Pengaruh Lingkungan dan Metode Seleksi terhadap Kedua Populasi Padi
71 protein beras sebesar 30 dibandingkan dengan perlakuan tanpa nitrogen. Jika
dibandingkan dengan percobaan ini, hasil gabah, jumlah anakan produktif, dan umur berbunga dari 86 galur yang dipilih dalam suboptimum dan optimum
meningkat oleh aplikasi N, di dua N lingkungan produksi. Hasil dan jumlah anakan produktif populasi GampaiIR77674 cenderung lebih tinggi daripada
populasi ProgolAsahan.
Penggunaan metode dan lingkungan seleksi yang tepat untuk menghasilkan varietas baru sangat penting dalam pemuliaan tanaman. Seleksi
pada kondisi input N rendah telah banyak diterapkan dalam padi, jagung, gandum Fess et al. 2011. Genotipe mampu memanfaatkan nitrogen secara
efisien jika memiliki hasil yang tinggi dalam kondisi suboptimum Gueye dan Becker 2011. Pada percobaan ini digunakan sebanyak tiga populasi yang
diseleksi pada kondisi N suboptimum pada generasi F
3
. Pada generasi F
4
hanya dua populasi yaitu GampaiIR77674 dan ProgolAsahan yang dilanjutkan
sampai generasi F
6
. Menurut Abdulrachman et al. 2009 kebutuhan hara N yang optimum bagi tanaman padi adalah 90-120 kg N ha
-1
dan sumbangan N dari hujan di daerah Bogor adalah 2 kg N per musimnya. Pada percobaan ini
digunakan 34.5 kg N ha
-1
untuk kondisi suboptimum. Mengingat sifat N yang mudah tercuci dan menguap maka dosis N ini dapat dikatakan suboptimum
bagi pertumbuhan padi dan sesuai digunakan sebagai lingkungan seleksi suboptimum. Hal ini terlihat dari pertumbuhan vegetatif tanaman yang kurang
baik, pendek, daun kecil dan kuning serta jumlah anakan sedikit.
Nitrogen menentukan karakter malai seperti jumlah malai, kepadatan butir, panjang malai dan jumlah gabah per malai. Data pada percobaan ini
menunjukkan bahwa galur dari kombinasi ProgolAsahan memiliki jumlah gabah tidak berbeda nyata dengan GampaiIR77674. Studi korelasi digunakan
untuk melihat keeratan hubungan antar karakter tanaman dengan hasil. Karakter yang berkorelasi nyata positif dengan hasil serta mudah diamati dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi. Nandan et al. 2010 melihat korelasi antar karakter dari 30 genotipe padi yang menunjukkan hubungan positif yang tinggi
antara hasil gabah jumlah gabah per malai. Jumlah anakan produktif berkorelasi langsung dan positif dengan hasil gabah Senapati et al. 2009.
Tinggi tanaman, panjang malai dan jumlah gabah isi per malai berkorelasi nyata positif dengan hasil gabah Vanisree et al. 2013 karena heritabilitas dan
kemajuan genetik tinggi Rafii et al. 2014. Tinggi tanaman, jumlah anakan produktif per tanaman dan bobot malai memiliki nilai koefisien keragaman
genotipe dan fenotipe tinggi Gangashetty et al. 2013.
Seleksi menggunakan metode MBM dan pedigri di lingkungan suboptimum berturut-turut menghasilkan galur B14250F-1-4 dan B14250C-
174-2-3 pada lingkungan produksi N suboptimum 34.5 kg ha
-1
. Data hasil galur menunjukkan bahwa galur-galur tersebut memiliki hasil lebih tinggi
dibandingkan varietas cek terbaik Inpari 23 berdasarkan uji statistik LSI Tabel 4.5 dan Tabel 5.6. Galur ini memiliki potensi adaptasi N rendah lebih baik dari
hasil yang diperoleh Hach dan Nam 2006 yang menyatakan bahwa dosis terbaik untuk mendapatkan hasil tinggi adalah 60 kg N ha
-1
pada musim hujan sedangkan dan 80 kg N ha
-1
pada musim kemarau. Thanh et al. 2006 dan Ali 2010 menggunakan metode pedigri berturut-turut untuk mendapatkan kedelai
tahan cuaca dingin namun tetap memiliki karakter yang baik di lokasi berbeda
72 dan galur toleran kekeringan. Percobaan kami menunjukkan bahwa
penggunaan metode pedigri dengan lingkungan seleksi menyerupai lingkungan target, efektif untuk menghasilkan galur yang sesuai dengan lingkungan
tersebut. Metode pedigri ditemukan tidak selalu efektif terhadap semua populasi pada gandum Farag 2013 dan tidak efektif untuk hasil kacang
tunggak Padi dan Ehlers 2008.
Pada kedua metode seleksi, galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum memiliki hasil lebih tinggi daripada galur yang berasal dari
optimum jika ditanam pada kondisi suboptimum. Galur yang berasal dari kondisi optimum nyata lebih tinggi jika ditanam pada kondisi optimum. Hal
ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan galur efisien N atau galur yang dapat mempertahankan hasil pada kondisi N rendah, seleksi harus dilakukan
pada kondisi suboptimum maupun optimum. Menurut Presterl et al. 2003 dan Gallais dan Coque 2005 untuk mendapat galur toleran kondisi suboptimum,
lingkungan seleksi yang digunakan adalah suboptimum. Hal ini berbeda dengan Ortiz et al. 2008 serta Reynold dan Borlaugh 2006 yang
menyatakan sebaliknya. Le Gouis et al. 2000 menemukan bahwa varietas gandum modern memiliki penampilan lebih baik dibandingkan gandum lokal
pada kondisi N rendah.
Galur yang berasal dari lingkungan seleksi N suboptimum memiliki jumlah anakan produktif lebih banyak dari galur yang berasal dari lingkungan
seleksi N optimum jika ditanam pada kondisi N suboptimum. Oleh karena itu, jumlah anakan produktif dapat digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi
selain bobot malai. Seleksi menggunakan metode modifikasi bulk dan pedigri efektif digunakan untuk menghasilkan galur toleran N suboptimum. Hal ini
dapat dilihat dari nilai diferensial seleksi galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum yang tinggi pada lingkungan produksi optimum.
Diferensial seleksi merupakan fungsi dari respon atau kemajuan seleksi. Metode pedigri dengan lingkungan seleksi N suboptimum yang paling banyak
menghasilkan galur toleran N suboptimum. Menurut Ceccarelli 1996 untuk menghasilkan jagung toleran N rendah, seleksi juga harus dilakukan pada
kondisi N rendah.
Terdapat berbagai keuntungan dengan diperolehnya varietas unggul baru padi toleran N rendah terhadap lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
Diharapkan penggunaan pupuk N dapat dikurangi untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan, pengurangan eksplorasi sumberdaya alam
untuk membuat pupuk N, dan bagi wilayah yang kurang subur atau kurang pupuk akibat keterbatasan petani dalam mengakses atau membeli pupuk, hasil
padi dapat dipertahankan agar tetap tinggi dan stabil.