PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK UNTUK MENGIDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN TEMA ENERGI PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU

(1)

PEMBELAJARAN IPA TERPADU

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan IPA

Oleh

Titik Hidayati

4001409110

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

 Semua yang ada dalam kehidupan ini adalah berpasangan, bahkan ALLAH SWT berfirman dalam surat Al Insyirah bahwa sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, dan begitupula sebaliknya, maka nikmatilah dengan bijak yang sekarang kau dapatkan karena itu adalah yang terbaik.

Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertongan. (Surat Al-Fatihah: 5 )

 Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sholat dan sabarmu sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. (Surat Al-Baqoroh: 153)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

1. Ibu & Bapak ku “sayang” yang selalu mendo’akan, menyayangi, mendukung, dan berkorban, semua ini hanya untukmu seorang.

2. Dek Inay, Dek Ilmy, Kak Hendry dan seluruh keluarga besarku. 3. Almamaterku, khususnya Prodi Pendidikan IPA.


(6)

vi

semesta alam yang senantiasa memberikan taufiq, hidayah, inayah, serta ni’mah kepada hamba-hamba-Nya. Sehingga, atas ridha-Nya akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Untuk Mengidentifikasi Keterampilan Proses Sains Dengan Tema Energi Pada Pembelajaran IPA Terpadu”.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa saran, bimbingan, maupun petunjuk dan bantuan dalam bentuk lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. Ketua Prodi Pendidikan IPA yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M. Si., Dosen pembimbing utama yang telah sabar dalam memberikan bimbingan, saran, masukan, dan kritik selama penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Sudarmin, M. Si., Dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran selama penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Achmad Sopyan, M.Pd. sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan masukan demi kebaikan skripsi ini.

6. Semua Dosen Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam beserta segenap jajaran kepengurusan Prodi IPA Unnes yang telah membagi ilmunya.

7. Muhamad Bisri, sebagai TU Prodi Pendidikan IPA yang telah membantu kelancaran administrasi.

8. Kepala Madrasah dan bapak/ibu guru serta siswa MTs Sabilurrahman Gubug Kab. Grobogan yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada kami dalam penelitian ini.


(7)

vii

11. Sahabat dan teman seperjuangan Pendidikan IPA Unnes (Uswatun dan Susanto) yang selalu memberikan semangat dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman rombel 03 pend. IPA angkatan 09, terimakasih atas kebersamaan dan semangat dari kalian.

13. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pembaca yang telah berkenan membaca skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Semarang, 2013 Penulis


(8)

viii

Terpadu.Skripsi, Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si dan Pembimbing Pendamping Dr. Sudarmin, M.Si.

Kata kunci: Pengembangan, Tes Diagnostik, Keterampilan Proses Sains, IPA Terpadu, Tema Energi.

Pembelajaran IPA Terpadu seharusnya lebih mengedepankan keterampilan-keterampilan proses sains “Science as procces” yang memberi penekanan pada keterampilan berpikir ilmiah yang dapat berkembang pada siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Suatu penilaian yang dapat memberikan informasi mengenai kelemahan-kelemahan, kesulitan-kesulitan, tingkat pencapaian, dan kemampuan dasar siswa dalam keterampilan proses sains sebaiknya adalah menggunakan tes diagnostik. Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan keterampilan proses, dan sikap itu diperoleh siswa. Penelitian ini merupakan penelitian research and development (R & D), dengan model pengembangan 4-D (Four D). Hasil pengembangan tes diagnostik yang menggunakan pendekatan keterampilan proses sains telah diujicobakan di MTs Sabilurrahman Gubug Kab. Grobogan pada siswa kelas VIII di semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Tes diagnostik yang dikembangkan adalah tes yang menggunakan pendekatan keterampilan proses sains. Bentuk tes yang dikembangkan adalah pilihan ganda disertai alasan menjawab. Soal yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 35 soal. Terdiri atas 24 soal yang berdaya beda cukup antara 0,21-0,40. 7 soal berdaya beda baik yaitu antara 0,41-0,60 dan 4 soal berdaya beda baik sekali yaitu antara 0,61-0,80 dan 0,81-1,00. Tes diagnostik yang dihasilkan sudah reliabel dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,95. Karena reliabelitas instrumen lebih besar dari reliabilitas tabel (r11>rtabel= Reliabel) dan Siswa yang mendapatkan nilai ≥70 berjumlah ≥80% atau lebih.


(9)

ix

State University of Semarang. Main supervisor Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si., and Assistance Supervisor Dr. Sudarmin, M.Si.

Keywords: Development, Diagnostic Tests, Skills Of Sains Process, Integrated Natural Science, Energy theme.

The study of Integrated natural science should give priority to the skill of sains process "Science as procces" which gives emphasis on scientific thinking skills that can be developed in students in the learning process. An assessment that can provide information about the weaknesses, difficulties, achievement levels, and the basic ability of students in skills of sains process preferably using diagnostic tests. Learning model which is needed is the learning that capable of generating capacity to learn, not only gained some knowledge, skills, and attitudes, but more important is how about the knowledge of science process skills, and attitudes that students acquired. This research are as research and development (R & D), with a 4-D model of development (Four D). The results of the development of diagnostic tests using skills of sains process approach has been tested in MTs Sabilurrahman Gubug, Grobogan Regency on eighth grade students in the even semester of academic year 2012/2013. Diagnostic test which is developed is the test that use skills of sains process approach. The form of the tests that were developed are multiple choice answer with reasons. Questions generated from this study were 35 questions. Consisting of 24 questions that empowered enough between 0.21 to 0.40. seven questions empowered good between 0.41 to 0.60 and 4 questions empowered very good between 0.61 to 0.80 and 0.81 to 1.00. The result of diagnostic tests are reliable with a reliability coefficient of 0.95. Because the instrument of reliability is greater than the table (r11> rtable = Reliable) and students who get total value ≥ 75are equal or more than 75 %.


(10)

x

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Batasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Penegasan Istilah... 10

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Tes Diagnostik... 12

2.2 Hakikat Keterampilan Proses Sains ... 13

2.3 Pembelajaran IPA Terpadu... 15

2.4 Karakteristik Konsep Energi dalam IPA Terpadu ... 20

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 23

3.2 Subyek Penelitian... 23

3.3 Jenis Penelitian ... 23

3.4 Prosedur Penelitian... 23

3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... 27

3.6 Teknik Analisis Data……….. ... 28

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 33


(11)

xi


(12)

xii

2.2 Empat Model Pembelajaran IPA Terpadu ... 18

2.3 Peta Kompetensi Dasar IPA Terpadu Tema Energi... 21

2.4 Pengembangan Nilai Karakter ... 22

3.1 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Instrumen... 31

3.2 Kriteria Daya Pembeda Soal Uji Coba Instrumen ... 32

3.3 Kriteria Keefektifan Soal Tes Diagnostik ... 32

4.1 Kelayakan Validatas Tes Diagnostik Menutur Validator ... 34

4.2 Data Tanggapan Siswa Terhadap Tes Diagnostik ... 35

4.3 Nilai Daya Pembeda Soal Tes Diagnostik ... 37

4.4 Indeks Kesukaran KPS ( Mengamati )... 43

4.5 Indeks Kesukaran KPS ( Mengelompokan/klasifikasi ) ... 43

4.6 Indeks Kesukaran KPS ( Menafsirkan/interpretasi) ... 44

4.7 Indeks Kesukaran KPS(Memprediksi atau meramalkan) ... 44

4.8 Indeks Kesukaran KPS (Mengajukan pertanyaan) ... 45

4.9 Indeks Kesukaran KPS ( Berhipotesis)... 45

4.10 Indeks Kesukaran KPS (Merencanakan percobaan/penyelidikan)... 45


(13)

xiii

2.2 Contoh Perubahan Bentuk Energi ... 20 3.1 Pengambangan Tes Diagnostik untuk mengidentifikasi KPS ... 26 4.1 Persentase Profil Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains ... 42


(14)

xiv

2. Silabus Tema Energi ... 61

3. RPP Tema Energi... 63

4. Kisi-kisi Soal Tes Diagnostik ... 68

5. Soal Tes Diagnostik KPS ... 70

6. Kunci Jawaban Soal Tes Diagnostik... 83

7. Lembar Jawaban Soal Tes Diagnostik (Skala Terbatas)... 89

8. Lembar Jawaban Soal Tes Diagnostik (Skala Luas) ... 94

9. Lembar Validasi Oleh Validator 1... 99

10. Lembar Validasi Oleh Validator 2... 101

11. Rekapitulasi Penilaian Validator ... 103

12. Angket tanggapan Guru IPA 1 pada Uji Coba Skala Terbatas ... 104

13. Angket tanggapan Guru IPA 2 pada Uji Coba Skala Terbatas ... 106

14. Rekapitulasi Hasil Tanggapan Guru IPA pada Uji Coba Skala Terbatas ... 108

15. Angket Tanggapan Siswa pada Uji Coba Skala Terbatas ... 110

16. Daftar Perhitungan Tanggapan Siswa pada Uji Coba Terbatas ... 112

17. Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa pada Uji Coba Skala Terbatas ... 114

18. Angket Tanggapan Guru IPA 1 pada Uji Coba Skala Luas ... 115

19. Angket Tanggapan Guru IPA 2 pada Uji Coba Skala Luas ... 117

20. Rekapitulasi Hasil Tanggapan Guru IPA pada Uji Coba Skala Luas... 119

21. Angket Tanggapan Siswa pada Uji Coba Skala Luas... 121

22. Daftar Perhitungan Tanggapan Siswa pada Uji Coba Skala Luas ... 123

23. Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa pada Uji Coba Skala Luas ... 125

24. Kriteria Penilaian Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains... 127


(15)

xv

30. Daftar Nama Siswa Kelas Terbatas ... 137

31. Daftar Nama Siswa Kelas Luas ... 138

32. Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 139

33. Surat Ijin Penelitian... 140

34. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian... 141


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data hasil PISA (Program for International Assessment of Student) tahun 2009, peringkat Indonesia baru menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Ada tiga aspek yang diteliti PISA, yakni kemampuan membaca, matematika, dan sains, berikut hasil survey PISA tahun 2009; Reading (57), Matematika (61) dan Sains (60). Berdasarkan data hasil PISA tahun 2009 tersebut, anak Indonesia masih rendah dalam kemampuan literasi sains diantaranya mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains (BSNP, 2008).

Sejalan dengan perkembangan kurikulum di sekolah/madrasah, siswa dituntut untuk berorientasi dalam proses pembelajaran di kelas. Kurikulum yang dibutuhkan oleh sekolah/madrasah yang diperlukan untuk membekali siswa dalam kemampuan dirinya untuk menghadapi tantangan hidup dikemudian hari secara mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif. Sekolah/madrasah harus menciptakan kurikulum yang berbasis kompetensi, supaya kompetensi-kompetensi siswa dapat lebih meningkat. Pada kenyataannya di sekolah/madrasah belum menerapkan kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih mengutamakan hasil akhir dari siswa-siswanya itu lulus dengan nilai tinggi dan memuaskan, tetapi tidak mempedulikan siswanya apakah siswa-siswanya itu telah benar-banar menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.

Keberhasilan suatu pendidikan di sekolah merupakan salah satu kuncinya adalah keberhasilan guru dalam menyajikan materi pelajaran yang dapat memfasilitasi siswanya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Pada setiap kurikulum yang berlaku guru diharapkan mengembangkan model pembelajarannya sesuai dengan kondisi lapangan, misalnya intake/asupan siswa dan kelengkapan media pembelajaran.


(17)

Berdasarkan pengamatan di lapangan masih ada guru yang menyajikan pembelajaran hanya dengan “ Transfer of knowledge” atau mentransfer ilmu saja tanpa mengembangkan bagaimana cara belajar apalagi yang mengembangkan keterampilan proses pada siswa. Hasil wawancara seorang guru di MTs Sabilurrahman Gubug Kabupaten Grobogan belum pernah ada satupun guru yang menggunakan keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran disetiap mata pelajaran dan khususnya pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Alasan guru tersebut biasanya karena kurangnya fasilitas laboratorium atau persiapan untuk menyediakan bahan praktikum memerlukan waktu yang lama. Ini menunjukkan masih adanya pandangan bahwa pendekatan keterampilan proses hanya disajikan pada pembelajaran secara eksperimen saja, padahal pembelajaran IPA non-eksperimenpun dapat dilakukan dengan pendekatan keterampilan proses. Bentuk kegiatan non-eksperimen meliputi kegiatan pada konsep-konsep abstrak dan konsep yang tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen dengan alasan prakteknya memerlukan alat-alat yang banyak, bahan berbahaya atau memerlukan waktu yang lama.

Menurut standar mengajar IPA dan standar untuk pengembangan professional guru IPA, guru harus menyajikan belajar IPA melalui proses penelitian dan inkuiri. Lebih lanjut dikatakan dalam NSES (1996) bahwa “Science as procces” maka siswa belajar IPA melalui keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengamati, menyimpulkan, menafsirkan, mengelompokan, dsb.

Keterampilan-keterampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan sains memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada siswa. Dengan keterampilan-keterampilan proses ini siswa dapat mempelajari sains sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya. Penggunaan keterampilan-keterampilan proses ini merupakan suatu proses yang berlangsung selama hidup. Pengembangan keterampilan proses sangat diperlukan siswa sejak awal belajar IPA, sebab pada dasarnya siswa memiliki keingintahuan yang besar terhadap sesuatu. Menurut hasil penelitian Piaget dan Bruner terungkap bahwa siswa itu dapat berpikir secara tingkat tinggi bila ia mempunyai cukup pengalaman secara kongkret dan bimbingan yang


(18)

memungkinkan pengembangan konsep-konsep dan menghubungkan fakta-fakta yang diperlukan (Kamalia, 2010).

Sesuai dengan kurikulum pembelajaran di atas, maka terdapat referensi kurikulum pembelajaran dalam konteks mempersiapkan sumber daya manusia pada abad 21 harus lebih mengacu pada konsep belajar yang dicanangkan oleh Komisi UNESCO dalam wujud “the four pillars of education” (Delors, 1996:86), yaitu belajar untuk mengetahui “learning to know”, belajar melakukan sesuatu

“learning to do”, belajar hidup bersama sebagai dasar untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam keseluruhan aktivitas kehidupan manusia

“learning to life together”, dan belajar menjadi dirinya “learning to be”.Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred, 1989:120). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil, 1996:7), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa (Zamroni, 2000:30; Semiawan, 1998:13).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru juga menyebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran IPA SMP/MTs salah satunya adalah memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan hubungan IPA dengan matematika dan teknologi. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru-guru IPA SMP/MTs dan calon guru IPA SMP/MTs hendaknya disiapkan untuk memiliki kompetensi dalam biologi, kimia, fisika, bumi, dan antariksa serta bidang IPA lainnya, seperti kesehatan, lingkungan, dan astronomi. Guru-guru IPA seharusnya bukan hanya mempunyai kompetensi guru saja, tetapi harus mempelajarkannya kepada siswanya.

Menurut Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara


(19)

sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya.

Kementerian Pendidikan Nasional telah menyusun panduan pengembangan pembelajaran IPA terpadu sejak tahun 2005, namun kenyataan di lapangan hampir semua guru IPA SMP/MTs masih belum menerapkan pembelajaran IPA terpadu tersebut dengan berbagai alasan (Wilujeng, 2011). Sejalan dengan perkembangan kurikulum yang mengacu pada ketuntasan pencapaian kompetensi, maka diperlukan sistem penilaian yang berbasis kelas yang mengarah pada penilaian autentik. Penilaian ini mengharuskan guru untuk mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya untuk tujuan pembuatan keputusan pengajaran, sehingga diharapkan keputusan yang diambil dapat tepat sasaran. Suatu penilaian yang dapat memberikan informasi mengenai kesulitan-kesulitan, tingkat pencapaian, dan kemampuan dasar siswa adalah menggunakan tes diagnostik.


(20)

Tes diagnostik adalah salah satu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga dari kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan yang tepat (Suharsimi, 2006: 34). Tes diagnostik dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan utama yang menyebabkan siswa belum mencapai hasil belajar yang ditentukan (Depdiknas, 2003: 2). Dengan menggunakan tes diagnostik diharapkan guru dapat mengidentifikasi ketuntasan pencapaian kompetensi yang telah dikuasai oleh siswa. Berdasarkan tes diagnostik, guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki siswa sehingga, dapat memberikan program-program remidial dan pengambilan kebijaksanaan sesuai dengan kebutuhan siswa. Kesulitan dan kelemahan yang dialami siswa ketika belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah penguasaan pengetahuan, kemampuan matematika, serta keterampilan proses sains (kemampuan merumuskan masalah, menyusun hipotesis, menyusun eksperimen, menyajikan data, menarik kesimpulan, dll ).

Bentuk tes yang lain dari tes diagnostik adalah tes formatif dan tes sumantif, tes formatif (formative test) yaitu tes yang dilaksanakan setelah selesainya satu pokok bahasan. Tes ini berfungsi untuk menetukan tuntas tidaknya satu pokok bahasan, tes formatif disusun untuk mengukur ketuntasan belajar atau ketuntasan kompetensi minimal (KKM). Apabila dari hasil tes formatif tersebut diketahui ada siswa yang belum tuntas, maka guru melakukan tes untuk mendiagnosis kemungkinan-kemungkinan sumber masalahnya. Sedangkan tes sumatif (summative test), yaitu tes yang diberikan setelah sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan. Disekolah tes ini dikenal sebagai ulangan umum (ujian akhir semester).

Karakteristik tes diagnostik dibandingkan dengan tes yang biasa di buat yaitu tes diagnostik memiliki karakteristik: (a) dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik, (b) dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa, dan (c) menggunakan soal-soal bentuk supply response


(21)

(bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya. Sedangkan tes yang biasa dibuat adalah tes yang di desain hanya untuk mengetahui ketuntasan kompetensi minimal siswa dan perolehan hasil belajar siswa yang baik.

Sepanjang hidup kita berhubungan dengan pengalaman yang berhubungan dengan Energi. Siswa memiliki konsep dan keterampilan tersendiri dalam memahami pengalaman yang berhubungan dengan energi. Terkadang suatu keterampilan proses siswa dalam memahami sebuah pengalaman ataupun sebuah kejadian, itu tidak sesuai dengan teman yang satu dengan teman yang lain, dapat jadi dengan sang guru juga, serta konsep sebenarnya. Hal tersebut akan mengakibatkan siswa mengalami kesalah pahaman dalam mengasah keterampilan proses siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Para ilmuwan juga berpengalaman bahwasanya dengan sebuah energi dalam kehidupan sehari-hari akan dapat dirubah menjadi energi yang berbeda-beda. Hal yang diukur di dalam tes diagnostik antara lain adalah untuk mengidentifikasi kesulitan- kesulitan belajar siswa (Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003 :1). Salah satu sumber kesulitan belajar adalah keterampilan proses siswa ketika sedang melakukan kegiatan belajar mengajar. Tingkat keterampilan proses siswa dalam pembelajaran dapat diketahui dengan tes diagnostik berpendekatan keterampilan proses.

Hal tersebut sesuai dengan hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua


(22)

warga negara untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang.

Didukung juga dengan pentingnya tes diagnostik keterampilan proses dalam konten kurikulum 2013 yang sebagian berisi tentang prinsip pengembangan kurikulum yang salah satu isinya memfokuskan pada model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran dan diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran. Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik

(mastery learning)sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.

Tes diagnostik keterampilan proses digunakan untuk menilai proses pemahaman siswa dalam suatu mata pelajaran. Biasanya guru menggunakan tes diagnostik untuk mendiagnosis kesulitan pencapaian kompetensi siswa, sehingga dalam menyusun tes diagnostik hanya berdasarkan identifikasi saat mengajar (Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2007: 5). Agar dapat menghasilkan diagnostik yang benar, diperlukan suatu tes diagnostik yang baku, sahih, dan handal. Berkaitan dengan uraian dan pemikiran di atas, penulis telah merancang penelitian yang berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Untuk Mengidentifikasi Keterampilan Proses Sains Dengan Tema Energi Pada Pembelajaran IPA Terpadu”.


(23)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah pengembangan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains dengan tema energi pada pembelajaran IPA terpadu efektif diterapkan dalam pembelajaran”?

1.3

Batasan Masalah

Untuk menghindari adanya kesalahan pemahaman maka dalam penelitian ini ada beberapa batasan masalah yang perlu diperhatikan :

1) Tes diagnostik dapat dikembangkan untuk setiap pokok bahasan mata pelajaran IPA (fisika, kimia, dan biologi), tetapi dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan energi dan perubahan energi.

2) Pengembangan tes diagnostik dapat menggunakan beberapa jenis pendekatan. Namun, dalam penelitian ini tes diagnostik yang dikembangkan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains.

3) Pengujian instrumen tes diagnostik dapat diuji pada beberapa sekolah, tapi dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan MTs Sabilurrahman Gubug Grobogan.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1) Mengembangkan tes diagnostik yang dapat mengidentifikasi keterampilan proses sains dengan tema energi pada pembelajaran IPA terpadu.

2) Mengetahui efektifitas tes diagnostik yang dapat mengidentifikasi keterampilan proses sains dengan tema energi pada pembelajaran IPA terpadu.


(24)

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1 Teoritis

Manfaat teori dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi yang dapat menunjang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi penelitian-penelitian yang akan datang mengenai perkembangan keterampilan proses sains yang mempengaruhi prestasi siswa.

1.5.2 Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi guru atau mahasiswa calon guru, siswa, sekolah, tetapi juga bagi peneliti sendiri. 1) Bagi Guru atau Mahasiswa Calon Guru

Tes diagnostik keterampilan proses sains yang dikembangkan oleh peneliti diharapkan dapat memberikan informasi dalam mengembangkan keterampilan proses sains untuk siswa, sehingga kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang dan banyak digunakan dalam mempelajari konsep, fenomena alam dalam bentuk sederhana sesuai dengan taraf perkembangan siswa.

2) Bagi Siswa

Tes diagnostik keterampilan proses sains yang dikembangkan oleh peneliti diharapkan dapat menjadi bahan alternatif belajar siswa.

3) Bagi Sekolah

Tes diagnostik keterampilan proses sains yang dikembangkan oleh peneliti diharapkan dapat dijadikan sebagai model tes dalam menentukan kebijakan pengembangan tes diagnostik IPA terpadu sesuai kurikulum yang berlaku di Sekolah yang bersangkutan.

4) Bagi Peneliti

Tes diagnostik keterampilan proses sains yang dikembangkan oleh peneliti diharapkan dapat meningkatkan semangat untuk menulis dan terus menggali pengetahuan serta keterampilan dalam mengembangkan tes diagnostik keterampilan proses sains sebagai model tes pada pembelajaran IPA Terpadu di Sekolah.


(25)

1.6

Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penafsiran terhadap istilah-istilah dalam penelitian ini, maka perlu peneliti berikan penegasan dan pembatasan istilah yang berkaitan dengan judul. Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut.

1) Pengembangan

Metode penelitian pengembangan biasa disebut penelitian Research and Development (R&D). Penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2008: 297). Dalam penelitian ini produk yang akan dihasilkan adalah instrumen tes diagnostik yang dapat mengidentifikasi keterampilan proses sains energi yang berbentuk soal pilihan ganda, dari soal pilihan ganda tersebut siswa diharapkan mampu untuk menjawabnya dengan benar dan tepat.

2) Tes Diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan-kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan-perlakuan yang tepat (Suharsimi, 2006: 34). Kelemahan yang hendak diidentifikasi adalah keterampilan proses sains siswa pada kegiatan belajar mengajar. Tes diagnostik digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan proses dan langkah-langkah seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, merumuskan masalah, menafsirkan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

Tes diagnostik dapat berupa sejumlah pertanyaan atau permintaan melakukan sesuatu untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, intelegensi, bakat, atau kemampuan lain yang dimiliki oleh siswa. Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu: (a) mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa, (b) merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi.


(26)

3) Keterampilan Proses Sains

Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan bahwa menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan alam sekaligus. Dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk mendapat pengalaman secara langsung untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya. Keterampilan proses didalam pembelajaran akan membuat siswa belajar proses dan produk secara bersamaan.

Pendekatan keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Untuk mengukur komponen-komponen keterampilan proses sains adalah dengan melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses sains siswa menggunakan pikiranya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses sains karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan proses sains karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan, membuat hipotesis, merumuskan masalah, dan menarik kesimpulan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Peranan Tes Diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan-kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan-perlakuan yang tepat (Suharsimi, 2006: 34). Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2003 :1) tes diagnostik dapat mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dalam menjawab soal tes diagnostik baik yang berbentuk pilihan ganda atau jawaban singkat, penjelasan, merumuskan masalah, dan penarikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan tema, masalah, fakta yang ditemui, dll. Namun, dalam penelitian ini akan dikembangkan suatu tes diagnostik yang dapat mengidentifikasi keterampilan proses sains.

Menurut Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2007: 2) tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat sesuai dengan kondisi siswa. Sebelum memberikan bantuan dengan tepat guru harus memberikan tes diagnostik. Sebuah tes diagnostik dapat memberikan dengan segera umpan balik pada perbuatan siswa, jadi pendidik dapat memberikan pengajaran tentang kelemahan siswa. Tes diagnostik diperlukan untuk mengetahui dan menganalisis kesulitan siswa agar dapat membantu siswa secara tepat (Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2007: 1). Berdasarkan uraian tersebut tes diagnostik adalah suatu tes yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.

Fungsi dari tes diagnostik adalah untuk mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa, dan merencanakan tindak lanjut berupa upaya pemecahan kesulitan (Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2007: 2). Berdasarkan hal tersebut maka tes diagnostik harus dirancang agar format dan responnya memiliki fungsi diagnostik. Tes diagnostik harus dikembangkan berdasarkan analisis kemungkinan kesulitan yang dialami siswa. Format tes yang


(28)

dapat digunakan untuk mendapatkan informasi secara lengkap diantaranya adalah dengan bentuk pilihan ganda atau jawaban singkat, penjelasan, merumuskan masalah, dan penarikan kesimpulan.

Perkembangan kurikulum sekarang ini menuntut adanya pencapaian ketuntasan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan tindakan-tindakan yang tepat oleh guru dalam menentukan keputusan yang berhubungan dengan pembelajaran berkaitan dengan kesulitan yang dialami siswa. Tes diagnostik dapat membantu guru dalam memberikan informasi yang lengkap mengenai kelemahan-kelemahan siswa. Dalam proses pembelajaran diharapkan siswa dapat memperoleh perlakuan yang tepat untuk dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Penyusunan dan Pengembangan Tes Diagnostik Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2003), tahapan penyusunan dan pengembangan tes diagnostik adalah penentuan tujuan, penyusunan kisi-kisi tes, penulisan soal, penelaahan soal dan revisi soal, uji coba soal, analisis dan intrepetasi, perakitan soal, dan implementasi tes.

2.2

Hakikat Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses merupakan suatu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Keterampilan dapat dididik dengan cara melatih kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu sebagai seorang guru harus dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri siswa, yang nantinya diharapkan siswa mempu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta nilai yang dituntut. Menurut Sugandi (2004: 77) menjelaskan bahwa pada keterampilan proses perlu adanya pemikiran, bagaimana memproses hasil belajar yang berupa konsep dan fakta yang diperoleh untuk mengembangkan diri dan untuk menemukan sesuatu yang baru. Dengan konsep dan fakta yang tidak banyak, tetapi dipahami betul, dapat untuk menguasai dan atau menemukan fakta dan konsep yang lebih banyak. Justru pemberian konsep dan fakta yang terlalu banyak yang dapat menghambat kreativitas siswa.


(29)

Pendekatan keterampilan proses adalah strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan pembelajaran. Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarah kepada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa dan menerapkan keterampilan ilmiah untuk memproses konsep atau pengukuran yang telah siswa peroleh. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) mengungkapkan bahwa pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan siswa. Pendekatan ini bermaksud mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Maka pendekatan keterampilan proses adalah keterampilan intelektual pada pertumbuah dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa agar mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal baru yang bermanfaat baik berupa konsep, fakta maupun pengembangan nilai dan sikap.

Keterampilan proses sains pada penelitian ini adalah keterampilan siswa MTs Sabilurrahman Gubug, Kabupaten Grobogan dalam mengamati, merumuskan masalah, merancang eksperimen, mengklasifiaksikan, memprediksi, menafsirkan, berhipotesis, menerapkan konsep dan menarik kesimpulan melalui tes diagnostik pada pembelajaran IPA terpadu pada tema energi.

Tabel 2.1 Macam-macam Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya (Rustaman, 2005: 86-87)

No Keterampilan

Proses Sains Indikator

1 Mengamati a) Mengamati dengan indra

b) Mencari persamaan dan perbedaan

c) Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan.

2 Mengelompokan/ klasifikasi

a) Mencatat setiap hasil pengamatan secara terpisah b) Mencari perbedaan, persamaan

c) Mengontraskan ciri-ciri d) Membandingkan

e) Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan.


(30)

Lanjutan

No Keterampilan

Proses Sains Indikator

3. Menafsirkan/ interpretasi

a) Menghubungkan hasil-hasil pengamatan b) Menemukan pola dalam satu seri pengamatan c) Menyimpulkan.

4. Memprediksi/ meramalkan

a) Menggunakan pola-pola pengamatan

b) Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

5 Mengajukan pertanyaan

a) Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa b) Bertanya untuk meminta penjelasan

c) Mengajukan petanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

6 Berhipotesis a) Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dalam satu kejadian b) Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji

kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah.

7 Merencanakan percobaan atau penyelidikan

a) Menentukan alat, bahan, dan sumber yang akan digunakan

b) Menentukan variabel

c) Menentukan apa yang akan diamati, diukur, dan ditulis

d) Menentukan langkah-langkah kerja

8 Menerapkan konsep a) Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi yang baru.

b) Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.

2.3

Pembelajaran IPA Terpadu

Model pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Bermakna artinya dalam pembelajaran terpadu, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010:6). IPA terpadu adalah sebuah


(31)

pendekatan integratif yang mensintesis perspektif (sudut pandang/tinjauan) semua bidang kajian dalam IPA untuk memecahkan permasalahan. IPA terpadu adalah suatu pendekatan pembelajaran IPA yang menghubungkan atau menyatu-padukan berbagai bidang kajian IPA menjadi satu kesatuan bahasan. Pembelajaran IPA secara terpadu juga harus mencakup dimensi sikap, proses, produk, aplikasi, dan kreativitas (Wilujeng, 2011).

Model pembelajaran IPA terpadu direkomendasikan di tingkatan SMP/MTs, karena memiliki beberapa tujuan, yaitu: meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, serta beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. Model pembelajaran IPA terpadu juga memiliki beberapa kekuatan dan manfaat, yaitu: penggabungan berbagai bidang kajian terjadi penghematan waktu, karena tiga disiplin ilmu (fisika, kimia dan biologi) dapat sekaligus dibelajarkan (Kemdiknas, 2005: 1).

Tumpang tindih materi dapat menjadi lebih efesien dan efektif untuk dibelajarkan; peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antara konsep dari tiga bidang kajian; meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena mereka dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih mendalam ketika menghadapi situasi pembelajaran; menyajikan penerapan atau aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA; motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan; membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, serta memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya; serta mampu meningkatkan kerja sama antara guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan nara sumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna (Kemdiknas, 2005:2).

Sejumlah model pembelajaran IPA terpadu yang dikemukakan Fogarty (1991: xv) terdapat empat model yang potensial untuk diterapkan dalam


(32)

pembela-jaran IPA terpadu, yaitu connected, webbed, shared, dan integrated. Empat model tersebut dipilih karena konsep-konsep dalam Kompetensi Dasar (KD) IPA memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model yang sesuai agar memberikan hasil yang optimal.

Ada sejumlah KD yang mengandung konsep saling beririsan/tumpang tindih, sehingga bila dibelajarkan secara terpisah-pisah menjadi tidak efisien. Konsep-konsep semacam ini memerlukan pembelajaran model integrated atau

shared. Pada model integrated, materi pembelajaran adalah KD-KD atau konsep-konsep dalam KD yang sepenuhnya beririsan; sedangkan pada model shared, KD-KD atau konsep-konsep dalam KD-KD yang dibelajarkan tidak sepenuhnya beririsan, tetapi dimulai dari bagian yang beririsan.

Sejumlah KD lain mengandung konsep yang saling berkaitan tetapi tidak beririsan. Untuk menghasilkan kompetensi yang utuh, konsep-konsep atau KD-KD tersebut harus dikaitkan dengan suatu tema tertentu hingga menyerupai jaring laba-laba. Model semacam ini disebut webbed. Oleh karena selalu memerlukan tema pengait, maka model webbed lazim disebut model tematik. Sejumlah KD yang contoh atau terapan konsepnya bertautan dengan KD lain. Agar pembelajarannya menghasilkan kompetensi yang utuh, maka konsep-konsep tersebut harus dipertautkan (connected) dalam pembelajarannya. Pada model

connectedini KD atau konsep pokok menjadi materi pembelajaran inti, sedangkan contoh atau terapan konsep yang dikaitkan berfungsi untuk memperkaya. Pada Tabel 2.2 disajikan karakteristik pembelajaran terpadu model integrated, shared,


(33)

Tabel 2.2 Empat Model Pembelajaran IPA Terpadu yang Potensial untuk Diterapkan(Fogarty, 1991: xv).

Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan integrated  Membelajarkan

konsep pada

beberapa KD yang

beririsan atau

tumpang tindih

hanya konsep yang

beririsan yang

dibelajarkan Contoh:

Membelajarkan semua konsep dari beberapa

KD, dimulai dari

konsep yang beririsan sebagai unsur pengikat Contoh:

 Pemahaman

terhadap

konsep lebih

utuh (holistik)

 Lebih efisien

 Sangat

kontekstual

KD-KD yang

konsepnya beririsan

tidak selalu dalam semester atau kelas yang sama

Menuntut wawasan

dan penguasaan

materi yang luas

Sarana-prasarana,

misalnya buku belum mendukung

Shared  Pemahaman

terhadap konsep utuh

 Efisien

 Kontekstual

KD-KD yang

konsepnya beririsan

tidak selalu dalam semester atau kelas yang sama

Menuntut wawasan

dan penguasaan

materi yang luas

Sarana-prasarana,

misalnya buku belum mendukung

Webbed Membelajarkan

beberapa KD yang

berkaitan melalui

sebuah tema

 Pemahaman

terhadap konsep utuh

 Kontekstual

 Dapat dipilih

tema-tema

menarik yang

dekat dengan

kehidupan

 Melihat

perma-salahan tidak

hanya dari satu bidang kajian

 Pembelajaran

dapat

mengi-kuti KD-KD

dalam standar isi

KD-KD yang

konsepnya berkaitan tidak selalu dalam semester atau kelas yang sama

Tidak mudah

menemukan tema

pengait yang tepat.

connected Membelajarkan sebuah

KD, konsep-konsep

pada KD tersebut

dipertautkan dengan

konsep pada KD yang lain

Kaitan antara bidang kajian sudah tampak tetapi masih didominasi

oleh bidang kajian

tertentu tema


(34)

Empat model keterpaduan dipilih karena konsep-konsep dalam KD IPA memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model yang sesuai agar memberikan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah model Webbed. Karena terdapat beberapa kompetensi dasar yang konsepnya berkaitan ataupun dalam semester yang berbeda sehingga untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan kontekstual maka dipilihlah tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Alasan pemilihan model webbed dalam penelitian ini adalah untuk menggabungkan bidang kajian fisika dan biologi dalam suatu konsep energi baik secara biologi maupun fisika, dengan melakukan percobaan untuk menyelidiki beberapa perubahan energi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah Gambar 2.1 Jaringan tema energi.

Gambar 2.1 Jaringan Tema Energi

Jejaring tema diatas merupakan contoh dari keterpaduan dibidang kajian fisika dan biologi yang menitik beratkan pada tema energi dengan penggabungan antar konsep yang dapat dipadukan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.

ENERGI

Perubahan energi matahari menjadi bentuk lain yang dapat digunakan makhluk hidup

Perubahan energi di alam Hukum

kekekalan energi Matahari sebagai sumber


(35)

Gambar jaringan tema energi diatas menuntut siswa agar dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep matahari sebagai sumber energi , hukum kekekalan energi, perubahan energi di alam, dan perubahan energi matahari menjadi bentuk lain yang dapat digunakan makhluk hidup. Dengan keterpaduan konsep energi ini bertujuan agar dapat meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi dalam proses pembelajaran.

2.4

Karakteristik Konsep Energi Dalam IPA Terpadu

Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain (Karim, 2008). Bentuk energi dapat diperoleh karena suatu energi berubah menjadi energi bentuk lain. Pada umumnya, manfaat energi akan terlihat setelah berubah bentuk menjadi energi lain. Misalnya energi listrik akan bermanfaat ketika berubah bentuk menjadi energi cahaya atau panas, contoh perubahan bentuk energi dapat ditulis:

Gambar 2.2 Contoh Perubahan Bentuk Energi

Energi yang paling besar adalah energi matahari. Tuhan telah menciptakan matahari khusus untuk kesejahteraan umat manusia. Jarak Matahari ke Bumi yang telah diatur pada jarak 149.600 juta kilometer memungkinkan energi panas yang diterima manusia di bumi tidak membahayakan. Energi panas dari sinar matahari sangat bermanfaat bagi bumi dan dapat menghasilkan energi-energi yang lain di muka bumi ini. Caranya adalah dengan mengubah energi matahari menjadi energi yang lain, seperti energi kimia, energi listrik, energi bunyi, dan energi gerak.

Energi kimia Energi listrik

Energi cahaya Energi kalor


(36)

Energi tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Pada umumnya, manfaat energi akan terlihat setelah berubah bentuk menjadi energi yang lain. Misalnya, energi listrik akan bermanfaat ketika berubah bentuk menjadi energi cahaya atau panas. Untuk memahami perubahan bentuk energi ini, Matahari sebagai sumber energi terbesar yang diciptakan Tuhan telah mengalami beberapa perubahan bentuk energi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Misalnya, energi panas dan energi cahaya matahari menyinari tumbuhan sehingga tumbuhan dapat melakukan fotosintesis. Dengan demikian, tumbuhan memiliki energi kimia. Tumbuhan dimakan manusia atau hewan sehingga manusia atau tumbuhan memiliki energi untuk melakukan usaha.

Karakteristik konsep energi dalam IPA terpadu mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam bidang kajian fisika dan biologi yang dipadukan;

Tabel 2.3 Peta Kompetensi Dasar IPA Terpadu Tema Enegi

KIMIA FISIKA BIOLOGI TEMA

- Standar Kompetensi: 5

Memahami peranan usaha, gaya dan energi dalam kehidupan sehari-hari

Kompetensi Dasar : 5.3 Menjelaskan hubungan bentuk energi dan perubahannya, prinsip “usaha dan energi” serta penerapanya dalam kehidupan sehari-hari

Standar Kompetensi : 2 Memahami sistem dalam kehidupan tumbuhan

Kompetensi dasar : 2.2 Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau

Energi

Keterpaduan dalam kedua bidang kajian fisika dan biologi tersebut dapat diterapkan agar siswa mampu:

a) Menunjukkan dan menjelaskan dengan cermat bentuk energi dan perubahannya serta contohnya dalam kehidupan sehari-hari

b) Mengaplikasikan konsep energi dan perubahannya dengan teliti dalam kehidupan sehari-hari


(37)

c) Membedakan konsep energi kinetik dan energi potensial pada suatu benda dengan penuh tanggung jawab

d) Menjelaskan dengan tekun hukum kekekalan energi melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari

e) Menjelaskan proses fotosintesisdengan cermat

f) Menjalaskan faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dengan cermat dan teliti g) Menjelaskan dengan tekun matahari sebagai sumber energi utama dalam

kehidupan.

Pengembangan nilai karakter yang diterapkan dalam pembelajaran konsep energi pada IPA terpadu ini adalah a) berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, b) disiplin, c) tanggung jawab, dan d) jujur. Berikut merupakan Tabel 2.4 rincian dari pengembangan nilai karakter di atas.

Tabel 2.4 Pengembangan Nilai Karakter.

No. Pengembangan

Karakter Deskripsi

1. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

2. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

3. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.

4. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas VIII pada semester genap di MTs Sabilurrahman Gubug Kabupaten Grobogan dengan alamat Jl. Kauman No. 03/22 Kabupaten Grobogan Kode Pos 58164.

3.2

Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII MTs Sabilurrahman Gubug Kabupaten Grobogan, yang mengimplementasi dengan dua kali pengujian kelas. Untuk implementasi pertama (kelas kecil) sebanyak 10 siswa, untuk implementasi kedua (kelas besar) sebanyak 1 kelas atau 1 rombongan belajar.

3.3

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang bertujuan mengembangkan tes diagnostik mata pelajaran IPA terpadu untuk siswa SMP/MTs berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Metode yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development). Pengembangan suatu produk model tes diagnostik IPA terpadu. Produk yang dikembangkan adalah model tes diagnostik pada pembelajaran IPA terpadu untuk kelas VIII SMP/MTs. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan tes diagnostik.

3.4

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode (R&D) atau penelitian dan pengembangan, yaitu untuk mengembangkan tes diagnostik tema energi untuk siswa MTs kelas VIII. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains.


(39)

Penelitian ini mempunyai hasil akhir berupa produk, dalam hal ini produknya berupa perangkat tes diagnostik keterampilan proses sains tema energi. Tes yang dihasilkan tersebut merupakan tes yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains tema energi.

Penelitian ini untuk menghasilkan tes diagnostik keterampilan proses sains tema energi yang valid, serta mengetahui tingkat reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran soal tersebut. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan indikator atau materi yang ingin diidentifikasi keterampilan proses sains. Produk dari penelitian ini adalah tes diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains. Setelah di implementasikan hasilnya dapat digunakan oleh guru untuk membantu siswa yang mengalami masalah dan kelemahan dalam keterampilan proses sains tema energi.

Pada gambar 3.1 diperlihatkan langkah-langkah penyusunan dan pengembangan desain tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains. Pada tahap penetapan (define) model dilakukan kegiatan analisis kebutuhan, studi dokumen dan literatur. Studi dokumen dilakukan dengan menganalisis silabus dan konsep-konsep materi energi, analisis permasalahan pembelajaran di MTs Sabilurrahman Gubug, Kab. Grobogan dan untuk analisis dokumentasi silabus dari konsep-konsep energi dilakukan pada struktur kurikulum yang diterapkan di MTS Sabilurrahman Gubug, Grobogan yaitu KTSP tahun 2006.

Pada tahap perencanaan (design) tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains siswa pada tema energi. Pada tahap kedua (design) dilakukan penyusunan rancangan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains yang akan diterapkan, serta penetapan keterampilan proses sains tema energi. Dengan demikian hasil tahap kedua ini berupa draft

awal tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains dalam bentuk tes tema energi secara klasikal didalam kelas.

Pada tahap pengembangan (development) melalui kegiatan implementasi terbatas draft awal tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains tema energi kemudian dianalisis hasil implementasi, reivisi serta validasi pakar IPA dan pendidikan, sehingga akhirnya diperoleh tes diagnostik untuk


(40)

mengidentifikasi keterampilan proses sains yang siap dilakukan uji coba kedua. Pada uji coba tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains tahap kedua, difokuskan untuk efektifitas tes tema energi yang dikembangkan.

Pada Gambar 3.1 disajikan bagan dari langkah-langkah pengembangan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains tema energi untuk siswa kelas VIII MTs dan penerapannya dalam pelaksanaan penelitian.


(41)

Gambar 3.1 Pengambangan Tes Diagnostik untuk mengidentifikasi KPS

Development Studi dokumen &

literatur (Analisis silabus, RPP, dan konsep materi

Energi).

Kompetensi peserta didik

Materi subyek pada Tema

Energi Analisis Kebutuhan

Define

Tes Diagnostik

Penetapan konsep Energi untuk mengembangkan Tes

Desain Tes Diagnostik untuk mengidentifikasi KPS Tema Energi

Design

Rancangan Tes Diagnostik untuk mengidentifikasi KPS

Uji coba DraftI

Analisis Hasil Implementasi, Revisi dan Validasi Oleh Pakar

Uji coba secara luas DraftII Tes Diagnostik untuk

mengidentifikasi KPSTema Energi

Analisis hasil implementasi,

Revisi Tes Diagnostik untuk mengidentifikasi KPS

Implementasi Tes Diagnostik untuk

mengidentifikasi KPSpada Pelaksanaan

Penelitian

Pelaporan Penelitian Tes Diagnostik untuk mengidentifikasi KPS


(42)

3.5

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan teknik berikut: a) Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan daftar nama siswa, jumlah siswa, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian, dapat dilihat pada Lampiran 30.

b) Observasi

Teknik observasi bertujuan untuk mengumpulkan data penelitian tentang tes diagnostik yang mungkin sudah ada sebelumnya, deskripsi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Hasilnya berupa observasi dengan guru mata pelajaran dan data deskripsi aktifitas siswa, dapat dilihat pada Lampiran 1.

c) Tes

Teknik tes digunakan untuk mengetahui ketercapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan menggunakan tes tertulis. Pada awal penelitian, teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan wawancara. Sedangkan pada tahap pengembangan, teknik pengumpulan data menggunakan lembar pengamatan dan tes.

Teknik tes digunakan ketika mengadakan uji coba produk (instrumen tes diagnostik keterampilan proses sains tema energi). Teknik tes digunakan pada tiga tahapan pengembangan yaitu uji coba skala terbatas, uji coba skala luas, dan implementasi. Berdasarkan data-data hasil tes dapat diketahui tingkat keterbacaan, karakteristik dari instrumen tes yang sedang dikembangkan, serta tingkat keterampilan proses sains siswa. Karakteristik yang dimaksud adalah validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.

3.5.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah:

a) Instrumen Tes

Instrumen tes digunakan untuk menilai kualitas hasil belajar siswa yang berupa tes diagnostik, dapat dilihat pada Lampiran 5.


(43)

b) Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui dan menilai aktivitas siswa. Siswa dinilai sejauh mana aktivitasnya ketika pembelajaran berlangsung kemudian dicatat pada lembar observasi, dapat dilihat pada Lampiran 24.

c) Lembar Angket Tanggapan Siswa

Lembar angket tanggapan siswa digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan/respon siswa mengenai tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains dengan tema energi yang digunakan selama pembelajaran. Informasi yang didapatkan dari angket di antaranya adalah untuk memastikan bahwa siswa sudah pernah mempelajari semua konsep yang ada di dalam tes diagnostik, soal-soal tersebut merupakan permasalahan yang biasa dilihat dalam kehidupan sehari-hari, dan tingkat pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan.

Berdasarkan hasil analisis pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan, maka dapat diketahui tingkat keterbacaan soal yang dikembangkan, sehingga informasi yang didapatkan dari metode angket juga akan digunakan sebagai pertimbangan dalam mengadministrasikan produk yang dihasilkan. Hal-hal tersebut meliputi waktu yang diperlukan dalam mengerjakan tes, dan pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan.

3.6

Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan dari metode tes adalah data keterampilan proses sains, skor yang akan diberikan untuk jawaban benar adalah 1, jawaban salah adalah 0, apapun jawaban yang ditulis tidak mempengaruhi skor. Skor ini akan digunakan untuk mencari validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda tes diagnostik yang dihasilkan.

Data yang berupa keyakinan menjawab alasan dan tingkat keyakinan siswa dalam menjawab dapat dikategorikan menjadi pengetahuan ilmiah, kurang pengetahuan, atau error. sesuai dengan tabel 2.1 setelah siswa dikategorikan maka dapat dihitung jumlah siswa yang termasuk kategori tersebut, sehingga dapat diketahui persentase siswa yang keterampilan proses sainsnya error.


(44)

Validitas instrumen tes diagnostik yang dihasilkan adalah dengan menggunakan validitas isi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi yang tertera dalam kurikulum (Suharsimi, 2006: 67). Validitas isi ini dapat dicapai dengan merinci materi kurikulum. Pada tes diagnostik ini untuk memperoleh validitas isi yang baik maka sebelum membuat tes terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal tes diagnostik tersebut. Selain itu juga dilakukan penelaahan oleh ahli. Kualitas instrumen tes dinilai dengan menentukan validitas tes, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal.

3.6.1 Validitas Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instumen. Validitas digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu validitas isi, validitas konstruk, dan validitas berdasarkan kriteria. Validitas tes diketahui dengan menggunakan rumus korelasi product moment(Suharsimi, 2006):

2 2

2

 

2

( ) )( (

 

    Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan:

r

xy : koefisien antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan

X : skor butir Y : skor total

Setelah diperoleh harga rxy kemudian dikembalikan dengan r kritik

product moment dengan taraf α = 5 %, jika rxy > r tabel maka soal dikatakan valid dan sebaliknya. Soal diambil yang mempunyai kriteria cukup, tinggi, dan sangat tinggi. Kriteria validitas soal yang digunakan adalah (Rudyatmi dan Rusilowati, 2009).

0,800 ≤r≤1,000 : sangat tinggi 0,600 ≤r<0,800 : tinggi 0,400 ≤r <0,600 : cukup 0,200 ≤r < 0,400 : rendah


(45)

3.6.2 Reliabilitas Tes

Reliabilitas skor tes menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi, 2006). Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui tingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) dari skor tes (Rudyatmi dan Rusilowati, 2009). Dalam penelitian ini relibialitas diukur dengan menggunakan rumus K-R 20 karena alat evaluasi berbentuk tes pilihan ganda. Rumus tersebut adalah (Kurder dan Richardson dalam Suharsimi, 2006).

11

r

            

t

t

V pq V

k

k ( )

1

Keterangan:

11

r

: reliabilitas instrumen k : banyaknya butir soal Vt : varians total

p : proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)

p :

1 skornya yang subjek banyaknya N

q : ( 1 )

0 skor mendapat yang subjek proporsi p q 

Setelah

r

11 diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga r tabel.

Apabila

r

11 >

r

tabel maka dikatakan instrumen tersebut reliabel.

3.6.3 Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00 indeks kesukaran soal ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (p besar), singkatan dari kata “proporsi”.


(46)

Rumus mencari P adalah (Rudyatmi dan Rusilowati, 2009).

JS B IK

Keterangan:

IK : Indeks kesukaran

B : Jumlah siswa menjawab benar butir soal JS : Jumlah seluruh siswa peserta

Tabel 3.1 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Instrumen Interval Indeks Kesukaran Kriteria

0,00-0,29 0,30-0,70 0,71-1,00

Sukar Sedang Mudah

3.6.4 Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang telah menguasai materi dan belum menguasai materi (Rudyatmi dan Rusilowati 2009). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D (d besar).

Rumus mencari indeks diskriminasi (D) (Rudyatmi dan Rusilowati, 2009).

N BB BA DP 2(  )

Keterangan:

DP : Daya pembeda Soal.

BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab pertanyaan dengan benar.

BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab pertanyaan dengan benar.


(47)

Tabel 3.2 Kriteria Daya Pembeda Soal Uji Coba Instrumen (Suharsimi, 2006) Interval daya pembeda Kriteria

0,00<DP0,19 0,20<DP0,29 0,30<DP0,39 0,40<DP1,00

Soal tidak dipakai Soal diperbaiki

Soal diterima tetapi perlu diperbaiki Soal diterima baik

3.6.5 Keefektifan Tes Diagnostik Keterampilan Proses Sains

Keefektifan tes diagnostik keterampilan proses sains dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui seberapa efektifkah tes diagnostik keterampilan proses sains digunakan. Keefektifan tes diagnostik keterampilan proses sains dapat diperoleh dengan mengkorelasikan antara hasil tes diagnostik keterampilan proses sains siswa dan keterampilan proses sains siswa, untuk mencari korelasinya menggunakn rumus korelasi product moment.

Rumus korelasi product moment untuk mencari keefektifan tes diagnostik keterampilan proses sains (Suharsimi, 2006).

= ∑

Keterangan:

r

xy : Korelasi antara variabel x dan y X : nilai aktivitas siswa

Y : nilai hasil belajar siswa.

Tabel 3.3 Kriteria Keefektifan Tes Diagnostik Keterampilan Proses Sains Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat


(48)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Pengembangan Tes Diagnostik 4.1.1.1 Pengembangan Tes Diagnostik

Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menghasilkan suatu produk. Hasil dari penelitian ini adalah seperangkat tes diagnostik yang dapat mengidentifikasi keterampilan proses sains siswa. Pengembangan produk awal dibuat setelah dilakukan observasi terhadap keterampilan proses sains siswa yang biasa dialami siswa dan dibantu dengan peninjauan literatur yang mendukung. Produk awal yang dikembangkan berupa kisi-kisi, 35 butir soal diagnostik keterampilan proses sains siswa, serta kunci jawaban. Produk awal yang dikembangkan selengkapnya terdapat pada lampiran. Setelah dilakukan pengembangan produk awal maka tahapan selanjutnya adalah dilakukan validasi ahli, uji coba skala terbatas, dan uji coba skala luas.

4.1.1.2 Validasi Ahli

Pengembangan produk dilakukan sesuai dengan kaidah pengembangan soal diagnostik keterampilan proses sains diantaranya yaitu menggunakan kaidah konstruksi, materi, bahasa yang baik dan lebih mudah dimengerti. Selain itu penggunaan pilihan jawaban tidak menggunakan kata-kata negatif ganda dan memberikan pilihan jawaban yang relatif sama. Sebelum itu juga dilakukan penyusunan kisi-kisi soal untuk menjaga agar terjadi kesesuaian isi soal dengan materi dan tujuan yang diinginkan.

Setelah dilakukan pengembangan produk awal, tahapan selanjutnya adalah validasi ahli. Tahapan ini diperlukan untuk menelaah bahwa produk yang dihasilkan mempunyai validitas isi yang baik (content validity). Validasi ahli dilakukan oleh dua dosen. Berdasarkan validasi ahli, masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki diantaranya adalah pertimbangan alokasi waktu pengerjaan,


(49)

penggunaan bahasa, dan pemberian pilihan jawaban yang perlu dipertegas. Setelah dilakukan revisi maka produk yang dikembangkan divalidasi. Produk yang telah divalidasi telah ditelaah mempuyai validitas isi yang baik, bahasa yang baku, dan tidak menggunakan pilihan jawaban yang negatif ganda. Tes diagnostik yang mempunyai validitas isi yang baik, bisa dikatakan dapat digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains dengan baik. Kelayakan validitas tes diagnostik disajikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kelayakan Validitas Tes Diagnostik Menurut Validator.

No Responden Kriteria Total skor Persentase (%)

1. Validator I Layak 66 86,84

2. Validator II Layak 60 78,94

Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa validator memberi skor layak sesuai dengan kriteria masing-masing substansi. Perhitungan hasil kelayakan tes diagnostik oleh validator I adalah 86,84%. Persentase hasil kelayakan tes diagnostik oleh validator II adalah 78,94%.

4.1.1.3 Uji Coba Skala Terbatas

Pelaksanaan uji coba skala terbatas dilaksanakan pada tanggal 01 Mei 2013 di kelas VIII MTs Sabilurrahman Gubug Kabupaten Grobongan. Pada uji coba skala terbatas peneliti menggunakan 10 siswa dari kelas VIII. Tes diagnostik keterampilan proses sains siswa yang diujikan merupakan tes diagnostik yang telah divalidasi ahli, sehingga telah memiliki validitas isi yang baik. Pada uji coba skala terbatas digunakan untuk menguji kelayakan dan keterlaksanaan tes. Tujuan dari uji coba skala terbatas ini adalah untuk mengetahui, a) keterbacaan soal tes diagnostik keterampilan proses sains menurut siswa, b) alokasi waktu mengerjakan soal tes diagnostik keterampilan proses sains sudah cukup waktu, kurang waktu, atau kelebihan waktu, c) bahasa yang digunakan pada soal tes diagnostik keterampilan proses sains mudah dipahami. Dalam penelitian pada uji coba terbatas ini peneliti mengalokasi waktu tes untuk tiap butir soal diagnostik keterampilan proses sains adalah 1,7 sampai 2 menit. Tahapan pertama uji coba


(50)

skala terbatas menggunakan 35 butir soal tes diagnostik. Sebelum mengerjakan soal tes diagnostik, siswa diberi pengarahan tentang cara menjawab soal.

a. Tanggapan Siswa

Data hasil tanggapan siswa yang berupa angket dianalisis dengan teknik deskriptif persentase. Berdasarkan analisis angket yang diisi siswa, dapat diketahui bahwa soal diagnostik keterampilan proses sains yang dikembangkan ternyata sudah menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh 78% siswa yang menyatakan bahwa bahasa yang digunakan mudah dipahami dan sudah dapat dimengerti dengan baik maksud dari soal tersebut. Selain menggunakan angket, juga dilakukan wawancara terhadap sebagian siswa. Hasil dari wawancara tersebut adalah soal yang diberikan sudah bisa dipahami maksudnya, karena soal sesuai dengan permasalahan yang bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, sebanyak 93,75% siswa juga mendukung pernyataan tersebut. Sebanyak 100% siswa menyatakan bahwa konsep yang ada di dalam soal sudah pernah dipelajari sebelumnya, akan tetapi terkadang siswa ada yang lupa dengan jawabanya. Hasil perhitungan tanggapan siswa terhadap tes diagnostik di lihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Data Tanggapan Siswa Terhadap Tes Diagnostik

No Kriteria tanggapan Jumlah siswa Persentase (%)

1 Sangat baik 3 30

2 Baik 7 70

3 Cukup baik 0 0

Pada Tabel 4.2 diketahui bahwa siswa dengan tanggapan sangat baik mencapai 30% dan 70% siswa memberi tanggapan baik. Siswa menginginkan tes diagnostik serupa yang dapat digunakan pada pembelajaran lainnya karena sebelumnya mereka belum pernah mengerjakan tes seperti tes diagnostik. Data tanggapan siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.


(51)

b. Tanggapan guru

Tanggapan guru digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemudahan tes diagnostik diberikan oleh peneliti. Berdasarkan angket tanggapan yang diberikan kepada dua guru mapel IPA kelas VIII di MTs Sabilurrahman Gubug Kabupaten Grobogan terhadap penggunaan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains pada pembelajaran IPA terpadu tema energi 89,6% memberikan tanggapan positif dan sangat baik. Guru menyebutkan bahwa tes dengan tes diagnostik ini menarik, karena tes-tes sebelumnya belum ada yang seperti tes diagnostik dan tes yang ada seperti tes kemampuan mengingat konsep tujuan tes diagnostik dapat dirumuskan dengan jelas, petunjuk penggerjaannya jelas, gambar yang disajikan dapat membantu pemahaman siswa, sehingga memberikan kemudahan bagi siswa, dan membuat siswa lebih aktif dan tertarik untuk belajar. Selain itu tes diagnostik dapat digunakan secara mandiri. Pada tanggapan guru disini guru memberikan saran atau masukan untuk alokasi waktu pengerjaan tes sebaiknya ditambah karena terlalu sedikit dan pendek untuk siswa berfikir dalam menentukan suatu jawaban yang benar dan tepat.

c. Hasil analisis uji coba skala terbatas

Hasil analisis dari data pada uji coba skala terbatas didapatkan bahwa nilai koefisien reliabilitas dari tes diagnostik yang dikembangkan sebesar 0,95>0,31 dimana jika r11>rtabel maka soal tersebut reliabel. Nilai koefisien reliabilitas lebih besar dibandingkan dengan harga tabel, jadi nilai koefisien reliabilitas tes diagnostik keterampilan proses sains yang dikembangkan dapat dikatakan reliabel.

Butir soal pada tes diagnostik juga dianalisis berdasarkan daya beda yang dimiliki butir soal tersebut. Daya beda soal mempunyai rentang dari -1 sampai +1. Apabila daya beda soal tersebut negatif maka soal tersebut tidak boleh digunakan, karena akan memberikan hasil yang berlawanan. Berikut ini daya beda yang dimiliki oleh soal diagnostik pada saat uji coba skala terbatas.


(52)

Tabel 4.3 Nilai Daya Beda Soal Tes Diagnostik Pada Uji Coba Skala Terbatas

No. Daya beda Rentang Nilai Koefisien Daya Beda Jumlah soal

1. Tinggi 0,81 – 1,00 1

2. Baik Sekali 0,61 – 0,80 3

3. Baik 0,41 – 0,60 7

4. Cukup 0,21 – 0,40 24

5. Rendah 0,00 – 0,20 _

6. Negatif Semua yang bernilai negatif _

Jumlah 35

Berdasarkan hasil analisis uji coba skala terbatas dapat diketahui bahwa 1 soal termasuk kategori mudah, 28 soal termasuk kategori sedang, dan 6 soal termasuk sukar. Analisis mengenai hasil uji coba skala terbatas dapat dilihat pada lampiran.

Sesuai dengan Tabel 4.3 soal yang mempunyai kriteria daya beda dari cukup, baik, dan baik sekali. Ada 24 soal yang mempunyai kriteria daya beda cukup; nomor soal tersebut adalah nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 12, 13, 16,1 7, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 31, 33, 34, dan 35. Ada 7 soal yang mempunyai kriteria daya beda baik; nomor soal tersebut adalah nomor 4, 9, 11, 15, 19, 27, dan 32. Serta 4 soal yang mempunyai kriteria daya beda baik sekali; nomor soal tersebut adalah nomor 10, 14, 28, dan 30.

Alokasi waktu yang diberikan sebanyak 1,7 sampai 2 menit untuk tiap soal ternyata terlalu sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan ketika melakukan penelitian, siswa membutuhkan waktu sekitar 2,1 sampai 2,5 menit untuk setiap soal yang diberikan. Hal tersebut didukung oleh angket yang diisi siswa yaitu sebanyak 90% siswa mengatakan bahwa waktu yang diberikan kurang sehingga siswa sedikit kecewa dengan keterbatasan waktu yang sangat kurang, data selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 15.

Setelah dilakukan analisis dari hasil uji coba skala terbatas maka dilakukan revisi terhadap produk yang dikembangkan. Berdasarkan hasil uji coba skala terbatas, ada masukan-masukan yang menyebabkan alokasi waktu dirubah dan


(53)

semua soal dalam tes diagnostik tetap baik digunakan. Tahapan selanjutnya setelah dilakukan uji coba skala terbatas adalah uji coba skala luas. Soal tes diagnostik yang digunakan dalam uji coba skala luas terdiri dari 35 soal.

4.1.1.4 Uji Coba Skala Luas

Uji coba skala luas dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2013 pada 26 siswa MTs Sabilurrahman Gubug Grobogan. Sebelum mengerjakan soal diagnostik keterampilan proses sains, siswa diberi pengarahan tentang petunjuk pengerjaan tes tersebut. Setelah mengerjakan soal tes diagnostik keterampilan proses sains, siswa disuruh untuk mengisi angket yang berisi tanggapan siswa mengenai tes yang diberikan. Alokasi waktu yang diberikan dalam mengerjakan soal untuk uji coba skala luas adalah 2,5 menit untuk setiap soal. Penentuan ini berdasarkan pertimbangan pada hasil uji coba skala terbatas. Tujuan dilaksanakannya uji coba skala luas adalah untuk menguji hasil dari produk yang telah dihasilkan pada uji coba skala terbatas.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ketika melaksanakan penelitian alokasi waktu 2,5 menit yang diberikan untuk mengerjakan tiap soal kepada siswa ternyata siswa masih agak sedikit kurang. Hal ini didukung dengan hasil analisis angket yang diisi oleh siswa.

Pada uji coba skala luas, peneliti tidak menganalisis lagi semua soal tes diagnostik yang dikembangkan. Karena pada uji coba skala terbatas soal tes diagnostik telah dianalisis dan memiliki validitas isi yang baik, dan telah mencapai kriteria reliabel sehingga soal tes diagnostik tersebut sudah mampu digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains siswa, siswa juga telah mencapai nilai KKM, walaupun tidak sepenuhnya siswa tuntas. Tapi siswa telah mendapatkan nilai ≥75 berjumlah ≥75% dari seluruh siswa. Produk akhir dari pengembangan tes diagnostik merupakan hasil dari uji coba skala terbatas. Produk hasil pengembangan dapat diimplementasikan pada uji coba skala luas. Hasil dari implementasi uji coba skala luas dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keterampilan proses sains siswa.


(54)

Hasil dari uji coba skala luas akan digunakan untuk menyempurnakan produk yang dikembangkan. Revisi dari produk yang dikembangkan pada uji coba skala luas ini meliputi alokasi waktu yang diperlukan untuk mengerjakan, dan memperbaiki (dapat menambah atau mengurangi) soal yang di rasa mempunyai daya beda negatif. Selain itu soal yang tidak dapat diketahui nilai koefisien korelasinya karena semua soal siswa bisa menjawab, atau tidak ada satupun siswa yang mampu menjawab dengan benar. Dengan begitu maka soal tersebut dapat diganti atau dihilangkan/dihapus. Tapi pada penelitian ini peneliti tidak merevisi soal, tetapi cuma menambahkan alokasi waktu saja, karena soal tes diagnostiknya sudah layak untuk di gunakan.

Setelah semua soal tersebut sudah dikatakan layak digunakan, maka soal-soal tersebut disusun kembali dengan tambahan alokasi waktu yang semula 2,5 menit untuk setiap soal juga sudah direvisi menjadi 3 menit. Maka hasil akhir dari pengembangan soal tes diagnostik adalah seperangkat soal tes diagnostik terdiri atas kisi-kisi, panduan pengerjaan soal, 35 soal tes diagnostik, dan kunci jawaban.

Sebanyak 88,56% siswa memberikan tanggapan sangat baik dan 11,44% siswa memberi tanggapan baik terhadap tes diagnostik dan dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tes diagnostik cukup efektif diterapkan pada pembelajaran tema energi di SMP/MTs. Setelah melihat tanggapan siswa dan guru serta hasil uji efektivitas, tes diagnostik sudah baik dan layak digunakan sehingga tidak diperlukan revisi.

Setelah melalui tahapan-tahapan dalam pengembangan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains maka dapat dihasilkan produk tes diagnostik yang valid dan efektif untuk digunakan pada pembelajaran IPA terpadu tema energi di SMP/MTs.

4.1.2 Keefektifan Tes Diagnostik

Tingkat keefektifan tes diagnostik untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains yang dirasakan sudah efektif, karena telah dikorelasikan antara hasil tes diagnostik dan observasi aktivitas keterampilan proses sains siswa. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25 dan 26.


(1)

DAFTAR NILAI HASIL BELAJAR SISWA

PADA UJI COBA SKALA LUAS

KELAS VIII.3 MTs Sabilurrahman Gubug Grobogan No.

Urut Nama Kode Nilai Kriteria

1 Agung Widiyatmoko UCL-01 80 Tuntas

2 Abdul Azis UCL-02 91 Tuntas

3 Abdul Wakid UCL-03 77 Tuntas

4 Anis Linda Ayu UCL-04 86 Tuntas

5 Dewi Fifi Andriani UCL-05 89 Tuntas

6 Erix Setiyawan UCL-06 74 Tidak Tuntas

7 Heni Syahputri Dewi UCL-07 77 Tuntas

8 Hilmi Dwi Cahyo UCL-08 71 Tidak Tuntas

9 Khalimatul Lania Ulfa UCL-09 80 Tuntas

10 Kholisotudz Dzihniyyah UCL-10 89 Tuntas

11 Mila Rokhatun Ni'mah UCL-11 77 Tuntas

12 M. Slamet Cahyono UCL-12 74 Tidak Tuntas

13 M. Fajar Imani UCL-13 86 Tuntas

14 Nifa Isdatun Najah UCL-14 94 Tuntas

15 Puput Novita Sari UCL-15 71 Tidak Tuntas

16 Siti Karomah UCL-16 83 Tuntas

17 Siti Muyassaroh UCL-17 94 Tuntas

18 Tukul Adam Malik UCL-18 89 Tuntas

19 Roy Tato Dagosta UCL-19 83 Tuntas

20 Ummi Alifah UCL-20 77 Tuntas

21 Vera Fitriani UCL-21 86 Tuntas

22 Wawan Agus Gunawan UCL-22 77 Tuntas

23 Yuliana UCL-23 80 Tuntas

24 Yulfa Utami UCL-24 74 Tidak Tuntas

25 Zaki Pasya UCL-25 83 Tuntas

26 Izzatun Nasyikhah UCL-26 89 Tuntas


(2)

DAFTAR SISWA YANG MENGIKUTI UJI COBA SKALA TERBATAS

KELAS VIII MTs Sabilurrahman Gubug Grobogan

No.

Urut Nama Kode

1 Achmad Sidiq UL-03

2 Azza Maulana UL-10

3 Feby Dinta Rismaya UL-04

4 Ilham Hadi Susanto UL-06

5 M. Nafi’il Kharir UL-02

6 Nita Utami UL-09

7 Tatik Ilmiyati UL-01

8 Veny Kanti Rahayu UL-08

9 VeraSasmita UL-07

10 Yaqut Nuris Tsuraya UL-05


(3)

DAFTAR SISWA YANG MENGIKUTI UJI COBA SKALA LUAS

KELAS VIII.3 MTs Sabilurrahman Gubug Grobogan

No.

Urut Nama Kode

1 Agung Widiyatmoko UCL-01

2 Abdul Azis UCL-02

3 Abdul Wakid UCL-03

4 Anis Linda Ayu UCL-04

5 Dewi Fifi Andriani UCL-05

6 Erix Setiyawan UCL-06

7 Heni Syahputri Dewi UCL-07

8 Hilmi Dwi Cahyo UCL-08

9 Khalimatul Lania Ulfa UCL-09

10 Kholisotudz Dzihniyyah UCL-10

11 Mila Rokhatun Ni'mah UCL-11

12 M. Slamet Cahyono UCL-12

13 M. Fajar Imani UCL-13

14 Nifa Isdatun Najah UCL-14

15 Puput Novita Sari UCL-15

16 Siti Karomah UCL-16

17 Siti Muyassaroh UCL-17

18 Tukul Adam Malik UCL-18

19 Roy Tato Dagosta UCL-19

20 Ummi Alifah UCL-20

21 Vera Fitriani UCL-21

22 Wawan Agus Gunawan UCL-22

23 Yuliana UCL-23

24 Yulfa Utami UCL-24

25 Zaki Pasya UCL-25

26 Izzatun Nasyikhah UCL-26


(4)

Lampiran 32

SURAT PENETAPAN DOSEN PEMBIMBING

Lampiran 33


(5)

(6)

Lampiran 34