Karakteristik Udang Vannamei TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Udang Vannamei

Karakteristik udang vannamei sangat penting diketahui dalam proses budidaya. Hal ini untuk tujuan memaksimalkan produksi sehingga peningkatan mutu dan kualitas benih dapat terjaga sebagai usaha meminimalkan tingkat risiko mortalitas benih. Proses budidaya yang telah disesuaikan dengan karakteristik udang dapat dijadikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan udang vannamei. Udang vannamei Litopenaeus vannamei merupakan udang introduksi. Habitat asli udang ini adalah di perairan pantai dan laut Amerika Latin seperti Meksiko, Nikaragua, dan Puerterico. Udang ini kemudian diimpor oleh Negara- negara pembudidaya udang di Asia seperti Cina, India, Thailand, Bangladesh, Vietnam dan Malaysia. Dalam perkembangannya Indonesia juga kemudian memasukkan udang vannamei sebagai salah satu jenis udang budidaya tambak, selain udang windu Penaeus monodon dan udang putihudang jrebung Penaeus merguiensis yang sudah terkenal terlebih dahulu Amri dan Kanna, 2008. Secara internasional, udang vannamei dalam dunia perdagangan dikenal sebagai White leg shrimp atau Western white shrimp atau Pacific white leg shrimp. Secara ilmiah, udang vannamei termasuk golongan crustaceae udang- udangan dan dikelompokkan sebagai udang laut atau udang penaide bersama dengan udang jenis lainnya Amri dan Kanna, 2008. Udang vannamei memiliki tubuh yang dibalut kulit tipis keras dari bahan chitin berwarna putih kekuning-kuningan dengan kaki berwarna putih. Tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian cepalothorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Induk betina siap pijah umumnya berukuran 35-40 gramekor, sedangkan ukuran siap panen di tambak umur 100 hari 3,5 bulan adalah 60-80 60-80 ekorkg atau rata-rata ukuran 70 untuk kepadatan tebar 80 ekor PL post larva dengan SR survival ratederajat kelangsungan hidup sekitar 80 persen Amri dan Kanna, 2008. Udang vannamei memiliki karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari tiga gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi 10 100 udangm 2 . Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut udang vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar satu gram per minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan. Udang vannamei memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu 2-40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan daerah isoosmotik. Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang. Udang vannamei akan mati jika hidup pada air dengan suhu dibawah 15 derajat celcius atau diatas 33 derajat celcius selama 24 jam atau lebih. Temperatur yang cocok pada pertumbuhan udang vannamei adalah 23-30 derajat celcius Amri dan Kanna, 2008. Menurut Lim et al., 1989 dalam Mahendra 2007, perkembangan larva udang penaide terdiri dari beberapa stadia yaitu: 1. Stadia nauplius Nauplius bersifat planktonik dan phototaksis positif. Udang yang masih dalam stadia ini belum memerlukan makanan dikarenakan masih memiliki kuning telur. Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam stadium. Nauplius memiliki tiga pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible. 2. Stadia zoea Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva cepat bertambah besar. Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat kuat dan ada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea tersebut. 3. Stadia mysis Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia ini kelihatan lebih dewasa sari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis memakan phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton menjelang stadia mysis akhir. 11 4. Stadia post larva Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat bertahan dalam penanganan. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makan. Dibandingkan dengan udang windu, udang vannamei memiliki ukuran tubuh di bawahnya. Disamping itu, harga jualnya pun relatif lebih murah. Belum adanya aturan yang jelas dalam pembenihan dan pembudidayaan udang vannamei memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan mutu benih yang disebabkan oleh kemungkinan terjadinya perkawinan sekerabat. Selain itu, udang vannamei juga rentan terhadap penyakit TSV Taura Syndrom Virus. Permasalahan lain yang dapat memunculkan risiko adalah karena udang vannamei tidak ada di perairan Indonesia. Maka untuk pengembangbiakannya perlu dilakukan impor induk Amri dan Kanna, 2008. Udang yang dijadikan sebagai induk sebaiknya bersifat SPF Spesific Pathogen Free. Udang tersebut dapat dibeli dari jasa penyedia udang induk yang memiliki sertifikat SPF. Keunggulan udang tersebut adalah resistensinya terhadap beberapa penyakit yang biasa menyerang udang, seperti white spot, dan lain-lain. Udang tersebut didapat dari sejumlah besar famili dengan seleksi dari tiap generasi menggunakan kombinasi seleksi famili dan seleksi massa WFS. Induk udang tersebut adalah keturunan dari kelompok famili yang diseleksi dan memiliki sifat pertumbuhan yang cepat, resisten terhadap TSV dan daya hidup di kolam tinggi Erwinda, 2008.

2.2. Pembenihan Udang Vannamei