diantaranya
mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains BSNP, 2008.
Sejalan dengan perkembangan kurikulum di sekolahmadrasah, siswa dituntut untuk berorientasi dalam proses pembelajaran di kelas. Kurikulum yang
dibutuhkan oleh sekolahmadrasah yang diperlukan untuk membekali siswa dalam kemampuan dirinya untuk menghadapi tantangan hidup dikemudian hari secara
mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif. Sekolahmadrasah harus menciptakan kurikulum yang berbasis kompetensi, supaya kompetensi-kompetensi siswa dapat
lebih meningkat. Pada kenyataannya di sekolahmadrasah belum menerapkan kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih mengutamakan hasil akhir dari
siswa-siswanya itu lulus dengan nilai tinggi dan memuaskan, tetapi tidak mempedulikan siswanya apakah siswa-siswanya itu telah benar-banar menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasarnya. Keberhasilan suatu pendidikan di sekolah merupakan salah satu kuncinya
adalah keberhasilan guru dalam menyajikan materi pelajaran yang dapat memfasilitasi siswanya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Pada setiap
kurikulum yang
berlaku guru
diharapkan mengembangkan
model pembelajarannya sesuai dengan kondisi lapangan, misalnya intakeasupan siswa
dan kelengkapan media pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan di lapangan masih ada guru yang menyajikan pembelajaran hanya dengan “ Transfer of knowledge” atau mentransfer ilmu saja
tanpa mengembangkan bagaimana cara belajar apalagi yang mengembangkan keterampilan proses pada siswa. Hasil wawancara seorang guru di MTs
Sabilurrahman Gubug Kabupaten Grobogan belum pernah ada satupun guru yang menggunakan keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran disetiap mata
pelajaran dan khususnya pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam IPA. Alasan guru tersebut biasanya karena kurangnya fasilitas laboratorium atau
persiapan untuk menyediakan bahan praktikum memerlukan waktu yang lama. Ini menunjukkan masih adanya pandangan bahwa pendekatan keterampilan proses
hanya disajikan pada pembelajaran secara eksperimen saja, padahal pembelajaran IPA non-eksperimenpun dapat dilakukan dengan pendekatan keterampilan proses.
Bentuk kegiatan non-eksperimen meliputi kegiatan pada konsep-konsep abstrak dan konsep yang tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen dengan alasan
prakteknya memerlukan alat-alat yang banyak, bahan berbahaya atau memerlukan waktu yang lama.
Menurut standar mengajar IPA dan standar untuk pengembangan professional guru IPA, guru harus menyajikan belajar IPA melalui proses
penelitian dan inkuiri. Lebih lanjut dikatakan dalam NSES 1996 bahwa “Science as procces” maka siswa belajar IPA melalui keterampilan-keterampilan proses
sains seperti mengamati, menyimpulkan, menafsirkan, mengelompokan, dsb. Keterampilan-keterampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan sains
memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada siswa. Dengan keterampilan-keterampilan proses ini siswa
dapat mempelajari sains sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya. Penggunaan keterampilan-keterampilan proses ini merupakan
suatu proses yang berlangsung selama hidup. Pengembangan keterampilan proses sangat diperlukan siswa sejak awal belajar IPA, sebab pada dasarnya siswa
memiliki keingintahuan yang besar terhadap sesuatu. Menurut hasil penelitian Piaget dan Bruner terungkap bahwa siswa itu dapat berpikir secara tingkat tinggi
bila ia mempunyai cukup pengalaman secara kongkret dan bimbingan yang
memungkinkan pengembangan konsep-konsep dan menghubungkan fakta-fakta yang diperlukan Kamalia, 2010.
Sesuai dengan kurikulum pembelajaran di atas, maka terdapat referensi kurikulum pembelajaran dalam konteks mempersiapkan sumber daya manusia
pada abad 21 harus lebih mengacu pada konsep belajar yang dicanangkan oleh Komisi UNESCO dalam wujud “the four pillars of education” Delors, 1996:86,
yaitu belajar untuk mengetahui “learning to know”, belajar melakukan sesuatu “learning to do”, belajar hidup bersama sebagai dasar untuk berpartisipasi dan
bekerjasama dengan orang lain dalam keseluruhan aktivitas kehidupan manusia “learning to life together”, dan belajar menjadi dirinya “learning to be”. Model
pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa Alfred, 1989:120. Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar Joice Weil,
1996:7, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap
itu diperoleh siswa Zamroni, 2000:30; Semiawan, 1998:13. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru juga menyebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran IPA SMPMTs salah
satunya adalah memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan hubungan IPA dengan matematika dan teknologi. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan
tersebut, guru-guru IPA SMPMTs dan calon guru IPA SMPMTs hendaknya disiapkan untuk memiliki kompetensi dalam biologi, kimia, fisika, bumi, dan
antariksa serta bidang IPA lainnya, seperti kesehatan, lingkungan, dan astronomi. Guru-guru IPA seharusnya bukan hanya mempunyai kompetensi guru saja, tetapi
harus mempelajarkannya kepada siswanya. Menurut Carin
dan Sund 1993 mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
universal, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Ilmu Pengetahuan Alam IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam IPA di SMPMTs, meliputi
bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam
membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami
uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok
bahasannya adalah alam dan segala isinya. Kementerian
Pendidikan Nasional
telah menyusun
panduan pengembangan pembelajaran IPA terpadu sejak tahun 2005, namun kenyataan di
lapangan hampir semua guru IPA SMPMTs masih belum menerapkan pembelajaran IPA terpadu tersebut dengan berbagai alasan Wilujeng, 2011.
Sejalan dengan perkembangan kurikulum yang mengacu pada ketuntasan pencapaian kompetensi, maka diperlukan sistem penilaian yang berbasis kelas
yang mengarah pada penilaian autentik. Penilaian ini mengharuskan guru untuk mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya untuk tujuan pembuatan
keputusan pengajaran, sehingga diharapkan keputusan yang diambil dapat tepat sasaran. Suatu penilaian yang dapat memberikan informasi mengenai kesulitan-
kesulitan, tingkat pencapaian, dan kemampuan dasar siswa adalah menggunakan tes diagnostik.
Tes diagnostik adalah salah satu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga dari kelemahan-kelemahan tersebut dapat
diberikan perlakuan yang tepat Suharsimi, 2006: 34. Tes diagnostik dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan utama yang menyebabkan siswa
belum mencapai hasil belajar yang ditentukan Depdiknas, 2003: 2. Dengan menggunakan tes diagnostik diharapkan guru dapat mengidentifikasi ketuntasan
pencapaian kompetensi yang telah dikuasai oleh siswa. Berdasarkan tes diagnostik, guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki siswa
sehingga, dapat memberikan program-program remidial dan pengambilan kebijaksanaan sesuai dengan kebutuhan siswa. Kesulitan dan kelemahan yang
dialami siswa ketika belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah penguasaan pengetahuan, kemampuan
matematika, serta keterampilan proses sains kemampuan merumuskan masalah, menyusun hipotesis, menyusun eksperimen, menyajikan data, menarik
kesimpulan, dll . Bentuk tes yang lain dari tes diagnostik adalah tes formatif dan tes
sumantif, tes formatif formative test yaitu tes yang dilaksanakan setelah selesainya satu pokok bahasan. Tes ini berfungsi untuk menetukan tuntas tidaknya
satu pokok bahasan, tes formatif disusun untuk mengukur ketuntasan belajar atau ketuntasan kompetensi minimal KKM. Apabila dari hasil tes formatif tersebut
diketahui ada siswa yang belum tuntas, maka guru melakukan tes untuk mendiagnosis kemungkinan-kemungkinan sumber masalahnya. Sedangkan tes
sumatif summative test, yaitu tes yang diberikan setelah sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan. Disekolah tes ini dikenal sebagai ulangan
umum ujian akhir semester. Karakteristik tes diagnostik dibandingkan dengan tes yang biasa di buat
yaitu tes diagnostik memiliki karakteristik: a dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang dijaring harus didesain
memiliki fungsi diagnostik, b dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber- sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya
masalah penyakit siswa, dan c menggunakan soal-soal bentuk supply response
bentuk uraian atau jawaban singkat, sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected
response misalnya bentuk pilihan ganda, harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan
dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya. Sedangkan tes yang biasa dibuat adalah tes yang di desain hanya untuk mengetahui ketuntasan kompetensi minimal
siswa dan perolehan hasil belajar siswa yang baik. Sepanjang hidup kita berhubungan dengan pengalaman yang berhubungan
dengan Energi. Siswa memiliki konsep dan keterampilan tersendiri dalam memahami pengalaman yang berhubungan dengan energi. Terkadang suatu
keterampilan proses siswa dalam memahami sebuah pengalaman ataupun sebuah kejadian, itu tidak sesuai dengan teman yang satu dengan teman yang lain, dapat
jadi dengan sang guru juga, serta konsep sebenarnya. Hal tersebut akan mengakibatkan siswa mengalami kesalah pahaman dalam mengasah keterampilan
proses siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Para ilmuwan juga berpengalaman bahwasanya dengan sebuah energi
dalam kehidupan sehari-hari akan dapat dirubah menjadi energi yang berbeda- beda. Hal yang diukur di dalam tes diagnostik antara lain adalah untuk
mengidentifikasi kesulitan- kesulitan belajar siswa Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003 :1. Salah satu sumber kesulitan belajar adalah keterampilan
proses siswa ketika sedang melakukan kegiatan belajar mengajar. Tingkat keterampilan proses siswa dalam pembelajaran dapat diketahui dengan tes
diagnostik berpendekatan keterampilan proses. Hal tersebut sesuai dengan hasil studi TIMSS Trends in International
Mathematics and Science Study menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan 1 memahami informasi yang komplek,
2 teori, analisis dan pemecahan masalah, 3 pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan 4 melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan
perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua
warga negara untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang.
Didukung juga dengan pentingnya tes diagnostik keterampilan proses dalam konten kurikulum 2013 yang sebagian berisi tentang prinsip pengembangan
kurikulum yang salah satu isinya memfokuskan pada model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan,
keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara
khusus dalam satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata
pelajaran dan diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan organisasi horizontal dan keberlanjutan organisasi vertikal sehingga memenuhi
prinsip akumulasi dalam pembelajaran. Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum
berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik mastery learning sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
Tes diagnostik keterampilan proses digunakan untuk menilai proses pemahaman siswa dalam suatu mata pelajaran. Biasanya guru menggunakan tes
diagnostik untuk mendiagnosis kesulitan pencapaian kompetensi siswa, sehingga dalam menyusun tes diagnostik hanya berdasarkan identifikasi saat mengajar
Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2007: 5. Agar dapat menghasilkan diagnostik yang benar, diperlukan suatu tes diagnostik yang baku,
sahih, dan handal. Berkaitan dengan uraian dan pemikiran di atas, penulis telah merancang penelitian yang berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Untuk
Mengidentifikasi Keterampilan Proses Sains Dengan Tema Energi Pada Pembelajaran IPA Terpadu”.
1.2 Rumusan Masalah