Efektivitas Metode Dan Lingkungan Seleksi Untuk Menghasilkan Galur Harapan Padi Adaptif Terhadap Kondisi Nitrogen Suboptimum

(1)

EFEKTIVITAS METODE DAN LINGKUNGAN SELEKSI

UNTUK MENGHASILKAN GALUR HARAPAN PADI

ADAPTIF TERHADAP KONDISI NITROGEN SUBOPTIMUM

ANGELITA PUJI LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Efektivitas Metode dan Lingkungan Seleksi untuk Menghasilkan Galur Harapan Padi Adaptif terhadap Kondisi Nitrogen Suboptimum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Angelita Puji Lestari


(4)

(5)

RINGKASAN

ANGELITA PUJI LESTARI. Efektivitas Metode dan Lingkungan Seleksi untuk Menghasilkan Galur Harapan Padi Adaptif terhadap Kondisi Nitrogen

Suboptimum. Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR,

TRIKOESOEMANINGTYAS, DIDY SOPANDIE dan SUWARNO.

Penggunaan pupuk nitrogen (N) untuk pertumbuhan tanaman padi di dunia, khususnya di Indonesia telah meningkat hingga tujuh kali lipat sejak tahun 1960. Hal ini menyebabkan lingkungan tercemar dan berbahaya bagi kesehatan. Nitrogen paling banyak digunakan karena sifatnya yang mudah tercuci, menguap, dan larut dalam air. Selain itu, hanya sekitar 40% N dari pupuk yang digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Penggunaan N yang sangat tinggi ini ditujukan meningkatkan hasil gabah karena varietas padi yang digunakan merupakan varietas unggul yang responsif terhadap N. Jika pupuk N dikurangi maka hasil gabah menurun. Di sisi lain, masih terdapat petani yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pupuk N ini karena keterbatasan akses maupun modal. Hal ini menyebabkan kondisi lahan suboptimum bagi pertumbuhan tanaman padi dan hasil gabah menurun. Oleh karena itu diperlukan varietas unggul baru adaptif terhadap pemberian N rendah atau varietas toleran N agar pupuk N dapat diberikan secukupnya, tidak berlebihan namun hasil gabah tetap stabil tinggi.

Penelitian untuk mendapatkan galur harapan padi toleran N suboptimum diawali dengan menyilangkan beberapa tetua padi lokal dengan introduksi. Populasi berasal dari dua kombinasi persilangan yaitu Gampai/IR77674 dan Progol/Asahan. Gampai dan Progol merupakan padi lokal dari daerah Sumatera dan Jawa yang biasa tumbuh pada kondisi tanpa pupuk sehingga diduga pada padi lokal tersebut terdapat gen-gen ketahanan atau adaptasi pada kondisi suboptimum. IR77674 dan Asahan merupakan varietas introduksi IRRI dan varietas unggul baru.

Pada generasi F1-F2 individu hasil persilangan ditanam pada kondisi

optimum. Kemudian pada generasi F3 galur ditanam pada kondisi N suboptimum.

Pada generasi F4 sampai F5 galur-galur sudah mulai diseleksi menggunakan dua

metode seleksi, yaitu metode modifikasi bulk dan pedigri, masing-masing pada dua lingkungan seleksi yaitu lingkungan seleksi N suboptimum dan N optimum. Seleksi dilakukan berdasarkan bobot malai per tanaman dengan intensitas seleksi 10%. Pada generasi F6 seluruh galur yang diperoleh dari hasil seleksi

menggunakan dua metode dan dua lingkungan seleksi tersebut kemudian digabung dan ditanam kembali di lingkungan dua kondisi N suboptimum dan optimum sebagai lingkungan produksi. Rancangan percobaan generasi F6

menggunakan augmented dengan tiga ulangan untuk enam varietas cek.

Metode modifikasi bulk dengan lingkungan seleksi N suboptimum lebih efektif untuk mendapatkan galur toleran terhadap N suboptimum. Kombinasi persilangan Gampai/IR77674 menghasilkan galur dengan potensi hasil lebih tinggi dibandingkan Progol/Asahan. Metode pedigri yang dilakukan pada lingkungan seleksi yang disesuaikan dengan kondisi suboptimum nitrogen dapat digunakan untuk mendapatkan galur toleran input nitrogen rendah. Metode pedigri efektif digunakan pada kedua populasi persilangan Gampai/IR77674 maupun Progol/Asahan.


(6)

Lingkungan seleksi yang digunakan sejak generasi awal mempengaruhi keragaan dan hasil galur-galur padi pada kondisi lingkungan produksi yang berbeda. Metode modifikasi bulk dengan lingkungan seleksi N suboptimum maupun optimum dapat digunakan untuk mendapatkan galur toleran terhadap kondisi N suboptimum. Metode pedigri dengan lingkungan seleksi N suboptimum paling banyak menghasilkan galur toleran N suboptimum. Metode pedigri dengan lingkungan seleksi N suboptimum efektif digunakan untuk menghasilkan galur harapan padi toleran N suboptimum.

Kata kunci: N suboptimum, lingkungan seleksi, metode seleksi, pedigri, modifikasi metode bulk


(7)

SUMMARY

ANGELITA PUJI LESTARI. Effectiveness of Selection Environment and Selection Methods for Producing Rice Lines Adapted to Nitrogen Sub-optimum

Conditions. Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR,

TRIKOESOEMANINGTYAS, DIDY SOPANDIE and SUWARNO.

Use of nitrogen (N) fertilizer for the rice growth in the world, especially in Indonesia, had risen to 7-fold since 1960. This led to the polluted environment and hazardous to people’s health. Nitrogen is easily washed, evaporated, and dissolved in water. Moreover, only about 40% N from the fertilizer used by plants. The use of high N is aimed to increase grain yield for rice varieties that are responsive to N. If N fertilizer was reduced then the grain yield will decreased. On the other hand, there are farmers who cannot meet the needs of N fertilizer due to limited access and equity. At the sub-optimum land conditions this led to decrease of plant growth and grain yield. Therefore, new varieties that are adapted to low N or tolerant N varieties in order to reduce N use nevertheles the grain yield remain high and stable.

A research to get adapted N sub-optimum rice lines were started by crossed some parents from local and introduction rice varieties. In the generation F1-F2 the plants were grown in optimum condition, then the F3 generation were

planted in low N conditions. In the generation F4 to F5 lines have started to be

selected using a modified method of bulk and pedigree methode under environment N suboptimum and N optimum environment conditions. Selections were made based on panicle weight per plant with 10% selection intensity. In the F6 generation lines obtained from those two selection methods and two

environments were replanted in two N conditions as the production environments. This experiment used augmented design with three replications of six check varieties.

Selection used two methods, the modification bulk and pedigree methods under two N conditions, optimum and sub-optimum selection environments has been made since F4 generation. The population derived from two cross

combinations, Gampai/IR77674 and Progol/Asahan. Gampai and Progol were a local rice from Sumatra and Java and had used to be grown under low or without fertilizer. So that allegedly in the local rice contained resistance genes or adaptations in suboptimum conditions. IR77674 and Asahan an IRRI introduced varieties and new varieties, respectively. This research resulted in four sections, namely, the performance of line generation F3 to F5, the performance of line

selection results modification of bulk and pedigree selected on the condition N suboptimum and N optimum as well as the comparison of results and yield components lines of selection using the second method of selection for the two conditions N different.

The study of the performance of F3 generation showed that there were

diverse agronomic characters of three F3 populations tested. Broad sense

heritability observed low to high with the highest value was panicle weight in the population Progol/Asahan. Panicle length and panicle weight in the population Gampai/IR77674 was controlled by many genes and additives gene action. The


(8)

selection improved the panicle weight and number of filled grain per panicle at F5

generation.

Bulk modification method under N sub-optimum selection environment were more effective to obtain lines tolerant to N sub-optimum. Cross combinations of Gampai/IR77674 produce lines with higher potential yield than Progol/Asahan was. Pedigri method performed on the selection environment adapted to the conditions sub-optimum nitrogen can be used to get a low nitrogen input tolerant lines. Pedigree was effective method used in both populations, Gampai/IR77674 and Progol/Asahan.

Selection environment that had used since the early generations affected the performance and yield in the different N conditions. Modification of bulk method with suboptimum N and optimum N selection environments could be used to obtain tolerant optimum N rice lines. Pedigree method with the sub-optimum selection environment that generating the most tolerant lines. Pedigree method under sub-optimum selection environment was effective to produce promising tolerant rice lines.

Keywords: sub-optimum N, selection environment, selection method, pedigree, modified bulk method


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

EFEKTIVITAS METODE DAN LINGKUNGAN SELEKSI

UNTUK MENGHASILKAN GALUR HARAPAN PADI

ADAPTIF TERHADAP KONDISI NITROGEN SUBOPTIMUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(12)

Penguji luar komisi pada :

Ujian Tertutup : Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi

Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi Sidang Promosi : Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi


(13)

Judul Disertasi : Efektivitas Metode dan Lingkungan Seleksi untuk Menghasilkan Galur Harapan Padi Adaptif terhadap Kondisi Nitrogen Suboptimum

Nama : Angelita Puji Lestari NIM : A263110031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc Ketua

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Anggota

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr Dr Ir Suwarno MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup: 21 Juni 2016

Tanggal Sidang Promosi Doktor: 28 Juli 2016


(14)

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaN-ya sehingga karkaruniaN-ya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat musim tanam, mulai April 2012 sampai Juli 2014, dengan judul Efektivitas Metode dan Lingkungan Seleksi untuk Menghasilkan Galur Harapan Padi Adaptif terhadap Kondisi Nitrogen Suboptimum. Penulis berhasil menghasilkan empat tulisan hasil penelitian disertasi, yaitu:

1. Panicle Length and Weight Performance of F3 Population from Local and

Introduction Hybridization of Rice Varieties, diterbitkan di Hayati Journal of Bioscience Vol. 22 No. 2 Tahun 2015.

2. Evaluation of low nitrogen tolerance in rice genotypes using stress tolerance indices, diterbitkan di International Journal of Agricultural and Environmental Science Vol. 2 No. 3 Tahun 2016.

3. Selection Under Different Nitrogen Conditions for Developing Nitrogen Efficiency Rice Lines, di-review di Journal of Agriculture Science and Technology.

4. Suboptimum Nitrogen Selection Environment for Developing Suboptimum Nitrogen Adapted Rice Lines, telah di-review di Indian Journal of Genetics and Plant Breeding.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian dan Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi atas biaya dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S3 di IPB dan melaksanakan penelitian di Kebun Percobaan Muara Bogor; komisi pembimbing Dr Ir Hajrial Aswidinnoor MSc sebagai ketua, Dr Ir Trikoesoemaningtyas MSc, Prof Dr Ir Didy Sopandie MAgr, serta Dr Ir Suwarno MSi sebagai anggota atas segala saran, masukan, dan bimbingan yang diberikan dengan penuh ketulusan dan kesabaran selama penulis melaksanakan penelitian, analisis data, penyusunan tulisan sampai akhirnya disertasi ini dapat diselesaikan. Terima kasih saya sampaikan kepada Dr Willy Bayuardi Suwarno untuk analisis data.

Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Kepala Kebun Percobaan Muara yang telah banyak mendukung selama masa penelitian, kepada sahabat, rekan dan para teknisi yang telah banyak membantu pada saat pelaksanaan dan pengumpulan data penelitian. Kepada sahabat, rekan-rekan PBT 2011 dan 2010 yang selama ini selalu berbagi kisah, pengalaman, dan ilmu penulis ucapkan terima kasih atas semangat kebersamaan yang luar biasa dalam menjalani masa studi di IPB.

Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada suami, anak-anak kami, bapak, mama, bapak dan ibu mertua, kakak dan ponakan semua yang telah banyak mendukung dan mendoakan penulis dengan cinta dan kasih sayangnya.

Semoga Allah SWT membalas segala amal kebaikan kita semua dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016


(16)

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Hipotesis Penelitian 5

1.5 Kebaruan Penelitian 5

1.6 Manfaat Penelitian 5

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seleksi pada Pemuliaan Tanaman 6

2.2 Pupuk Nitrogen bagi Tanaman Padi 8

2.3 Metabolisme Nitrogen dalam Tanaman 11

2.4 Pemuliaan untuk Toleransi terhadap Nitrogen Suboptimum 13 3. KERAGAAN DAN KERAGAMAN GALUR-GALUR TANAMAN

PADI PADA TIGA GENERASI DI LINGKUNGAN NITROGEN SUBOPTIMUM DAN OPTIMUM

3.1 Pendahuluan 17

3.2 Metode 19

3.3 Hasil dan Pembahasan 23

3.4 Simpulan 35

4. HASIL DAN KOMPONEN HASIL PADA DUA LINGKUNGAN

PRODUKSI DARI GALUR HASIL SELEKSI MODIFIKASI BULK DI DUA LINGKUNGAN SELEKSI

4.1 Pendahuluan 37

4.2 Metode 38

4.3 Hasil dan Pembahasan 39

4.4 Simpulan 46

5. HASIL DAN KOMPONEN HASIL PADA DUA LINGKUNGAN PRODUKSI DARI GALUR HASIL SELEKSI PEDIGRI DI DUA LINGKUNGAN SELEKSI

5.1 Pendahuluan 48

5.2 Metode 49

5.3 Hasil dan Pembahasan 50


(18)

6. KERAGAAN GALUR PADI HASIL SELEKSI METODE MODIFIKASI BULK DAN PEDIGRI DI DUA KONDISI LINGKUNGAN SELEKSI PADA LINGKUNGAN PRODUKSI SUBOPTIMUM DAN OPTIMUM

6.1 Pendahuluan 59

6.2 Metode 60

6.3 Hasil dan Pembahasan 61

6.4 Simpulan 68

7. PEMBAHASAN UMUM 69

8. SIMPULAN DAN SARAN 73

DAFTAR PUSTAKA 74

LAMPIRAN 87


(19)

DAFTAR TABEL

3.1 Hasil analisis uji tanah lapang di KP. Muara 19

3.2 Hasil analisis tanah MT 2, KP Muara Bogor 22

3.3 Hasil analisis tanah MT 3, KP Muara Bogor 22

3.4 Nilai tengah karakter panjang malai dan tinggi tanaman padi

populasi F3 24

3.5 Panjang malai dan bobot malai padi varietas tetua, MK 2012 24 3.6 Parameter genetik panjang malai dan bobot malai padi populasi F3 26

3.7 Korelasi antar karakter tinggi tanaman dengan panjang dan bobot malai padi pada tiga kombinasi persilangan F3, MK 2012 26

3.8 Nilai skewness dan aksi gen karakter panjang malai dan bobot malai padi

populasi F3, Muara MK 2012 28

3.9 Nilai kurtosis sebaran dan dugaan jumlah gen pengendali karakter

panjang malai dan bobot malai padi populasi F3, Muara MK 2012 28

3.10 Rata-rata beberapa karakter generasi F4 padi dari kombinasi

persilangan Gampai/IR77674 dan Progol/Asahan pada kondisi

lingkungan seleksi N suboptimum (N-) dan N optimum (N+) 32 3.11 Rata-rata beberapa karakter generasi F5 padi dari kombinasi

persilangan Gampai/IR77674 dan Progol/Asahan pada kondisi

lingkungan seleksi N suboptimum (N-) dan N optimum (N+) 34 4.1 Kuadrat tengah dari komponen hasil dan hasil gabah dari seluruh

galur padi pada lingkungan produksi N suboptimum dan N optimum 40 4.2 Korelasi antar karakter galur-galur padi hasil seleksi MBM ditanam

pada kondisi N suboptimum 40 4.3 Keragaan galur-galur padi yang berasal dari lingkungan seleksi N

suboptimum (N-) dan N optimum (N+) menggunakan metode MBM

ditanam pada kondisi N suboptimum (N-) dan N optimum (N+) 42 4.4 Keragaan komponen hasil dari 10% galur terbaik padi yang menggunakan

MBM pada lingkungan seleksi N suboptimum (N-) dan optimum (N+) pada lingkungan produksi N suboptimum (N-) dan optimum (N+) 44 4.5 Hasil gabah dan indeks toleransi dari 10% galur terbaik padi yang

menggunakan MBM pada lingkungan produksi N suboptimum (N-)

dan optimum (N+) 45

5.1 Analisis tanah MT 4, KP Muara Bogor 49

5.2 Kuadrat tengah komponen hasil dan hasil padi dengan metode pedigri 50 5.3 Korelasi antar karakter galur-galur padi hasil seleksi pedigri ditanam

pada kondisi N suboptimum 51 5.4 Keragaan galur-galur padi yang berasal dari lingkungan seleksi N

suboptimum dan optimum menggunakan metode pedigri ditanam pada kondisi N suboptimum dan optimum 52 5.5 Keragaan komponen hasil dari 10% galur terbaik padi yang diseleksi

menggunakan metode pedigri pada lingkungan produksi N

suboptimum (N-) dan optimum (N+) 55

5.6 Hasil gabah dan indeks toleransi 10% galur terbaik padi dari metode pedigri yang ditanam di lingkungan produksi N suboptimum (N-)


(20)

6.1 Hasil analisis tanah MT 4, KP Muara Bogor 59 6.2 Rata-rata karakter galur padi dari kombinasi Gampai/IR77674 dan

Progol/Asahan hasil seleksi di lingkungan N dari metode seleksi pedigri dan bulk, pada kondisi –N dan +N pada MT4 62 6.3 Rata-rata karakter galur padi yang berasal dari pendekatan perlakuan

lingkungan dan metode seleksi berbeda yang ditanam pada kondisi N

suboptimum (–N) dan N optimum (+N) 63

DAFTAR GAMBAR

1.1 Bagan alir penelitian 4

2.1 Nitrat (NO3-) dalam sel 11

2.2 Fluks amonium intraselular dalam sel tanaman 13

3.1 Persiapan tanam 23

3.2 Kondisi curah hujan dan suhu bulanan pada MT 2012-2013 24 3.3 Sebaran populasi padi generasi F3 populasi Bintang Ladang/US2 untuk

karakter panjang malai 30

3.4 Sebaran populasi padi generasi F3 populasi Gampai/IR77674 untuk

karakter panjang malai 30

3.5 Sebaran populasi padi generasi F3 populasi Progol/Asahan untuk

karakter panjang malai 30

3.6 Sebaran populasi padi generasi F3 populasi Bintang Ladang/US2 untuk

karakter bobot malai 31

3.7 Sebaran populasi padi generasi F3 populasi Gampai/IR77674 untuk

karakter bobot malai 31

3.8 Sebaran populasi padi generasi F3 populasi Progol/Asahan untuk

karakter bobot malai 31

3.9 Rata-rata bobot malai utama padi pada generasi F3, F4 dan F5 padi

dari populasi Gampai/IR77674 dan Progol/Asahan 35 4.1 Hasil galur-galur padi yang diseleksi pada dua kondisi N dan ditanam

pada kondisi N yang berbeda 43

4.2 Hasil gabah 10% galur terbaik padi Gampai/IR77674 diseleksi di lingkungan N suboptimum (G/IR_N-) dan optimum (G/IR_N+) dan Progol/Asahan, diseleksi di lingkungan N suboptimum (P/A_N-) dan optimum (P/A_N+), pada lingkungan produksi N suboptimum (N-) dan

optimum (N+) 43

5.1 Rata-rata hasil galur-galur padi yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum dan optimum N ditanam pada kondisi suboptimum

dan optimum N 53

5.2 Hasil gabah dari 10% galur terbaik padi Gampai/IR77674 pada lingkungan N suboptimum (G/IR_N-) dan optimum (G/IR_N+) dan Progol/Asahan yang diseleksi pada lingkungan N suboptimum (P/A_N-) dan optimum (P/A_N+), ditanam pada lingkungan produksi

suboptimum (N-) dan optimum (N+) 54

6.1 Kondisi curah hujan dan suhu bulanan pada MT 2014 60 6.2 Rata-rata hasil galur padi menggunakan MBM di lingkungan seleksi


(21)

pedigri yang diseleksi di lingkungan N suboptimum N (PED_LSN-) dan optimum N (PED_LSN+) ditanam pada kondisi N suboptimum

(N-) dan optimum (N+) 65

6.3 Jumlah galur padi dengan kriteria toleran, moderat dan peka yang dihasilkan dari metode MBM dan pedigri di lingkungan seleksi N

optimum dan suboptimum 66

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi varietas padi Asahan 87

2. Deskripsi varietas padi IR77674 88

3. Deskripsi varietas padi Inpari 13, Inpari 23, Inpari 33, dan Ciherang 89 4. Data kelembaban, penguapan, penyinaran matahari dan angin sejak

tahun 2012 sampai 2014 90

5. Curah hujan, suhu mkasimum, dan suhu minimum bulanan sejak tahun

2012 sampai 2014 91

6. Hasil enam varietas cek padi pada lingkungan produksi N optimum dan

N suboptimum pada MT 4 91

7. Kuadrat tengah hasil varietas cek padi pada lingkungan produksi N

optimum dan N suboptimum pada MT 4 92

8. Analisis gabungan karakter penting dan hasil galur-galur padi pada

lingkungan produksi N optimum dan N suboptimum, MT 4 92


(22)

(23)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari separuh penduduk dunia (IRRI 2006), khususnya di Asia termasuk Indonesia (Redfern et al. 2012; Panuju et al. 2013). Perluasan areal tanam (ekstensifikasi) merupakan salah satu upaya meningkatkan produksi berbagai komoditas termasuk padi sawah (Mulyani dan Las 2008). Peningkatan produktivitas padi pada lahan marjinal saat ini menjadi prioritas mengingat semakin berkurangnya lahan subur (Sirappa dan Titahena 2014). Keberhasilan perakitan varietas yang mampu beradaptasi pada lingkungan marjinal atau toleran ditentukan oleh tersedianya sumber gen toleran, yang dapat diperoleh melalui identifikasi terhadap karakter morfologi dan fisiologi potensial dari koleksi plasma nutfah (Krisnawati dan Adie 2009). Kegiatan pemuliaan yang telah melepas varietas padi dengan berbagai tingkat toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik, salah satunya yaitu diarahkan pada perakitan kultivar baru toleran masukan rendah (low input) dan spesifik lokasi. Rendahnya hasil padi di Indonesia terutama disebabkan kultivar yang ditanam petani tidak efisien dalam penyerapan unsur hara pada kondisi lingkungan pertumbuhan yang bercekaman (Limbongan et al. 2009). Program pemuliaan tanaman yang difokuskan terhadap pemanfaatan hara tanaman secara efisien dapat menurunkan penggunaan pupuk dan lebih ramah lingkungan dengan tetap menjaga produksi dan kualitas tanaman tersebut (Fess et al. 2011).

Aplikasi pupuk, terutama yang mengandung unsur N berperan dalam pertumbuhan tanaman pada tahap vegetatif yang dapat meningkatkan hasil gabah (Sui et al. 2013; Chaturvedi 2005). Pupuk nitrogen (N) yang banyak digunakan petani padi adalah ZA atau urea. Ini merupakan pupuk dasar karena sangat penting bagi pertumbuhan vegetatif tanaman yang kemudian menunjang pertumbuhan generatifnya. Pemberian dosis pupuk urea yang berbeda mempengaruhi hasil tanaman padi sawah. Biomassa, hasil gabah, dan kerapatan malai meningkat nyata dengan penambahan N dari beberapa genotipe padi indica (Fageria dan Santos 2014). Dosis urea 180-250 kg ha-1 mampu menghasilkan padi sebesar 6.8 - 7.2 ton ha-1 (Abdulrachman et al. 2009). Di Laos, pupuk N 90 kg ha-1 dan P 50 kg -1 meningkatkan hasil padi

hingga 4 t ha-1 (Saito et al. 2006). Di beberapa daerah di Indonesia penggunaan pupuk urea telah mencapai 400-500 kg ha-1 atau setara 184-230 N kg ha-1. Dosis ini terlalu tinggi jika dibandingkan dengan rekomendasi pemerintah yang cukup dengan 90-120 N kg ha-1 (Wahid 2003).

Menurut Triadiati et al. (2012) karakter komponen hasil jumlah malai dan jumlah gabah tanaman padi lebih tinggi pada dosis urea 300 kg ha-1, masing-masing 26.2 dan 256.2, dibandingkan dosis urea 200 kg ha-1,

masing-masing 22.4 dan 214.8. Kekurangan salah satu unsur tersebut atau biasa disebut kahat hara menciptakan suatu kondisi cekaman bagi tanaman. Kondisi ini selain disebabkan maraknya pembukaan lahan, juga banyak disebabkan ketidakmampuan petani memberi input berupa pupuk karena mahal atau langka.


(24)

2

Kondisi lahan kurang N umum terjadi di semua daerah (Fairhust et al. 2007) akibat volatilisasi (Lin et al. 2012), denitrifikasi, waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah, pencucian, aliran permukaan, dan diserap oleh tanaman (Choudhury dan Kennedy 2005; Ismunadji dan Roechan 1988) atau terangkut oleh hasil panen, untuk N berkisar antara 32-114 kg N ha-1 (Sumarno

2006). Sebagian besar pupuk N yang menguap ke atmosfer atau tercuci ke air tanah, danau dan sungai menyebabkan polusi yang semakin parah pada lingkungan (Frink et al. 1999; Socolow 1999). Selain itu, keterbatasan petani, kelangkaan atau kenaikan harga pupuk N anorganik menyebabkan petani bermodal rendah tidak dapat memenuhi kebutuhan pupuk sehingga pupuk yang diberikan tidak cukup bagi pertumbuhan tanaman yang menyebabkan turunnya hasil gabah (Abrol et al. 2007).

Kurangnya dosis pemupukan N serta karakternya yang mudah menguap dan larut dalam air, menyebabkan kondisi lahan pertanaman kahat hara N. Kekurangan N menyebabkan perkembangan tanaman padi terganggu seperti menurunnya klorofil daun dan berkurangnya jumlah anakan dimana akibatnya adalah penurunan bobot gabah dan hasil. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa ditemui dalam produksi tanaman adalah klorosis, daun menjadi lebih pucat, hijau kekuningan dan bahkan sampai mati. Tanaman menjadi kerdil, berwarna kekuningan. Daun-daun yang lebih tua atau seluruh tanaman berwarna hijau kekuningan. Berkurangnya warna hijau pada daun biasanya diiringi oleh berkurangnya pertumbuhan dan hasil (Fairhurst et al. 2007).

Rendahnya kandungan N tanah dan dampaknya terhadap lingkungan menjadi tantangan bagi pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas khususnya tanaman padi yang dapat meningkatkan efisiensi nitrogen (Xia et al. 2011). Tanaman yang tidak terlalu tergantung pada pemberian pupuk N sangat penting untuk keberlanjutan pertanian. Dengan demikian, perlu terus dikembangkan varietas tanaman yang dapat menyerap cukup hara N dalam tanah dengan konsentrasi rendah (efisiensi serapan tinggi) serta tetap dapat memberikan hasil dengan menggunakan sejumlah N yang telah diserap tersebut atau memiliki efisiensi pemanfaatan tinggi (Lian et al. 2006).

Anwar dan Darjanto (2009) melaporkan varietas IR-66 efisien menggunakan N karena kemampuan mentranslokasikan N ke dalam gabah pada saat pembentukan maupun perkembangan organ generatif sehingga mempengaruhi hasil gabah. Sistem perakaran padi sangat menentukan tingkat efisiensi N karena sangat peka terhadap keberadaan N dalam tanah (Xia et al. 2011) dan lebih mudah menyerap N anorganik (amonium dan nitrat) dibandingkan jagung dan pearl millet (Okamoto dan Okada 2004). Menurut Lian et al. (2006) terdapat 10422 gen pada padi indica Minghui 63 yang menunjukkan peningkatan dan penurunan ekspresi pada kondisi N rendah. Untuk menghasilkan galur efisien N, terdapat 14 tanaman transgenik yang mengekspresikan gen untuk serapan dan metabolisme N (Good et al. 2004).

Terdapat berbagai macam metode seleksi yang digunakan pada tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Pada tanaman menyerbuk sendiri seperti padi, metode seleksi bulk dan metode seleksi pedigri (pedigree) sering digunakan di dalam seleksi untuk mendapatkan galur yang diinginkan. Pada metode bulk, populasi generasi awal dengan tingkat keragaman tinggi, F2, dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri sampai


(25)

3 mencapai tingkat homozigot tertentu. Sedangkan metode seleksi pedigree sangat efektif untuk perbaikan sifat-sifat tanaman dengan heritabilitas tinggi seperti umur genjah, tanaman pendek, atau ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik maupun abiotik. Seleksi dikatakan berhasil jika terdapat kemajuan seleksi yang tinggi. Kemajuan seleksi dapat diartikan sebagai nilai kemajuan genetik secara teoritis yang merupakan besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh akibat dilakukannya kegiatan seleksi terhadap suatu populasi tanaman. Untuk mengetahui seberapa besar kemajuan seleksi yang diperoleh, diperlukan pengetahuan tentang populasi dan keragamannya serta besarnya angka heritabilitas.

Kegiatan pemuliaan telah melepas varietas padi dengan berbagai tingkat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Susanto et al. 2003). Tetua yang digunakan adalah padi-padi lokal yang memiliki ketahanan terhadap cekaman lingkungan namun tidak responsif terhadap pemupukan (Saito et al. 2006). Seleksi untuk mendapatkan varietas dengan hasil gabah dan indeks panen tinggi telah banyak menggunakan modifikasi metode bulk dan pedigri (Kanbar et al. 2011). Penelitian ini akan membandingkan kedua metode seleksi tersebut pada kondisi lingkungan N suboptimum dan N optimum. Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh informasi metode dan lingkungan seleksi yang efektif untuk menghasilkan galur harapan tanaman padi yang adaptif terhadap kondisi lingkungan N suboptimum.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan pupuk N di dunia telah meningkat tujuh kali lipat dalam empat dekade terakhir. Penggunaan yang berlebihan tersebut ditujukan untuk meningkatkan hasil. Namun dampaknya sangat merugikan lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup jika pupuk tersebut larut dan tercuci terbawa air sungai yang digunakan sehari-hari. Di lain pihak, masih terdapat petani dengan keterbatasan modal atau akses terhadap pupuk N tersebut. Akibatnya hasil yang dicapai cenderung rendah sehingga tidak dapat mensejahterakan kehidupan mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan varietas padi adaptif atau toleran N suboptimum atau N rendah karena efisien dalam menggunakan N.

Proses seleksi umumnya dilakukan pada lahan yang dipupuk dengan taraf optimal sampai dengan pengujian daya hasil lanjutan. Akibatnya, varietas unggul yang dihasilkan menjadi hanya adaptif pada lahan subur sehingga apabila varietas tersebut ditanam pada lahan yang kurang pupuk atau kurang subur maka hasilnya akan rendah. Seleksi dan pengujian galur harapan padi pada lokasi dengan pemupukan rendah diperlukan untuk mendapatkan informasi parameter genetik dari populasi tanaman untuk menduga kemajuan genetik dari metode seleksi yang digunakan. Alur penelitian ditampilkan pada Gambar 1.1.


(26)

4

Pembentukan populasi dasar

Bintang Ladang/US2, Gampai/IR77674, Progol/Asahan

Penanaman populasi F2 pada kondisi lahan N

optimum untuk memperbanyak benih F3

Seleksi populasi generasi F3 pada kondisi N

suboptimum serta mengevaluasi keragaan, korelasi antar karakter dan keragaman genetiknya

Seleksi generasi F4 dan F5 menggunakan dua metode

seleksi yaitu modifikasi bulk dan pedigri pada dua kondisi lingkungan seleksi N suboptimum dan N optimum

Verifikasi toleransi dan potensi hasil galur-galur generasi F6 yang berasal dari dua metode dan lingkungan

seleksi pada lahan dengan kondisi N suboptimum dan N optimum

1. Metode dan lingkungan seleksi yang efektif digunakan untuk menghasilkan galur harapan padi toleran N rendah 2. Galur harapan padi toleran N rendah

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh informasi metode dan lingkungan seleksi yang efektif untuk menghasilkan galur harapan padi yang mampu beradaptasi pada kondisi nitrogen suboptimum. Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan pengaruh perbedaan metode seleksi dan lingkungan seleksi N optimum dan N suboptimum dalam menghasilkan galur produktivitas tinggi 2. Menganalisis korelasi karakter agronomi galur-galur yang diseleksi pada

kondisi N optimum dan N suboptimum

3. Menguji efektivitas kondisi lingkungan seleksi pada kondisi N suboptimum 4. Memperoleh galur harapan padi toleran kondisi N suboptimum


(27)

5 1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat satu metode seleksi yang paling efektif untuk mendapatkan galur harapan padi toleran N suboptimum

2. Terdapat korelasi antar karakter agronomi galur-galur yang diseleksi pada kondisi N optimum dan N suboptimum

3. Terdapat satu lingkungan seleksi yang efektif digunakan untuk mendapatkan galur harapan padi adaptif N suboptimum

4. Terdapat setidaknya satu galur yang efisien terhadap N, berdaya hasil tinggi stabil dan adaptif pada dua lingkungan N berbeda untuk dikembangkan lebih lanjut

1.5 Kebaruan Penelitian

Kebaruan dari penelitian ini adalah menggunakan materi genetik yang belum pernah digunakan khususnya untuk program perakitan varietas baru adaptif terhadap kondisi N suboptimum. Diperoleh informasi baru mengenai metode dan lingkungan seleksi yang efektif untuk menghasilkan galur harapan padi adaptif terhadap kondisi N suboptimum. Metode seleksi pedigri dengan lingkungan seleksi N suboptimum efektif untuk menghasilkan galur harapan padi adaptif terhadap kondisi N suboptimum. Diperoleh galur harapan padi baru dengan karakter dan keunggulan yang diinginkan jika ditanam pada kondisi N suboptimum.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah dapat membantu para pemulia khususnya pemulia padi untuk menghasilkan galur harapan padi toleran kondisi N suboptimum. Diharapkan galur tersebut dapat menjadi varietas padi baru yang toleran N suboptimum atau input N rendah sehingga pada akhirnya penggunaan pupuk N dapat dikurangi namun dengan hasil gabah yang tetap stabil.

.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup seleksi terhadap empat generasi populasi padi sejak F3 sampai F6. Metode seleksi yang digunakan adalah modifikasi bulk dan

pedigri yang dilakukan pada dua kondisi lingkungan seleksi, yaitu lingkungan seleksi N suboptimum dan N optimum. Generasi F3 ditanam pada kondisi N

suboptimum dan diseleksi dengan intensitas 10% berdasarkan penampilan di lapang. Galur dengan bobot malai terbaik dicampur dan juga ditanam sebagai generasi F4 per malai per baris diseleksi pada lingkungan N suboptimum dan N

optimum berdasarkan bobot rumpun. Perlakuan yang sama diterapkan terhadap generasi F5. Pada generasi F6, seluruh galur yang diperoleh dari hasil seleksi

pada kedua kondisi nitrogen dengan dua metode seleksi dievaluasi pada dua kondisi N berbeda. Diharapkan akan diperoleh suatu metode dan lingkungan


(28)

6

seleksi yang efektif digunakan untuk mendapatkan galur harapan padi baru adaptif N suboptimum.

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seleksi pada Pemuliaan Tanaman

Penyediaan populasi dasar yang beragam merupakan langkah awal dari setiap program pemuliaan. Dengan seleksi diperoleh genotipe unggul dari suatu populasi dan kemudian mengembangkannya sebagai populasi baru. Generasi yang masih beresegregasi (F2-F6) mengandung genotipe heterozigot. Individu

heterozigot penting dalam pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri karena berpotensi untuk menimbulkan keragaman keturunan (Allard 1960).

Keberhasilan dalam seleksi sangat ditentukan oleh berbagai hal, antara lain besarnya keragaman genetik dan nilai heritabilitas, besarnya intensitas seleksi, kapan seleksi dilakukan (generasi awal atau lanjut) dan bagaimana metode seleksi yang dilaksanakan sejak generasi awal hingga terpilihnya galur homozigot yang diinginkan. Keragaman genetik merupakan modal dasar dalam merakit tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tertentu untuk menetapkan strategi pemuliaan yang efisien (Bänziger dan Cooper 2001). Efektivitas seleksi dalam pemuliaan tanaman didasarkan pada informasi tentang perbedaan ciri-ciri yang diwariskan yang diamati pada saat seleksi dan korelasinya satu sama lain (Nandan et al. 2010). Varietas tanaman yang tumbuh pada berbagai kondisi tanah dan iklim lingkungan, mempengaruhi ekspresi dari sifat-sifat penting. Efektivitas seleksi untuk mendapatkan varietas unggul harus diamati dari penampilan varietas tersebut dalam lingkungan yang berbeda (Johnson et al. 1955).

Berbagai metode seleksi dapat digunakan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada tanaman menyerbuk sendiri, metode bulk, pedigri dan SSD telah banyak digunakan dengan untuk mendapat hasil tinggi (Arsyad et al. 1994; Asadi et al. 2004; Ibrahim 2015). Pada seleksi bulk, jumlah tanaman yang banyak dan tanam rapat menyebabkan terjadi kompetisi antar individu karena tekanan seleksi alam untuk menyeleksi genotipe dengan pertumbuhan yang kurang baik. Genotipe-genotipe yang bertahan hidup belum tentu genotipe yang diharapkan karena tidak semua karakter kompetisi merupakan karakter yang terkait dengan daya adaptasi dan daya hasilnya, misalnya karakter tinggi tanaman. Tanaman yang lebih tinggi dapat menutupi tanaman lain di bawahnya sehingga yang bertahan hidup adalah yang tinggi padahal karakter tinggi tanaman tidak diinginkan. Sedangkan genotipe yang membawa gen yang diinginkan tetapi pertumbuhannya tidak baik dapat hilang sejak generasi awal (Acquaah 2007).

Terdapat beberapa modifikasi dalam pelaksanaan metode bulk. Menurut Acquaah (2007) modifikasi tersebut diantaranya adalah seleksi dilakukan lebih awal sejak F3 atau F4 untuk mengarahkan suatu populasi

mencapai suatu karakter atau tipe agronomi yang diingikan, rouging dapat dilakukan terhadap genotype yang tidak diinginkan, tanaman dapat ditanam di


(29)

7 suatu lingkungan dengan kondisi tertentu untuk mendapat genotipe yang diharapkan. Metode modifikasi bulk ini telah banyak digunakan oleh beberapa peneliti (Salem et al. 2007; Meena dan Kumar 2012; Farag 2013).

Pada seleksi pedigri, sejak generasi awal genotip yang tidak diinginkan sudah dibuang, pengamatan karakter genetik setiap galur dapat dilakukan semenjak awal seleksi, sehingga akan memaksimumkan keragaman genetik di antara galur-galur selama seleksi. Namun seleksi tidak bisa digunakan pada lingkungan tertentu bila keragaman genetik untuk karakter-karater yang diinginkan tidak terekspresi, perlu ketelitian dalam pencatatan karena jumlahnya yang banyak, memerlukan keterampilan dalam menseleksi sifat-sifat yang diinginkan, dan memerlukan lebih banyak tenaga kerja dibanding metode seleksi lainnya (Caligari 2001). Menurut El-Hosary et al. (2014) metode pedigri efektif digunakan untuk karakter jumlah malai dan hasil dibandingkan bulk dan SSD.

Seleksi merupakan dasar dari program perbaikan varietas untuk mendapatkan varietas unggul baru. Kriteria seleksi merupakan hal penting dalam program pemuliaan untuk memperoleh galur harapan. Parameter genetik yang sering digunakan sebagai tolak ukur dalam seleksi tanaman adalah heritabilitas, kemajuan genetik, koefieien variasi genetik, korelasi dan pengaruh karakter yang erat hubungannya dengan hasil (Gangashetty et al. 2013). Kemajuan genetik adalah besarnya penambahan nilai tengah populasi untuk suatu karakter akibat dilakukannya seleksi untuk karakter yang bersangkutan. Sedangkan koefisien variasi genetik adalah nisbah besaran simpangan baku genetik dengan nilai tengah populasi karakter yang bersangkutan. Seleksi yang efektif akan diperoleh apabila karakter yang diseleksi memiliki nilai kemajuan genetik yan tinggi yang ditunjang oleh salah satu nilai heritabilitas yang tinggi dan/atau koefisien variasi genetik yang relatif tinggi (Johnson et al. 1955). Pada padi hibrida ditemukan bahwa karakter kesuburan polen, hasil per rumpun dan jumlah gabah isi per malai memiliki kemajuan genetik tinggi yang berarti bahwa seleksi akan efektif jika dilakukan terhadap karakter tersebut (Paikhomba et al. 2014).

Variasi yang tinggi merupakan syarat efektifnya seleksi dan seleksi dari karakter yang diinginkan lebih berarti jika mudah diwariskan. Mudah tidaknya suatu karakter diwariskan tergantung pada nilai heritabilitas. Karakter dengan nilai heritabilitas tinggi mudah diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor lingkungan (Poehlman 1979). Heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar nilai heritabilitas makin besar kemajuan seleksi yang didapatkan dan sebaliknya. Nilai duga kemajuan seleksi untuk menduga seberapa besar peningkatan yang akan diperoleh dari karakter yang diseleksi. Peningkatan akan dipengaruhi oleh intensitas seleksi yang ditetapkan, ragam suatu karakter, dan heritabilitasnya.

Agar suatu galur dapat dilepas sebagai varietas unggul baru, maka salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh galur yang bersangkutan adalah populasinya dalam galur seragam. Bila tidak seragam maka perlu dilakukan seleksi kembali. Agar kegiatan seleksi dapat berjalan efektif maka terhadap genotipe yang beragam tersebut perlu penilaian terhadap keragaman genetik,


(30)

8

fenotipik maupun heritabilitasnya serta besarnya kemajuan genetik harapan yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman pada hakekatnya sangat tergantung kepada adanya keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas. Bila tingkat keragaman genetik sempit maka hal ini menunjukkan bahwa individu dalam populasi tersebut relatif seragam. Dengan demikian seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif. Sebaliknya, makin luas keragaman genetik, makin besar pula peluang untuk keberhasilan seleksi dalam meningkatkanfrekuensi gen yang diinginkan. Dengan kata lain, kesempatan untuk mendapatkan genotipe yang lebih baik melalui seleksi semakin besar (Poehlman 1979; Allard, 1960; Poespodarsono 1988).

2.2 Pupuk Nitrogen bagi Tanaman Padi

Kandungan nitrogen total di tanah sekitar 90% dalam bentuk bahan organic (Salisbury dan Ross 1995). Nitrogen dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organic, pengikatan oleh mikroorganisme tanah dari nitrogen udara, pupuk, dan air hujan. Kekurangan nitrogen menyebabkan tanaman tidak dapat bermetabolisme membentuk bahan-bahan senyawa yang sudah disebutkan di atas sehingga dapat menghentikan proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Gejalanya diantaranya tanaman kerdil, pertumbuhan akar terganggu, dan menguning bahkan gugur (Hardjowigeno 2003). Fiksasi nitrogen merupakan proses perubahan nitrogen udara menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman oleh spesies bakteri. Bakteri ini mengubah nitrogen udara menjadi bentuk terikat melalui hubungan simbiosis dengan akar kacang-kacangan (Simanungkalit et al. 2006).

Efisiensi penggunaan hara pupuk adalah bagian yang sangat penting dalam sistem usahatani padi sawah intensif untuk menghasilkan efisiensi agronomi, peningkatan efisiensi ekonomis dan dampak positif bagi kelestarian fungsi lingkungan. Pupuk N memegang peranan penting dalam peningkatan produksi padi sawah, sedangkan sumber pupuk N yang utama adalah urea. Meski demikian, tanaman menyerap hanya 30% dari pupuk N yang diberikan. Efisiensi pemakaian pupuk N di lahan padi sawah dapat dimaksimalkan dengan jalan pemupukan tepat-waktu yaitu disesuaikan dengan tahapan perkembangan tanaman padi dan dengan cara penempatan pupuk dalam tanah (Smil 2002). Menurut Doberman dan Fairhust (2000) kriteria kecukupan nitrogen daun padi pada fase pembentukan anakan maksimal berada pada nilai di atas 2.5 dan nilai yang diukur dengan klorofilmeter (SPAD) adalah 35. De Datta (1987) menunjukkan bahwa nitrogen tanah yang terbawa hasil panen adalah sekitar 22.2 kg t-1 gabah dari hasil gabah 9.8 t ha-1 dengan pemupukan N 174 kg N ha

-1. Jika hasil gabah di Indonesia 6 t ha-1 maka hara N yang terangkut panen dan

optimum bagi tanaman adalah 22.2 kg t-1 dikali dengan 6 t yaitu 133.2 kg N ha

-1 atau 290 kg urea ha-1 sebagai dosis optimum untuk mendapatkan hasil 6 t ha-1

padi. Hal ini menunjukkan bahwa dosis N 300 kg ha-1 dan 34.5 kg ha-1yang digunakan dalam penelitian ini telah tepat digunakan sebagai kondisi lingkungan seleksi maupun lingkungan produksi N optimum dan N suboptimum. Menurut Sukristiyonubowo et al. (2012) N tanah terbawa panen cukup tinggi yaitu berkisar antara 37.25 – 93.75 kg N ha-1.


(31)

9 Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati. N berpengaruh terhadap susunan kimia tanaman. Bila pemberian N di bawah optimal, maka asimilasi ammonia menaikkan kadar protein dan pertumbuhan daun (dinyatakan dengan indeks luas daun). Menurut Marschner (1986), untuk tanaman padi, pemupukan N menyebabkan panjang, lebar, dan luas daun bertambah, tetapi tebal daun menjadi berkurang. Nitrogen berkorelasi nyata positif terhadap jumlah anakan, jumlah gabah, panjang malai, bobot 1000 butir dan indeks panen padi (Gebrekidan dan Seyoum 2006).Tanaman kekurangan N memiliki kemampuan fotosintesis terbatas karena pembentukan pigmen fotosintesis dan protein enzim fiksasi karbondioksida rendah. Selain itu, kekurangan N menyebabkan klorofil yang terbentuk lebih sedikit sehingga energi mengurangi energi yang dihasilkan untuk proses fotosintesis (Mildaerizanti et al. 2012).

Penyebab kahat N adalah rendahnya daya pasok N tanah, pupuk N anorganik yang diberikan tidak cukup, efisiensi pemakaian pupuk N rendah (kehilangan akibat volatilisasi, denitrifikasi, waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah, pencucian, dan aliran permukaan). Nitrogen, ditambahkan ke tanah melalui pupuk, fiksasi N, deposisi atmosfer, irigasi dan atau air hujan, kotoran hewan, residu dan serbuk sari, dan melalui serangga dan burung (Smil 2002), melewati berbagai proses dari siklus N pada sistem tanah-tanaman-atmosfer. Siklus ini meliputi proses tanah (mineralisasi, imobilisasi, fiksasi N, nitrifikasi, volatilisasi, denitrifikasi, dan pergerakan N dalam tanah). Menurut Li et al. (2014) volatilisasi amonia dan deitrifikasi nitrat merupakan penyebab utama hilangnya N tanah yaitu berturut-turut sekitar 16% dan 38.8% dari total N tanah. Efisiensi tanaman dalam mengambil dan menggunakan N sangat tergantung pada faktor tanah, tanaman, iklim, dan budidaya (Ladha et al. 2005). Proses imobilisasi adalah konversi dari N anorganik menjadi bentuk organik oleh mikroorganisme, sedangkan mineralisasi adalah pelepasan organik terikat N untuk bentuk mineral anorganik (NH4+ dan NO3-), yang digunakan oleh tanaman (Munawar 2011).

Efisiensi pemakaian pupuk N di lahan padi sawah dapat dimaksimalkan dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta memperbaiki teknik budidaya, yang mencakup pengaturan kepadatan tanaman, pengairan yang tepat serta pemberian pupuk N secara tepat, baik dosis, cara dan waktu pemberian. Tanaman memiliki suatu mekanisme dalam menghadapi kondisi rendah nutrisi, salah satunya adalah resorpsi yaitu proses perombakan hasil metabolisme yang kompleks menjadi lebih sederhana dan mendistribusikan kembali hara untuk pertumbuhan jaringan–jaringan tumbuhan sehingga penting dalam melestarikan kehidupannya. Proses resopsi merupakan salah satu mekanisme penting dari tanaman dalam menghadapi kekurangan hara atau ketersediaan hara yang rendah di dalam tanah dan hilangnya hara ke lingkungan (Triadiati et al. 2007; Triadiati et al. 2012). Secara fisiologi, galur padi yang mampu beradaptasi pada kondisi N rendah memiliki aktivitas nitrat reduktase, yang merupakan enzim pertama dalam sintesis asam amino dan pembatas reduksi nitrat menjadi amonium, yang tinggi sedangkan pada kondisi N tinggi memiliki kadar klorofl serta protein lebih banyak (Xia et al. 2011). Tanaman common bean yang selalu diseleksi pada


(32)

10

kondisi kekeringan memiliki mekanisme toleran terhadap kekeringan dengan berumur genjah atau cepat panen sehingga terhindar dari cekaman tersebut .

Umumnya petani memberikan pupuk dengan takaran tinggi, melebihi kebutuhan tanaman, sehingga menyebabkan pemborosan dan pencemaran lingkungan. Pengaturan waktu pemberian pupuk N yang tepat selama musim tanam dapat diperbaiki dengan cara mempelajari status nutrisi N tanaman menggunakan chlorophyll meter (SPAD) yang dapat mendeteksi kandungan hara tanaman, petunjuk Leaf Color Chart (LCC) atau Bagan Warna Daun (BWD) (Wahid 2003) serta peta status hara, perangkat uji tanah sawah (PUTS) dan sistem pakar padi (SIPAPUKDI) (Abdulrachman dan Sembiring 2007).

Hasil padi yang ditargetkan hanya bisa dicapai bila hara (nutrisi) yang diberikan jumlahnya sesuai dan pemberiannya tepat waktu sehingga memenuhi kebutuhan tanaman padi selama masa pertumbuhan. Efisiensi penggunaan hara pupuk adalah bagian yang sangat penting dalam sistem usahatani padi sawah intensif untuk menghasilkan efisiensi agronomi, peningkatan efisiensi ekonomis dan dampak positif bagi kelestarian fungsi lingkungan. Pupuk N memegang peranan penting dalam peningkatan produksi padi sawah, sedangkan sumber pupuk N yang utama adalah urea. Nitrogen mempercepat pertumbuhan tanaman dan memperbesar ukuran daun, dan jumlah bulir per malai. N mempengaruhi semua parameter yang mendukung hasil. Warna daun, yang merupakan indikator status N tanaman, berkaitan erat dengan fotosíntesis daun dan produksi tanaman. Namun, tanaman menyerap hanya 30% dari pupuk N yang diberikan (Fairhurst et al. 2007; Siregar dan Marzuki 2011).

Pupuk yang mengandung ammonium atau amida, dibandingkan dengan yang mengandung nitrat, bermanfaat pada tanaman padi yang masih muda. Di lingkungan jenuh air, amida menjadi ammonium. Amonium diabsorpsi tanaman tetapi dapat digunakan tanaman dan ganggang yang terdapat di sawah. Dalam lingkungan tanpa udara, sebagaimana terdapat pada pada tanah sawah, nitrat akan lenyap dalam beberapa hari melalui denitrifikasi, jika tidak digunakan tanaman atau ganggang. Pemberian nitrogen bentuk nitrat banyak mengalami kehilangan nitrogen sebagai gas. Pada pupuk urea, lebih diutamakan ammonium fosfat (Taslim et al. 1989).

Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati. N berpengaruh terhadap susunan kimia tanaman. Bila pemberian N di bawah optimal, maka asimilasi ammonia menaikkan kadar protein dan pertumbuhan daun (dinyatakan dengan indeks luas daun). Bagi tanaman padi, pemupukan N menyebabkan panjang, lebar, dan luas daun bertambah, tetapi tebal daun menjadi berkurang (Siregar dan Marzuki 2011). Ketersediaan N bagi tanaman, khususnya bagi padi dapat kurang yang disebabkan oleh (a) rendahnya daya pasok N tanah (b) pupuk N anorganik yang diberikan tidak cukup dan (c) efisiensi pemakaian pupuk N rendah (kehilangan akibat volatilisasi, denitrifikasi, waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah, pencucian, dan aliran permukaan). Pasokan N tanah biasanya tidak mencukupi untuk mendukung hasil yang lebih tinggi dari varietas unggul sehingga kahat N umum terjadi di semua daerah utama padi. Tanggapan (respons) nyata hasil terhadap pupuk N diperoleh di hampir semua tanah sawah. Tanah kahat N merupakan tanah dengan kandungan bahan organik yang amat rendah (misal:


(33)

11 <0,5% C-organik, tanah bertekstur kasar dan masam), tanah yang miskin pasokan N alami (misal: tanah sulfat masam, salin, kahat P, sawah berdrainase buruk), dan tanah alkalin dan berkapur yang miskin bahan organic (Fairhurst et al. 2007).

Untuk meningkatkan produksi, umumnya petani memberikan pupuk terutama urea dan ZA dengan takaran yang cukup tinggi, mencapai 300 kg urea

dan 50−100 kg ZA ha-1. Bahkan pada beberapa daerah, takarannya mencapai 400−500 kg urea atau setara dengan 184−230 kg N ha-1. Padahal berdasarkan anjuran, N cukup diberikan 90−120 kg ha-1 atau setara dengan 200260 kg urea

ha-1, dimana dosis pemberian N lebih tinggi di musim kemarau dan lebih rendah di musim hujan (Taslim et al. 1989). Pemberian pupuk N yang berlebihan menyebabkan efisiensi pupuk menurun serta membahayakan tanaman dan lingkungan (Muurinen et al. 2006). Karena itu, mempertahankan kondisi tanaman dalam keadaan cukup hara N namun tidak berlebihan merupakan salah satu alternatif meningkatkan efisiensi pupuk N. Pupuk diberikan berdasarkan kandungan N dalam daun tanaman yang ditunjukkan oleh warna daun (Wahid 2003).

2.3 Metabolisme Nitrogen dalam Tanaman

Dari seluruh hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, nitrogen digunakan dalam jumlah terbesar sehingga paling sering membatasi pertumbuhan. Bentuk nitrogen yang tersedia dalam tanah merupakan bentuk anorganik (nitrat, amonium dan dinitrogen) dan organik (urea dan asam amino). Tanaman memiliki beberapa strategi untuk memperoleh nitrogen, mulai dari penyerapan nitrat hingga fiksasi nitrogen. Tanaman dapat menggunakan berbagai macam bentuk kimia N, mulai dari senyawa N anorganik sederhana seperti ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) ke bentuk N

polimer seperti protein (Crawford dan Glass 1998). NO3- dan NH4+ berfungsi

Gambar 2.1. Nitrat (NO3-) dalam sel. Nitrat secara aktif diangkut melintasi

membran plasma oleh proton symporter afinitas rendah dan afinitas tinggi. Dalam sel, nitrat direduksi menjadi amonium dan asam amino (1), effluks keluar dari sel (2), diambil dan disimpan di dalam vakuola (3) atau pindah dari sel ke sel dalam symplasm akar lalu dimuat ke dalam xilem dan ditransport ke tajuk (4).


(34)

12

sebagai sumber N untuk pertumbuhan tanaman. Kedua ion secara aktif diserap ke dalam sel-sel akar pada konsentrasi eksternal rendah.

Pengukuran influx menunjukkan adanya dua sistem transportasi afinitas tinggi (HATS) untuk NO3- (konstitutif dan induksi) dan satu HATS lainnya

untuk NH4+. Namun, secara umum diasumsikan bahwa di hampir semua

ekosistem, tanaman mengambil terutama NH4 + dan NO3-, daripada asam amino

atau bentuk lain N organik (Marschner 1986; Nacry et al. 2013). Dalam tanah nitrat adalah sumber nitrogen yang paling banyak. Nitrat juga berfungsi sebagai sinyal pertumbuhan tanaman pada metabolisme tanaman dan dengan menginduksi gen pada lintasan asimilasi nitrat (Gambar 2.1). Gen-gen ini mengkodekan transporter yang mengambil nitrat dari larutan tanah dan enzim nitrat reduktase (NR) dan nitrit reduktase (NIR), yang mengubah nitrat menjadi ammonium dalam sel (Crawford dan Glass 1998). Nitrat merupakan makronutrien penting dan juga bertindak sebagai sinyal untuk pertumbuhan tanaman, namun tingkat dalam larutan tanah dapat bervariasi tiga sampai empat kali lipat. Akibatnya, untuk menyerap nitrat tanaman memiliki sistem regulasi menggunakan transporter afinitas tinggi dan rendah.

Nitrat dan amonium diserap oleh tanaman melalui berbagai transporter yang terbagi dalam sistem transportasi afinitas tinggi (HATS) dan sistem transportasi afinitas rendah (LATS). HATS memediasi sebagian besar aktivitas serapan ketika konsentrasi N lebih rendah dari 1 mM, dan LATS bertanggung jawab atas penyerapan utama ketika konsentrasi N meningkat di atas 1 mM (Forde dan Clarkson 1999, Williams dan Miller 2001). Pada tumbuhan tingkat tinggi, transporter atau channel membran NO3- terdiriri atas lima famili, yaitu

NRT1, NRT2, CLC, ALMT dan SLAC1 (Forde 2000, Tsay et al. 2007, Geiger

et al. 2009, Gojon et al. 2009; Sasaki et al. 2010). Hanya famili NRT1 dan NRT2 yang berperan dalam serapan NO3- akar. Dua famili gen tersebut

memiliki peran berbeda dalam penyerapan nitrat dan tidak memiliki kesamaan sekuen. Dua famili gen transporter nitrat, Nrt1 dan Nrt2, telah diidentifikasi dimana masing-masing menyandikan LATS dan HATS untuk nitrat (Crawford dan Glass 1998, Forde 2000, Galvan dan Fernandez 2001). Anggota famili gen Amt1 menyandikan HATS untuk ammonium, yang terdiri dari lima anggota, AtAMT1.1, AtAMT1.2 dan AtAMT1.3 telah dipelajari secara rinci (Gazzarini

et al. 1999). Ketiga gen disajikan dalam akar, sementara hanya AMT1.1 dinyatakan dalam jumlah yang signifikan di daun (Gazzarini et al. 1999, Howitt dan Udvardi 2000). Setelah diserap ke dalam tanaman, nitrat direduksi menjadi nitrit dikatalisasi oleh nitrat reduktase (NR) kemudian menjadi amonium oleh nitrit reduktase (NIR) (Glass et al. 2002).

Selain nitrat, amonium juga merupakan sumber penting dari nitrogen bagi tanaman. Amonium diambil oleh sel tanaman melalui transporter amonium dalam membran plasma dan didistribusikan ke kompartemen intraseluler seperti kloroplas, mitokondria dan vakuola melalui transporter yang berbeda (Gambar 2.2) (Howwit dan Udvardi 2000).

Gen-gen yang terlibat dalam proses metabolisme nitrogen di dalam sel tanaman terpengaruh pada kondisi lingkungan nitrogen rendah. Menurut Lian

et al. (2006) terjadi beberapa respon awal bibit padi terhadap cekaman N rendah adalah: (1) terjadi proses down-regulated gen yang terlibat dalam


(35)

13

Gambar 2.2. Fluks amonium intraselular dalam sel tanaman. Panah menunjukkan arah fluks amonium, dengan panah tebal yang menunjukkan fluks dominan. Terjadi transportasi masuk dan keluar dari beberapa kompartemen sel tumbuhan: sitosol, plastid, mitokondria, vakuola dan simbiosome nitrogen sel bintil akar yang terinfeksi.

fotosintesis dan metabolisme energi, (2) up-regulated gen yang terlibat dalam respon awal terhadap cekaman biotik dan abiotik, sementara banyak terdapat

down-regulated gen lain yang responsif terhadap cekaman, (3) up dan down-regulated gen pengatur faktor transkripsi dan yang terlibat dalam sinyal transduksi, dan (4) gen yang terlibat dalam serapan N dan asimilasi menunjukkan sedikit respon terhadap cekaman N rendah. Ketika menghadapi kekurangan N, sebagai mekanisme adaptif, tanaman menghentikan aktivitas yang menggunakan hara dan energi seperti fotosintesis dan siklus TCA (tricarboxilic citrid acid) untuk bertahan hidup. Gen yang berperan dalam fotosintesis seperti protein dan enzim klorofil terekspresi pada akar. Hal ini menunjukkan bahwa cekaman N rendah pada tahap awal dirasakan oleh akar namun tidak mempengaruhi jaringan daun. Gen-gen up-regulated berperan dalam melindungi tanaman terhadap N rendah, sementara gen down-regulated

merupakan respon terhadap cekaman biotik dan abiotik sebagai salah satu strategi untuk bertahan hidup.

2.4 Pemuliaan untuk Toleransi terhadap Nitrogen Suboptimum

Cekaman biotik maupun abiotik sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Upaya perbaikan lingkungan untuk mencegah cekaman lingkungan membutuhkan biaya besar. Oleh karena itu, pengembangan varietas tanaman yang tahan atau toleran terhadap cekaman merupakan cara ekonomis dan efektif untuk mempertahankan hasil panen pada kondisi cekaman (Blum et al. 1985). Ceccarelli et al. (1998) menyatakan bahwa cara efektif meningkatkan produktivitas tanaman pada kondisi bercekaman adalah dengan menggunakan tanaman yang telah beradaptasi secara lokal dan diseleksi pada kondisi lingkungan target. Padi lokal memiliki kemampuan adaptif terhadap kondisi N rendah. Menurut Gebrekidan dan Seyoum (2006) pemberian N 60 kg


(36)

14

ha-1 merupakan dosis terbaik yang dapat diberikan pada tanaman padi lokal

untuk mendapatkan hasil tinggi. Dosis N tinggi justru menurunkan jumlah anakan dan jumlah gabah per malai pada padi lokal. Beberapa program penelitian untuk menghasilkan varietas toleran, terutama di N rendah, telah dilakukan terhadap gandum (Orloff et al. 2012), padi (Jian-feng et al. 2011), jagung (Onasanya et al. 2009), barley (Sinebo et al. 2004) dan lobak (Baloch et al. 2014).

Program pemuliaan yang selalu dilakukan di lingkungan suboptimum perlu dilakukan untuk mendapatkan galur-galur yang adapatif terhadap suatu lingkungan dan dapat mempertahankan hasil pada kondisi lingkungan tersebut. Seleksi dalam pemuliaan tanaman selama ini selalu dilakukan di lingkungan optimum unsur hara, termasuk N, sejak generasi awal dan baru dilakukan di lingkungan target bercekaman pada generasi lanjut (indirect breeding). Pendekatan ini dilakukan karena keragaman genetik dan heritabilitas hasil cenderung lebih rendah pada kondisi suboptimum (Weber et al. 2012). Akibatnya genotipe yang dihasilkan tidak adaptif terhadap lingkungan suboptimum karena gen-gen yang terfiksasi adalah gen-gen produktivitas yang jika ditanam pada kondisi suboptimum, gen-gen tersebut tidak terekspresi. Jika program pemuliaan langsung dilakukan di lingkungan target (direct breeding), lingkungan buatan dengan kondisi yang disesuaikan dengan lingkungan target, maupun dilakukan pada lingkungan bercekaman, akan mempermudah pemulia dalam melihat perbedaan antara genotipe yang peka dengan toleran (Vanuprasad et al. 2007). Pendekatan ini akan menghasilkan genotipe yang adaptif namun adaptasinya sempit karena hanya terbatas pada kondisi lingkungan asalnya.

Zhang et al. (2015) menemukan bahwa terdapat over ekspresi QTL pada kromosom 12 gen TOND1 (Tolerance of Nitrogen Deficiency) pada varietas padi indica Teqing pada kondisi N rendah. Over ekspresi gen tersebut pada tanaman transgenik menunjukkan biomass, konsentrasi N, total N tanaman, tinggi tanaman dan panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol dan hasil lebih tinggi pada berbagai dosis N rendah. Diperoleh bahwa gen TOND 1 dapat meningkatkan toleransi terhadap N rendah pada tanaman padi. Sebelumnya telah teridentifikasi beberapa QTL dari metode molekuler yang terkait dengan toleransi terhadap N rendah. Tong et al. (2006) mengidentifikasi 31 QTL pengendali tinggi tanaman, klorofil, dan hasil. Wang

et al. (2009) menyampaikan beberapa QTL terkait jumlah malai dan hasil pada kondisi N cukup dan N rendah.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa seleksi pada kondisi yang optimum tidak memiliki hasil baik dan stabil jika ditanam pada kondisi suboptimum (Mandal et al 2010; Weber et al. 2012). Gallais et al. (2008) dan (Anbessa et al. 2010) menunjukkan bahwa seleksi tidak langsung tersebut dapat lebih efisien daripada seleksi langsung. Menurut Brancourt-Hulmel et al.

(2005) program pemuliaan untuk lingkungan input rendah sebaiknya menggunakan lingkungan seleksi dengan input rendah pula untuk memaksimalkan kemajuan seleksi. Hal sebaliknya dinyatakan oleh van Oosterom dan Ceccarelli (1993) dimana seleksi di lingkungan yang subur merupakan metode seleksi yang efisien untuk mendapat genotipe tipe baru


(37)

15 untuk cuaca dingin dan masa berbunga pada kondisi cekaman lingkungan, dimana seleksi telah dimulai sejak generasi awal.

Karena karakternya yang mudah hilang dari tanah, kondisi kekurangan nitrogen (N) pada lahan pertanian sering terjadi. Hal ini mengganggu pertumbuhan tanaman khususnya tanaman padi pada fase vegetatif dan generatif tanaman dan menurunkan hasil. Oleh karena itu, dibutuhkan varietas baru yang mampu beradaptasi pada kondisi N rendah yang diperoleh melalui program pemuliaan khusus untuk merakit varietas tersebut. Pada umumnya, sebagian besar kultivar atau progeni dalam program pemuliaan dievaluasi pada kondisi N cukup bagi pertumbuhan tanaman untuk mencapai produktivitas tinggi dan kontrol keragaman lingkungan yang lebih efisien. Selain itu, karena penilaian perbedaan genotip antara kultivar dan turunan lebih mudah, maka heritabilitas dapat diduga dengan lebih akurat (Ceccarelli et al. 1998, Emede dan Alika 2012). Heritabilitas tinggi pada kondisi optimum dan rendah pada kondisi cekaman abiotik. Seleksi tidak langsung pada kondisi N rendah dan optimum lebih efisien dibandingkan seleksi langsung pada kondisi cekaman abiotik. Hibrida jagung toleran terhadap berbagai cekaman abiotik lebih efisien jika diseleksi pada kondisi optimum dan atau kondisi N rendah. Genotipe toleran N rendah sebaiknya diseleksi langsung pada kondisi N rendah (Weber

et al. 2012).

Kondisi N rendah disimulasikan dengan mengurangi aplikasi N sehingga tingkat stres N diduga moderat. Pemuliaan untuk kondisi N rendah cocok untuk penanaman barley di Canada dan pendekatan yang sama dapat diterapkan sebagai startegi seleksi untuk adaptasi luas (Anbessa et al. 2010). Furtini et al. (2014) menyeleksi 100 galur kacang untuk mendapatkan galur kacang dengan efisiensi penggunaan N yang tinggi dapat dilakukan pada kondisi cekaman atau tanpa cekaman. Disarankan seleksi untuk mendapat galur kacang pada lahan dengan N rendah sebaiknya dilakukan pada kondisi lingkungan seleksi N rendah pula. Menurut Emede dan Alika (2012) serta Mandal (2010) seleksi lebih efisien jika dilakukan pada kondisi N rendah untuk mendapat galur sesuai lingkungan target N rendah. Sebaliknya, menurut Gallais et al. (2008) lingkungan dengan input N rendah bukan merupakan lingkungan yang tepat untuk seleksi.


(38)

16

3

KERAGAAN DAN KERAGAMAN GALUR-GALUR

TANAMAN PADI PADA TIGA GENERASI DI

LINGKUNGAN NITROGEN SUBOPTIMUM

DAN OPTIMUM

Abstract

The program consists of the establishment of plant breeding population, selection, and evaluation of the selection results. The necessary genetic resources with the appropriate character formation of the population of interest. Local rice plants have been widely used as a genetic resource for their superiority to adapt to the environmental conditions of marginal or suboptimum. This study has been crossed rice varieties with the introduction of local rice to form a population and obtain promising lines adaptive to low N conditions. This study aims to look at the performance of the important characters rice strains in populations F3, F4 and F5 were derived from crosses

of local varieties and the introduction of rice. The study was conducted at Muara Experimental Farm Bogor, latosol soil types, from April to August 2012 (F3 generation) January-May 2013 (F4 generation), and from August to

December 2013 (F5 generation). Three F3 populations derived from crosses of

Bintang Ladang/US2, Gampai/IR77674, and Progol/Asahan and elders used as experimental material. Each population is planted in plots 2 m x 12 m, spacing of 20 cm x 20 cm, 3-5 seeds per hole. Urea was used 150 kg ha-1, SP36 100 kg ha-1 and 100 kg ha-1 KCl. Characters are observed were panicle length and the

panicle weight. A total of 300 plant samples were taken from each population. The results showed that there were variants of agronomic characters in three populations F3. For the generation F4, forwarded population Gampai/IR77674

and Progol/Asahan. Seeds from each population divided by two for mixed and planted in plots of 8 mx 8 m and per line with a length of 5 m, on two conditions of nitrogen were nitrogen suboptimum (34.5 kg N ha-1) and optimum

(138 kg N ha-1). The results showed a diversity of agronomic characters of three F3 populations tested. Broad sense heritability observed character is low

to high with the highest value in the population Progol/Asahan for the character panicle weight. Characters panicle length and panicle weight in the population Gampai/IR77674 were controlled by many genes and their gene action additives. Selection improve the character of the weight and number of filled grain panicle at F5 generation.


(39)

17 Abstrak

Program pemuliaan tanaman terdiri atas pembentukan populasi, seleksi, dan evaluasi hasil seleksi. Pembentukan populasi memerlukan sumber genetik dengan karakter yang sesuai tujuan pemuliaan. Varietas padi lokal telah banyak digunakan sebagai sumber genetik karena keunggulannya beradaptasi pada kondisi lingkungan marjinal atau suboptimum. Pada penelitian ini telah disilangkan varietas padi introduksi dengan varietas lokal untuk membentuk populasi dan mendapatkan galur harapan adaptif pada kondisi N rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan karakter penting galur-galur padi pada populasi F3, F4 dan F5 yang berasal dari persilangan varietas

lokal dan padi introduksi. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Muara Bogor, jenis tanah latosol, mulai April-Agustus 2012 (generasi F3),

Januari-Mei 2013 (generasi F4), dan Agustus-Desember 2013 (generasi F5). Tiga

populasi F3 berasal dari persilangan dari Bintang Ladang/US2,

Gampai/IR77674, dan Progol/Asahan dan tetua digunakan sebagai materi percobaan. Setiap populasi ditanam di petak berukuran 2 m x 12 m, jarak tanam 20 cm x 20 cm, 3-5 bibit per lubang. Urea digunakan 150 kg ha-1, SP36 100 kg ha-1 dan 100 KCl kg ha-1. Karakter yang diamati adalah panjang malai

dan bobot malai. Sebanyak 300 sampel malai diambil dari masing-masing populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada varian karakter agronomi dalam tiga populasi F3. Generasi F4 yang terpilih dan diteruskan adalah

populasi Gampai/IR77674 dan Progol/Asahan. Benih dari masing-masing populasi dibagi dua untuk dicampur dan ditanam di plot berukuran 8 m x 8 m dan per baris dengan panjang 5 m, pada dua kondisi nitrogen, yaitu nitrogen suboptimum (34.5 kg N ha-1) dan optimum (138 kg N ha-1). Hasil penelitian

menunjukkan terdapat keragaman karakter agronomi dari tiga populasi F3 yang

diuji. Heritabilitas arti luas karakter teramati tergolong rendah sampai tinggi dengan nilai tertinggi pada populasi Progol/Asahan untuk karakter bobot malai. Karakter panjang malai dan bobot malai pada populasi Gampai/IR77674 dikendalikan oleh banyak gen dan aksi gennya aditif. Seleksi meningkatkan karakter bobot malai dan jumlah gabah isi pada generasi F5.

Kata kunci: metode seleksi, padi, keragaman genetik, N suboptimum

3.1 Pendahuluan

Aplikasi pupuk nitrogen (N) berperan dalam pertumbuhan tanaman padi pada tahap vegetatif dapat meningkatkan hasil gabah karena dapat meningkatkan pasokan N gabah dan biomassa. Selain itu, pemberian N pada fase generatif juga penting dalam mencegah atau memperlambat penuaan daun sehingga dapat mempertahankan aktivitas fotosintesis selama pengisian gabah (Sui et al. 2013; Soplanit dan Nukuhaly 2012). Dosis 200 kg N ha-1 dapat meningkatkan hasil sampai dengan 100 kg ha-1 dibandingkan 100 kg N ha-1

pada tanaman padi sawah (Mei-hua et al. 2012). Hasil gabah dapat meningkat 58.14% dengan pemberian 138.5 kg N ha-1 dibandingkan dengan 96 kg N ha-1


(40)

18

(Kasniari dan Supadma 2007). Kekurangan N menyebabkan perkembangan tanaman padi terganggu seperti menurunnya klorofil daun dan berkurangnya jumlah anakan dimana akibatnya adalah penurunan bobot gabah dan hasil. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa ditemui adalah klorosis yang dimulai dari daun paling tua yang terletak paling bawah dari tanaman (Mghase

et al. 2011) dimana daun menjadi lebih pucat, hijau kekuningan dan mati (Fairhurst et al. 2007).

Kondisi lahan kurang N umum terjadi pada lahan pertanian karena N salah satunya di sebabkan intensitas penanaman padi sawah sehingga akan terangkut bersama panen, pencucian dan penguapan, karena nitrogen termasuk unsur yang mobil di dalam tanah (Fairhust et al. 2007; Huang et al. 2012; Choudhury dan Kennedy 2005; Sumarno 2006; Ismunadji dan Roechan 1988). Hasil analisis tanah terhadap lahan pertanian konvensional di Sragen, Jawa Tengah kandungan N-total tanah hanya 0.3% tergolong rendah (Nuryani et al. 2010). Hal yang sama terdapat pada lahan pertanian non-organik di tiga daerah sekitar kabupaten Magelang dengan N total rendah yaitu antara 0.17-0.22% (Utami dan Handayani 2003) dan di wilayah Bogor dengan N total rendah 0.2% (Suhartatik et al. 2007) dan 0.05% (Ikhwani 2013). Rendahnya N di lahan pertanian juga disebabkan kurangnya dosis N yang diberikan. Kondisi ini disebabkan masih terdapat petani dengan keterbatasan modal dan akses terhadap pupuk sehingga memberikan pupuk dengan dosis yang lebih rendah dari kebutuhan tanaman dan akibatnya produksi padi menjadi tidak optimal (Mghase et al. 2011; Patti et al. 2013).

Rendahnya kandungan N tanah menjadi tantangan bagi pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas khususnya tanaman padi yang dapat meningkatkan efisiensi nitrogen untuk meminimalisir akibat kehilangan N tanah dan meningkatkan serapan N (Zhao et al. 2012). Tanaman yang tidak terlalu tergantung pada pemberian pupuk N sangat penting untuk keberlanjutan pertanian. Dengan demikian, perlu terus dikembangkan varietas tanaman yang dapat menyerap cukup hara N dalam tanah dengan konsentrasi rendah (efisiensi serapan tinggi) serta tetap dapat memberikan hasil dengan menggunakan sejumlah N yang telah diserap tersebut atau memiliki efisiensi pemanfaatan tinggi (Lian et al. 2006).

Proses seleksi pada tahap pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul baru umumnya dilakukan pada lahan yang dipupuk dengan taraf optimum sampai dengan pengujian daya hasil lanjutan. Akibatnya, varietas unggul yang dihasilkan menjadi hanya adaptif pada lahan subur sehingga apabila varietas tersebut ditanam pada lahan yang kurang pupuk atau kurang subur maka hasilnya akan rendah (Murphy et al. 2005; Fess et al. 2011). Oleh karena itu, perlu diperoleh varietas padi yang toleran terhadap pemupukan rendah, salah satunya melalui kegiatan seleksi dan pengujian galur harapan padi pada lokasi dengan pemupukan rendah untuk menduga kemajuan genetik dari metode seleksi yang digunakan.

Metode seleksi yang umum digunakan pada tanaman padi adalah bulk dan metode seleksi pedigri (Susanto et al. 2003) untuk mendapatkan varietas dengan hasil gabah dan indeks panen tinggi (Kanbar et al. 2011). Penelitian ini akan mencoba membandingkan keragaan generasi awal padi yang menggunakan kedua metode seleksi pada kondisi lingkungan N suboptimum


(41)

19 dan N optimum. Pada generasi F3 diseleksi sebanyak tiga populasi pada kondisi

N rendah. Kemudian pada generasi F4 dan F5 diterapkan metode seleksi pedigri

dan modifikasi bulk dengan dua kondisi lingkungan seleksi, yaitu N suboptimum dan N optimum. Metode modifikasi bulk dilakukan dengan hanya memanen individu tanaman berpenampilan baik (Kanbar et al. 2011). Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh informasi metode seleksi yang tepat untuk menghasilkan galur harapan padi yang adaptif terhadap kondisi lingkungan N suboptimum atau galur harapan padi yang efisien N.

3.2 Metode

Penelitian dilaksanakan selama empat musim tanam. Skema tahapan penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Pada musim tanam pertama sampai musim tanam keempat, penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara Bogor. Jenis tanah latosol dan ketinggian tempat 240 mdpl.

3.2.1 Evaluasi Keragaan Generasi F3 dari Tiga Populasi Hasil Seleksi

pada Kondisi N Suboptimum

Materi yang digunakan adalah tiga kombinasi persilangan generasi F3

koleksi BB Padi, yaitu Gampai/IR77674, Progol/Asahan, dan Bintang Ladang/US2. Gampai, Progol, dan Bintang Ladang merupakan padi lokal dari daerah Jawa dan Sumatera. US2 dan IR77674 merupakan padi introduksi dari Jepang dan Filipina. Deskripsi varietas Asahan dan IR77674 berdasarkan Puslitbangtan (2009) dilampirkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Generasi F3 dari tiga kombinasi persilangan digunakan pada musim

tanam pertama yang dimulai pada bulan April – Juli 2012 di Kebun Percobaan Muara Bogor. Jenis tanah di lahan percobaan adalah latosol dengan ketinggian tempat 240 mdpl. Kandungan hara tanah telah diuji di laboratorium Balai Penelitian Tanah ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil analisis uji tanah lapang di KP. Muara

No Sifat tanah Nilai Kriteria (Hardjowigeno 2003)

1 C-org (%) 1.80 Rendah

2 N-total (%) 0.19 Rendah

3 C/N 9 Rendah

4 P2O5 HCl 25% (ppm) 144 Tinggi

5 P2O5 Bray I (ppm) 7.1 Rendah

6 K (me/100g) 0.47 Sedang

7 Mg (me/100g) 1.76 Sedang

8 Ca (me/100g) 7.88 Sedang

9 KTK (me/100g) 15.02 Rendah

10 pH 5.3 Masam

Penanaman menggunakan metode tanam pindah (transplanting) sampai bibit berumur 21 hari. Bibit ditanam 3-5 bibit perlubang, jarak tanam 20 cm x 20 cm, dengan luasan 2 m x 12 m, sehingga dalam 1 populasi terdapat


(1)

89 Lampiran 2. Deskripsi varietas IR77674 (Puslitbangtan 2009)

Asal persilangan : IR 19661-131-1-2/IR15795-199-3-3 introduksi IRRI

Golongan : cere (indica) Umur tanaman : 110-115 hari Bentuk tanaman : tegak

Tinggi tanaman : 95 cm Anakan produktif : banyak

Warna kaki : hijau

Warna batang : hijau

Warna daun telinga : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna

Warna daun : hijau

Muka daun : kasar

Posisi daun : tegak Daun bendera : tegak Bentuk gabah : ramping Warna gabah : kuning bersih

Kerontokan : sedang

Kerebahan : tahan

Rasa nasi : pulen

Kadar amilosa : 16% Rataan hasil : 6.0 t/ha

Ketahanan terhadap hama : tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2, wereng hijau, wereng punggung putih

Ketahanan terhadap

penyakit : tahan blas (Pyricularia oryzae), bakteri hawar daun, dan tungro

Keterangan : baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah kurang dari 500 mdpl pada musim hujan di daerah iklim kering


(2)

90

Lampiran 3. Deskripsi varietas padi Inpari 13, Inpari 23, Inpari 33 dan Ciherang

Deskripsi Varietas Inpari 13 Inpari 23 Inpari 33 Ciherang Bentuk beras Panjang dan

ramping

Gemuk/ lonjong

Panjang dan ramping

Panjang dan ramping

Bentuk tanaman Tegak Tegak Tegak Tegak

Tektur nasi Pulen Pulen Pulen Pulen

Kadar amilosa 22,40% 17% 23.42% 23%

Rata-rata hasil 6.59 t/ha 6.9 t/ha 6.6 t/ha 6.0 t/ha Potensi hasil 8.0 t/ha 9.2 t/ha 9.8 t/ha 8.5 t/ha Umur tanaman 103 hari 113 hari 107 hari 116-125 hari

Tinggi tanaman 101 cm 112 cm 93 cm 107-125 cm

Jumlah anakan produktif

17 batang 16 batang 18 batang 14-17 batang Ketahanan

terhadap hama wereng

Tahan hama wereng biotipe 1, 2 dan 3

Tahan hama wereng biotipe 1, agak tahan 2 dan 3

Tahan hama wereng biotipe 1, 2 dan 3

Tahan hama wereng biotipe 2


(3)

91 Lampiran 4. Data kelembaban, penguapan, penyinaran matahari dan angin

sejak tahun 2012 sampai 2014

TAHUN LEMBAB NISBI (%)

PENGUAPAN PENYINARAN ANGIN 2012 WAKTU PERAMATAN MATAHARI KEC.ANGIN

07.00 13.00 18.00 RT2 Lama Intenst BULAN % cal/m² JAN 93 78 83 86 3 28.6 223 4.6 PEB 96 70 84 87 4.8 57.2 254 3.7 MAR 90 65 76 80 5.0 54.8 240 5.3 APR 95 67 87 86 4.1 60.8 257 3.9 MEI 95 65 84 85 4.5 75.3 254 4.0 JUN 94 59 78 81 4.2 78.1 253 3.7 JUL 92 58 75 79 4.3 63.4 272 4.2 AGS 89 50 67 74 5.4 88.5 317 4.5 SEPT 90 50 73 76 5.6 90.9 355 4.5 OKT 91 57 85 81 5.6 76.4 356 4.4 NOP 90 67 92 85 4.7 58.1 315 3.5 DES 93 68 86 85 4.1 49.5 201 3.7

JML 1109 755 970 986 55.3 781.5 3297 50.0 RATA2 92 63 81 82 4.6 65.1 274.75 4.2

2013

JAN 95 78 86 88 3.4 19.4 223 3.9 PEB 93 69 84 82 4.3 36.9 254 4.4 MAR 93 64 85 84 4.5 48.3 240 3.8 APR 95 66 86 85 4.4 44.1 257 3.6 MEI 95 64 87 85 3.9 47.0 254 3.6 JUN 94 61 80 80 3.8 48.3 253 3.0 JUL 96 66 82 85 3.6 48.8 272 3.3 AGS 95 64 87 85 5.4 86.3 317 3.6 SEPT 92 57 81 78 5.4 86.0 355 3.8 OKT 91 57 82 80 5.6 86.9 356 3.5 NOP 90 62 80 78 4.5 62.1 315 2.1 DES 90 72 87 85 4.0 44.1 201 1.1

JML 1118.1 783.0 1007.9 996.0 52.8 658.3 3297.0 39.8 RATA2 93 65 84 83 4.4 54.9 274.8 3.3

2014 JAN 95 79 89 89 3.0 27.0 214 3.0 PEB 96 78 86 89 3.3 29.0 233 7.0 MAR 95 69 88 87 4.0 51.0 298 8.0 APR 94 63 87 85 4.4 72.0 322 10.0 MEI 95 64 87 85 4.5 71.0 277 8.0 JUN 94 63 80 83 3.8 66.0 299 8.0 JUL 94 62 82 83 4.2 70.0 297 7.0 AGS 94 57 76 80 4.9 91.0 357 8.0 SEPT 89 48 65 73 5.9 95.0 383 8.4 OKT 88 49 74 75 6.0 84.0 375 9.8 NOP 91 61 88 83 4.5 64.0 310 10.2 DES 90 65 84 82 4.2 45.0 291 8.7

.

JML 1116.5 759.2 984.5 994.2 52.7 765.0 3656.2 96.1 RATA2 93.0 63.3 82.0 82.8 4.4 63.8 304.7 8.0


(4)

92

Lampiran 5. Curah hujan, suhu maksimum dan suhu minimum bulanan sejak tahun 2012 sampai 2014

Lampiran 6. Hasil enam varietas cek padi pada lingkungan produksi N optimum dan N suboptimum pada MT 4

Varietas Lingkungan produksi N optimum N suboptimum

IR77674 5173 4598

Asahan 4539 4317

Ciherang 4293 3924

Inpari 6 5260 4853

Inpari 23 5366 5563


(5)

93 Lampiran 7. Kuadrat tengah hasil varietas cek padi pada

lingkungan produksi N optimum dan N suboptimum pada MT 4

Sumber

keragaman db

Lingkungan Produksi N optimum N Suboptimum

Blok 2 4.9x 105tn

1.0 x 106tn 4.8 x 105

3.2 x 105tn 1.4 x 106tn 5.4 x 105

Cek 5

Galat 10

KK(%) 14.6 16.5

tn = tidak nyata pada taraf 5%

Lampiran 8. Kuadrat tengah analisis gabungan karakter hasil dan hasil varietas cek padi pada lingkungan produksi N optimum dan suboptimum pada MT 4

Sumber keragaman Umur berbunga Tinggi tanaman Jumlah anakan produktif Bobot 1000 butir Jumlah Gabah Isi Hasil

Urea 1.8* 313.9* 117.0* 0.00 110.8 7.1x105

Blok(Urea) 10.8* 284.0* 69.1* 0.01 199.1 4.0x105

Cek 14.2* 232.8* 19.2 0.07 325.8 23.0x105*

Cek * Urea 0.4 23.6 8.8 0.07 306.2 1.0x105

KK(%) 0.7 4.3 28.2 13.9 15.5 15.5x105

* Nyata pada taraf 5%

Lampiran 9. Suhu kritis bagi pertumbuhan tanaman padi Fase

pertumbuhan

Suhu kritis (oC)

Rendah Tinggi Optimum

Perkecambahan 16-9 45 18-40

Pertumbuhan bibit

12 35 25-30

Pertumbuhan akar

16 35 25-28

Pertumbuhan jumlah anakan

9-16 33 25-31

Inisiasi malai 15 - -

Pertumbuhan malai

15-20 30 -

Antesis 22 35-36 30-33

Pemasakan 12-18 >30 20-29


(6)

94

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan sebagai anak keempat dari empat bersaudara di Karawang, tanggal 25 Mei 1981 dari ayah Achmad Mudzakkir Fagi dan ibu Aniek Tuti Rochiani. Pada tahun 1999 penulis lulus SMU Negeri 1 Bogor dan masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan (USMI) pada jurusan Budidaya Pertanian, program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian, IPB sebagai angkatan 36. Penulis menyelesaikan program sarjana pada tahun 2003, yang kemudian menjadi CPNS tahun 2004 di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Penulis menikah dengan Yudi L.A. Salampessy dan dikaruniai dua orang putra bernama Yusran Mirqalam Ririsow Salampessy (lahir tahun 2005) dan Manaf Imam Kunuwa Salampessy (lahir tahun 2008), serta seorang putri Malika Nusa Habibah Salampessy (lahir tahun 2012).

Pada tahun 2008, penulis melanjutkan program pendidikan S2 dengan beasiswa dari SEAMEO-SEARCA Graduate School, Filipina pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana, IPB dan meraih gelar Magister Sains tahun 2010. Selanjutnya, pada tahun 2011-2016, penulis melanjutkan pendidikan S3 pada mayor yang sama, dengan beasiswa dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.