13 betina tersebut harus dikondisikan sendirian agar perilaku kawin alami muncul
Erwinda, 2008.
2.3. Risiko dalam Pembenihan Udang Vannamei
Adanya pertumbuhan budidaya udang lebih menguatkan Indonesia sebagai salah satu produsen udang dunia. Pertumbuhan ini diharapkan mampu
meningkatkan taraf hidup pembudidaya skala kecil, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan
mutu produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk, serta pemanfaatan sumberdaya lahan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian
sumberdaya lahan budidaya dan lingkungan hidup. Masuknya udang vannamei ke Indonesia berawal dari kondisi
pembudidayaan udang windu yang mengalami berbagai kesulitan akibat serangan penyakit dan juga kasus tingginya kandungan residu antibiotika dalam tubuh
udang yang mengakibatkan terganggunya proses produksi dan pemasaran terutama untuk pasar ekspor. Karena kondisi tersebut belum ditangani secara
tuntas, maka banyak pembudidaya yang kemudian beralih ke komoditi lain. Salah satu pilihannya adalah membudidayakan udang vannamei. Namun
pada kenyataannya, perkembangan usaha pembenihan udang vannamei tidak luput dari permasalahan yang disebabkan karena terjadinya risiko bisnis. Risiko yang
terjadi adalah risiko operasional dan risiko pasar. Risiko operasional yang dihadapi dalam usaha pembenihan udang vannamei meliputi kerugian yang
disebabkan oleh munculnya penyakit yang menyerang benih, faktor cuaca, kurangnya pengetahuan dan pengawasan pada proses pembenihan, tingkat
mortalitas yang disebabkan oleh proses pengepakan, panen dan pengangkutan benih udang.
Penelitian mengenai adanya risiko operasional pada dunia usaha pertanian telah dilakukan oleh Trangjiwani 2008 pada komoditas sayuran. Risiko
operasional yang muncul tidak jauh berbeda dengan risiko yang ada pada usaha pembenihan udang vannamei. Pada usaha pembudidayaan sayuran, risiko
operasional yang sering muncul pada umumnya disebabkan oleh risiko sistem, proses pembudidayaan, SDM dan risiko eksternal.
14 Pada usaha pembenihan udang vannamei, risiko operasional yang sering
muncul salah satunya disebabkan oleh tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit. Menurut Amri dan Kanna 2008, penyakit yang kerap
menyerang udang vannamei sejak dari proses pembenihan adalah penyakit WSSV, penyakit IHHNV Invectious Hypodermal Hematopoetic Virus dan
Leginidium disease. Adanya berbagai penyakit yang menyerang benih udang vannamei ini dapat menyebabkan kerugian bagi pihak hatchery karena penyakit-
penyakit ini dapat meningkatkan tingkat kematian benih udang vannamei. Daerah-daerah yang membudidayakan udang vannamei saat ini tersebar di
daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan beberapa daerah di Sulawesi. Selain di Indonesia, maraknya budidaya udang
vannamei juga terjadi di belahan bumi lainnya seperti Thailand, Cina, Brazil, Ekuador, Meksiko, dan beberapa Negara Amerika Latin. Negara-negara tersebut
tercatat sebagai produsen udang vannamei utama di dunia.
8
Sebagai udang introduksi, benur udang vannamei tidak terdapat di perairan Indonesia secara alami. Oleh sebab itu, pengadaan benur udang vannamei
sepenuhnya mengandalkan produksi hatchery panti benih. Permasalahan utama yang dihadapi pihak pembenihan adalah tingginya harga induk penjenis yang
bersertifikat yang harus diimpor oleh pihak hatchery. Permasalahan lain yang disebabkan oleh impor induk penjenis adalah nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing yang berfluktuasi. Jika induk penjenis diperoleh dengan mengimpor induk penjenis yang murah, maka risiko yang dihadapi berupa induk asal tersebut
tidak jelas asal-usulnya secara pasti sehingga sering merugikan pihak hatchery. Inbreeding perkawinan sekerabat dapat dihindari dengan penerapan
kriteria tumbuh cepat dengan sumber benur dari beberapa hatchery. Induk yang berasal dari impor harus bermutu baik dan jelas asal-usulnya. Induk ini kemudian
dijadikan induk-induk penjenis, lalu disilangkan dengan secara terarah dengan induk hasil seleksi di Indonesia. Benur-benur hasil induk seperti inilah F1 yang
seharusnya dibudidayakan di tambak. Akan tetapi, dalam menghasilkan benih yang seperti ini, dibutuhkan pengontrolan terhadap kegiatan pembenihan. Selain
itu, diperlukan pemahaman mengenai keragaman genetik sehingga tidak
8
Trobos. No 100, edisi Januari 2008 Tahun IX. Perkembangan Budidaya Udang Vannamei sebagai Udang Pengganti Windu.
15 menerapkan kaidah perkawinan silang. Jika syarat ini tidak dapat dipenuhi oleh
hatchery maka, risiko terjadinya inbreeding akan tinggi. Hatchery yang baik dan bersertifikat akan memproduksi benih F1 untuk dijual kepada petambak Amri
dan Kanna,2008. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk melihat benih udang yang
berkualitas adalah Amri dan Kanna, 2008: 1 Antena atau antennula yang terdapat pada kepala benur harus utuh, lengkap, tidak patah normal, serta
ukurannya panjang, 2 Benur yang akan dipilih harus dilihat kondisi isi ususnya. Benur yang dipilih adalah benur yang memiliki isi usus yang penuh, 3 Uropoda
yang membuka dan tidak mengalami cacat menunjukkan benur tersebut berkualitas baik, 4 Otot ekor harus memperlihatkan kondisi otot yang sempurna,
bersih dan berwarna jernih, 5 Warna tubuh benih udang yang sehat adalah abu- abu cerah kecoklatan gelap hingga jingga, 6 Kondisi tubuh benih yang bersih
dan mulus menunjukkan adanya pergantian kulit yang sempurna, yang sekaligus menandakan benih tersebut tumbuh cepat, 7 Benih yang berkualitas baik akan
berenang aktif dan responsif terhadap rangsangan. Kriteria ini harus mampu dipenuhi oleh pihak pembenihan udang dengan
menerapkan persyaratan pembenihan yang bersertifikat dengan menggunakan induk penjenis yang bersertifikat, menerapkan proses perkawinan silang yang
terarah dengan induk hasil seleksi di Indonesia serta penerapan proses pengontrolan yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten dalam bidang
pembenihan. Jika persyaratan ini tidak mampu dipenuhi oleh pihak pembenih, maka risiko yang dihadapi berupa terhambatnya proses pemasaran benih.
Proses lain yang sangat penting dalam kegiatan pembenihan adalah proses pemanenan benih, pengepakan, dan pengangkutan benih menuju lokasi
pembesaran. Proses ini harus dilakukan dan diawasi dengan ketat karena sangat berpengaruh pada benih udang. Proses yang dilakukan tanpa pengawasan yang
tepat akan menyebabkan risiko mortalitas benih yang tinggi. Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2008 yang menjelaskan bahwa
tingkat risiko pada usaha pembibitan ayam broiler ditentukan oleh proses pengangkutan DOC menuju konsumen. Distribusi DOC yang kurang diawasi dan
ditangani dengan baik sering menimbulkan tingginya mortalitas DOC.
16 Risiko lain yang dihadapi adalah dalam aspek ekonomis udang vannamei.
Jika dibandingkan dengan udang jenis lainnya, harga udang vannamei lebih berfluktuasi.
9
Hal ini disebabkan karena udang vannamei merupakan udang introduksi yang baru merambah pasar sehingga belum semua masyarakat
mengenal jenis udang vannamei ini. Hal serupa dialami komoditas pertanian lainnya seperti yang disimpulkan oleh Rosiana, N 2008 dalam penelitiannya
mengenai komoditas akar wangi yang mengalami kendala dalam proses pembudidayaan dan penyulingan akar wangi dihadapkan pada risiko pasar yang
disebabkan oleh fluktuasi harga output dan fluktuasi produksi. Fluktuasi harga pasar benih udang vannamei merupakan indikasi
terjadinya risiko pasar benih udang vannamei yang dapat memperlihatkan besarnya tingkat risiko pasar yang dihadapi oleh pengusaha ataupun investor dan
dapat menunjukkan tingkat pengembalian terhadap risiko. Iskandar 2006, dalam penelitiannya menggunakan data pergerakan harga saham pada perusahaan rokok
dan diukur tingkat risiko yang dihadapi dalam investasi pada saham rokok menyimpulkan bahwa saham yang memiliki tingkat risiko yang tinggi mempunyai
tingkat pengembalian yang tinggi pula. Tingkat harga dapat pula dijadikan sebagai variabel untuk mengukur
besarnya pendapatan dan risiko yang dihadapi dalam kegiatan diversifikasi usaha. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyawati 2005, dengan menggunakan tingkat
harga dan pendapatan kemudian dianalisis menggunakan metode analisis pendapatan, analisis imbangan penerimaan biaya dan analisis risiko metode
koefisien korelasi, single index portofolio, dan linear programming. Hal ini dapat dilihat pada penelitian mengenai risiko diversifikasi pada komoditas hortikultura.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas jagung acar memiliki rasio total yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh
komoditas lain. Berbagai kriteria risiko yang muncul dalam usaha pembenihan udang
vannamei dapat ditangani sesuai dengan status risiko yang muncul dari berbagai sumber risiko. Sumber risiko yang muncul baik dari aspek teknis yang meliputi
kegiatan produksi benih maupun aspek ekonomis yang meliputi kegiatan
9
Loc.cit
17 pemasaran benih udang vannamei dapat ditangani sedemikian rupa sehingga
risiko yang muncul dapat ditangani dengan tepat dalam usaha meminimalkan risiko. Hal ini selaras dengan yang disimpulkan oleh Trangjiwani 2008, dalam
penelitiannya yang menyimpulkan bahwa risiko operasional yang muncul dalam kegiatan budidaya sayuran dapat ditangani dengan memprioritaskan risiko krusial
terlebih dahulu. Risiko yang paling tinggi nilai status risikonya terdapat pada komoditas tomat dengan menerapkan langkah detect and monitor serta dilakukan
melalui upaya low control pada sumber-sumber risiko. Dari pustaka yang telah diuraiankan di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam usaha yang berbasis pada pertanian baik usaha pembudidayaan, pembibitan maupun pengolahan hasil atau industri hilir pada komoditas hortikultura, tanaman
perkebunan dan peternakan mempunyai risiko usaha. Sumber-sumber terjadinya risiko dapat dibedakan menjadi risiko operasional dan risiko pasar. Risiko
operasional usaha dapat disebabkan oleh tingkat mortalitas, penyakit atau kerusakan pada komoditas atau kesalahan penanganan oleh tenaga kerja maupun
faktor eksternal seperti cuaca. Risiko pasar dapat terjadi dikarenakan adanya fluktuasi harga pada komoditas pertanian baik tanaman perkebunan, tanaman
hortikultura dan komoditas peternakan. Terjadinya risiko pada usaha pertanian ini dapat diukur menggunakan
beberapa metode. Pengukuran probabilitas dan dampak risiko dapat dilakukan dengan metode aproksimasi, sedangkan pengukuran dampak risiko pasar dapat
diukur menggunakan tingkat harga menggunakan metode Value at Risk. Pengukuran tingkat risiko pada diversifikasi usaha dapat dilakukan menggunakan
metode koefisien korelasi. Penelitian yang mempelajari aspek risiko pada usaha perikanan akan dilakukan sebagai bahan masukan pada pustaka-pustaka
selanjutnya. Produk perikanan yang akan diteliti adalah komoditas udang yang merupakan salah satu produk andalan impor dengan menilai bahwa produk ini
memiliki risiko yang sama dengan komoditas pertanian lainnya.
III. KERANGKA PEMIKIRAN