komponen-komponen tanaman. Besarnya CO
2
yang dikonversi menjadi karbohidrat ditentukan oleh konsentrasi CO
2
dan intensitas radiasi serta tingkat cekaman hara N, P dan K. Banyaknya karbohidrat yang berubah menjadi bahan
kering ditentukan oleh laju respirasi. Validasi model DSSAT untuk tanaman padi IR 64 telah dilakukan oleh
Surmaini 2006 dengan membandingkan data hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi mengenai pengaruh berbagai tingkat pemupukan N terhadap
produksi padi di beberapa lokasi yaitu Geritan-Pati, Binangun-Cilacap, Muara- Bogor dan Sukamandi, dan diperoleh nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 0.9267.
2.7. Asuransi Pertanian di Indonesia
Saat ini dampak dari kejadian cuacaiklim terhadap pelayanan finansial sebagian besar disebabkan oleh kejadian ekstrim. Sebagaimana diungkapkan oleh
Wellington 2005 bahwa perubahan iklim membawa keuntungan sekaligus risiko bagi industri dan perusahaan. Perbedaan kerentanan ada yang disebabkan oleh
lokasi geografis, distribusi penduduk, dan kekayaan nasional. Di negara-negara berkembang, jumlah kematian sangat tinggi akibat cuacaiklim ekstrim, namun
biaya untuk sektor keuangan relatif kecil karena penetrasi asuransi rendah. Sebaliknya di negara-negara maju, yang kehilangan kehidupan mungkin jauh
lebih sedikit tetapi cukup banyak tersedia biaya untuk asuransi industri. Swiss Re 2000b diacu dalam IPCC 2001 mengkompilasi data 40 kejadian bencana
terburuk antara 1970 dan 1999 yang menunjukkan bahwa dari 40 kejadian bencana terburuk tersebut, 16 diantaranya terkait dengan iklim dan 13 diantaranya
terjadi di Asia. Laporan ketiga kajian IPCC menggarisbawahi tentang pentingnya asuransi
dan komponen jasa keuangan lainnya karena mewakili mekanisme penyebaran risiko melalui biaya yang didistribusikan yang berhubungan dengan kejadian
cuaca, antar sektor dan melalui masyarakat. Sektor jasa keuangan juga berperan sentral dalam kegiatan adaptasi dan mitigasi dan merupakan sumber utama data
global dan regional terkait dengan kejadian iklim IPCC 2001. Mills 2006 menyajikan dalam laporannya beberapa bentuk solusi asuransi iklim, termasuk
diantaranya adalah program efisiensi energi, desain bangunan hijau green building design dan perdagangan emisi karbon.
Hasil penelitian Osgood et al. 2007b menunjukkan bahwa asuransi formal ini juga telah dikembangkan di negara-negara berkembangmiskin seperti India,
Ethiophia, Tanzania, Malawi dan Kenya. Menurut Hadi 2000, asuransi formal bisa merupakan alternatif strategi yang diperlukan bagi petani.
Asuransi ditawarkan sebagai salah satu dari skim pendanaan untuk membagi risiko seperti kegagalan panen. Asuransi pertanian penting sebagai
bentuk proteksi atas kemungkinan kerugian akibat bencana alam banjir, kekeringan, angin puting beliung atau kerugian lainnya akibat anomali cuaca dan
perubahan iklim Sanim 2009. Di negara-negara maju, asuransi formal pertanian telah digunakan secara luas untuk mengantisipasi dampak buruk dari kegagalan
panen. Hasil penelitian Ramaswami 1993 dalam Hadi 2000 menunjukkan bahwa asuransi formal pertanian dapat memperkecil risiko turunnya pendapatan
petani sehingga kebutuhan konsumsi keluarga tetap terpenuhi secara normal sepanjang waktu. Selain itu dapat meningkatkan kapasitas petani untuk
mendapatkan kredit karena dapat digunakan sebagai kolateral kepada pihak pemberi pinjaman Lee et al. 1980.
Asuransi pertanian sudah muncul sejak jaman dahulu, baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Asuransi pertanian untuk bencana musim
hujan ditemukan tahun 1979 di Jerman. Di Amerika Serikat penerapan asuransi pertanian pertama kali tahun 1880 dan produk yang diasuransikan adalah
tembakau. Asuransi pertanian ini berkembang dengan baik di AS, Jepang, Uni Eropa dan Taiwan. Di India, Bangladesh dan Filipina agak lambat berkembang
Sanim 2009. Di Indonesia, Departemen Pertanian pernah mencoba membangun sistem
asuransi formal pertanian dengan terlebih dahulu membentuk Kelompok Kerja POKJA “Persiapan dan Pengembangan Asuransi Panen” dengan Surat
Keputusan Menteri Pertanian SK Mentan nomor 369Kpts0151982. Tugas POKJA tersebut antara lain : 1 mempelajari kemungkinan penerapan sistem
asuransi panen crop insurance di Indonesia, 2 menjajagi, mengusahakan dan memanfaatkan bantuan dari negara lain, 3 menyiapkan rancangankerangka
bentuk sistim asuransi panen khususnya untuk tanaman padi, 4 melakukan uji coba mengenai sistem asuransi panen, dan 5 memberikan rekomendasi dan
mengajukan rencana pembangunan sistim asuransi panen kepada pemerintah. POKJA tersebut belum berjalan dengan baik sehingga pada tahun 1984 dibentuk
lagi POKJA berdasarkan SK Mentan nomor BM 11098Kpts21984 tanggal 2 Februari 1984 yang tugasnya sama dengan POKJA tahun 1982. POKJA ini juga
belum berjalan dengan baik sehingga pada tahun 1985 dibentuk lagi POKJA dengan tugas yang masih sama dengan sebelumnya. POKJA ini juga belum
berhasil melaksanakan tugasnya. Anggota POKJA 1982, 1984 dan 1985 terdiri dari berbagai instansi pemerintah terkait kecuali badan litbang pertanian. Baru
pada tahun 1999, Badan Litbang Pertanian dalam hal ini diwakili oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dilibatkan dalam TIM Pengembangan
Asuransi Pertanian berdasarkan Surat Penunjukkan Menteri Pertanian nomor KP.440178MentanVI99 tanggal 10 Juni 1999. Tugas-tugas tim tersebut masih
sama dengan tugas tim POKJA sebelumnya, namun telah melibatkan pihak asuransi PT Pasaraya Life Insurance dan Koperasi Asuransi Indonesia Hadi,
2000. Tim ini berhasil menyusun proposal sistem asuransi pertanian, dimana asuransi panen crop insurance untuk padi dan asuransi jiwa life insurance
menjadi satu paket asuransi. Pihak yang direncanakan menyediakan asuransi adalah sebuah konsorsium antara perusahaan swasta bidang asuransi dan
pemerintah. Program asuransi ini telah berjalan pada tahun 2000 dalam bentuk Pilot Project di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana
Departemen Pertanian. Berdasarkan
kajian Pasaribu
2009a asuransi
pertanian telah
diperkenalkan untuk jangkauan yang terbatas sejak tahun 2000 oleh lembaga kredit asuransi Bumida, sebuah perusahaan asuransi umum nasional bekerjasama
dengan BPD Sumut, sebuah bank lokal di Propinsi Sumatera Utara dan difasilitasi oleh Departemen Pertanian. Pada tahun 2004- 2005 peternak diarahkan untuk
program penggemukan dombasapi yang dilakukan di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali tetapi bangkrut karena keuangan. Tahun 2006, Departemen
Pertanian secara resmi kembali mencoba memperkenalkan asuransi pertanian, tetapi sayangnya sektor swasta belum tertarik. Pada tahun 2008, Departemen
Pertanian berinisiatif untuk menanggung risiko kerugian sapi dalam program skema asuransi pertanian. Program ini diperkenalkan untuk menanggung semua
risiko untuk ternak dan tanaman padi dengan tingkat premi masing-masing 3.5 dari nilai pembeliantahun dan 3.5 dari biaya produksihamusim tanam.
Program ini berlangsung di Jawa dan hanya untuk aplikasi asuransi pertanian. Penelitian tentang asuransi pertanian ini terus dikembangkan oleh Pasaribu
2009b dengan melaksanakan pilot project di desa Pamatang Panombeian dan desa Marjandi Pisang, Kecamatan Panombeian, Kabupaten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara dan desa Riang Gede, Kecamatan Panebel, Kabupaten Tabanan, Povinsi Bali. Data tentang kesediaan para petani mengikuti pilot project asuransi
di dua lokasi desa penelitian di Kabupaten Simalungan menunjukkan bahwa 90 persen responden menyatakan kesediaannya dan 10 persen sisanya menyatakan
tidak bersedia dan masih ragu-ragu. Dalam kaitan dengan premi asuransi, 35.71 persen petani menyatakan bersedia menanggung seluruh premi, sementara 64.29
persen lainnya hanya sanggup menanggung sebagian. Dasar penetapan klaim yang diharapkan para petani adalah 27.50 persen menginginkan atas dasar modal yang
dikeluarkan dan 72.50 persen berdasarkan nilai produksi. Cara penyampaian klaim yang diusulkan, sebagian besar 79.41 memilih dengan cara
berkelompok dan 20.59 persen responden lainnya menginginkan secara individu. Harapan para petani di dua desa lokasi ini menginginkan pelaksanaan pilot project
dapat dilakukan sejak MH 2010 60; MK-I 2010 7 dan MK-II 2010 33. Sementara respon petani di lokasi penelitian Kabupaten Tabanan menurut
Pasaribu 2009b menunjukkan bahwa 72.5 persen menyatakan kesediaan untuk mengikuti pilot project asuransi, 10 persen responden lainnya menyatakan tidak
bersedia dan sebagian lagi 17.5 masih ragu-ragu. Di lokasi desa Kabupaten Tabanan, 35.3 persen petani bersedia membayar seluruh premi dan 64.7 persen
menyatakan hanya bersedia menanggung 50 persen. Penetapan klaim yang diinginkan agar didasarkan pada besaran modal yang dikeluarkan 55.9 dan
sisanya 44.1 berdasarkan perkiraan nilai produksi. Cara penyampaian klaim yang diusulkan sebagian besar menyatakan melalui kelompok 61.8 persen dan
sisanya secara individu. Sebagian besar petani responden menginginkan penerapan pilot project asuransi usahatani padi pada MH 20092010. Dari studi
yang telah dilakukan, menurut Pasaribu 2009a hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa aspek hukum yang tersedia masih sangat minim. Oleh
karena itu, hal ini merupakan peluang yang baik untuk mengembangkan penelitian tentang asuransi yang memperhitungkan parameter iklim yang diharapkan dapat
memberikan wacana baru bagi sistim asuransi di Indonesia. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Kementerian Pertanian
2012 melalui
Surat Keputusan
Menteri Pertanian
Nomor 1136KptsOT.16042012 telah membentuk Tim Pokja Asuransi Komoditas
Pertanian yang mempunyai tugas melakukan : 1. Identifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya dalam asuransi
komoditas pertanian. 2. Perumusan model asuransi komoditas pertanian.
3. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan perlindungan usaha komoditas pertanian.
Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BUMN pertanian dan BUMN asuransi serta kelompok tani pada Bulan Oktober 2012 melaksanakan skim
asuransi usahatani padi sebagai pilot studi pada 3000 ha sawah beririgasi di tiga lokasi Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur, masing-masing 1000 ha.
Namun, model yang dipakai ma sih model “tradisional” untuk menjamin usahatani
padi dari risiko gagal panen karena banjir, kekeringan dan atau serangan OPT. Nilai premi Rp. 180000haMT dengan nilai pertanggungan jika gagal panen
puso dengan kriteria tertentu Rp. 6 jutaha. Sebesar 80 premi dibayar pemerintah dalam bentuk subsidi yang diambil dari dana program Gerakan
Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi GP3K yakni Rp. 144 ribu, sementara petani membayar sisanya 20, sebesar Rp. 36 ribu Pasaribu 2012.
2.8. Asuransi Indeks Iklim Climate Index Insurance