60 tidak terbuang dan populasi lebih mengarah ke suatu karakter yang diinginkan
Acquaah 2007. Pada metode pedigri, seleksi dan penggaluran dari genotipe yang diinginkan sudah dilakukan sejak generasi awal
Miladinović et al. 2011; Asadi et al. 2004.
Metode modifikasi bulk dan pedigri telah dilakukan terhadap generasi F
3
sampai F
5
di lingkungan N rendah N suboptimum dan N optimum. Kemudian galur-galur terpilih generasi F
6
, ditanam pada kondisi N suboptimum dan N optimum. Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas
metode dan lingkungan seleksi untuk menghasilkan galur harapan padi yang mampu beradaptasi pada kondisi nitrogen suboptimum.
6.2 Metode
Percobaan dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2014 di Kebun
Percobaan Muara, Bogor. Jenis tanah latosol dan ketinggian tempat 240 mdpl. Data analisis tanah ditampilkan pada Tabel 6.1. Materi yang digunakan adalah
F
6
berasal dari kombinasi GampaiIR77674 dan ProgolAsahan. Masing- masing kombinasi diseleksi menggunakan metode seleksi pedigri dan
modifikasi bulk MBM di lingkungan optimum dan suboptimum N dari F
4
sampai F
5
. Jumlah galur yang digunakan pada generasi F
6
dari masing-masing metode dan lingkungan seleksi adalah 43 galur atau sebanyak 344 galur dari
kedua lingkungan seleksi dan kedua metode, ditanam pada kondisi N suboptimum dan optimum, sehingga terdapat total 688 satuan percobaan.
Percobaan ini menggunakan rancangan augmented. Perlakuan galur tidak diulang dan pengulangan hanya diberlakukan bagi cek. Cek yang digunakan
adalah Gampai, IR77674, Progol, Asahan, Ciherang, Inpari 6, Inpari 23, Inpari 33. Setiap galur ditanam 1 bibit per lubang berumur 21 hari setelah semai pada
plot berukuran 1.5 m x 2 m, jarak tanam 20 cm x 20 cm.
Tabel 6.1. Hasil analisis tanah MT 4, KP Muara Bogor No
Sifat tanah Nilai
Kriteria 1
C-org 1.79
Rendah 2
N-total 0.17
Rendah 3
CN 11
Sedang 4
P
2
O
5
HCl 25 ppm 222
Sangat tinggi 5
P
2
O
5
Bray I ppm 8.8
Sangat rendah 6
K me100g 0.49
Sangat rendah 7
Mg me100g 2.02
Sedang 8
Ca me100g 11.11
Tinggi 9
KTK me100g 15.18
Rendah 10
pH 5.4
Masam Pada lahan kondisi N optimum, pupuk yang diberikan adalah Urea, SP-
36 dan KCl dengan dosis berturut-turut sebesar 300 kg ha
-1
, 100 kg ha
-1
dan 100 kg ha
-1
. Sedangkan pada lahan kondisi suboptimum N, pupuk yang diberikan adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebanyak
61 75 kg ha
-1
, 100 kg ha
-1
dan 100 kg ha
-1
. Hama penyakit dikendalikan sesuai pedoman IRRI 2003. Peubah jumlah anakan produktif, bobot malai, jumlah
gabah isi per malai, bobot 100 butir, dan hasil gabah diamati dari 15 tanaman contoh. Data dianalisis menggunakan software SAS 9, Microsoft Excel 2013,
dan Minitab 16.
Indeks toleransi dihitung dengan rumus berikut ini Sundari et al. 2005; Hosseini et al. 2012; Khokhar et al. 2012
. Indeks toleransi N rendah IT =
MP Hasil rata-rata = GMP Hasil rata-rata geometri =
Penentuan Kriteria toleransi Toleran : IT 1, MP dan GMP rata-rata;
Peka : IT 1, MP dan GMP rata-rata;
Moderat : IT, MP dan GMP tidak mengikuti pola toleran dan peka
6.3 Hasil dan Pembahasan
Kondisi cuaca selama masa pertumbuhan tanaman sangat penting karena dapat mempengaruhi keragaan hasil gabah tanaman padi. Gambar 6.1
menunjukkan penurunan curah hujan mulai april sampai Juli 2014, dan meningkat lagi pada Agustus 2014 saat masa panen. Pada awal tanam yaitu
April 2014, suhu rata-rata minimum dan maksimum berturut-turut adalah 23
o
C
Gambar 6.1. Kondisi curah hujan dan suhu bulanan pada MT 2014
62 dan 32.3
o
C. Sepanjang masa tanam sampai panen suhu tidak mengalami perubahan yang signifikan, masih berkisar antara 20 sampai 30
o
C. Berdasarkan FAO 2005 yang ditunjukkan pada Lampiran 9, suhu minimum dan
maksimum yang optimum pada masa pembungaan adalah 30-33
o
C dan pada suhu pada masa pematangan adalah 20-29
o
C. Suhu tersebut masih merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman padi.
6.3.1 Keragaan Galur-Galur Hasil Seleksi Asal Metode dan Lingkungan
Seleksi
Rekapitulasi data karakter tanaman yang diamati berdasarkan perbedaan asal metode dan lingkungan seleksi dari kedua kombinasi
persilangan, dapat dilihat pada Tabel 6.2. Rata-rata umur berbunga galur yang ditanam di N- lebih genjah 3 hari dari yang di N+, yaitu 80.8 HST dibanding
83.6 HST. Galur yang diseleksi baik pada lingkungan seleksi N- maupun N+ dengan metode seleksi berbeda tidak menunjukkan perbedaan umur bunga saat
kemudian ditanam pada kondisi lingkungan N- dan N+.
Umur berbunga galur yang berasal dari metode pedigri di lingkungan seleksi N- dan N+ menunjukkan nilai yang sama saat ditanam kembali pada
kedua kondisi lingkungan N tersebut. Hal yang sama juga terlihat pada karakter warna daun dimana kehijauan daun antara lingkungan seleksi tidak
menunjukkan perbedaan skor. Umur berbunga dari galur-galur hasil seleksi bulk di lingkungan N- sedikit lebih cepat dibandingkan galur dari hasil seleksi
di N+ baik yang ditanam pada kondisi N- maupun N+, meskipun galur yang ditanam pada kondisi N- berbunga lebih cepat 1-2 hari dari galur yang ditanam
di N+. Hal yang sama juga terlihat pada karakter lain, seperti tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan hasil. Namun jumlah anakan dan hasil antara
kedua lingkungan seleksi N- dan N+ menjadi sama jika ditanam pada kondisi N+.
Tinggi tanaman di N+ lebih tinggi hingga 9 cm 103.9 cm dibandingkan rata-rata tanaman di N- 112.2 cm. Galur hasil seleksi di N+
secara pedigri lebih tinggi dibandingkan galur yang diseleksi secara pedigri di N- jika ditanam di kedua lingkungan. Rata-rata galur yang diseleksi secara bulk
lebih tinggi dibandingkan hasil seleksi pedigri. Kehijauan daun antara galur dari lingkungan seleksi tidak berbeda saat ditanam pada kondisi N- maupun
N+, dimana saat ditanam di N-, galur menunjukkan skor hijau daun 3.2-3.3 dan setelah ditanam di N+ skor hijau daun menjadi 3.67 dan 3.69. Warna daun juga
tidak berbeda antara kedua metode seleksi. Galur yang ditanam di N+ skor 3.7 lebih hijau dibandingkan yang ditanam di N- skor 3.3.
Karakter jumlah anakan produktif di N+ lebih tinggi, dimana selisih jumlah anakan produktif di N- dan N+ mencapai dua anakan. Jumlah anakan
produktif dan hasil gabah menunjukkan hal yang menarik. Galur-galur yang berasal dari lingkungan seleksi N- saat ditanam di kondisi N- memiliki jumlah
anakan lebih banyak, 8.65 anakan, daripada galur-galur yang berasal dari lingkungan seleksi N+ jika ditanam pada kondisi tersebut, yaitu 7.70 anakan.
Jika galur-galur tersebut ditanam pada kondisi N+, jumlah anakan meningkat 2 anakan. Galur yang berasal lingkungan seleksi N- masih memiliki jumlah
anakan yang lebih tinggi 10.05 anakan jika ditanam di N+, dibandingkan yang berasal dari lingkungan seleksi N+ 9.95 anakan. Jumlah gabah isi dan
63 Tabel 6.2. Rata-rata karakter galur dari kombinasi GampaiIR77674
dan ProgolAsahan hasil seleksi di lingkungan N dari metode seleksi pedigri dan bulk, pada kondisi N- dan N+
pada MT4
Lingkungan seleksi
Lingkungan tanam Metode seleksi
N- N+
Umur berbunga HST
N- Pedigri
80.9 82.3
Bulk 80.7
83.9 N+
Pedigri 80.6
83.5 Bulk
81.1 84.9
Rata-rata 80.79
83.65
Tinggi tanaman cm
N- Pedigri
101.33 109.87
Bulk 104.46
112.94 N+
Pedigri 102.68
110.29 Bulk
107.34 115.68
Rata-rata 103.95
112.19
BWD Skor
N- Pedigri
3.3 3.7
Bulk 3.3
3.7 N+
Pedigri 3.4
3.7 Bulk
3.2 3.7
Rata-rata 3.3
3.7
Jumlah anakan produktif
N- Pedigri
8.9 10.2
Bulk 8.1
10.6 N+
Pedigri 8.4
10.5 Bulk
7.7 10.2
Rata-rata 8.25
10.37
Panjang malai cm
N- Pedigri
25.20 25.39
Bulk 26.05
26.10 N+
Pedigri 25.45
25.90 Bulk
26.90 26.55
Rata-rata 25.90
25.98
Bobot malai g
N- Pedigri
3.55 3.75
Bulk 3.8
3.85 N+
Pedigri 3.84
4.05 Bulk
4.05 3.96
Rata-rata 3.81
3.90
Jumlah gabah isi per malai
N- Pedigri
114 117
Bulk 118
114 N+
Pedigri 119
120 Bulk
126 116
Rata-rata 119.4
116.8
Bobot 100 butir g
N- Pedigri
2.7 2.7
Bulk 2.8
2.8 N+
Pedigri 2.8
2.8 Bulk
2.78 2.78
Rata-rata 2.77
2.77