Keragaan Galur-Galur Generasi F

38 sejak masa nenek moyang padi lokal selalu ditanam di lingkungan tanpa dukungan teknologi. Maka, perakitan padi efisien N dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelebihan adaptasi dari varietas padi yang ada dan padi-padi lokal. Menurut Anwar dan Darjanto 2009 varietas padi IR66 memiliki tingkat efisiensi pemanfaatan N yang tinggi dan mampu berproduksi optimal pada 100 kg N ha -1 . Padi lokal Padi Halus dan Dusel mampu berproduksi optimal pada 50 kg N ha -1 dan 83.3 kg N ha -1 dan memiliki kemampuan menyerap N lebih tinggi dibandingkan IR66 dan Indragiri. Padi lokal diketahui memiliki kemampuan menyerap N lebih tinggi dibandingkan padi varietas unggul. Nilai efisiensi penggunaan N pada varietas IR66 tinggi karena tingginya kemampuan varietas tersebut menggunakan N untuk membentuk hasil panenan dalam bentuk gabah. Pada tanaman yang menyerbuk sendiri, seleksi dalam program pemuliaan menggunakan metode bulk sering digunakan di dalam seleksi untuk mendapatkan galur yang diinginkan. Metode ini digunakan untuk memfiksasi gen-gen aditif pada generasi lanjut dari karakter yang memiliki heritabilitas rendah sampai sedang seperti hasil gabah dan jumlah anakan produktif Kumar et al. 2009. Pada generasi lanjut, homozigositas sudah tinggi sehingga antar galur akan menjadi lebih mudah dibedakan dan di dalam galur menjadi seragam. Pengaruh kompetisi dapat diperkecil dengan memodifikasi metode bulk modified bulk method. Modifikasi metode bulk yang dimaksud pada penelitian ini adalah tidak memanen tanaman-tanaman dengan karakter inferior atau off type sehingga dapat mengurangi kompetisi antar tanaman dan mempertahankan genotipe dengan karakter yang diinginkan El-Karamity et al. 2007; Salem et al. 2007; Kanbar et al. 2011. Dengan memodifikasi metode bulk, genotipe yang kita inginkan tidak terbuang dan populasi sudah lebih mengarah ke suatu karakter yang diinginkan Acquaah 2007. Selain metode seleksi yang digunakan, lingkungan seleksi sangat berpengaruh terhadap genotipe yang dihasilkan. Menurut Ceccarelli 1996 karena seleksi selalu dilakukan pada kondisi input tinggi, maka peluang mendapat keragaman genetik untuk low input menjadi rendah. Penelitian yang selalu dilakukan di lingkungan suboptimum perlu dilakukan untuk mendapatkan galur-galur yang adapatif terhadap suatu lingkungan dan dapat mempertahankan hasil pada kondisi lingkungan tersebut. Penelitian menggunakan metode modifikasi bulk dan dilakukan pada lingkungan seleksi N suboptimum dan N optimum ini telah dilakukan sejak generasi F3 sampai F5. Pada generasi F6, galur-galur ditanam pada kondisi suboptimum N dan optimum N. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil dan komponen hasil galur generasi F6 hasil seleksi pada dua kondisi N lingkungan seleksi menggunakan modifikasi metode bulk pada dua kondisi N lingkungan tanam.

4.2 Metode

Penelitian ini dilakukan selama empat musim tanam dan empat generasi dari F 3 sampai F 6 pada tanah Latosol di Kebun Percobaan Muara Bogor, sejak tahun 2012 sampai 2014. Metode seleksi modifikasi bulk mulai diterapkan 39 pada generasi F 4 sampai F 5 terhadap dua kombinasi persilangan yaitu GampaiIR77674 dan ProgolAsahan. Pada generasi F 3 , sebanyak 3000 tanaman ditanam di lingkungan N suboptimum. Tanaman dipupuk dengan 69 kg N ha -1 , serta pupuk P 2 O 5 dan K 2 O berturut-turut sebanyak 36 kg ha -1 dan 60 kg ha -1 . Peubah yang diamati dari masing-masing populasi sebanyak 300 tanaman adalah tinggi tanaman, bobot malai, dan panjang malai. Kemudian, 50 malai per individu tanaman dengan bobot malai tertinggi dicampur sebagai benih F 4 dan dibagi pada dua untuk ditanam dan diseleksi pada dua kondisi N yaitu N suboptimum 34.5 kg ha -1 dan N optimum 138 kg ha -1 . Benih yang dipanen kemudian ditanam sebagai generasi F 5 dan ditanam sesuai dengan kondisi lingkungan N sebelumnya. Benih yang berasal dari lingkungan N suboptimum ditanam kembali pada kondisi N suboptimum dan hal yang sama pada kondisi optimum. Benih hasil panen F 5 digunakan untuk benih F 6 . Generasi F 6 ditanam pergalur. Sebanyak 43 galur terbaik berdasarkan pada bobot malai, ditanam per plot. Total galur generasi F 6 adalah 172 yang berasal dari dua kombinasi, yaitu GampaiIR77674 dan ProgolAsahan, dievaluasi pada lingkungan produksi N suboptimum dan N optimum. Percobaan ini menggunakan rancangan augmented dengan 3 blok dan 6 varietas cek yaitu Gampai, IR77674, Progol, Asahan, Ciherang, Inpari 6, Inpari 23, Inpari 33. Dalam rancangan ini seluruh varietas cek ditanam secara acak dalm setiap blok sedangkan seluruh galur yang diuji ditanam secara acak di seluruh blok. Setiap galur ditanam 1 bibit per lubang berumur 21 hari setelah semai pada plot berukuran 1,5 m x 2 m, jarak tanam 20 cm x 20 cm. Pada lahan kondisi N optimum, pupuk yang diberikan adalah Urea, SP- 36 dan KCl dengan dosis berturut-turut sebesar 300 kg ha -1 , 100 kg ha -1 dan 100 kg ha -1 . Sedangkan pada lahan kondisi suboptimum N, pupuk yang diberikan adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebanyak 75 kg ha -1 , 100 kg ha -1 dan 100 kg ha -1 . Hama penyakit dikendalikan sesuai pedoman IRRI 2003. Peubah jumlah anakan produktif, bobot malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 100 butir, dan hasil gabah diamati dari 15 tanaman contoh. Untuk melihat perbedaan antara galur hasil seleksi dengan rataan populasinya dihitung nilai diferensial seleksi. Nilai diferensial seleksi kemudian dapat digunakan untuk menduga kemajuan seleksi. Jika terdapat perbedaaan nyata antar genotipe maka rataan antar karakter dibedakan dengan uji t. Keragaan galur dan korelasi antar peubah dianalisis menggunakan software SAS 9, Microsoft Excel 2013, dan Minitab 16.

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Analisis Ragam dan Korelasi antar Karakter dari Galur-Galur Generasi F

6 Hasil Seleksi Modifikasi Bulk Analisis ragam menunjukkan bahwa blok, urea atau dosis N, galur, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap hasil Tabel 12. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat blok dengan karakter galur yang berbeda dengan blok lainnya. 40 Tabel 4.1. Kuadrat tengah dari komponen hasil dan hasil gabah dari seluruh galur padi pada lingkungan produksi N suboptimum dan N optimum Sumber keragaman db Umur berbunga Tinggi tanaman Jumlah anakan produktif Bobot malai Panjang malai Jumlah gabah isi Bobot 100 butir Hasil Blok Urea Blokurea Galur vs Cek Cek Galur Ureagalur vs cek Ureacek Ureagalur 2 1 2 1 5 171 1 5 164 45.3 612.3 134.9 1.7 12.8 15.3 54.5 0.2 21.3 362.1 5065.8 1118.1 3158.3 235.2 150.5 51.2 14.6 167.8 35.3 176.1 101.9 69.8 9.3 4.9 0.4 1.8 6.1 6.7 0.0 5.3 7.7 1.9 0.6 0.0 0.2 0.6 0.9 4.1 14.2 47.8 6.8 3.2 0.7 0.6 4.2 495 4067 805 7285 279 929 197 609 640 0.3 0.4 0.0 0.6 0.1 0.1 0.0 0.1 0.1 6.5.10 7 4.7.10 7 2.8.10 7 5.5.10 6 2.3.10 6 1.7.10 6 1.1.10 6 1.0.10 5 1.7.10 6 KK 0.7 4.2 17.7 14.3 6.3 11.2 10.7 17.4 a Berbeda nyata pada P ≤ 0.05 Blok dan urea berturut-turut berpengaruh juga terhadap jumlah anakan produktif dan bobot malai serta jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi dan bobot 100 butir Tabel 4.1. Interaksi antara blok dengan urea nyata pada seluruh karakter kecuali bobot 100 butir menunjukkan bahwa pada blok dengan suatu dosis N akan memiliki karakter yang berbeda dengan blok dosis N yang lain. Interaksi antara urea atau dosis N dengan galur selain berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif dan hasil juga terhadap jumlah gabah isi. Interaksi nyata berarti pada galur yang berbeda memiliki jumlah anakan, hasil dan jumlah gabah isi berbeda jika ditanam pada lingkungan dengan dosis N berbeda. Suatu galur dapat memberikan hasil lebih tinggi pada kedua kondisi dosis N berbeda maka kemungkinan galur tersebut memiliki karakter stabil dan adaptif Kuswanto et al. 2006. Kisaran koefisien keragaman pada percobaan ini yaitu 6.3 – 17.7. Koefisien keragaman yang paling rendah adalah untuk panjang malai, hal ini menunjukkan bahwa panjang malai relatif sama. Sedangkan koefisien keragaman yang paling tinggi untuk parameter jumlah anakan produktif, hal ini menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif mempunyai ragam yang bervariasi atau ragamnya tidak sama antara lokasi yang satu dengan yang lain. Tabel 4.2. Korelasi antar karakter galur-galur padi hasil seleksi MBM ditanam pada kondisi N suboptimum Hasil UB TT JAP B100 JGI PJM UB 0.109 TT 0.059 0.34 JAP -0.039 0.217 0.072 B100 -0.063 -0.097 0.063 -0.011 JGI 0.394 0.18 0.149 0.022 -0.182 PJM 0.163 0.092 0.199 0.122 0.108 0.283 BM 0.3 0.203 0.363 -0.059 0.061 0.689 0.418 a berbeda nyata pada P ≤0.05, UB=umur berbunga, TT=tinggi tanaman, JAP=jumlah anakan produktif, B100=bobot 100 butir, JGI=jumlah gabah isi, PJM=panjang malai, BM=bobot malai 41 Korelasi antar hasil dan karakter penting galur-galur padi hasil seleksi menggunakan metode modifikasi bulk dan ditanam pada kondisi N suboptimum ditampilkan pada Tabel 4.2. Hasil berkorelasi nyata positif dengan jumlah gabah isi per malai, panjang malai, dan bobot malai. Umur berbunga berkorelasi nyata positif dengan seluruh karakter kecuali bobot 100 butir dan panjang malai. Jumlah gabah isi per malai berkorelasi nyata positif dengan panjang malai dan bobot malai, sedangkan panjang malai berkorelasi dengan bobot malai. 4.3.2 Pengaruh Lingkungan Seleksi terhadap Keragaan Galur dari Kedua Populasi Hasil Seleksi dengan Metode Modifikasi Bulk Rata-rata jumlah anakan produktif yang diseleksi di lingkungan suboptimum maupun optimum nyata lebih tinggi jika ditanam pada lingkungan produksi optimum Tabel 4.3. Jumlah anakan produktif tidak dipengaruhi kondisi N pada lingkungan seleksi namun hanya dipengaruhi N pada lingkungan produksi dimana pada lingkungan produksi N optimum jumlah anakan lebih banyak 1-2 anakan dibandingkan pada kondisi N suboptimum. Bobot malai dan bobot 100 butir tidak berbeda nyata antar lingkungan seleksi maupun lingkungan produksi. Jumlah gabah isi per malai dari lingkungan seleksi suboptimum tidak berbeda nyata pada kedua lingkungan produksi. Namun lingkungan seleksi optimum justru menghasilkan galur dengan jumlah gabah lebih tinggi pada lingkungan produksi optimum. Hasil galur-galur yang diseleksi pada dua kondisi N dan ditanam pada kondisi N yang berbeda serta interaksinya ditampilkan pada Gambar 4.1. Interaksi yang terlihat dari garis antar hasil galur dari seleksi di lingkungan suboptimum maupun optimum adalah sejajar. Galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum hasilnya tidak berbeda nyata dengan galur yang berasal dari lingkungan seleksi optimum, jika ditanam kembali pada kondisi suboptimum. Interaksi antara genotipe dan lingkungan penting dalam program seleksi karena diharapkan terdapat genotipe unggul pada berbagai lokasi. Karena kondisi lingkungan seleksi tidak mempengaruhi hasil pada kedua kondisi lingkungan produksi maka seleksi cukup dilakukan pada kondisi suboptimum. 4.3.3 Hasil dan Komponen Hasil dari 10 Galur Terbaik Seleksi terhadap 10 galur dengan hasil gabah tertinggi dan interaksinya ditampilkan pada Gambar 4.2. Galur dari GampaiIR77674 memiliki hasil lebih tinggi dari galur hasil pedigri. Galur-galur tersebut merespon turun hasilnya jika dosis N pada lingkungan tanam ditambah dengan dosis lebih rendah atau lebih tinggi. Galur-galur kombinasi ProgolAsahan dari seleksi pedigri di optimum lebih responsif dan naik hasilnya dibandingkan hasil seleksi di suboptimum. Meski demikian, galur-galur hasil seleksi di suboptimum lebih efisien dan tidak responsif. Hasil gabah di lingkungan produksi suboptimum dan optimum tidak berbeda nyata kecuali pada galur yang berasal dari populasi ProgolAsahan. Lingkungan seleksi tidak berpengaruh terhadap hasil gabah populasi GampaiIR77674 di kedua kondisi lingkungan produksi. MBM lebih efektif jika digunakan pada GampaiIR77674 dan karena tidak berbeda nyata maka