Metodologi 1. Identifikasi dan Delineasi Wilayah Endemik Kekeringan

kekeringan. Kerusakan tanaman padi akibat kekeringan lebih parah karena berlangsung pada daerah yang lebih luas dan waktu yang lebih lama. Untuk mengatasi masalah ini, daerah yang berisiko tinggi perlu diidentifikasi untuk membantu dalam pengelolaan risiko iklim. Dalam arti yang paling dasar, upaya pengelolaan risiko iklim adalah mencoba untuk mengurangi dampak cuaca dan iklim yang ekstrim yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan mata pencaharian. Untuk memberikan data dan informasi penting terkait dengan pengelolaan risiko iklim, kejadian kekeringan dapat dikuantifikasi besarannya luas serta frekuensi kejadiannya. Berdasarkan data ini dapat dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat endemik kekeringan di suatu kabupaten serta sebarannya secara spasial. Informasi ini penting guna mengetahui penyebaran wilayah dengan tingkat endemik kekeringan mulai dari tinggi hingga rendah untuk menentukan wilayah prioritas penanganan. Penelitian ini bertujuan untuk : 1 melakukan identifikasi dan klasifikasi tingkat endemik kekeringan berdasarkan data luas dan frekuensi kejadian kekeringan, 2 menyusun peta endemik kekeringan dan 3 memberikan pilihan teknologi berdasarkan tingkat endemik kekeringan untuk pengelolaan risiko iklim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menentukan wilayah prioritas penanganan bencana kekeringan dan pengelolaan risiko iklim bagi para pengambil kebijakan, khususnya di Kabupaten Indramayu. 3.2. Metodologi 3.2.1. Identifikasi dan Delineasi Wilayah Endemik Kekeringan Analisis dan delinieasi wilayah endemik kekeringan ditujukan untuk mengetahui kelompok wilayah dengan tingkat risiko kekeringan yang berbeda mulai dari yang tinggi, agak tinggi, agak rendah dan rendah. Data yang digunakan adalah data kekeringan terkena dan puso bulanan dan data frekuensi kejadian kekeringan untuk setiap kecamatan periode 2005-2011 dari Instalasi PPOPT Indramayu. Data asli dari lapang merupakan data pengamatan 2 mingguan yang meliputi terkena ringan, sedang, berat dan puso. Data kekeringan terkena dan puso merepresentasikan kondisi tanaman akibat kejadian kekeringan yang dapat dilihat oleh mata pengamat. Terkait dengan itu, Direktorat Perlindungan Tanaman 2000 dan Dinas Pertanian Jawa Barat 2006 mengeluarkan suatu pedoman tentang kriteria kejadian kekeringan tersebut. Kejadian kekeringan ringan ditandai oleh ujung daun tanaman mengering. Kekeringan sedang gejalanya adalah bagian yang mengering berkembang mencapai ¼ panjang daun. Kekeringan berat ditandai oleh lebih dari 14 - 23 daun mengering. Apabila seluruh tanaman mengeringmati termasuk dalam kriteria puso. Untuk menggunakan data luas terkena dan puso sebagai input model, digunakan index dampak kekeringan Boer 2008a dengan formulasi : dimana : LT k = luas terkena kekeringan, LP k = luas puso akibat kekeringan. Kriteria kekeringan yang digunakan adalah berdasarkan klasifikasi luas kekeringan dan frekuensi kejadian kekeringan. Data kekeringan yang telah berupa data indeks kekeringan selanjutnya dilakukan analisis anomali luas kekeringan, yaitu menghitung selisih antara data pada setiap kecamatan dengan rata-rata seluruh kecamatan. Demikian pula dengan data frekuensi kejadian kekeringan juga dihitung anomalinya. Kedua data tersebut selanjutnya diplot dalam grafik yang terbagi menjadi 4 kuadran yang merepresentasikan klasifikasi tingkat endemik kekeringan Gambar 19. Gambar 19. Pembagian kuadran untuk klasifikasi endemik kekeringan Kuadran 1 adalah wilayah kecamatan dengan tingkat endemik tinggi., yaitu jika anomali luas kekeringan dan anomali frekuensi kejadian kekeringan keduanya bernilai positif. Kuadran adalah wilayah kecamatan dengan tingkat endemik agak tinggi, yaitu jika anomali luas kekeringan positif dan anomali frekuensi kejadian kekeringan negatif. Kuadran 3 adalah wilayah kecamatan dengan tingkat endemik kekeringan rendah, yaitu jika anomali luas kekeringan IDK = 0,5 LT k + LP k dan anomali frekuensi kejadian kekeringan keduanya bernilai negatif. Kuadran 4 adalah wilayah kecamatan dengan endemik kekeringan agak rendah, yaitu jika anomali luas kekeringan negatif dan anomali frekuensi kejadian kekeringan positif. Hasil klasifikasi selanjutnya dipetakan dalam peta wilayah endemik kekeringan untuk setiap kecamatan. Dalam hubungannya dengan asuransi indeks iklim, peta endemik kekeringan memberikan informasi awal untuk pemilihan lokasi asuransi. Target utama bisa dipilih pada wilayah dengan tingkat endemik kekeringan tinggi.

3.2.2. Survey dan Wawancara Tentang Kekeringan

Untuk mengetahui respon petani terhadap bencana terkait iklim khususnya kekeringan, maka dilakukan survey lapang dan wawancara di beberapa kecamatan di Kabupaten Indramayu. Survey dan wawancara sekaligus juga dilakukan untuk menggali data dan informasi tentang usahatani padi yang disampaikan dalam Bab 5. Wawancara dilakukan melalui quisoner dengan jumlah responden 150 orang petani yang tersebar di 13 desa di 3 kecamatan, yaitu : 1 Kecamatan Cikedung desa Cikedung, Mundak Jaya, Cikedung Lor, Amis dan Loyang, 2 Kecamatan Lelea desa Langgeng Sari, Telaga Sari, Tempel Kulon, Pengauban dan Tunggul Payung, dan 3 Kecamatan Terisi desa Manggungan, Karangasam, dan Jatimunggul. Jadi setiap kecamatan diambil 3-5 desa, masing-masing desa mewakili tipe irigasi teknis, setengah teknis, swadaya, sederhana dan tadah hujan. Ada beberapa desa yang mewakili dua tipe irigasi sekaligus, seperti di desa Manggungan yang mewakili irigasi teknis dan sederhana PU serta di desa Jatimunggul untuk tipe irigasi swadaya dan tadah hujan. Beberapa pertanyaan yang terkait dengan risiko iklim ditanyakan kepada petani, antara lain : apa risiko utama pendapatan petani, apa risiko utama produksi hama penyakit, banjir, kekeringan, kurangnya akses terhadap input dan lainnya, apa risiko iklim yang spesifik yang berpengaruh terhadap produksi dan bulan apa terjadi serta berapa lama. Apabila petani mengalami risiko iklim bagaimana mengatasinya. Dalam 10 tahun, berapa kali hasil padi mengalami penurunan akibat kekeringan. Tahun berapa dalam 10 tahun terakhir yang memiliki cuacaiklim yang paling menguntungkan dan paling merugikan untuk produksi. Daftar pertanyaan selengkapnya disajikan dalam quisoner lampiran 5 pada bagian V tentang risiko. 3.3. Hasil dan Pembahasan 3.3.1. Kekeringan di Kabupaten Indramayu