33 efektivitas metode pedigri dan single seed descent SSD dan diketahui bahwa
kedua metode sama efektif untuk mendapatkan galur berdaya hasil tinggi dan seleksi dilakukan pada generasi lanjut karena heritabilitas karakter hasil dan
komponen hasil yang diamati rendah.
Jumlah tanaman yang diseleksi bulk lebih sedikit karena hanya dipilih 100 tanaman dengan penampilan baik yang kemudian di bulk untuk ditanam di
musim 3 sebagai generasi F
5
. Hasil seleksi pedigri ditanam per nomor atau per tanaman yang dipilih sehingga mencapai 150 galur lagi pada musim ke-3.
Tanaman yang diseleksi pada musim ke-3 lebih sedikit karena diharapkan mendapat tanaman yang lebih baik dari galur-galur pilihan dari musim
sebelumnya MT2. Persilangan GampaiIR77674 dan ProgolAsahan diseleksi tidak lebih dari 200 tanaman. Sedangkan pada seleksi bulk tetap dipilih
sebanyak kurang lebih 100 tanaman dari pertanaman benih panen bulk MT 2.
Pada F
4
, kedua kombinasi persilangan memiliki bobot malai per rumpun lebih besar pada kondisi lingkungan N+ dibandingkan di N-.
Sedangkan jika dilihat dari metode seleksi, metode pedigri memiliki bobot malai per rumpun yang lebih besar dibandingkan bulk. Bobot malai individu
generasi F
4
GampaiIR77674 berkisar antara 3-6 gram per malai. ProgolAsahan memiliki bobot malai rendah mencapai 2 gram. Rata-rata bobot
malai hasil bulk masih lebih rendah dari pedigri dengan berat di bawah 3 gram sedangkan bobot malai F
5
lebih tinggi dari F
4
, baik dari bulk maupun pedigri di kedua lingkungan nitrogen. Kombinasi GampaiIR77674 bobot malai per
rumpun lebih besar dari ProgolAsahan, di kedua lingkungan nitrogen. Data pada MT 3 juga menunjukkan hal yang sama, dimana hasil seleksi pedigri
lebih tinggi dari bulk dan pertanaman di N+ lebih tinggi dari N-.
Rata-rata panjang malai pada kedua generasi di N- berkisar antara 27- 28 cm sedangkan di N+ lebih panjang hingga mencapai 29 cm. Panjang malai
kombinasi ProgolAsahan masih lebih rendah dibandingkan GampaiIR77674. Pada generasi F
4
rata-rata jumlah gabah isi GampaiIR77674 baik pedigri N- dan N+ mencapai 100 butir, namun ProgolAsahan hanya berkisar 50-60 butir
saja. Jumlah gabah F
5
meningkat menjadi lebih dari 120 butir permalai di kedua persilangan, baik melalui bulk maupun pedigri dan di kedua lingkungan
N. Untuk karakter bobot 100 butir populasi GampaiIR77674 hasil seleksi
modifikasi bulk memiliki bobot lebih tinggi dibandingkan metode dan lingkungan seleksi lainnya. Pada populasi ProgolAsahan seluruh metode,
kecuali pedigri pada kondisi N+, bobot 100 butir tidak berbeda nyata. Jumlah anakan produktif tanaman GampaiIR77674 berkisar antara 9-10 anakan di N-
pada F4 pedigri dan bulk mencapai 14 anakan. Pada F
5
jumlah anakan rata rata menurun menjadi 8 anakan. Kombinasi ProgolAsahan rata-rata anakan lebih
rendah berkisar antara 7-8 anakan, baik di F
4
maupun F
5
, di kedua lingkungan nitrogen. Untuk karakter tinggi tanaman, rata-rata tinggi tanaman di atas 100
cm. Tanaman lebih tinggi yang ditanam di lingkungan N+. Karakter tinggi tanaman, umur berbunga dan bobot 1000 butir merupakan karakter yang dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi karena berpengaruh positif nyata dan langsung terhadap hasil Jambhulkar dan Bose 2014. Pada generasi F
5
seluruh karakter dari populasi GampaiIR77674 maupun ProgolAsahan dan metode
34 Tabel 3.11. Rata-rata beberapa karakter generasi F
5
dari kombinasi persilangan GampaiIR77674 dan ProgolAsahan dengan metode modifikasi bulk
dan pedigri pada lingkungan produksi N suboptimum N- dan N optimum N+
Populasi N-
N+ Pedigri
KK Bulk
KK Pedigri
KK Bulk
KK Tinggi tanaman
GampaiIR77674 101.1c
6.9 97.6d
11.7 105.1b
7.8 111.8a
6.6 ProgolAsahan
110.6d 11.4
115.0c 8.7
120.7b 9.9
126.3a 10.9
Jumlah anakan produktif GampaiIR77674
8.6c 25.1
7.5d 17.8
9.8a 27.3
8.8b 18.8
ProgolAsahan 7.2b
29.2 7.3b
23.3 8.4a
29.6 7.3b
39.6 Bobot malai
GampaiIR77674 4.2b
20.6 3.7c
21.4 4.6a
20.3 4.8a
16.7 ProgolAsahan
4.7b 25.9
4.5b 65.5
4.6b 28.1
5.3a 22.6
Panjang malai GampaiIR77674
27.6c 8.0
26.5d 8.4
28.7b 7.6
29.8a 6.9
ProgolAsahan 27.8a
9.3 26.1b
8.8 28.3a
8.6 27.4a
9.2 Jumlah gabah isi per malai
GampaiIR77674 128.8c
24.6 116.8d
22.2 135.9b
25.2 150.4a
20.4 ProgolAsahan
120.0b 32.2
95.5c 33.0
122.9b 31.1
141.3a 27.9
Bobot malai per rumpun GampaiIR77674
26.7b 30.5
21.1c 17.6
32.2a 30.1
31.1a 19.0
ProgolAsahan 24.4a
31.4 22.4b
24.2 26.2a
39.4 28.4a
40.4 Bobot 100 butir
GampaiIR77674 2.6b
11.0 2.8a
8.9 2.7b
10.8 2.8a
10.6 ProgolAsahan
2.9a 15.2
2.9a 12.0
2.7b 10.5
2.9a 11.1
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 5
modifikasi bulk maupun pedigri menunjukkan nilai lebih tinggi pada kondisi lingkungan N+ Tabel 3.11. Pada populasi GampaiIR77674 tinggi tanaman
lebih pendek dibandingkan ProgolAsahan pada kedua lingkungan produksi. Hal ini mungkin disebabkan adanya pengaruh tetua Gampai yang pendek dan
lebih dominan terhadap IR77674. Karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi lebih tinggi pada GampaiIR77674. Seleksi dengan metode
pedigri lebih tinggi dan malai panjang dibandingkan metode modifikasi bulk. Modifikasi bulk menghasilkan populasi dengan bobot malam per rumpun lebih
tinggi. Untuk karakter bobot 100 butir populasi GampaiIR77674 dari hasil modifikasi bulk memiliki bobot lebih tinggi dibandingkan hasil pedigri di
kedua lingkungan produksi N- dan N+. Pada populasi ProgolAsahan seluruh metode, kecuali pedigri pada kondisi N+, bobot 100 butir tinggi dan tidak
berbeda nyata. 3.3.5 Penambahan Bobot Malai Dua Populasi dari Ketiga Generasi
Bobot malai utama digunakan sebagai karakter yang digunakan pada generasi F
3
untuk menentukan galur yang diteruskan pada generasi selanjutnya.
35 Jika diamati sejak generasi F
3
terlihat bahwa rata-rata bobot malai meningkat dari F
3
ke F
5
pada kondisi N suboptimum Gambar 3.9. Bobot malai pada F
4
menurun dari F
3
baik dari populasi kombinasi GampaiIR77674 maupun ProgolAsahan. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan faktor lingkungan
dibandingkan faktor genetik tanaman sehingga kedua populasi menunjukkan bobot yang sama menurun. Pengaruh faktor lingkungan yang tinggi dapat
dilihat dari nilai koefisien keragaman yang tinggi KK untuk karakter bobot malai Tabel 3.10 dan Tabel 3.11.
Gambar 3.9. Rata-rata bobot malai utama pada generasi F
3
, F
4
dan F
5
dari populasi GampaiIR77674 dan ProgolAsahan
3.4 Simpulan
1. Terdapat keragaman karakter agronomi dari tiga populasi F
3
yang diuji. 2.
Heritabilitas arti luas karakter teramati tergolong rendah sampai tinggi dengan nilai tertinggi pada populasi ProgolAsahan untuk karakter bobot
malai pada kondisi N suboptimum. 3.
Terdapat jumlah gen dan aksi gen yang berbeda yang mengendalikan karakter panjang malai dan bobot malai pada ketiga populasi pada kondisi N
suboptimum 4.
Karakter panjang malai dan bobot malai pada populasi GampaiIR77674 dikendalikan oleh banyak gen dengn aksi gen aditif.
5. Seleksi meningkatkan nilai tengah karakter bobot malai pada generasi F
5
d
d
36
4 HASIL DAN KOMPONEN HASIL PADA DUA
LINGKUNGAN PRODUKSI DARI GALUR HASIL SELEKSI MODIFIKASI BULK DI DUA
LINGKUNGAN SELEKSI
Abstract
Selection approach is important in breeding especially for developing tolerant plant for sub-optimum area. One of the important issues is to develop new lines
with nitrogen efficiency in sub-optimum production environments. This experiment studied the effects of different nitrogen selection environments of
early generations using modified bulk method on performance of advanced rice lines, at different nitrogen production conditions. Two cross-combination
populations were fixed and screened from F
3
to F
5
under sub optimum and optimum conditions by applying nitrogen rate of 34.5 kg ha
-1
and 138 kg ha
-1
, respectively. The selections were done using modified bulk method. The F
6
generation was evaluated at Muara Experimental Farm in Bogor, in the dry season DS 2014 under production environments representing sub-optimum
and optimum condition utilizing the same nitrogen rate mention above. The augmented design with three replications was set up for the evaluation. Result
showed that there was no significant difference between the population average of the lines on sub-optimum and optimum selection conditions for
panicle weight and weight of 100 grains under sub-optimum and optimum nitrogen production production environments. GampaiIR77674 produce
higher yield potential lines than ProgolAsahan. Bulk modification method with sub-optimum N environment and optimum selection can be used to obtain lines
that tolerant to sub-optimum N conditions. Keywords: rice, selection, low input nitrogen, optimum, suboptimum
Abstrak
Seleksi dalam pemuliaan tanaman dilakukan untuk mengembangkan tanaman toleran untuk wilayah sub-optimal. Salah satu isu penting adalah untuk
mengembangkan galur baru dengan efisiensi nitrogen pada lingkungan produksi sub-optimal. Penelitian ini mempelajari pengaruh dari lingkungan
seleksi nitrogen yang berbeda sejak generasi awal dengan metode seleksi modifikasi bulk pada lingkungan produksi dengan kondisi nitrogen yang
berbeda. Dua populasi persilangan diseleksi mulai dari F3 sampai F5 dalam kondisi nitrogen suboptimum dan optimum dengan menerapkan dosis nitrogen
berturut-turut 34.5 kg ha
-1
dan 138 kg ha
-1
. Seleksi dilakukan dengan menggunakan metode bulk dimodifikasi. Generasi F6 dievaluasi di Kebun
Percobaan Muara di Bogor, pada musim kemarau MK 2014 pada lingkungan produksi suboptimum dan optimum kondisi dengan tingkat nitrogen yang sama
37 di atas. Rancangan yang digunakan adalah augmented dengan tiga ulangan
untuk varietas cek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata galur pada kondisi suboptimum dan optimal
pilihan untuk bobot malai dan bobot 100 butir di bawah sub produksi nitrogen lingkungan produksi suboptimum dan optimum. Kombinasi persilangan
GampaiIR77674 menghasilkan galur dengan potensi hasil lebih tinggi dibandingkan ProgolAsahan. Metode modifikasi bulk dengan lingkungan
seleksi N suboptimum maupun optimum dapat digunakan untuk mendapatkan galur toleran terhadap kondisi N suboptimum.
Kata kunci: padi, metode seleksi, nitrogen rendah, suboptimum, optimum
4.1 Pendahuluan
Hasil panen padi dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, lingkungan, dan interaksi antara varietas dengan lingkungan seperti
ketersediaan unsur hara, hama penyakit, cuaca dan iklim. Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian dosis
pupuk urea pada tanaman padi sawah mempengaruhi hasil Abdulrachman et al. 2009. Kondisi lahan kurang N umum terjadi di semua daerah Fairhust et
al. 2007 disebabkan sifat N yang mudah hilang akibat volatilisasi, denitrifikasi, waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah, pencucian,
aliran permukaan, dan diserap oleh tanaman Lin et al. 2012; Choudhury dan Kennedy 2005. Penggunaan pupuk N di seluruh dunia meningkat dalam 4
dekade terakhir untuk meningkatkan produksi padi Hirel et al. 2007. Mudahnya akses bagi para petani padi dan subsidi pemerintah terhadap pupuk
urea, mempermudah petani mendapatkannya. Hal ini mulai meresahkan karena dampak N yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan makhluk hidup
terutama manusia unsustainable agriculture Fess et al. 2011. Oleh karena itu, varietas padi yang efisien dalam penggunaan N sangat dibutuhkan.
Beberapa penelitian yang ada sekarang ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi N pada varietas padi yang sudah ada sebab belum ada varietas yang
khusus dirakit untuk efisien N atau adaptif terhadap lingkungan N rendah. Genotipe efisien dapat tumbuh dan mempertahankan produktivitas pada
kondisi N rendah atau N suboptimum melalui mekanisme morfologi mapun fisiologi Chen et al. 2012; Rengel 2000. Salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap efisiensi hara nitrogen pada budidaya padi sawah adalah varietas padi yang ditanam karena tidak semua varietas padi memiliki respon yang sama
terhadap pupuk N. Kemampuan varietas padi Cina yaitu Wuyunjing 23 W23 dan Zhendao 11 Z11 dalam menyerap N pada stadia awal dapat menurunkan
kehilangan N di lahan Chen et al. 2015.
Kemampuan efisiensi N varietas-varietas padi yang sudah ada perlu diketahui untuk melihat potensi varietas tersebut sebagai sumber genetik jika
digunakan sebagai tetua dalam merakit varietas padi efisien N. Selain memanfaatkan informasi tersebut, perlu dilakukan pemanfaatan padi-padi lokal
yang diduga memiliki gen-gen adaptif terhadap lingkungan rendah N karena
38 sejak masa nenek moyang padi lokal selalu ditanam di lingkungan tanpa
dukungan teknologi. Maka, perakitan padi efisien N dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelebihan adaptasi dari varietas padi yang ada dan padi-padi
lokal. Menurut Anwar dan Darjanto 2009 varietas padi IR66 memiliki tingkat efisiensi pemanfaatan N yang tinggi dan mampu berproduksi optimal pada 100
kg N ha
-1
. Padi lokal Padi Halus dan Dusel mampu berproduksi optimal pada 50 kg N ha
-1
dan 83.3 kg N ha
-1
dan memiliki kemampuan menyerap N lebih tinggi dibandingkan IR66 dan Indragiri. Padi lokal diketahui memiliki
kemampuan menyerap N lebih tinggi dibandingkan padi varietas unggul. Nilai efisiensi penggunaan N pada varietas IR66 tinggi karena tingginya kemampuan
varietas tersebut menggunakan N untuk membentuk hasil panenan dalam bentuk gabah.
Pada tanaman yang menyerbuk sendiri, seleksi dalam program pemuliaan menggunakan metode bulk sering digunakan di dalam seleksi untuk
mendapatkan galur yang diinginkan. Metode ini digunakan untuk memfiksasi gen-gen aditif pada generasi lanjut dari karakter yang memiliki heritabilitas
rendah sampai sedang seperti hasil gabah dan jumlah anakan produktif Kumar et al. 2009. Pada generasi lanjut, homozigositas sudah tinggi sehingga antar
galur akan menjadi lebih mudah dibedakan dan di dalam galur menjadi seragam. Pengaruh kompetisi dapat diperkecil dengan memodifikasi metode
bulk modified bulk method. Modifikasi metode bulk yang dimaksud pada penelitian ini adalah tidak memanen tanaman-tanaman dengan karakter inferior
atau off type sehingga dapat mengurangi kompetisi antar tanaman dan mempertahankan genotipe dengan karakter yang diinginkan El-Karamity et al.
2007; Salem et al. 2007; Kanbar et al. 2011. Dengan memodifikasi metode bulk, genotipe yang kita inginkan tidak terbuang dan populasi sudah lebih
mengarah ke suatu karakter yang diinginkan Acquaah 2007.
Selain metode seleksi yang digunakan, lingkungan seleksi sangat berpengaruh terhadap genotipe yang dihasilkan. Menurut Ceccarelli 1996
karena seleksi selalu dilakukan pada kondisi input tinggi, maka peluang mendapat keragaman genetik untuk low input menjadi rendah. Penelitian yang
selalu dilakukan di lingkungan suboptimum perlu dilakukan untuk mendapatkan galur-galur yang adapatif terhadap suatu lingkungan dan dapat
mempertahankan hasil pada kondisi lingkungan tersebut.
Penelitian menggunakan metode modifikasi bulk dan dilakukan pada lingkungan seleksi N suboptimum dan N optimum ini telah dilakukan sejak
generasi F3 sampai F5. Pada generasi F6, galur-galur ditanam pada kondisi suboptimum N dan optimum N. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
keragaan hasil dan komponen hasil galur generasi F6 hasil seleksi pada dua kondisi N lingkungan seleksi menggunakan modifikasi metode bulk pada dua
kondisi N lingkungan tanam.
4.2 Metode
Penelitian ini dilakukan selama empat musim tanam dan empat generasi dari F
3
sampai F
6
pada tanah Latosol di Kebun Percobaan Muara Bogor, sejak tahun 2012 sampai 2014. Metode seleksi modifikasi bulk mulai diterapkan