Hubungan Curah Hujan dan Produksi Padi

pengalaman tersebut untuk membangun kemampuan beradaptasi terhadap keragaman iklim masa datang, termasuk terhadap goncangan iklim.

2.5. Hubungan Curah Hujan dan Produksi Padi

Tanah, iklim dan air merupakan lingkungan tumbuh tanaman padi. Penguasaan tentang lingkungan tumbuh padi ini sangat penting untuk menentukan cara budidaya yang paling tepat dan menguntungkan Fagi dan Las 1988. Salah satu unsur iklim yang sangat berperan terhadap ketersediaan air bagi tanaman adalah curah hujan. Tinggi rendahnya produksi padi tidak bisa dipisahkan dengan ketersediaan air bagi tanaman. Hal ini juga diungkapkan Taslim 1988 yang menyatakan bahwa potensi hasil tanaman padi erat hubungannya dengan jaminan ketersediaan air selama musim tanam. Di Indonesia, faktor penentu musim tanam adalah ketersediaan air yang dipengaruhi oleh curah hujan. Meskipun penerimaan hujan tahunan tinggi, bahkan di beberapa wilayah telah tersedia fasilitas jaringan irigasi, namun demikian periode tanam pada sebagian besar wilayah produksi tanaman pangan tetap tergantung pada kondisi penerimaan hujan musiman Hidayati et al. 2010. Artinya, curah hujan merupakan indikator yang cukup kuat untuk mengetahui fluktuasi produksi padi. Tanaman padi membutuhkan 600 – 1200 mm air selama 90 – 120 hari dari tanam hingga panen De Datta 1981. Jagung memerlukan 300 hingga 400 mm air selama 90 hingga 125 hari pada periode tanam Mink, Dorosh Perry 1987. Oleh karena kebutuhan air yang lebih sedikit, maka palawija menjadi alternatif komoditas yang ditanam petani pada saat akhir musim hujan, di mana ketersediaan air sudah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman padi. Fase tanaman yang paling rentan terhadap kekurangan air adalah awal fase vegetatif, fase pembungaan dan fase pengisian bulirpolong Biswas Choudhuri 1984; Mapegau 2006. Pada tanaman padi, kekurangan air pada fase reproduktif memberikan dampak penurunan produksi yang lebih besar dibandingkan kekurangan air pada masa vegetatif Biswas Choudhuri 1984. Vergara 1976 menyatakan bahwa peranan ketersediaan air sangat penting kritis pada awal pertumbuhan dan pada fase pembungaan Gambar 13. Kekurangan air pada fase ini akan berdampak besar terhadap pertumbuhan tanaman, sebaliknya bila terjadi pada akhir fase vegetatif dan pada fase akhir pemasakan. Peranan ketersediaan air juga penting pada saat pembentukan anakan dan pada awal fase pemasakan pengisian biji. Gambar 13. Peranan ketersediaan air pada setiap stadia tumbuh tanaman Sumber : Vergara 1976 Penelitian Rushayati et al. 1989 menunjukkan bahwa tanaman yang diberi cekaman air kadar air 50 kapasitas lapang selama sepuluh hari pada awal fase pertumbuhan vegetatif memberikan hasil yang sangat rendah, demikian juga halnya apabila perlakuan ini diberikan pada fase primordia. Penurunan hasil yang terjadi akibat cekaman kekeringan pada awal fase pertumbuhan vegetatif terutama melalui pengurangan jumlah anakan dan luas daun sedangkan pada fase primordia melalui penurunan jumlah gabah, peningkatan jumlah gabah hampa dan penurunan bobot 100 biji. Selanjutnya Castillo et al. 1992 menemukan bahwa tidak terjadinya hujan selama lebih dari 15 hari berturut-turut pada fase tepat sebelum atau segera setelah pembentukan malai dapat menurunkan hasil antara 18 sampai 38. Lebih jauh Dikshit et al. 1987 menemukan bahwa penurunan hasil akibat kejadian deret hari kering selama 16 hari selama masa pertumbuhan bisa mencapai 91, tergantung waktu terjadinya. Berdasarkan perhitungan neraca air harian di Jawa Barat, tidak terjadinya hujan lebih dari 15 hari berturut-turut menurunkan kandungan air tanah dari kapasitas lapang sampai di bawah 50 kapasitas lapang Hasan 1997. Menurut McCaskill dan Kariada 1992 dan Niewolt 1989, terjadinya deret hari kering selama 7 hari atau lebih mempunyai dampak yang serius terhadap hasil tanaman di daerah tropis. Vegetatif Reproduktif Pengaruh mundurnya awal musim hujan akibat dari berlangsungnya fenomena El-Nino dan dampaknya terhadap penurunan produksi padi musim hujan MH sudah dianalisis oleh Naylor et al. 2007. Anomali produksi padi Januari-April APJ-A dapat diduga dari awal musim hujan AMH dalam bentuk persamaan : 1. Jw. BaratJw. Tengah: APJ-A = -349 + 31 AMH – 0.3 AWM2; R2 = 56 2. Jw. TimurBali: APJ-A = -3029 + 67 AMH – 0.3 AWM2; R2 = 71 Dengan menggunakan persamaan 2, penurunan produksi padi Januari- April dengan mundurnya awal musim hujan satu bulan dari normal setara dengan penurunan produksi sekitar 6.5 untuk Jawa Barat dan Jawa Tengah dan 11 untuk Jawa Timur dan Bali. Awal MH dihitung dari jumlah hari setelah tanggal 1 Agustus. Awal musim hujan sudah masuk apabila kumulatif tinggi hujan sejak tanggal 1 Agustus sudah mencapai 200 mm. Tahun 1982 dan 1997 merupakan tahun El-Nino kuat yang menyebabkan awal musim hujan mundur sampai 2-3 bulan Gambar 14. Gambar 14. Hubungan anomali produksi padi Januari-April dengan awal MH Sumber : Naylor et al. 2007

2.6. Model Simulasi Tanaman DSSAT