Penelitian Terdahulu yang Menyangkut Faktor Lingkungan

18 frekuensi tingkat keseringan pemberian vaksin; frekuensi datang ke pasar unggas; penanganan unggas mati; pelaporan adanya unggas yang mati; frekuensi mendapat menyuluhan; pensucihamaan sebelum masuk area peternakan.

2.4. Penelitian Terdahulu yang Menyangkut Faktor Lingkungan

Beberapa penelitian tentang flu burung yang sifatnya deskriptif dilakukan oleh Antara 2009. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penting pemicu pendemi adalah padat nya populasi unggas, babi dan manusia, karena ke tiga hal itu berperan dalan virus Avian Influenza . Pada pasar tradisional di jual berbagai jenis unggas seperti ayam, itik, entog, anggsa, burung, dan bahkan mamalia seperti babi yang berasal dari berbagai daerah, kemudian dari pasar akan menyebar ke daerah lain. Di pasar, unggas diletakan dalam area saling berdekatan antara pemilik satu dengan yang lainnya, sehingga kondisi tersebut mempermudah penularan virus AI antar unggas. Menurut You dan Diao 2006, Martinez et al 2009 serta Leppin dan Aro 2009 virus flu burung berpotensi untuk menyebar secara global antar negara sebagai pandemik, oleh karena itu diperlukan kebijakan untuk mencegah berpindahnya virus ini khususnya diantara populasi unggas. Pola penyebaran perdagangan unggas di pasar tradisional Beringkit, Kumbasari dan Kediri mencakup ke seluruh wilayah di Bali dan berpotensi mengeluarkan penyakit flu burung ke semua kabupaten di Bali. Untuk menekan resiko penularan virus avian influenza perlu menerapkan biosecurity yang ketat di pasar, alat angkut untuk unggas dan di rumah tangga. Demikian juga vaksinasi, menurut Foster 2009 secara teori vaksinasi dapat memecahkan masalah penyebaran flu burung, tetapi pada tataran implementasi vaksinasi hanya menekan sementara tapi tidak menyelesaikan persoalan. Situasi ini diperparah karena kekurangan tenaga yang ahli yang berkaitan dengan hal ini. Demikian juga Saptana et al 2008 meneliti tentang flu burung yang sifatnya deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dampak ekonomi AI terhadap pedagang pengecer broiler adalah 1 beberapa pedagang pengecer yang terpaksa keluar pasar; 2 penurunan jumlah volume penjualan hingga 30-50 persen, walaupun kondisi pasca wabah AI telah normal kembali; dan 3 merosotnya harga 19 jual daging broiler turun hingga 37 persen, walaupun kondisi harga jual pasca AI telah normal kembali. Dampak ekonomi wabah AI terhadap usaha pedagang pengecer telur ayam ras dan burung puyuh adalah sebagai berikut: 1 menurunnya volume penjualan telur hingga 53-70 persen; 2 ternyata wabah AI tidak berpangaruh negatif terhadap harga jual telur, dimana harga jual malahan meningkat pada saat wabah AI, sebagai akibat kurang nya pasokan telur di pasar; dan 3 kondisi tersebut menunjukan bahwa konsumen tidak memberikan respon negatif terhadap hasil ternak telur akibat AI seperti halnya pada broiler. Implikasi kebijakan yang di pandang relevan dalam antisipasi dan penanggulangan wabah AI antara lain adalah: 1 melakukan sistem deteksi dini terhadap berbagai serangan penyakit ternak menular; 2 melakuakn pendataan yang cepat dan akurat tentang data populasi, tingkat serangan atau jumlah kematian serta evaluasi terhadap kinerja program yang telah dilakuakan baik secara swadaya maupun program pemerintah; 3 ternyata sistem pengusahaan ternak unggas dengan memberlakukan biosecurity yang ketat, adanya barier alam, serta paksinasi yang tepat sangat efektip dalam penanggulangan virus AI; dan 4 kebijakan recovery di tingkat petani akibat AI dapat dilakukan dengan konpensasi yang memadai dan pemberian pinjaman lunak dengan tingkat suku bunga kurang dari 12 persen per tahun dengan besaran modal sebesar biaya investasi untuk recovery Saptana et al 2008. Metras et al 2009 melakukan penelitian dengan menggunakan metode QRA Qualitative Risk Assessment, dimana peneliti mengajukan pertanyaan- pertanyaan tentang resiko flu burung yang disebabkan oleh perdagangan baik secara legal maupun tidak legal juga resiko perpindahan flu burung diantara empat sektor peternakan. Penelitian menunjukkan bahwa tiap negara memiliki tingkat resiko yang berbeda mulai dari resiko sangat kecil sampai sangat tinggi. Sedangkan menurut Birol 2008 peternakan skala besar memiliki resiko yang relatif tinggi dan berkontribusi pada penyebaran penyakit ini melalui peralatan kerja dipeternakan yang tidak dibersihkan dengan desinfektan, demikian juga melalui DOCs yang belum sempat divaksinasi. Namun sebaliknya Biwas et al 2009 menyatakan peternakan tradisional backyard farms juga merupakan sumber penyebaran virus yang relatif 20 tinggi. Negara yang dijadikan objek penelitian Metras adalah Ethiopia, Kenya, Ghana, Nigeria dan Indonesia.

2.5. Penelitian Terdahulu yang Menyangkut Model CGE