Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei(Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT.SURI TANI PEMUKA, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

(1)

MANAJEMEN RISIKO DALAM USAHA PEMBENIHAN

UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei), STUDI KASUS DI

PT. SURI TANI PEMUKA, KABUPATEN SERANG,

PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

ANA LESTARI H34066011

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

ANA LESTARI, H34066011, 2009. Manajemen Risiko Dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).

Udang sebagai salah satu komoditas perikanan yang harus ditingkatkan produksinya merupakan andalan ekspor hasil perikanan Indonesia. Usaha budidaya udang mempunyaibackwarddanforward linkage yang cukup luas bagi aktivitas ekonomi masyarakat. Salah satu jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Udang vannamei adalah komoditas baru yang merupakan udang introduksi. Udang ini tergolong mudah untuk dibudidayakan sehingga membuat para penambak udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak yang mengusahakannya.

Oleh karena itu, dengan meningkatnya jumlah petambak yang mengusahakan budidaya udang vannamei mengakibatkan kebutuhan akan benih udang vannamei meningkat pula. Hal ini menjadi peluang utama untuk usaha pembenihan udang vannamei. Selain adanya peluang yang masih terbuka lebar untuk usaha pembenihan udang vannamei, usaha pembenihan udang vannamei seringkali dihadapkan pada berbagai risiko. Risiko yang dihadapi dalam usaha pembenihan udang dapat disebabkan oleh risiko operasional maupun risiko pasar.

Risiko operasional biasanya terjadi pada kegiatan produksi yang disebabkan oleh cuaca, adanya berbagai penyakit yang menyerang benih udang vannamei dan induk penjenis udang vannamei yang harus diimpor dari negara asalnya. Adanya beberapa faktor sumber risiko operasional ini menyebabkan adanya fluktuasi produksi benih udang vannamei. Risiko pasar pada usaha pembenihan udang vannamei pada umumnya disebabkan oleh fluktuasi harga yang relatif tajam. Fluktuasi harga jual benih udang vannamei sangat berpeluang terjadi. Hal ini disebabkan karena udang vannamei merupakan komoditi baru yang sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Fluktuasi harga yang cukup mencolok umumnya terjadi di pasar domestik.

PT. Suri Tani Pemuka merupakan salah satu perusahaan yang mengusahakan pembenihan udang vannamei yang melakukan usahanya di daerah Bali, Kalimantan dan Serang. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya risiko dalam pembenihan udang vannamei lantas tidak membuat PT. Suri Tani Pemuka berhenti berproduksi tetapi tetap mampu bertahan dalam dunia usaha.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari manajemen risiko PT. Suri Tani Pemuka dalam mengendalikan sumber-sumber risiko yang dihadapi baik risiko operasional maupun pasar yang di dalamnya terdapat tujuan khusus yaitu mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional dan pasar yang dihadapi oleh PT. Suri Tani Pemuka dan menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang vannamei terhadap PT. Suri Tani Pemuka.

Analisis awal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi sumber-sumber risiko apa saja yang sering terjadi di perusahaan. Analisis dilanjutkan


(3)

dengan mengklasifikasikan sumber risiko ke dalam peta risiko untuk mengetahui seberapa krusial sumber risiko yang terdapat dalam perusahaan tersebut. Analisis lain yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi strategi penanganan risiko yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan mengenai manajemen risiko yang telah diterapkan perusahaan.

Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi naupli, produksi benur, risiko derajat kelangsungan hidup benur dan risiko penerimaan yang dialami perusahaan. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar atau dikenal dengan analisis z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data produksi dan harga benur udang vannamei di PT. Suri Tani Pemuka selama tahun 2008.

Sumber-sumber risiko yang ada di PT. Suri Tani Pemuka dalam kegiatan pembenihan udang vannamei dapat diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Sumber risiko yang dianggap oleh PT. Suri Tani Pemuka memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan jika risiko tersebut terjadi juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko yang terjadi karena tingginya tingkat mortalitas benih udang vannamei.

Sumber risiko yang kemungkinan terjadinya kecil akan tetapi dampak yang disebabkan oleh jenis risiko ini besar adalah risiko pada kegiatan pengadaan induk. Risiko yang kemungkinan terjadinya besar akan tetapi dampak yang ditimbulkan oleh risiko ini kecil adalah risiko yang terjadi akibat adanya fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Sumber risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang disebabkan oleh risiko ini kecil pula adalah risiko yang disebabkan oleh cuaca dan kerusakan peralatan teknis.

Strategi preventif risiko dilakukan PT. Suri Tani Pemuka untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko. Kuadran yang dapat ditangani dengan strategi preventif adalah risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 yaitu dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pemanenan dan pengepakan benur serta pelatihan sumber daya manusia serta dengan melakukan kontrak pembelian dengan pihak pemasok pakan. Strategi mitigasi risiko dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka untuk menangani risiko pada kuadran 2 melalui kegiatan pengendalian penyakit dan kegiatan pengadaan dan perlakuan induk yang tepat dengan karakteristik induk udang vannamei.

Tingkat probabilitas risiko terbesar pada kegiatan produksi terletak pada kegiatan produksi benur yaitu sebesar 22,10 persen. Sedangkan probabilitas risiko pada penerimaan adalah sebesar 34,10 persen. Dampak atau kerugian terbesar terjadi pada risiko survival rate (derajat kelangsungan hidup) benur yaitu sebesar Rp 53.260.994. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa risiko penurunan derajat kelangsungan hidup berada pada kuadran 2. Risiko produksi benur dan risiko penerimaan terdapat pada kuadran 3 dan risiko produksi naupli berada pada kuadran 4, sedangkan untuk kuadran 1 tidak terisi risiko.


(4)

MANAJEMEN RISIKO DALAM USAHA PEMBENIHAN

UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei), STUDI KASUS DI

PT. SURI TANI PEMUKA, KABUPATEN SERANG,

PROVINSI BANTEN

ANA LESTARI H34066011

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

Nama : Ana Lestari NRP : H34066011

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131415082

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 131415082


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Ana Lestari H34066011


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangka pada tanggal 26 September 1985. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Juanto Sutrisno dan Ibunda Martinah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 447 Parit Tiga Jebus Bangka pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1 Jebus Bangka. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Diponegoro 01 Jakarta diselesaikan pada tahun 2003.

Penulis diterima di program Diploma III pada program studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003. Pendidikan Diploma diselesaikan penulis pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan pada program sarjana penyelenggaraan khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten .

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari manajemen risiko di PT. Suri Tani Pemuka dalam mengendalikan sumber-sumber risiko yang dihadapi baik dalam aspek teknis maupun aspek ekonomis dalam kegiatan pembenihan udang vannamei.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2009 Ana Lestari


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Farianti, MS selaku dosen evaluator sekaligus dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. 3. Rahmat Yanuar, SP, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan pada ujian

sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.

5. Pihak PT. Suri Tani Pemuka atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

6. Firman Kamil selaku pembahas dalam seminar atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk membangun skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Ekstensi Agribisnis angkatan 1 atas semangat selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Mei 2009 Ana Lestari


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Karakteristik Udang Vannamei ... 9

2.2. Pembenihan Udang Vannamei ... 11

2.3. Risiko dalam Pembenihan Udang Vannamei ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1. Manajemen Risiko ... 18

3.1.2. Definisi dan Konsep Risiko ... 19

3.1.3. Klasifikasi Risiko ... 21

3.1.4. Pengukuran Risiko ... 23

3.1.5. Konsep Penanganan Risiko ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

IV. METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2. Data dan Sumber Data ... 30

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.4. Metode Pengolahan Data ... 31

4.4.1. Analisis Deskriptif ... 31

4.4.2. Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas) ... 31

4.4.3. Pengukuran Dampak Risiko ... 33

4.4.4. Pemetaan Risiko ... 34

4.4.5. Penanganan Risiko ... 35

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 38

5.1. Profil Perusahaan ... 38

5.2. Lokasi Perusahaan ... 40

5.3. Produk-Produk yang Dihasilkan Perusahaan ... 41

5.4. Proses Budidaya ... 43


(11)

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENERIMAAN BENIH

UDANG VANNAMEI ... 49

6.1. Sumber-Sumber Risiko Pada Usaha Pembenihan Udang Vannamei ... 49

6.2. Strategi Penanganan Risiko di PT. Suri Tani Pemuka ... 55

6.3. Analisis Probabilitas Risiko Produksi dan Penerimaan ... 66

6.4. Analisis Dampak Risiko Produksi ... 70

6.5. Pemetaan Risiko ... 73

6.6. Penanganan Risiko Produksi ... 75

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

7.1. Kesimpulan ... 80

7.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia 2000-2006 ... 1

2. Perkembangan Nilai Ekspor Udang Indonesia 2000-2006 ... 2

3. Volume Pasokan Eksportir Utama Udang ke Pasar Amerika ... 4

4. Hasil Identifikasi Sumber dan Penanganan Risiko ... 65

5. Perbandingan Tingkat Probabilitas Sumber Risiko ... 67

6. Perbandingan Dampak Terjadinya Risiko Terhadap Perusahaan .. 72


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Matriks Frekuensi dan Signifikansi ... 25

2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

3. Peta Risiko Menurut Kountur (2008) ... 34

4. Preventif Risiko ... 35

5. Mitigasi Risiko ... 36

6. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko ... 37

7. Peta Hasil Identifikasi Sumber Risiko ... 54

8. Strategi Preventif Risiko PT. Suri Tani Pemuka ... 62

9. Strategi Mitigasi Risiko PT. Suri Tani Pemuka ... 63

10. Alternatif Strategi Penanganan Risiko oleh PT. Suri Tani Pemuka ... 64

11. Grafik Produksi Naupli, Produksi Benur, Survival Rate, dan Penerimaan ... 66

12. Hasil Pemetaan Risiko ... 75

13. Preventif risiko Produksi dan Penerimaan ... 76

14. Mitigasi Risiko Produksi dan Penerimaan ... 78


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Probabilitas Risiko Produksi Naupli ... 84

2. Perhitungan Probabilitas Risiko Produksi Benur ... 85

3. Perhitungan Probabilitas Risiko Survival Rate ... 86

4. Perhitungan Probabilitas Risiko Pada Penerimaan ... 87

5. Perhitungan Dampak Risiko Produksi Naupli ... 87

6. Perhitungan Dampak Risiko Produksi Benur ... 88

7. Perhitungan Dampak Risiko Survival Rate ... 88


(15)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Sektor perikanan melalui komoditas-komoditas yang dihasilkannya merupakan sumber devisa negara dan memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Beberapa produk perikanan Indonesia merupakan produk-produk andalan ekspor. Upaya pengembangan produk perikanan diharapkan dapat meningkatkan stabilitas ekonomi.

Potensi perikanan kemudian menjadi salah satu program revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Program revitalisasi yang akan dikembangkan mencakup revitalisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang ada berupa berbagai kegiatan usaha di bidang penangkapan ikan dan budidaya. Komoditas yang difokuskan dalam kegiatan ini serta yang dianggap mampu menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru dan mempunyai prospek yang baik adalah tuna, udang dan rumput laut.

Udang sebagai salah satu komoditas perikanan yang harus ditingkatkan produksinya merupakan andalan ekspor hasil perikanan Indonesia. Usaha budidaya udang mempunyaibackwarddanforward linkage yang cukup luas bagi aktivitas ekonomi masyarakat. Tabel 1 menunjukkan perkembangan volume ekspor Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia 2000-2006 (Persen) Negara tujuan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jepang 61,36 62,21 64,39 56,92 39,88 37,16 34,40

AS 18,40 16,86 18,18 20,70 38,53 40,91 41,64

UE 20,24 20,93 17,43 25,58 21,59 21,93 23,96

Sumber: Ditjen P2HP dalam Trobos edisi Januari 2008

Dipilihnya udang sebagai andalan utama penghasil devisa sangat beralasan. Indonesia mempunyai luas lahan budidaya yang potensial untuk udang, yaitu mencapai 866.550 hektar, dan sampai tahun 1999 tambak yang dibangun baru seluas 344.759 hektar yang berarti tingkat pemanfaatannya baru mencapai


(16)

39,7 persen saja1. Sementara itu potensi penangkapan udang di laut diperkirakan 74.000 ton/tahun dan telah dimanfaatkan sekitar 70.000 ton per tahun. Ini berarti tingkat pemanfaatannya sudah mencapai 95 persen. Oleh karena itu yang perlu ditingkatkan sebagai andalan utama adalah udang hasil pemeliharaan di tambak-tambak budidaya.

Pada tahun 2007, pemerintah mematok target produksi udang sebesar 410 ribu ton. Departemen Kelautan dan Perikanan mengestimasi jumlah benur yang dibutuhkan sebanyak 40,465 juta ekor untuk bisa menghasilkan udang sebanyak itu. Induk udang yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan jumlah benur tersebut, diperlukan tak kurang dari 337.208 ekor.2

Secara umum, Indonesia mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan, terutama udang. Tabel 2 menunjukkan perkembangan nilai ekspor udang Indonesia. Kenyataan ini bertitik tolak dari besarnya permintaan produk perikanan berupa udang, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor yang terus meningkat sebagai akibat dari bergesernya selera konsumen darired meat(daging merah dari ternak ruminansia seperti sapi) ke white meat (udang atau ikan). Pergeseran ini dipicu terutama oleh merebaknya berbagai penyakit ternak seperti penyakit mulut dan kuku dan penyakit sapi gila.

Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor Udang Indonesia 2000-2006 (Persen) Negara tujuan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jepang 67,79 67,92 66,17 62,51 48,69 43,40 40,60

AS 18,84 17,35 17,91 20,69 34,78 38,09 40,43

UE 13,37 14,73 15,92 16,80 16,53 18,51 18,97

Sumber: Ditjen P2HP dalam Trobos edisi Januari 2008

Salah satu jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Saat ini, pembenihan dan pembudidayaan udang vannamei sudah sangat luas. Udang vannamei memberikan dampak yang sangat baik bagi perkembangan komoditas udang tambak Indonesia.

1

www. ptppa.com/detilnews.asp?id=3430&kode=8-15k-. Lampung Butuh Pengolah Udang. Diakses tanggal 29 Desember 2008

2

Sl-paciran.apsidoarjo.ac.id/index.php?&task=view&id=3&itemid=9-chached. DKP Kembangkan Udang Vaname untuk Ekspor. Diakses tanggal 10 Januari 2009.


(17)

Udang vannamei adalah komoditas baru yang merupakan udang introduksi. Udang ini tergolong mudah untuk dibudidayakan sehingga membuat para penambak udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak yang mengusahakannya3. Saat ini budidaya udang vannamei banyak digeluti oleh petambak di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), serta beberapa daerah di Sulawesi.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri lebih dari 13.000 pulau dan memiliki lebih dari satu milyar hektar pantai. Sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa Indonesia memiliki 12 bulan penuh musim pertumbuhan untuk udang laut. Karena kondisi demikian, Indonesia memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lainnya untuk pengembangbiakan udang laut termasuk udang vannamei yang keberadaannya didatangkan dari negara lain.

Daya tarik udang vannamei terletak pada ketahanannya terhadap penyakit dan tingkat produktivitasnya yang tinggi dibandingkan dengan udang windu. Udang vannamei sangat memungkinkan untuk dipelihara di tambak dengan kondisi padat tebar yang tinggi karena mampu memanfaatkan pakan dan ruang secara lebih efisien. Selain itu, udang vannamei juga dapat matang gonad di dalam tambak sehingga mudah dalam penyiapan bakal induk untuk usaha pembenihan.

Melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 41/2001 pemerintah secara resmi melepas udang vannamei sebagai varietas unggul untuk dibudidayakan petambak di Indonesia. Udang vannamei dijadikan varietas unggul dikarenakan memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, tumbuh lebih cepat, tahan terhadap fluktuasi kondisi lingkungan, waktu pemeliharaan yang relatif pendek, tingkat survival rate (SR) atau derajat kelangsungan hidupnya tergolong tinggi dan hemat pakan (Amri dan Kanna, 2008).

Upaya dalam peningkatan produksi udang dilakukan pemerintah melalui peluncuran kebijakan pada tahun 2003 berupa revitalisasi tambak udang dan pembukaan tambak udang baru pada lahan marjinal dan sawah non irigasi teknis. Sesuai tata laksana pengelolaan perikanan dunia yang dituangkan pada kode etik

3


(18)

perikanan yang bertanggung jawab, maka seluruh upaya revitalisasi dan pengembangan budi daya udang didasarkan pada konsep pengembangan kawasan budi daya udang berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan penerapan teknologi yang didasarkan pada daya dukung dan pengendalian lingkungan (Amri dan Kanna, 2008).

Sejak tahun 2001 pasokan udang vannamei mulai membanjiri pasar udang dunia. Hampir semua Negara penghasil udang menjadi penyumbang udang vannamei ke pasar dunia. Indonesia diperkirakan memasok udang vannamei untuk pasar dunia sekitar 10 persen dari produksi total dunia4. Dari segi persaingan, udang vannamei Indonesia memiliki peluang yang cukup baik di pasar ekspor karena pesaing utamanya hanya dua Negara yaitu Cina dan Ekuador. Tabel 3 menunjukkan posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama udang ke pasar Amerika.

Tabel 3. Volume Pasokan Eksportir Utama Udang ke Pasar Amerika (Persen)

Negara Tahun 2002 2003*

Thailand 30,20 28,82

Cina 13,00 17,16

Vietnam 11,73 12,68

India 11,61 9,95

Ekuador 7,80 7,46

Meksiko 6,38 5,53

Brasil 4,65 5,02

Indonesia 4,58 4,88

Venezuela 2,71 2,23

Honduras 2,57 1,99

Guyana 2,53 2,47

Bangladesh 2,24 1,81

Sumber: National Marine Fieheris Services dalam Amri dan Kanna, 2008 *s/d November

4


(19)

Selain pasar ekspor, pasar domestik juga merupakan pasar yang menjanjikan bagi udang vannamei. Penduduk Indonesia saat ini dengan populasi lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang potensial. Jika sekitar 10 persen saja dari penduduk makan udang, dimana setiap orang mengkonsumsi sekitar 0,5 kg per bulan, maka jumlah udang yang dibutuhkan adalah 10.000 ton per bulan.

Di Indonesia, usaha budidaya udang vannamei sudah banyak dilakukan. Oleh karena itu, dengan meningkatnya jumlah petambak yang mengusahakan budidaya udang vannamei mengakibatkan kebutuhan akan benih udang vannamei meningkat pula. Benih merupakan komponen usaha yang penting dalam kegiatan budidaya udang. Khusus pada udang vannamei, pengadaan benih merupakan kegiatan penting yang harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan udang vannamei yang merupakan udang introduksi yang keberadaan induknya harus didatangkan dari negara asalnya Amerika. Kesulitan dalam pengadaan induk udang dan benih udang dari negara asalnya ini menjadi peluang utama untuk dilakukannya usaha pembenihan udang vannamei. Selain adanya peluang yang masih terbuka lebar untuk usaha pembenihan udang vannamei, usaha pembenihan udang vannamei seringkali dihadapkan pada berbagai risiko. Risiko yang dihadapi dalam usaha pembenihan udang dapat disebabkan oleh risiko operasional maupun risiko pasar.

PT. Suri Tani Pemuka merupakan salah satu perusahaan yang mengusahakan pembenihan udang vannamei yang melakukan usahanya di daerah Bali, Kalimantan dan Serang. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya risiko dalam pembenihan udang vannamei tidak membuat PT. Suri Tani Pemuka berhenti berproduksi tetapi tetap mampu bertahan dalam dunia usaha. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dan ditelusuri lebih dalam mengenai strategi perusahaan dalam mengendalikan sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya risiko sebagai upaya untuk meminimumkan risiko. Mempelajari manajemen risiko yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka merupakan pengetahuan penting mengenai usaha pembenihan udang.

1.2. Perumusan Masalah

Usaha pengembangan pembenihan udang vaname yang merupakan udang introduksi kerap dihadapkan pada risiko yang dapat menghambat usaha ini. Risiko yang muncul pada usaha pembenihan udang vannamei dapat disebabkan oleh


(20)

risiko operasional maupun risiko pasar. Risiko operasional yang menjadi sumber risiko diantaranya adalah faktor cuaca, induk udang yang masih diimpor dari negara asalnya dan adanya penyakit yang menyerang benih udang vannamei. Beberapa faktor ini dapat menyebabkan fluktuasi produksi benih udang vannamei. Faktor risiko yang muncul pada aspek pasar dapat dilihat pada fluktuasi harga benih, induk dan pakan udang vannamei. Fluktuasi harga ini disebabkan karena udang vannamei merupakan udang introduksi. Komoditas udang vannamei merupakan salah satu komoditas baru yang sedang merintis pasar dan baru dikenal konsumen. Harga udang vannamei di pasar dalam negeri berfluktuasi sangat tajam. Harga tertinggi adalah sekitar 70 ribu rupiah per kilogram dan harga terendah pada 32 ribu rupiah per kilogram untuk udang yang berukuran besar. Harga udang vannamei yang berukuran kecil berkisar antara 29 ribu rupiah hingga 22 ribu rupiah per kilogramnya. Fluktuasi harga jual udang vannamei ini mewakili terjadinya fluktuasi harga induk udang vannamei yang dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah serta fluktuasi harga jual benih udang vannamei.5

PT. Suri Tani Pemuka (STP) merupakan salah satu perusahaan yang mampu memanfaatkan potensi budidaya air di Indonesia. PT. Suri Tani Pemuka berdiri sejak tahun 1987 sebagai salah satu perusahaan tambak udang terintegrasi pertama di Indonesia. Kepemilikan saham PT. Suri Tani Pemuka sepenuhnya oleh Japfa Comfeed Indonesia. Basis utama operasi PT. Suri Tani Pemuka ada di Jawa Timur yang saat ini mengoperasikan tujuh lokasi tambak udang, satu pabrik pakan udang, dua pabrik pakan ikan, dua komplek pemrosesan udang serta ikan dan komplek gudang, dua pabrik pembekuan udang serta tiga buah pembenihan udang. PT. Suri Tani Pemuka secara komersial memproduksi jenis udangPenaeus monodon, Penaeus indicus, Penaeus merguensis dan Litopenaeus vannamei serta Seabass dan Tilapia merah.

Hampir 100 persen dari seluruh udang yang dihasilkan PT. Suri Tani Pemuka dibudidayakan untuk keperluan produksi olahan internal. PT. Suri Tani memiliki lebih dari 400 hektar tambak udang di Jawa Timur dan sejak akhir 1995 mulai mengembangkan lahan tambak baru seluas 2.000 hektar di Kalimantan Selatan. Dalam usahanya untuk terus meningkatkan kualitas produksi udangnya,

5


(21)

pada tahun 1996 PT. Suri Tani Pemuka telah membangun tambak pembenihan (hatchery). Tambak pembenihan udang ini memproduksi aneka jenis udang untuk menghasilkan benur yang berkualitas tinggi. Tambak pembenihan udang pertama berlokasi di perairan yang masih alami di Bali Utara. Tambak pembenihan saat ini sangat menguntungkan karena memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan benur udang sesuai kebutuhan dan kualitas yang diinginkan oleh pelanggan atau pasar.

Konsep pembuatan tambak pembenihan memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan karena benur yang dikelola secara khusus mengurangi angka kematian sehingga dapat menekan biaya dan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi. Tahun 1997, tambak pembenihan yang lain dibangun di Kalimantan Selatan dan telah beroperasi sejak 1998. Pada tahun 2008 PT. Suri Tani Pemuka menambah tambak benih khusus untuk komoditas udang vannamei di Anyer, Banten. PT. Suri Tani Pemuka mampu memproduksi benur lebih dari 300 juta post larva per tahunnya6.

Adanya risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dan kenyataan bahwa PT. Suri Tani Pemuka mampu bertahan dan mengembangkan usahanya menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari mengenai manajemen risiko yang dilakukan PT. Suri Tani Pemuka. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana manajemen risiko perusahaan yang diterapkan oleh PT. Suri Tani Pemuka dalam mengendalikan risiko yang dihadapi baik dari risiko operasional maupun risiko pasar. Secara khusus pertanyaan yang perlu dijawab adalah:

1. Sumber-sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha pembenihan udang vannamei baik pada risiko operasional maupun risiko pasar yang dihadapi PT. Suri Tani Pemuka?

2. Bagaimana tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang vannamei terhadap PT. Suri Tani Pemuka?

3. Bagaimana strategi penanganan risiko yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka untuk mengendalikan risiko dalam kegiatan pembenihan udang vannamei?

6


(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian secara umum adalah bertujuan untuk mempelajari manajemen risiko PT. Suri Tani Pemuka dalam mengendalikan sumber-sumber risiko yang dihadapi baik dalam risiko operasional maupun risiko pasar yang di dalamnya terdapat tujuan khusus yaitu:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional dan risiko pasar yang dihadapi oleh PT. Suri Tani Pemuka.

2. Menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang vaname terhadap PT. Suri Tani Pemuka.

3. Menganalisis strategi penanganan risiko yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka untuk mengendalikan risiko dalam kegiatan pembenihan udang vannamei.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

1. Melatih kemampuan penulis dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

2. Sebagai bahan masukan bagi yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah benih udang vannamei yang dibudidayakan oleh PT. Suri Tani Pemuka.

2. Objek penelitian berupa data primer berupa hasil wawancara dan diskusi langsung di perusahaan dan data sekunder berupa data harga jual dan data produksi benih udang vannamei selama tahun 2008.

3. Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah mengenai analisis manajemen risiko yang diterapkan perusahaan sehingga mampu menghadapi risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko baik dalam aspek teknis maupun aspek ekonomis pada usaha pembenihan udang vannamei.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Udang Vannamei

Karakteristik udang vannamei sangat penting diketahui dalam proses budidaya. Hal ini untuk tujuan memaksimalkan produksi sehingga peningkatan mutu dan kualitas benih dapat terjaga sebagai usaha meminimalkan tingkat risiko mortalitas benih. Proses budidaya yang telah disesuaikan dengan karakteristik udang dapat dijadikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan udang vannamei.

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang introduksi. Habitat asli udang ini adalah di perairan pantai dan laut Amerika Latin seperti Meksiko, Nikaragua, dan Puerterico. Udang ini kemudian diimpor oleh Negara-negara pembudidaya udang di Asia seperti Cina, India, Thailand, Bangladesh, Vietnam dan Malaysia. Dalam perkembangannya Indonesia juga kemudian memasukkan udang vannamei sebagai salah satu jenis udang budidaya tambak, selain udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih/udang jrebung (Penaeus merguiensis) yang sudah terkenal terlebih dahulu (Amri dan Kanna, 2008).

Secara internasional, udang vannamei dalam dunia perdagangan dikenal sebagai White leg shrimp atau Western white shrimp atau Pacific white leg shrimp. Secara ilmiah, udang vannamei termasuk golongan crustaceae (udang-udangan) dan dikelompokkan sebagai udang laut atau udang penaide bersama dengan udang jenis lainnya (Amri dan Kanna, 2008).

Udang vannamei memiliki tubuh yang dibalut kulit tipis keras dari bahan

chitin berwarna putih kekuning-kuningan dengan kaki berwarna putih. Tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian cepalothorax

yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Induk betina siap pijah umumnya berukuran 35-40 gram/ekor, sedangkan ukuran siap panen di tambak umur 100 hari (3,5 bulan) adalah 60-80 (60-80 ekor/kg) atau rata-rata ukuran 70 untuk kepadatan tebar 80 ekor PL (post larva) dengan SR (survival rate/derajat kelangsungan hidup) sekitar 80 persen (Amri dan Kanna, 2008).

Udang vannamei memiliki karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari tiga gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi


(24)

(100 udang/m2). Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut udang vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar satu gram per minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan. Udang vannamei memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu 2-40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan daerah isoosmotik. Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang. Udang vannamei akan mati jika hidup pada air dengan suhu dibawah 15 derajat celcius atau diatas 33 derajat celcius selama 24 jam atau lebih. Temperatur yang cocok pada pertumbuhan udang vannamei adalah 23-30 derajat celcius (Amri dan Kanna, 2008).

Menurut Lim et al., (1989) dalam Mahendra (2007), perkembangan larva udang penaide terdiri dari beberapa stadia yaitu:

1. Stadia nauplius

Nauplius bersifat planktonik dan phototaksis positif. Udang yang masih dalam stadia ini belum memerlukan makanan dikarenakan masih memiliki kuning telur. Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam stadium. Nauplius memiliki tiga pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antena kedua danmandible.

2. Stadia zoea

Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva cepat bertambah besar. Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat kuat dan ada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea tersebut.

3. Stadia mysis

Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia ini kelihatan lebih dewasa sari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis memakan phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton menjelang stadia mysis akhir.


(25)

4. Stadia post larva

Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat bertahan dalam penanganan. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makan.

Dibandingkan dengan udang windu, udang vannamei memiliki ukuran tubuh di bawahnya. Disamping itu, harga jualnya pun relatif lebih murah. Belum adanya aturan yang jelas dalam pembenihan dan pembudidayaan udang vannamei memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan mutu benih yang disebabkan oleh kemungkinan terjadinya perkawinan sekerabat. Selain itu, udang vannamei juga rentan terhadap penyakit TSV (Taura Syndrom Virus). Permasalahan lain yang dapat memunculkan risiko adalah karena udang vannamei tidak ada di perairan Indonesia. Maka untuk pengembangbiakannya perlu dilakukan impor induk (Amri dan Kanna, 2008).

Udang yang dijadikan sebagai induk sebaiknya bersifat SPF (Spesific Pathogen Free). Udang tersebut dapat dibeli dari jasa penyedia udang induk yang memiliki sertifikat SPF. Keunggulan udang tersebut adalah resistensinya terhadap beberapa penyakit yang biasa menyerang udang, seperti white spot, dan lain-lain. Udang tersebut didapat dari sejumlah besar famili dengan seleksi dari tiap generasi menggunakan kombinasi seleksi famili dan seleksi massa (WFS). Induk udang tersebut adalah keturunan dari kelompok famili yang diseleksi dan memiliki sifat pertumbuhan yang cepat, resisten terhadap TSV dan daya hidup di kolam tinggi (Erwinda, 2008).

2.2. Pembenihan Udang Vannamei

Proses pembenihan yang biasa dilakukan pada pembenihan (hatchery) udang komersial adalah dengan cara perkawinan alami untuk menghasilkan larva. Keuntungan perkawinan alami dibandingkan dengan inseminasi buatan adalah jumlah naupli yang dihasilkan tiap udang betina sekali bertelur lebih banyak dibandingkan naupli yang dihasilkan dengan metode inseminasi buatan7.

7

www.ptppa.com/detilnews.asp?id=3430&kode=8-15k-. Lampung Butuh Pengolah Udang. Diakses tanggal 9 Desember 2008


(26)

Induk udang vannamei dikumpulkan dan dipelihara dalam kondisi normal untuk maturasi dan kawin secara alami. Setiap sore dilakukan pemeriksaan untuk melihat udang betina yang sudah kawin akan memperlihatkan adanya spermatophore yang melekat. Saat pagi hari, betina yang ada di dalam tangki peneluran dipindahkan lagi ke dalam tangki maturasi. Dalam waktu 12 sampai 16 jam, telur-telur dalam tangki peneluran akan berkembang menjadi naupli.

Ovum pada udang betina biasanya mengalami reabsorbsi tanpa adanya peneluran lagi. Masalah tersebut dapat dikurangi dengan cara ablasi salah satu tangkai mata yang menyediakan hormon yang berfungi sebagai stimulus untuk reabsorbsi ovum. Ablasi dilakukan degan cara membakar, mengeluarkan isi dari salah satu batang mata keluar melalui bola mata dan melukai batang mata dengan gunting. Udang yang akan diablasi dipersiapkan untuk memasuki puncak reproduktif. Jika ablasi dilakukan pada tahappremolting maka akan menyebabkan

molting, ablasi segera setelah udang molting dapat menyebabkan kematian dan ablasi selamaintermolt menyebabkan perkembangan ovum (Erwinda, 2008).

Sistem reproduksi udang vannamei betina terdiri dari sepasang ovarium, oviduk, lubang genital dan thelycum. Organ reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa deferensia, petasma dan apendiks maskulina. Prilaku kawin pada udang vannamei dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti temperatur air, kedalaman, intensitas cahaya dan fotoperiodisme. Udang jantan hanya akan kawin dengan udang betina yang memiliki ovarium yang sudah matang. Kontak antena yang dilakukan oleh udang jantan pada udang betina dimaksudkan untuk pengenalan reseptor seksual pada udang (Amri dan Kanna, 2008).

Proses kawin alami pada kebanyakan udang biasanya terjadi pada malam hari. Akan tetapi, udang vannamei paling aktif kawin pada saat matahari tenggelam. Spesies udang vannamei memiliki tipe thelycum tertutup sehingga udang tersebut kawin saat udang betina pada tahap Interpol atau setelah maturasi ovarium selesai dan udang akan bertelur dalam satu atau dua jam setelah kawin. Peneluran terjadi pada saat udang betina mengeluarkan telurnya yang sudah matang. Proses tersebut berlangsung kurang lebih selama dua menit. Udang vannamei biasa bertelur pada malam hari atau beberapa jam setelah kawin. Udang


(27)

betina tersebut harus dikondisikan sendirian agar perilaku kawin alami muncul (Erwinda, 2008).

2.3. Risiko dalam Pembenihan Udang Vannamei

Adanya pertumbuhan budidaya udang lebih menguatkan Indonesia sebagai salah satu produsen udang dunia. Pertumbuhan ini diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup pembudidaya skala kecil, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan mutu produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk, serta pemanfaatan sumberdaya lahan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya lahan budidaya dan lingkungan hidup.

Masuknya udang vannamei ke Indonesia berawal dari kondisi pembudidayaan udang windu yang mengalami berbagai kesulitan akibat serangan penyakit dan juga kasus tingginya kandungan residu antibiotika dalam tubuh udang yang mengakibatkan terganggunya proses produksi dan pemasaran terutama untuk pasar ekspor. Karena kondisi tersebut belum ditangani secara tuntas, maka banyak pembudidaya yang kemudian beralih ke komoditi lain.

Salah satu pilihannya adalah membudidayakan udang vannamei. Namun pada kenyataannya, perkembangan usaha pembenihan udang vannamei tidak luput dari permasalahan yang disebabkan karena terjadinya risiko bisnis. Risiko yang terjadi adalah risiko operasional dan risiko pasar. Risiko operasional yang dihadapi dalam usaha pembenihan udang vannamei meliputi kerugian yang disebabkan oleh munculnya penyakit yang menyerang benih, faktor cuaca, kurangnya pengetahuan dan pengawasan pada proses pembenihan, tingkat mortalitas yang disebabkan oleh proses pengepakan, panen dan pengangkutan benih udang.

Penelitian mengenai adanya risiko operasional pada dunia usaha pertanian telah dilakukan oleh Trangjiwani (2008) pada komoditas sayuran. Risiko operasional yang muncul tidak jauh berbeda dengan risiko yang ada pada usaha pembenihan udang vannamei. Pada usaha pembudidayaan sayuran, risiko operasional yang sering muncul pada umumnya disebabkan oleh risiko sistem, proses pembudidayaan, SDM dan risiko eksternal.


(28)

Pada usaha pembenihan udang vannamei, risiko operasional yang sering muncul salah satunya disebabkan oleh tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit. Menurut Amri dan Kanna (2008), penyakit yang kerap menyerang udang vannamei sejak dari proses pembenihan adalah penyakit WSSV, penyakit IHHNV (Invectious Hypodermal Hematopoetic Virus) dan Leginidium disease. Adanya berbagai penyakit yang menyerang benih udang vannamei ini dapat menyebabkan kerugian bagi pihak hatchery karena penyakit-penyakit ini dapat meningkatkan tingkat kematian benih udang vannamei.

Daerah-daerah yang membudidayakan udang vannamei saat ini tersebar di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan beberapa daerah di Sulawesi. Selain di Indonesia, maraknya budidaya udang vannamei juga terjadi di belahan bumi lainnya seperti Thailand, Cina, Brazil, Ekuador, Meksiko, dan beberapa Negara Amerika Latin. Negara-negara tersebut tercatat sebagai produsen udang vannamei utama di dunia.8

Sebagai udang introduksi, benur udang vannamei tidak terdapat di perairan Indonesia secara alami. Oleh sebab itu, pengadaan benur udang vannamei sepenuhnya mengandalkan produksihatchery (panti benih). Permasalahan utama yang dihadapi pihak pembenihan adalah tingginya harga induk penjenis yang bersertifikat yang harus diimpor oleh pihak hatchery. Permasalahan lain yang disebabkan oleh impor induk penjenis adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang berfluktuasi. Jika induk penjenis diperoleh dengan mengimpor induk penjenis yang murah, maka risiko yang dihadapi berupa induk asal tersebut tidak jelas asal-usulnya secara pasti sehingga sering merugikan pihak hatchery.

Inbreeding (perkawinan sekerabat) dapat dihindari dengan penerapan kriteria tumbuh cepat dengan sumber benur dari beberapa hatchery. Induk yang berasal dari impor harus bermutu baik dan jelas asal-usulnya. Induk ini kemudian dijadikan induk-induk penjenis, lalu disilangkan dengan secara terarah dengan induk hasil seleksi di Indonesia. Benur-benur hasil induk seperti inilah (F1) yang seharusnya dibudidayakan di tambak. Akan tetapi, dalam menghasilkan benih yang seperti ini, dibutuhkan pengontrolan terhadap kegiatan pembenihan. Selain itu, diperlukan pemahaman mengenai keragaman genetik sehingga tidak

8

Trobos. No 100, edisi Januari 2008 Tahun IX. Perkembangan Budidaya Udang Vannamei sebagai Udang Pengganti Windu.


(29)

menerapkan kaidah perkawinan silang. Jika syarat ini tidak dapat dipenuhi oleh hatchery maka, risiko terjadinya inbreeding akan tinggi. Hatchery yang baik dan bersertifikat akan memproduksi benih F1 untuk dijual kepada petambak (Amri dan Kanna,2008).

Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk melihat benih udang yang berkualitas adalah (Amri dan Kanna, 2008): (1) Antena atau antennula yang terdapat pada kepala benur harus utuh, lengkap, tidak patah (normal), serta ukurannya panjang, (2) Benur yang akan dipilih harus dilihat kondisi isi ususnya. Benur yang dipilih adalah benur yang memiliki isi usus yang penuh, (3) Uropoda yang membuka dan tidak mengalami cacat menunjukkan benur tersebut berkualitas baik, (4) Otot ekor harus memperlihatkan kondisi otot yang sempurna, bersih dan berwarna jernih, (5) Warna tubuh benih udang yang sehat adalah abu-abu cerah kecoklatan gelap hingga jingga, (6) Kondisi tubuh benih yang bersih dan mulus menunjukkan adanya pergantian kulit yang sempurna, yang sekaligus menandakan benih tersebut tumbuh cepat, (7) Benih yang berkualitas baik akan berenang aktif dan responsif terhadap rangsangan.

Kriteria ini harus mampu dipenuhi oleh pihak pembenihan udang dengan menerapkan persyaratan pembenihan yang bersertifikat dengan menggunakan induk penjenis yang bersertifikat, menerapkan proses perkawinan silang yang terarah dengan induk hasil seleksi di Indonesia serta penerapan proses pengontrolan yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten dalam bidang pembenihan. Jika persyaratan ini tidak mampu dipenuhi oleh pihak pembenih, maka risiko yang dihadapi berupa terhambatnya proses pemasaran benih.

Proses lain yang sangat penting dalam kegiatan pembenihan adalah proses pemanenan benih, pengepakan, dan pengangkutan benih menuju lokasi pembesaran. Proses ini harus dilakukan dan diawasi dengan ketat karena sangat berpengaruh pada benih udang. Proses yang dilakukan tanpa pengawasan yang tepat akan menyebabkan risiko mortalitas benih yang tinggi. Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2008) yang menjelaskan bahwa tingkat risiko pada usaha pembibitan ayam broiler ditentukan oleh proses pengangkutan DOC menuju konsumen. Distribusi DOC yang kurang diawasi dan ditangani dengan baik sering menimbulkan tingginya mortalitas DOC.


(30)

Risiko lain yang dihadapi adalah dalam aspek ekonomis udang vannamei. Jika dibandingkan dengan udang jenis lainnya, harga udang vannamei lebih berfluktuasi.9 Hal ini disebabkan karena udang vannamei merupakan udang introduksi yang baru merambah pasar sehingga belum semua masyarakat mengenal jenis udang vannamei ini. Hal serupa dialami komoditas pertanian lainnya seperti yang disimpulkan oleh Rosiana, N (2008) dalam penelitiannya mengenai komoditas akar wangi yang mengalami kendala dalam proses pembudidayaan dan penyulingan akar wangi dihadapkan pada risiko pasar yang disebabkan oleh fluktuasi harga output dan fluktuasi produksi.

Fluktuasi harga pasar benih udang vannamei merupakan indikasi terjadinya risiko pasar benih udang vannamei yang dapat memperlihatkan besarnya tingkat risiko pasar yang dihadapi oleh pengusaha ataupun investor dan dapat menunjukkan tingkat pengembalian terhadap risiko. Iskandar (2006), dalam penelitiannya menggunakan data pergerakan harga saham pada perusahaan rokok dan diukur tingkat risiko yang dihadapi dalam investasi pada saham rokok menyimpulkan bahwa saham yang memiliki tingkat risiko yang tinggi mempunyai tingkat pengembalian yang tinggi pula.

Tingkat harga dapat pula dijadikan sebagai variabel untuk mengukur besarnya pendapatan dan risiko yang dihadapi dalam kegiatan diversifikasi usaha. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyawati (2005), dengan menggunakan tingkat harga dan pendapatan kemudian dianalisis menggunakan metode analisis pendapatan, analisis imbangan penerimaan biaya dan analisis risiko (metode

koefisien korelasi,single index portofolio, danlinear programming). Hal ini dapat dilihat pada penelitian mengenai risiko diversifikasi pada komoditas hortikultura. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas jagung acar memiliki rasio total yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh komoditas lain.

Berbagai kriteria risiko yang muncul dalam usaha pembenihan udang vannamei dapat ditangani sesuai dengan status risiko yang muncul dari berbagai sumber risiko. Sumber risiko yang muncul baik dari aspek teknis yang meliputi kegiatan produksi benih maupun aspek ekonomis yang meliputi kegiatan

9


(31)

pemasaran benih udang vannamei dapat ditangani sedemikian rupa sehingga risiko yang muncul dapat ditangani dengan tepat dalam usaha meminimalkan risiko. Hal ini selaras dengan yang disimpulkan oleh Trangjiwani (2008), dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa risiko operasional yang muncul dalam kegiatan budidaya sayuran dapat ditangani dengan memprioritaskan risiko krusial terlebih dahulu. Risiko yang paling tinggi nilai status risikonya terdapat pada komoditas tomat dengan menerapkan langkah detect and monitor serta dilakukan melalui upayalow control pada sumber-sumber risiko.

Dari pustaka yang telah diuraiankan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam usaha yang berbasis pada pertanian baik usaha pembudidayaan, pembibitan maupun pengolahan hasil atau industri hilir pada komoditas hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan mempunyai risiko usaha. Sumber-sumber terjadinya risiko dapat dibedakan menjadi risiko operasional dan risiko pasar. Risiko operasional usaha dapat disebabkan oleh tingkat mortalitas, penyakit atau kerusakan pada komoditas atau kesalahan penanganan oleh tenaga kerja maupun faktor eksternal seperti cuaca. Risiko pasar dapat terjadi dikarenakan adanya fluktuasi harga pada komoditas pertanian baik tanaman perkebunan, tanaman hortikultura dan komoditas peternakan.

Terjadinya risiko pada usaha pertanian ini dapat diukur menggunakan beberapa metode. Pengukuran probabilitas dan dampak risiko dapat dilakukan dengan metode aproksimasi, sedangkan pengukuran dampak risiko pasar dapat diukur menggunakan tingkat harga menggunakan metode Value at Risk. Pengukuran tingkat risiko pada diversifikasi usaha dapat dilakukan menggunakan metode koefisien korelasi. Penelitian yang mempelajari aspek risiko pada usaha perikanan akan dilakukan sebagai bahan masukan pada pustaka-pustaka selanjutnya. Produk perikanan yang akan diteliti adalah komoditas udang yang merupakan salah satu produk andalan impor dengan menilai bahwa produk ini memiliki risiko yang sama dengan komoditas pertanian lainnya.


(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Manajemen Risiko

Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai kumpulan langkah-langkah yang berfungsi untuk membantu perusahaan dalam memahami dan mengatur ketidakpastian atau risiko yang mungkin timbul selama proses usaha (Pressman, 2001 dalam Yulianto, 2008). Manajemen risiko berfungsi untuk mengenali risiko yang sering muncul, memperkirakan probabilitas terjadinya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan risiko dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respon terhadap risiko.

Manajemen risiko perusahaan (enterprise risk management) adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada dalam perusahaan dalam usaha mencapai tujuan. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen (Kountur, 2008). Sasaran utama dari manajemen risiko perusahaan adalah menghindari risiko. Manajemen risiko merupakan suatu proses dan struktur yang diarahkan untuk merealisasikan peluang potensial sekaligus mengelola dampak yang merugikan.

Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diantaranya adalah tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau yang disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko, besarnya kerusakan yang akan dialami oleh perusahaan, waktu yang dihabiskan untuk terekspos dalam risiko (Lam, 2007). Manajemen risiko dalam hal ini berfungsi untuk mengenali risiko yang mungkin muncul, memperkirakan probabilitas munculnya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan risiko, dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respons terhadap risiko.

Berdasarkan konsep dasar manajemen risiko, pandangan yang ditawarkan oleh manajemen risiko di dalam mengelola risiko adalah bahwa risiko dapat didekati dengan menggunakan suatu kerangka pikir yang sangat rasional. Hal ini dimungkinkan dengan berkembangnya teori probabilitas dan statistik yang


(33)

memungkinkan kita memiliki alat untuk memilah, mengkuantifikasi dan mengukur risiko (Batuparan, 2001).

Proses manajemen risiko dimulai dengan mengidentifikasi sumber risiko krusial apa saja yang terjadi di perusahaan. Sumber risiko dapat terbagi menjadi tiga bagian yaitu risiko lingkungan adalah kekuatan-kekuatan lingkungan yang menghalangi pelaksanaan strategi dan tujuan perusahaan, risiko proses yaitu proses bisnis yang dapat menimbulkan jurang pemisah antara strategi dan tujuan bisnis, serta risiko informasi yaitu adanya informasi yang tidak relevan dan tidak dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan.

Tahap identifikasi ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang kemudian akan dilakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko terdiri dari tahap pengukuran dampak dan kemungkinan terjadinya risiko yang kemudian akan menunjukkan status risiko dalam perusahaan. Pengukuran status risiko ini akan dibantu oleh peta risiko yang akan menunjukkan posisi risiko. Posisi risiko inilah yang kemudian akan membantu membentuk perumusan manajemen risiko yang tepat untuk pengelolaan risiko yang terjadi (Kountur, 2008).

Penerapan hukum Pareto sangat penting dalam manajemen risiko. Hukum Pareto pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi yang bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Ia mengamati bahwa umumnya 80 persen kekayaan suatu negara dikuasai oleh 20 persen penduduk. Hasil pengamatan ini bukan hanya terjadi pada perekonomian suatu negara tetapi terjadi pada hampir semua aspek kehidupan termasuk risiko. Hukum Pareto ini sering dikenal dengan sebutan hukum 80:20 atau 20:80. Aplikasi hukum ini pada risiko yaitu 80 persen kerugian perusahaan disebabkan oleh 20 persen risiko yang krusial. Jika 20 persen risiko yang krusial ini dapat ditangani dengan baik, maka kerugian sebesar 80 persen sudah dapat dihindari (Kountur, 2008).

3.1.2. Definisi dan Konsep Risiko

Pada dasarnya setiap usaha memiliki risiko, namun apakah risiko tersebut dapat dideteksi lebih dini atau dapat muncul dengan tiba-tiba, dan jika risiko tersebut terjadi apakah besarnya risiko tersebut dapat mempengaruhi usaha yang sedang dijalankan. Secara sederhana risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan. Ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap


(34)

sebagai risiko: (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan menimbulkan kerugian (Kountur, 2008).

Definisi konseptual mengenai risiko menurut Robert Charette10 risiko berhubungan dengan kejadian di masa yang akan datang yang melibatkan perubahan dan melibatkan pilihan dan ketidakpastian. Risiko sangat erat kaitannya dengan teori probabilitas. Risiko itu sendiri didefinisikan sebagai suatu kejadian yang masih merupakan kemungkinan. Oleh karena itu, untuk dapat mengelola suatu risiko, maka sangat diperlukan perhitungan probabilitas (kemungkinan terjadinya) risiko yang akan terjadi di masa yang akan datang. Setelah kemungkinan (probabilitas) diketahui, maka pihak manajemen risiko dapat merumuskan kegiatan potensial yang dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko tersebut.

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, akan tetapi terdapat perbedaan antara risiko dan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi (Kountur, 2004). Risiko terjadi karena adanya pengaruh dari dalam dan dari luar perusahaan. Pengaruh terjadinya risiko yang berasal dari luar perusahaan diantaranya terjadi karena kondisi dunia internasional sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi negara kita, teknologi yang dapat menimbulkan inovasi usaha atau efisiensi dalam operasional usaha, peraturan pemerintah terhadap dunia usaha serta kekuatan ekonomi masyarakat dalam membeli produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

Pengaruh terjadinya risiko yang berasal dari dalam perusahaan diantaranya karena strategi yang dipilih perusahaan dalam menjalankan usahanya. Pada saat perusahaan menentukan strategi maka sejauh mana strategi tersebut dapat meminimalkan risiko. Hal tersebut mengandung ketidakpastian sehingga dapat menimbulkan risiko bagi para pemegang kepentingan perusahaan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut11:

10

www.blogspot.com. Manajemen Risiko Usaha Kecil dan Menengah. Diakses tanggal 18 April 2009.

11


(35)

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.

2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan.

3.1.3. Klasifikasi Risiko

Risiko timbul dalam berbagai bentuk dan besaran. Para profesional manajemen risiko umumnya mengenal tiga jenis risiko utama, yaitu:

1. Risiko pasar yaitu risiko pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap perusahaan.

2. Risiko kredit yaitu risiko kegagalan pelanggan, pihak ketiga, atau pemasok untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. Risiko kredit misalnya mencakup kegagalan bayar seorang peminjam hingga kegagalan suatu pemasok memenuhi tenggat waktu karena masalah kredit.

3. Risiko operasional yaitu risiko kegagalan orang, proses dan sistem, atau risiko terjadinya suatu peristiwa eksternal (misalnya gempa bumi, kebakaran) yang berdampak negatif terhadap perusahaan (Lam, 2007).

Risiko pasar atau yang dikenal juga dengan istilah market risk merupakan risiko munculnya kerugian yang disebabkan oleh pergerakan harga di pasar (Batuparan, 2001). Pada usaha pembenihan udang vannamei, risiko pasar sangat memungkinkan terjadi dan merupakan masalah utama yang sering terjadi. Risiko pasar ini dapat dilihat dari adanya fluktuasi benih udang vannamei yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah karena udang vannamei merupakan salah satu udang introduksi yang baru merintis pasar sehingga belum semua masyarakat mengenal jenis udang ini.


(36)

Risiko operasional merupakan risiko yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidakcukupan proses internal, manusia dan sistem atau kejadian eksternal (Tampubolon, 2004 dalam Trangjiwani, 2008). Risiko operasional akan berdampak pada seluruh kegiatan bisnis karena risiko operasional melekat pada ketika melakukan kegiatan operasional sehari-hari. Risiko operasional dapat muncul karena kesalahan atau kecurangan manusia, kegagalan sistem, proses dan faktor eksternal.

Pada usaha pembenihan udang vannamei, keberhasilan usaha sangat ditentukan oleh kegiatan operasional. Proses pembenihan yang membutuhkan teknologi, keterampilan dari tenaga kerja dalam proses pembenihan sangat dibutuhkan. Selain itu, tingkat ketelitian dalam berbagai proses yang dimulai dari pembenihan hingga benih sampai pada tangan konsumen sangat dibutuhkan sebagai faktor penentu keberhasilan usaha. Jika faktor-faktor ini tidak dapat terpenuhi, maka tingkat risiko operasional yang muncul akan tinggi dan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Risiko juga dapat diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan dan sudut pandang kejadian yang terjadi (Kountur, 2008):

1. Risiko Dari Sudut Pandang Penyebab

Risiko jika diklasifikasikan dalam sudut pandang penyebab kejadian dapat dibedakan kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Sedangkan risiko operasional merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan seperti manusia, teknologi, dan alam.

2. Risiko Dari Sudut Pandang Akibat

Menurut Kountur (2008), ada dua kategori risiko jika dilihat dari sudut pandang akibat yang ditimbulkan yaitu: (1) risiko murni, yaitu risiko yang akibat yang ditimbulkan hanya berupa sesuatu yang merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan, dan (2) risiko spekulatif, yaitu risiko yang memungkinkan untuk menimbulkan suatu kerugian atau menimbulkan keuntungan.


(37)

3. Risiko Dari Sudut Pandang Aktivitas

Aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko, misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang risikonya dikenal dengan risiko kredit. Contoh lain dari sudut pandang penyebab terjadinya risiko adalah ketika seseorang melakukan perjalanan dan dalam perjalanannya dihadapkan pada risiko. Risiko semacam ini disebut juga dengan risiko perjalanan. Banyaknya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak jumlah aktivitas yang ada (Kountur, 2008). 4. Risiko Dari Sudut Pandang Kejadian

Risiko yang dinyatakan berdasarkan kejadian merupakan pernyataan risiko yang paling baik, misalnya terjadi kebakaran, maka risiko yang terjadi adalah risiko kebakaran. Contoh lain adalah kejadian anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Risiko yang dinyatakan dari kejadian ini adalah risiko anjloknya nilai tukar rupiah.

3.1.4. Pengukuran Risiko

Mengelola manajemen risiko usaha memerlukan kerangka manajemen risiko. Kerangka manajemen risiko menurut Australian Risk Management Standard,12 terdiri dari beberapa langkah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan visi dan misi perusahaan , langkah kedua adalah mengidentifikasi risiko yang ada pada usaha, langkah ketiga adalah menganalisa risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya. Langkah analisa ini bertujuan untuk menentukan tingkat pengendalian terhadap risiko dengan mempertimbangkan tingkat kemungkinan dan dampak risiko terhadap perusahaan. Dalam langkah analisa inilah dilakukan pengukuran risiko.

Menurut Batuparan (2001), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar (tolok ukur) untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisirnya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Lebih lanjut pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna.

Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui/disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu:

12


(38)

(1) kuantitas risiko yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (2) kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. (Batuparan, 2001). Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) maka semakin besar pula tingkat risikonya. Semakin tinggi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya suatu risiko maka semakin besar tingkat risikonya.

Pengukuran kemungkinan terjadinya risiko bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penanganannya dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Mengetahui besarnya kemungkinan terjadinya risiko juga dapat digunakan sebagai petunjuk strategi penangan risiko yang sesuai. Risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya sangat besar menggunakan strategi penanganan yang berbeda dengan risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya risiko. Setiap kali terjadi risiko, maka akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya, kerugian dapat dihitung dalam rupiah. Sehingga jika terjadi risiko, perusahaan akan mengetahui besar kerugian yang diderita dalam rupiah.

Hasil pengukuran risiko kemudian akan dimasukkan ke dalam matriks frekuensi dan signifikansi. Matriks ini akan membantu memperlihatkan posisi risiko yang dievaluasi dan membantu merancang tindakan yang tepat untuk menghadapi risiko tersebut (Trangjiwani, 2008).

Menurut Hanafi (2006) dalam Trangjiwani (2008), matriks frekuensi dan signifikansi dapat dikelompokkan ke dalam empat kuadran dan alternatif penanganannya, yaitu:

1. Signifikansi kecil dan frekuensi kecil (kuadran 4) =low control

2. Signifikansi besar dan frekuensi kecil (kuadran 2) =detect and monitor

3. Signifikansi kecil dan frekuensi besar (kuadran 3) =monitor

4. Signifikansi besar dan frekuensi besar (kuadran 1) =prevent and source

Frekuensi merupakan kemungkinan terjadinya (probabilitas) dari suatu sumber risiko, sedangkan signifikansi adalah dampak atau kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya suatu risiko.


(39)

Gambar matriks frekuensi dan signifikansi dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Signifikansi

Besar

Kecil

Kecil Besar

Frekuensi atau Kemungkinan

Gambar 1. Matriks Frekuensi dan Signifikansi

3.1.5. Konsep Penanganan Risiko

Berdasarkan peta risiko, kemudian dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko yaitu (Kountur, 2008):

1. Preventif

Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur, (2) mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.

2. Mitigasi

Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah:

a. Diversifikasi

Diversifikasi adalah cara menempatkan asset atau harta dibeberapa tempat sehingga jika salah satu tempat kena musibah tidak akan menghabiskan semua asset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.

Kuadran 2 Kuadran 1


(40)

b. Penggabungan

Penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilahmerger menekankan pola penanganan risiko pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan yang melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi.

c. Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini bermaksud jika terjadi kerugian pada perusahaan maka yang menanggung kerugian tersebut adalah pihak lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengalihkan dampak risiko ke pihak lain, diantaranya adalah melalui asuransi, leasing, outsourcing,danhedging.

Pengalihan risiko dapat dilakukan dengan cara mengasuransikan asset perusahaan yang dampak risikonya besar, sehingga jika terjadi kerugian maka pihak asuransi yang akan menanggung kerugian yang dialami perusahaan sesuai dengan kontrak perjanjian yang disepakati oleh pihak perusahaan dan pihak asuransi. Leasing adalah cara dimana asset digunakan tetapi kepemilikannya adalah pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada aset tersebut maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas asset tersebut.

Outsourcing merupakan cara dimana pekerjaan diberikan kepada pihak lain untuk mengerjakannya sehingga jika terjadi kerugian maka perusahaan tidak menanggung kerugian melainkan pihak yang melakukan pekerjaan tersebutlah yang menanggung kerugiannya. Hedging merupakan cara pengalihan risiko dengan mengurangi dampak risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan hedging adalah melalui

forward contract, future contract, option danswap.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha pembenihan udang vannamei mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kegiatan budidaya udang sebagai salah satu program revitalisasi pertanian yang dicanangkan pemerintah. Selain itu, peningkatan volume dan nilai ekspor udang vannamei serta peningkatan tingkat konsumsi udang masyarakat lokal merupakan


(41)

salah satu indikasi bahwa usaha pembenihan udang vannamei memiliki peluang yang sangat baik.

Peluang usaha yang masih terbuka lebar tersebut harus dihadapkan dengan beberapa permasalahan dalam menjalankannya. Salah satu kendala yang dihadapi adalah permasalahan yang muncul akibat adanya risiko. Risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dapat muncul dalam bentuk risiko operasional maupun risiko pasar. Indikasi adanya risiko operasional adalah tidak stabilnya produksi setiap siklusnya. Sedangkan indikasi adanya risiko pasar yang dihadapi dalam usaha pembenihan udang vannamei adalah adanya fluktuasi harga input berupa harga induk dan pakan, serta fluktuasi harga output yaitu harga benih udang vannamei.

Adanya perubahan produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca dan penyakit yang menyerang benih udang vannamei merupakan salah satu indikasi terjadinya risiko operasional. Selain itu, faktor lain yang dianggap menyebabkan risiko operasional adalah proses distribusi produk hingga ke tangan pembeli yang sering mengakibatkan tingginya tingkat mortalitas benih udang yang tinggi.

PT. Suri Tani Pemuka merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pembenihan udang vannamei. Menghadapi permasalahan dalam usaha pembenihan udang tidak membuat PT. Suri Tani Pemuka berhenti berproduksi tetapi terbukti perusahaan ini mampu mengembangkan usahanya di berbagai daerah. Pengalaman perusahaan dalam usaha perikanan yang sudah dimulai sejak tahun 1987 menjadikan perusahaan ini mampu bertahan dengan kinerja yang dimilikinya untuk mengendalikan segala risiko usaha yang muncul.

Hal ini menjadi permasalahan yang menarik untuk dilakukan pembelajaran mengenai manajemen risiko yang telah diterapkan perusahaan dalam mengendalikan terjadinya risiko. Untuk mengetahui kegiatan perusahaan dalam melakukan manajemen risiko perusahaan dapat dilakukan analisis manajemen risiko perusahaan. Analisis awal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi sumber-sumber risiko apa saja yang sering terjadi di perusahaan. Analisis dilanjutkan dengan mengklasifikasikan sumber risiko ke dalam peta risiko untuk mengetahui seberapa krusial sumber risiko yang terdapat dalam perusahaan tersebut. Analisis lain yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi strategi


(42)

penanganan risiko yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan mengenai manajemen risiko yang telah diterapkan perusahaan.

Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi naupli, produksi benur, risiko derajat kelangsungan hidup benur dan risiko penerimaan yang dialami perusahaan. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar atau dikenal dengan analisis z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data produksi dan harga benur udang vannamei di PT. Suri Tani Pemuka selama tahun 2008.

Hasil analisis ini akan menunjukkan status risiko dalam perusahaan yang akan dipetakan ke dalam peta risiko. Peta risiko ini akan menunjukkan posisi risiko dalam perusahaan. Setelah mengetahui posisi risiko, hal selanjutnya yang dilakukan adalah mempelajari penanganan risiko yang tepat untuk meminimalkan risiko yang terjadi. Dari beberapa proses ini output yang dihasilkan adalah pengukuran keefektifan manajemen risiko perusahaan dalam menghadapi risiko yang dihadapi. Kerangka pemikiran secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:


(43)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pengalaman dan

Kinerja

PT. Suri Tani Pemuka

Risiko Operasional: - Penyakit

- Cuaca

- Tingkat mortalitas Risiko Harga:

- Fluktuasi Harga Input berupa induk, pakan - Fluktuasi Harga Output berupa harga benih

Bagaimana Manajemen Risiko yang diterapkan PT. Suri Tani

Pemuka?

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Menggunakan Analisis Deskriptif pada:

- Aspek Teknis - Aspek Ekonomis

Identifikasi Probabilitas dan Dampak Risiko: - Metode Nilai Standar - Metode Value at Risk


(44)

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Suri Tani Pemuka, yang beralamat di Jl. Raya Anyer Kosambi II Serang Banten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dikarenakan daerah Anyer merupakan salah satu daerah sentra pembenihan udang di Provinsi Banten. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2009 - April 2009.

Pemilihan lokasi penelitian di PT. Suri Tani Pemuka berdasarkan pengalaman dan kinerja perusahaan ini dalam melakukan usaha pembenihan udang vannamei. Kinerja PT. Suri Tani Pemuka telah terbukti dengan perkembangan perusahaan yang mampu membuka beberapa cabang usaha pembenihan udang vannamei. Selain itu, PT. Suri Tani Pemuka memiliki keunggulan lain dibandingkan dengan perusahaan lain dalam kegiatan pengadaan induk udang vannamei. PT. Suri Tani Pemuka mampu melakukan impor induk udang untuk mendukung usahanya. Beberapa perusahaan serupa di sekitar lokasi penelitian melakukan usaha pembenihan udang vannamei, akan tetapi perusahaan-perusahaan selain PT. Suri Tani Pemuka ini hanya melakukan usaha pembenihan hanya dengan memelihara benih udang mulai stadia naupli tidak memulai dari pengadaan induk yang diimpor.

4.2. Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara meliputi keadaan umum perusahaan, manajemen risiko yang diterapkan di perusahaan, dan kegiatan usaha pembenihan udang vannamei yang dijalankan oleh PT. Suri Tani Pemuka. Data sekunder diperoleh dari data historis PT. Suri Tani Pemuka berupa data harga benih udang vaname dan data produksi tahun 2008, data yang diperoleh dari literatur-literatur dan instansi yang terkait dengan penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga dan produksi benih udang vannamei per siklus panen PT. Suri Tani Pemuka.


(45)

4.3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan manajer pemasaran dan manajer produksi untuk analisis risiko dan analisis manajemen risiko perusahaan. Teknik observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan pada kegiatan usaha pembenihan udang vannamei yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka meliputi proses pembenihan dan strategi penanganan risiko. Teknik wawancara dan diskusi dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang ada dalam usaha pembenihan udang vannamei serta strategi penanganan risiko yang dilakukan di PT. Suri Tani Pemuka.

4.4. Metode Pengolahan Data 4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko perusahaan, baik risiko operasional maupun risiko pasar yang diterapkan oleh PT. Suri Tani Pemuka. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko yang muncul pada aspek teknis maupun aspek ekonomis perusahaan. Analisis dilakukan berdasarkan penilaian pengambil keputusan di perusahaan secara subjektif yang dilakukan untuk melihat apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk meminimalkan risiko. Metode analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan perusahaan dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan manajer pemasaran dan manajer produksi.

4.4.2. Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas)

Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Ukuran pertama


(46)

dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya (probabilitas) yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko akan terjadi.

Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan menggunakan metode nilai standar (z-score). Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan data berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini, yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi yang meliputi kegiatan produksi naupli, produksi benur dan derajat kelangsungan hidup, serta kemungkinan terjadinya risiko pada penerimaan PT. Suri Tani Pemuka dalam kegiatan penjualan benur.

Data yang digunakan untuk menghitung kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan adalah data produksi naupli, data produksi benur, data derajat kelangsungan hidup benur (SR) serta data harga naupli pada tahun 2008. Jumlah data untuk produksi naupli sebanyak 10 data, jumlah data untuk produksi benur sebanyak tujuh data, data derajat kelangsungan hidup sebanyak tujuh data dan data harga benur sebanyak tujuh data. Langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini adalah (Kountur, 2008):

1. Menghitung rata-rata

Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata adalah:

x =

n xi

n

i

=1

Dimana:

x = Rata-rata xi = Data per i n = Jumlah data

Rata-rata yang dimaksud pada rumus ini adalah rata-rata terjadinya risiko yang dianggap merugikan perusahaan yang akan ditentukan oleh perusahaan.


(47)

2. Menghitung nilai standar deviasi

s =

( )

1

1

2

∑ −

=

n n

i

xi

x

3. Menghitung nilai standar (z-score) risiko

z =

s x x

dimana:

x = Batas dari risiko yang dianggap masih menguntungkan dan ditentukan oleh perusahaan

4. Menghitung probabilitas terjadinya risiko

Probabilitas diperoleh dari tabel distribusi z. Cari nilai z pada sisi kiri dan bagian atas, pertemuan antara nilai z pada isi tabel merupakan probabilitas yang dicari.

4.4.3. Pengukuran Dampak Risiko

Metode yang paling efektif digunakan dalam mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR pada saat ini dianggap sebagai metode standar yang digunakan untuk mengukur risiko pasar. VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas observasi statistik atas data-data historis. VaR pada penelitian ini digunakan untuk mengukur besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan jika risiko terjadi. Pengukuran dampak dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan. Kegiatan produksi meliputi kegiatan produksi naupli, produksi benur dan derajat kelangsungan hidup benur. Data yang digunakan adalah data produksi naupli, produksi benur, derajat kelangsungan hidup serta data harga di PT. Suri Tani Pemuka selama tahun 2008. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi dan penurunan penerimaan sebagai akibat terjadinya sumber-sumber risiko. VaR dihitung dengan rumus (Kountur, 2008):


(48)

VaR =

    +

n s z x

Dimana:

VaR = Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko

x = Rata-rata kejadian merugikan

z = Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 % s = Standar Deviasi

n = Banyaknya kejadian merugikan

4.4.4. Pemetaan Risiko

Sebelum dapat menangani risiko, hal yang perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Menurut Kountur (2008), peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 3.

Dampak (Rp)

Besar

50 juta

Kecil

Kecil 20 % Besar

Probabilitas (%)

Gambar 3. Peta Risiko Menurut Kountur (2008)

Probabilitas (kemungkinan) terjadinya risiko kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu besar dan kecil. Dampak risiko juga dibagi menjadi dua bagian yaitu besar dan kecil. Batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil ditentukan oleh manajemen, tetapi pada umumnya risiko yang probabilitasnya 20 persen atau

Kuadran 2 Kuadran 1


(49)

lebih dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan dibawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil. Demikian pula dengan batas dampak besar dan kecil dari risiko. Batas ini ditentukan oleh perusahaan (Kountur, 2008). PT. Suri Tani Pemuka menetapkan nilai standar yang membatasi antara probabilitas kecil dan besar adalah sebesar 20 persen. Nilai yang membatasi antara dampak kecil dan besar yang disebabkan oleh terjadinya risiko adalah sebesar 50 juta rupiah.

4.4.5. Penanganan Risiko

1. Penghindaran Risiko (Preventif)

Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam kemungkinan atau probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 3. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 2 dan risiko yang berada pada kuadran 3 akan bergeser ke kuadran 4 (Kountur, 2008). Penanganan risiko menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada gambar 4.

Dampak (Rp)

Besar

50 juta

Kecil

Kecil 20 % Besar

Probabilitas (%)

Gambar 4. Preventif risiko

2. Mitigasi Risiko

Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi akan menangani risiko sedemikian

Kuadran 2 Kuadran 1


(50)

rupa sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 4 dan risiko yang berada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3. strategi mitigasi dapat dilakukan dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur, 2008). Mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 5.

Dampak (Rp)

Besar

50 juta

Kecil

Kecil 20 % Besar

Probabilitas (%)

Gambar 5. Mitigasi Risiko

Hanafi (2006) dalam Trangjiwani (2008), memberikan alternatif strategi untuk menghadapi risiko selain penanganan dengan cara preventif dan mitigasi (gambar 6).

1. Probabilitas Kecil dan Dampak Kecil :low control

Perusahaan bisa menerapkan pengawasan yang rendah terhadap risiko pada kategori ini.

2. Probabilitas Kecil dan Dampak Besar :detect and monitor

Jika terjadi risiko dengan jenis ini, maka perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar dan kemungkinan mengalami kebangkrutan. 3. Probabilitas Besar dan Dampak Kecil :monitor

Perusahaan bisa memonitor risiko-risiko yang ada pada kuadran ini untuk memastikan bahwa risiko tersebut masih berada pada wilayah normal. 4. Probabilitas Besar dan Dampak Besar :prevent at source

Tipe risiko ini jelas menunjukkan bahwa perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan risiko, dan bisa mengakibatkan kebangkrutan.

Kuadran 2 Kuadran 1


(51)

Dampak (Rp)

Besar

50 juta

Kecil

Kecil 20 % Besar

Probabilitas (%)

Gambar 6. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko Kuadran 2

(Detect and Monitor)

Kuadran 1

(Prevent at Source)

Kuadran 4

(Low Control)

Kuadran 3


(1)

84 LAMPIRAN 1. Perhitungan Probabilitas Risiko Produksi Naupli

Bulan Produksi

Maret 23.000.000

April 40.000.000

Mei 43.000.000

Juni 50.000.000

Juli 40.000.000

Agustus 38.000.000

September 24.000.000

Oktober 28.000.000

November 32.000.000

Desember 47.000.000

Total 365.000.000

Rata-rata 36.500.000

Standar Deviasi 9.383.792

x 25.000.000

z -1,2255173

Nilai pada Tabel z 0,109


(2)

85 LAMPIRAN 2. Perhitungan Probabilitas Risiko Produksi Benur

Siklus Jumlah Benur

1 6.051.200

2 6.352.992

3 4.723.200

4 5.083.200

5 6.639.840

5 4.343.040

7 5.868.984

Total 39.062.456

Rata-rata 5.580.351

Standar Deviasi 869607,604

x 6.250.000

z 0,770

Nilai Pada Tabel z 0,221


(3)

86 LAMPIRAN 3. Perhitungan Probabilitas Risiko Survival Rate

Siklus SR

1 30,5

2 34,2

3 28,8

4 35,3

5 34,8

6 29,0

7 36,3

Total 228,9

Rata-rata 32,7

Standar Deviasi 3,165

x 30,0

z -0,85296

Nilai pada Tabel z 0,198


(4)

87 LAMPIRAN 4. Perhitungan Probabilitas Risiko Pada Penerimaan

Siklus Jumlah benur Harga Penerimaan

1 6.051.200 27 163.382.400

2 6.352.992 27 171.530.784

3 4.723.200 25 118.080.000

4 5.083.200 27 137.246.400

5 6.639.840 26 172.635.840

6 4.343.040 26 112.919.040

7 5.868.984 25 146.724.600

Total 1.022.519.064

Rata-rata 146.074.152

s 24543923,61

x 156.250.000

z 0,4146

Nilai Pada Tabel z 0,341

Probabilitas 34,10%

LAMPIRAN 5. Perhitungan Dampak Risiko Produksi Naupli Bulan Produksi Kekurangan

Produksi Harga

Kerugian Penerimaan

Maret 23.000.000 2.000.000 Rp 7,- 14.000.000

September 24.000.000 1.000.000 Rp 8,- 8.000.000

Jumlah 22.000.000

Rata-rata 11.000.000

s 4.242.640,687

z 1,654


(5)

88 LAMPIRAN 6. Perhitungan Dampak Risiko Produksi Benur

Siklus Produksi Kekurangan

Produksi Harga Kerugian

1 6.051.200 198.800 Rp 27,- 5.367.600

6 4.343.040 1.906.960 Rp 26,- 49.580.960

7 5.868.984 381.016 Rp 25,- 9.525.400

Jumlah 64.473.960

Rata-rata 21.491.320

s 24.415.010

z 1,645

VaR 44.679.261

LAMPIRAN 7. Perhitungan Dampak Risiko Survival Rate Siklus Produksi Kekurangan

Produksi Harga

Kerugian Penerimaan

3 4.723.200 1.526.800 Rp 25,- 38.170.000

6 4.343.040 1.906.960 Rp 26,- 49.580.960

Jumlah 87.750.960

Rata-rata 43.875.480

s 8.068.767

z 1,645


(6)

89 LAMPIRAN 8. Perhitungan Dampak Risiko Pada Penerimaan

Siklus Kerugian

3 38.170.000

4 19.003.600

6 43.330.960

7 9.525.400

Jumlah 110.029.960

rata-rata 27.507.490

s 15913757,45

z 1,645