87 unggas tak terelakkan akan terkena infeksi, seperti misalnya keberadaan binatang
lain yang bisa menularkan virus, selokan yang terbuka serta tidak adanya pensucihamaan pada kandang.
Sedangkan peternak yang menerima penyuluhan 1 kali memiliki peluang 0,326 kali dibanding yang tidak pernah mendapat penyuluhan. Jadi variabel ini
adalah faktor pencegah. Berikutnya peternak yang melakukan pensucihamaan dengan disinfektan di pintu gerbang peternakan memiliki peluang ternaknya
terinfeksi lebih kecil dibanding peternak yang tidak melakukan hal tersebut estimate= -1,5277. Peluang peternak yang melakukan pensucihamaan di pintu
gerbang peternakan yaitu sebesar 0,217 kali dibandingkan peternak yang tidak melakukan pensucihamaan di pintu gerbang. Angka OR 1 maka kedua variabel
ini adalah sebagai faktor pencegah terkenanya resiko terinfeksi. Hal ini sejalan dengan hipotesa bahwa pensucihamaan di pintu gerbang akan mencegah
tersebarnya virus yang kemungkinan besar menempel di pakaian, sepatu, tangan ataupun kendaraaan dari peternak.
5.2.2. Pedagang Unggas 1.Karakteristik Pedagang
Pada tabel karakteristik pedagang Tabel 14 menunjukkan bahwa variabel usia memiliki angka estimasi -0,5789. Hal tersebut sejalan dengan hipotesa bahwa
peternak yang berusia lebih dari 30 tahun mempunyai peluang ternaknya terinfeksi lebih kecil dibanding peternak yang berumur kurang dari 30 tahun.
Variabel ini adalah faktor pencegah terkenanya resiko terinfeksi karena OR1. Namun variabel pendidikan dan tujuan usaha menunjukkan sebaliknya dan kedua
variabel tersebut memiliki angka OR1, yaitu 1,868 dan 2,344, yang berarti dua variabel tersebut adalah faktor penyebab unggas terkena infeksi.
Tabel 14 Hasil Analisis Estimasi untuk Karakteristik Pedagang Parameter Estimate
Standard Error
Pr ChiSq Odd Ratio Estimates
Effect Point
Estimate Intercept
-0,0766 0,3546
0,8289 Umur.1
-0,5789 0,2789
0,0379 X1 1 vs 2
0,561 Pendidikan.2
-0,5820 0,3914
0,1370 X2 2 vs 4
0,559 Pendidikan.3
0,6249 0,3340
0,0614 X2 3 vs 4
1,868 Tujuan usaha.1
0,8520 0,2718
0,0017 X3 1 vs 2
2,344 lama
pengalaman.1 -0,1897
0,2506 0,4489
X4 1 vs 2 0,827
Penghasilan.2 0,0612
0,3064 0,8416
X5 2 vs 3 1,063
88
signifikan pada taraf 5 R
2
=0,4956 ProbLR Chi
2
=0,0017
2.Lingkungan Fisik
Sedangkan tabel lingkungan fisik Tabel 15 menjelaskan bahwa pedagang yang berada di pasar yang kondisinya lebih bersih mempunyai peluang ternaknya
terinfeksi lebih kecil dibanding pedagang yang kondisi pasarnya relatif kotor.
Tabel 15 Hasil Analisis Estimasi untuk Lingkungan Fisik Pedagang Parameter Estimate
Standard Error
Pr ChiSq Odd ratio Estimates
Effect Point
Est. Intercept
-1,3709 0,9530
0,1503 kondisi pasar.1
-2,5288 0,7990
0,0016 X11 1 vs 2
0,080 Lantai kandang.2
-2,0200 0,6386
0,0016 X15 2 vs 3
0,133 Kebersihankandang.2
-1,1815 0,6531
0,0704 X16 2 vs 3
0,307 Kebersihan tempat pakan.2
-1,1911 0,6817
0,0806 X17 2 vs 3
0,304 kebersihan tempat minum.1
-0,5379 0,7301
0,4613 X18 1 vs 2
0,584 signifikan pada taraf 5 R
2
=0,8802 ProbLR Chi
2
=0,0001
Hal ini sejalan dengan pedagang yang lantai kandang nya lebih modern terbuat dari semen atau kawat berpeluang ternaknya terinfeksi lebih kecil
dibanding yang berlantai tradisional. Demikian juga variabel kebersihan kandang dan kebersihan tempat pakan, semakin bersih semakin kecil peluang unggas
terkena infeksi. Besarnya peluang untuk keempat variabel tersebut lebih kecil dari 1, hal ini ditinjukan oleh angka OR1 yang berarti bahwa variabel kondisi pasar,
lantai kandang, kebersihan kandang dan tempat pakan merupakan faktor pencegah.
3.Lingkungan Biologi
Tabel 16 Hasil Analisis Estimasi untuk Lingkungan Biologi Pedagang Parameter
Estimate Standard
Pr ChiSq Odd Ratio Estimates
Error Effect
Point Estimate
Intercept 0,8693
0,3709 0,1503
frekuensi unggas baru.2
-1,3599 0,3517
0,0016 X20 2 vs 3
0,257 hewan lain
.
-0,9020 0,3218
0,0016 X21 0 vs 1
0,406 sumber pakan.1
-0,7388 0,3406
0,0704 X22 1 vs 2
0,478 bahan pakan
.
-0,7637 0,3241
0,0806 X23 0 vs 1
0,466 ayam afkir.0
-0,3549 0,3065
0,4613 X24 0 vs 1
0,701 signifikan pada taraf 5, 10 R
2
=0,6427 Prob.LR Chi
2
=0,0001
89 Pada tabel lingkungan biologi Tabel 16 menjelaskan bahwa pedagang yang
lebih jarang melakukan pengisian ulang lebih kecil peluang unggas yang telah ada terkena infeksi. Demikian juga pedagang yang tidak memiliki binatang lain yang
berkeliaran sekitar kandang misalnya tikus, kucing, burung dan lain lain, memiliki peluang lebih kecil unggasnya terinfeksi. Sejalan dengan hal tersebut adalah
pedagang yang sering memberikan pakan unggas yang berasal dari pabrik memiliki peluang lebih kecil terkena infeksi dari pada pedagang yang memberi
makan unggasnya dengan pakan buatan sendiri. Demikian juga pedagang unggas yang memberi makan unggas dengan bahan dedak gabah tumbuk lebih kecil
kemungkinan terkena infeksi dibanding pedagang yang memberi makan unggas dengan bahan pakan yang berasal dari limbah rumah tangga. Keempat variabel
tersebut ditandai dengan angka koefisien estimasi yang negatif dan angka OR yang lebih kecil dari 1. Hal ini berarti keempat variabel tersebut adalah faktor
pencegah unggas terinfeksi.
4.Lingkungan Sosial
Tabel lingkungan sosial Tabel 17 pada pedagang menjelaskan bahwa pedagang yang tidak pernah memegang unggas terinfeksi memiliki peluang lebih
kecil dibanding pedagang yang pernah memegang unggas terinfeksi.
Tabel 17 Hasil Analisis Estimasi Untuk Lingkungan Sosial Parameter
Estimate Standard Pr Chiq
Odd ratio Estimates Error
Effect Point
Est. Intercept
-0,8951 1,0608
0,3988 kontak unggas
terinfeksi
.
-2,8695 0,8441
0,0007 X27 0 vs 1 0,057
pemberian vaksin.2 -5,0541
1,7999 0,0050 X28 2 vs 4
0,006 pemberian vaksin.3
0,9136 1,0000
0,3609 X28 3 vs 4
2,493 kontak unggas
.
-0,1775 0,7746
0,8187 X29 0 vs 1
0,837 lalu lintas unggas
.
-0,7053 0,9426
0,4543 X30 0 vs 1
0,494 Penyuluhan.1
4,0200 2,0873
0,0541 X31 1 vs 4
55,702 Penyuluhan.2
-3,4265 1,5324
0,0253 X31 2 vs 4 0,032
Penyuluhan.3 -0,9841
1,1555 0,3944
X31 3 vs 4 0,374
Pelaporan
.
1,9815 0,6860
0,0039 X32 0 vs 1 7,254
signifikan pada taraf 5 R
2
=0,879 ProbLR Chi
2
=0,0001
Demikian juga pedagang yang memberikan vaksin lebih sering lebih dari 2 kali memiliki peluang unggasnya terinfeksi lebih kecil dibanding yang pedagang yang
relatif jarang memberi vaksin pada unggasnya. Hal ini ditandai dengan angka
90 koefisien estimasi yang negatif -2,8695 dan -5,0541. Demikian juga pedagang
yang pernah mendapat penyuluhan 2 kali dari petugas memiliki peluang lebih kecil unggasnya terinfeksi dibanding pedagang yang tidak pernah mendapat
penyuluhan -3,4265. Ketiga variabel tersebut memiliki angka OR lebih kecil dari satu maka kedua variabel ini adalah sebagai faktor pencegah terkenanya
resiko terinfeksi. Namun sebaliknya pada variabel pelaporan, dimana hal tersebut menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Variabel ini menjadi faktor penyebab
resiko terinfeksinya unggas. Hal ini dapat dilihat dari angka OR yang lebih besar dari 1 yaitu 7,254. Hal ini mendukung hipotesis bahwa mereka yang memberikan
laporan pada petugas ada kecenderungan adalah pedagang yang ternaknya mati terinfeksi virus flu burung. Jadi unggas yang mati tersebut dapat menjadi
penyebab sumber penyebaran virus flu burung.
91
BAB VI DAMPAK PENURUNAN PRODUKTIVITAS TERHADAP SEKTOR
SEKTOR PEREKONOMIAN DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA
Dampak merebaknya flu burung diantara unggas menyebabkan berbagai kerugian ekonomi yang luas, diantaranya adalah terjadi penurunan produktivitas
pada sektor sektor ekonomi, khususnya sektor unggas dan sektor sektor yang berkaitan erat dengan sektor unggas diantaranya adalah sektor restoran,
perhotelan dan farmasi, kimia, peternakan lainnya, juga industri pakan dimana bahan bakunya adalah jagung, padi dan kedelai. Beberapa penelitian terdahulu
berpendapat bahwa penurunan produktivitas sektor unggas dan telur sebesar 10 persen. Penurunan produktivitas ini tentu saja berdampak pada sektor lain baik
yang terkait erat maupun tidak, walaupun tidak menutup kemungkinan ada sektor lain justru mengalami peningkatan dikarenakan terjadi peningkatan permintaan
pada output sektor tersebut namun tidak berkaitan dengan sektor unggas. Penurunan produksi karena tingginya tingkat mortalitas unggas. Di
samping itu permintaan terhadap unggas dan telur juga mengalami penurunan karena masyarakat mengalami ketakutan secara psikologis untuk mengkonsumsi
produk unggas. Hal ini seiring dengan hasil penelitian dari Oktaviani 2005. Maka bisa dikatakan penurunan output disebabkan oleh penurunan sisi produksi
maupun oleh sisi penurunan permintaan oleh masyarakat. Berikutnya dengan menurunnya penawaran barang di pasar maka akan berpengaruh terhadap harga
barang tersebut. Harga barang menjadi naik dan berikutnya akan menurunkan tingkat permintaan masyarakat terhadap barang barang tersebut. Hal ini akan
menurunkan permintaan faktor produksi yaitu tenaga kerja dan kapital. Penurunan permintaan tenaga kerja dan kapital akan menurunkan harga faktor produksi
tersebut. Pada akhirnya akan menurunkan pendapatan kelompok rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi. Maka secara agregat pendapatan dari kelompok
rumah tangga mengalami penurunan. Perubahan struktur pendapatan dari kelompok rumah tangga akan
mempengaruhi komposisi konsumsi barang dan jasa. Barang barang yang banyak dikonsumsi oleh kelompok rumah tangga yang mengalami kenaikan pendapatan
akan mengalami peningkatan permintaan, sebaliknya barang barang yang banyak