Metabolisme Nitrogen dalam Tanaman

17 Abstrak Program pemuliaan tanaman terdiri atas pembentukan populasi, seleksi, dan evaluasi hasil seleksi. Pembentukan populasi memerlukan sumber genetik dengan karakter yang sesuai tujuan pemuliaan. Varietas padi lokal telah banyak digunakan sebagai sumber genetik karena keunggulannya beradaptasi pada kondisi lingkungan marjinal atau suboptimum. Pada penelitian ini telah disilangkan varietas padi introduksi dengan varietas lokal untuk membentuk populasi dan mendapatkan galur harapan adaptif pada kondisi N rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan karakter penting galur- galur padi pada populasi F 3 , F 4 dan F 5 yang berasal dari persilangan varietas lokal dan padi introduksi. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Muara Bogor, jenis tanah latosol, mulai April-Agustus 2012 generasi F 3 , Januari- Mei 2013 generasi F 4 , dan Agustus-Desember 2013 generasi F 5 . Tiga populasi F 3 berasal dari persilangan dari Bintang LadangUS2, GampaiIR77674, dan ProgolAsahan dan tetua digunakan sebagai materi percobaan. Setiap populasi ditanam di petak berukuran 2 m x 12 m, jarak tanam 20 cm x 20 cm, 3-5 bibit per lubang. Urea digunakan 150 kg ha -1 , SP36 100 kg ha -1 dan 100 KCl kg ha -1 . Karakter yang diamati adalah panjang malai dan bobot malai. Sebanyak 300 sampel malai diambil dari masing-masing populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada varian karakter agronomi dalam tiga populasi F 3 . Generasi F 4 yang terpilih dan diteruskan adalah populasi GampaiIR77674 dan ProgolAsahan. Benih dari masing-masing populasi dibagi dua untuk dicampur dan ditanam di plot berukuran 8 m x 8 m dan per baris dengan panjang 5 m, pada dua kondisi nitrogen, yaitu nitrogen suboptimum 34.5 kg N ha -1 dan optimum 138 kg N ha -1 . Hasil penelitian menunjukkan terdapat keragaman karakter agronomi dari tiga populasi F 3 yang diuji. Heritabilitas arti luas karakter teramati tergolong rendah sampai tinggi dengan nilai tertinggi pada populasi ProgolAsahan untuk karakter bobot malai. Karakter panjang malai dan bobot malai pada populasi GampaiIR77674 dikendalikan oleh banyak gen dan aksi gennya aditif. Seleksi meningkatkan karakter bobot malai dan jumlah gabah isi pada generasi F 5 . Kata kunci: metode seleksi, padi, keragaman genetik, N suboptimum

3.1 Pendahuluan

Aplikasi pupuk nitrogen N berperan dalam pertumbuhan tanaman padi pada tahap vegetatif dapat meningkatkan hasil gabah karena dapat meningkatkan pasokan N gabah dan biomassa. Selain itu, pemberian N pada fase generatif juga penting dalam mencegah atau memperlambat penuaan daun sehingga dapat mempertahankan aktivitas fotosintesis selama pengisian gabah Sui et al. 2013; Soplanit dan Nukuhaly 2012. Dosis 200 kg N ha -1 dapat meningkatkan hasil sampai dengan 100 kg ha -1 dibandingkan 100 kg N ha -1 pada tanaman padi sawah Mei-hua et al. 2012. Hasil gabah dapat meningkat 58.14 dengan pemberian 138.5 kg N ha -1 dibandingkan dengan 96 kg N ha -1 18 Kasniari dan Supadma 2007. Kekurangan N menyebabkan perkembangan tanaman padi terganggu seperti menurunnya klorofil daun dan berkurangnya jumlah anakan dimana akibatnya adalah penurunan bobot gabah dan hasil. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa ditemui adalah klorosis yang dimulai dari daun paling tua yang terletak paling bawah dari tanaman Mghase et al. 2011 dimana daun menjadi lebih pucat, hijau kekuningan dan mati Fairhurst et al. 2007. Kondisi lahan kurang N umum terjadi pada lahan pertanian karena N salah satunya di sebabkan intensitas penanaman padi sawah sehingga akan terangkut bersama panen, pencucian dan penguapan, karena nitrogen termasuk unsur yang mobil di dalam tanah Fairhust et al. 2007; Huang et al. 2012; Choudhury dan Kennedy 2005; Sumarno 2006; Ismunadji dan Roechan 1988. Hasil analisis tanah terhadap lahan pertanian konvensional di Sragen, Jawa Tengah kandungan N-total tanah hanya 0.3 tergolong rendah Nuryani et al. 2010. Hal yang sama terdapat pada lahan pertanian non-organik di tiga daerah sekitar kabupaten Magelang dengan N total rendah yaitu antara 0.17-0.22 Utami dan Handayani 2003 dan di wilayah Bogor dengan N total rendah 0.2 Suhartatik et al. 2007 dan 0.05 Ikhwani 2013. Rendahnya N di lahan pertanian juga disebabkan kurangnya dosis N yang diberikan. Kondisi ini disebabkan masih terdapat petani dengan keterbatasan modal dan akses terhadap pupuk sehingga memberikan pupuk dengan dosis yang lebih rendah dari kebutuhan tanaman dan akibatnya produksi padi menjadi tidak optimal Mghase et al. 2011; Patti et al. 2013. Rendahnya kandungan N tanah menjadi tantangan bagi pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas khususnya tanaman padi yang dapat meningkatkan efisiensi nitrogen untuk meminimalisir akibat kehilangan N tanah dan meningkatkan serapan N Zhao et al. 2012. Tanaman yang tidak terlalu tergantung pada pemberian pupuk N sangat penting untuk keberlanjutan pertanian. Dengan demikian, perlu terus dikembangkan varietas tanaman yang dapat menyerap cukup hara N dalam tanah dengan konsentrasi rendah efisiensi serapan tinggi serta tetap dapat memberikan hasil dengan menggunakan sejumlah N yang telah diserap tersebut atau memiliki efisiensi pemanfaatan tinggi Lian et al. 2006. Proses seleksi pada tahap pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul baru umumnya dilakukan pada lahan yang dipupuk dengan taraf optimum sampai dengan pengujian daya hasil lanjutan. Akibatnya, varietas unggul yang dihasilkan menjadi hanya adaptif pada lahan subur sehingga apabila varietas tersebut ditanam pada lahan yang kurang pupuk atau kurang subur maka hasilnya akan rendah Murphy et al. 2005; Fess et al. 2011. Oleh karena itu, perlu diperoleh varietas padi yang toleran terhadap pemupukan rendah, salah satunya melalui kegiatan seleksi dan pengujian galur harapan padi pada lokasi dengan pemupukan rendah untuk menduga kemajuan genetik dari metode seleksi yang digunakan. Metode seleksi yang umum digunakan pada tanaman padi adalah bulk dan metode seleksi pedigri Susanto et al. 2003 untuk mendapatkan varietas dengan hasil gabah dan indeks panen tinggi Kanbar et al. 2011. Penelitian ini akan mencoba membandingkan keragaan generasi awal padi yang menggunakan kedua metode seleksi pada kondisi lingkungan N suboptimum 19 dan N optimum. Pada generasi F 3 diseleksi sebanyak tiga populasi pada kondisi N rendah. Kemudian pada generasi F 4 dan F 5 diterapkan metode seleksi pedigri dan modifikasi bulk dengan dua kondisi lingkungan seleksi, yaitu N suboptimum dan N optimum. Metode modifikasi bulk dilakukan dengan hanya memanen individu tanaman berpenampilan baik Kanbar et al. 2011. Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh informasi metode seleksi yang tepat untuk menghasilkan galur harapan padi yang adaptif terhadap kondisi lingkungan N suboptimum atau galur harapan padi yang efisien N.

3.2 Metode

Penelitian dilaksanakan selama empat musim tanam. Skema tahapan penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Pada musim tanam pertama sampai musim tanam keempat, penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara Bogor. Jenis tanah latosol dan ketinggian tempat 240 mdpl.

3.2.1 Evaluasi Keragaan Generasi F

3 dari Tiga Populasi Hasil Seleksi pada Kondisi N Suboptimum Materi yang digunakan adalah tiga kombinasi persilangan generasi F 3 koleksi BB Padi, yaitu GampaiIR77674, ProgolAsahan, dan Bintang LadangUS2. Gampai, Progol, dan Bintang Ladang merupakan padi lokal dari daerah Jawa dan Sumatera. US2 dan IR77674 merupakan padi introduksi dari Jepang dan Filipina. Deskripsi varietas Asahan dan IR77674 berdasarkan Puslitbangtan 2009 dilampirkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Generasi F 3 dari tiga kombinasi persilangan digunakan pada musim tanam pertama yang dimulai pada bulan April – Juli 2012 di Kebun Percobaan Muara Bogor. Jenis tanah di lahan percobaan adalah latosol dengan ketinggian tempat 240 mdpl. Kandungan hara tanah telah diuji di laboratorium Balai Penelitian Tanah ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Hasil analisis uji tanah lapang di KP. Muara No Sifat tanah Nilai Kriteria Hardjowigeno 2003 1 C-org 1.80 Rendah 2 N-total 0.19 Rendah 3 CN 9 Rendah 4 P 2 O 5 HCl 25 ppm 144 Tinggi 5 P 2 O 5 Bray I ppm 7.1 Rendah 6 K me100g 0.47 Sedang 7 Mg me100g 1.76 Sedang 8 Ca me100g 7.88 Sedang 9 KTK me100g 15.02 Rendah 10 pH 5.3 Masam Penanaman menggunakan metode tanam pindah transplanting sampai bibit berumur 21 hari. Bibit ditanam 3-5 bibit perlubang, jarak tanam 20 cm x 20 cm, dengan luasan 2 m x 12 m, sehingga dalam 1 populasi terdapat 1800- 20 3000 bibit. Pupuk yang diberikan adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebesar 150 kg ha -1 , 100 kg ha -1 dan 100 kg ha -1 . Pupuk urea diberikan tiga kali, yaitu 13 sebagai pupuk dasar diaplikasikan pada 5 hari setelah tanam, 13 diaplikasikan empat minggu setelah tanam dan 13 diaplikasikan setelah tanaman berumur tujuh minggu. Untuk SP-36 dan KCl seluruhnya diberikan sebagai pupuk dasar. Pengendalian hama dan penyakit dimulai sejak saat tanam dengan memberikan karbofuran 3G ke dalam lubang tanam dan selanjutnya pengendalian dilakukan sesuai dengan pedoman IRRI 2003. Pada petak populasi F 3 dipanen sebanyak 300 malai dari 300 rumpun pada masing kombinasi populasi. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, bobot malai, dan panjang malai. Kemudian dari ke 300 malai tersebut, dilanjutkan sebanyak 150 malai dengan bobot malai tertinggi dan dari ketiga populasi yang digunakan, dua populasi saja yang akan diteruskan berdasarkan bobot malainya. Kedua populasi atau kombinasi persilangan ini yang kemudian digunakan sebagai generasi F 4 dan F 5 . Karakter yang diamati adalah tinggi tanaman dan juga karakter yang berkorelasi positif terhadap hasil, yaitu panjang malai dan bobot malai Sani et al. 2013; Mural et al. 2012. Software yang digunakan untuk analisis data adalah Microsoft Excel 2007 dan Minitab 15. Data dianalisis untuk menduga nilai tengah, ragam, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik serta dan sebaran populasinya. Nilai heritabilitas dihitung sebagai berikut. σ 2 e = σ 2 tetua σ 2 p = σ 2 F3 σ 2 g = σ 2 p - σ 2 e h 2 = σ 2 g σ 2 p dimana, σ 2 e = ragam lingkungan, σ 2 p = ragam fenotipe, σ 2 g = ragam genetik, h 2 = heritabilitas Penilaian koefisien keragaman genetik KKG sesuai dengan yang dikemukakan oleh Zen 2012 dengan ketentuan nilai relatif masing-masing karakter diklasifikasikan atas empat tingkat yaitu rendah 0.0-25 ; agak rendah 25-50; cukup tinggi 50-75 dan tinggi 75 -100. Nilai absolut masing-masing karakter, data tertinggi merupakan nilai relatif 100 . Aksi gen pengendali diduga dari nilai skewness atau penjuluran dari kurva sebaran gi dan kurtosis atau tinggi kurva g 2 Roy 2000.  Skewness gi = x N Skewness menunjukkan adanya pengaruh epistasis atau tidak yang mempengaruhi ekspresi suatu karakter. Jika nilai duga skewness K 3 =0, tidak terdapat epistasis, K 3 0, terdapat pengaruh aksi gen epistasis komplementer, K 3 0, terdapat pengaruh aksi gen epistasis duplikat. 21  Kurtosis g 2 = Kurtosis menunjukkan banyaknya gen yang mengendalikan suatu karakter. Jika nilai duga kurtosis K 4 0, bernilai positif, bentuk kurva sebaran leptokurtik, karakter dikendalikan oleh sedikit gen dan jika K 4 0, bernilai negatif, bentuk kurva platikurtik karakter dikendalikan oleh banyak gen.

3.2.2 Evaluasi Keragaan Galur-Galur Generasi F

4 dan F 5 Hasil Seleksi Bulk dan Pedigri di Kondisi Lingkungan N Optimum dan N Suboptimum

3.2.2.1 Pertanaman Generasi F

4 Musim tanam kedua dilaksanakan pada bulan September 2012 – Januari 2013 di Kebun Percobaan Muara. Hasil analisis tanah ditunjukkan pada Tabel 3.2. Materi yang digunakan pada musim tanam kedua adalah populasi generasi F4 hasil seleksi generasi F 3 dari musim pertama. Benih F 4 dari 150 malai dimana masing-masing malai dibagi dua, separuh bagian untuk ditanam dalam galur-galur menjadi 150 galur untuk pertanaman pedigri dan separuh bagian lagi dicampur untuk pertanaman bulk. Pertanaman bulk dan pedigri tersebut kemudian ditanam di dua kondisi lahan, yaitu input N optimum dan N suboptimum. Pertanaman telah mulai diseleksi secara bulk dan pedigri. Prosedur seleksi pedigri adalah dengan memilih tanaman yang terbaik secara individu dalam setiap baris terbaik sehingga diperoleh sebanyak 150 tanaman berdasarkan bobot malai terbaik dari rumpun terbaik yang dipilih. Pada pertanaman pedigri, setiap galur ditanam per baris dengan jarak antar tanaman dan antar baris adalah 20 cm x 20 cm. Satu baris sepanjang 4 m. Pada seleksi bulk yang dimodifikasi, tanaman yang sehat, tegak, tinggi sedang dan bermalai banyak dipanen dan benihnya dicampur untuk kemudian ditanam lagi pada musim berikutnya. Lahan yang dipakai adalah seluas 50 m 2 dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Masing-masing lubang terdiri atas 1 bibit berumur 21 hari setelah semai. Pada lahan kondisi N optimum, pupuk yang diberikan adalah Urea, SP- 18 dan KCl dengan dosis masing-masing sebesar 300 kg ha -1 , 200 kg ha -1 dan 100 kg ha -1 . Pada lahan kondisi N suboptimum, pupuk yang diberikan adalah urea, SP-18 dan KCl dengan dosis masing-masing sebesar 75 kg ha -1 , 200 kg ha -1 dan 100 kg ha -1 . Pupuk urea diberikan tiga kali, yaitu 13 diaplikasikan pada saat tanam, 13 empat minggu setelah tanam dan 13 sisanya diaplikasikan setelah tanaman berumur tujuh minggu. Hama dan penyakit dikendalikan secara optimum mulai fase vegetatif hingga generatif. Pengendalian dimulai sejak awal tanam dengan menaburkan karbofuran 3G ke seluruh areal lahan dan selanjutnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, dan pengamatan hijau daun menggunakan BWD Wahid 2003. 22 Tabel 3.2. Hasil analisis tanah MT 2, KP Muara Bogor No Sifat tanah Nilai Kriteria 1 C-org 1.80 Rendah 2 N-total 0.19 Rendah 3 CN 9 Rendah 4 P 2 O 5 HCl 25 ppm 144 Tinggi 5 P 2 O 5 Bray I ppm 7.1 Rendah 6 K me100g 0.47 Sedang 7 Mg me100g 1.76 Sedang 8 Ca me100g 7.88 Sedang 9 KTK me100g 15.02 Rendah 10 pH 5.3 Masam

3.2.2.2 Pertanaman Generasi F

5 Musim tanam ketiga dilaksanakan pada bulan Mei – September 2013 di Kebun Percobaan Muara. Hasil analisis tanah ditunjukkan pada Tabel 3.3. Materi yang digunakan pada musim tanam ketiga adalah generasi F 5 hasil seleksi generasi F 4 di musim tanam kedua. Perlakuan dan cara tanam pada musim tanam ke-3 ini sama dengan musim tanam ke-2 dimana benih F 5 sebanyak 150 malai dari masing-masing pertanaman metode seleksi, baik modifikasi bulk dan pedigri ditanam kembali sesuai asal metode dan lingkungan seleksi sebelumnya. Benih yang berasal dari pertanaman bulk pada lingkungan N suboptimum maupun optimum ditanam kembali dan pedigri tersebut kemudian ditanam di dua kondisi lahan, yaitu input N optimum dan N suboptimum. Perlakuan cara tanam dan pemupukan musim tanam III ini masih sama dengan musim tanam II. Pada generasi F 5 prosedur pertanaman dan seleksi sama dengan musim sebelumnya. Tanaman dipilih secara individu dalam setiap baris atau galur sebanyak 150 tanaman. Dari 150 tanaman tersebut, dipilih 50 tanaman berdasarkan bobot malai per rumpun terbaik yang akan ditanam pada musim berikutnya. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, dan pengamatan hijau daun menggunakan BWD dengan cara pengukuran sama dengan musim II. Tabel 3.3. Hasil analisis tanah MT 3, KP Muara Bogor No Sifat tanah Nilai Kriteria 1 C-org 1.53 Rendah 2 N-total 0.15 Rendah 3 CN 10 Rendah 4 P 2 O 5 HCl 25 ppm 154 Sangat tinggi 5 P 2 O 5 Bray I ppm 7.0 Sangat rendah 6 K me100g 0.61 Sangat rendah 7 Mg me100g 2.06 Tinggi 8 Ca me100g 9.69 Sedang 9 KTK me100g 12.83 Rendah 10 pH 5.5 Masam 23

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Keragaan dan Keragaman Populasi F

3 Hasil Seleksi pada Kondisi N Suboptimum Persiapan tanam, kondisi pertanaman saat fase vegetatif dan generatif dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada awal pertanaman terdapat serangan hama keong mas yang dikendalikan dengan cara mengeringkan areal sawah selama satu minggu dan memunguti keong secara manual. Walang sangit dan burung mulai menyerang saat tanaman memasuki masa pengisian biji atau masak susu. Walang sangit disemprot dengan insektisida sedangkan burung dikendalikan manual dan menutupi lahan dengan jaring. Data curah hujan dan suhu bulanan menunjukkan bahwa pada MT 1 pertanaman F 3 bulan April sampai Agustus 2012 curah hujan relatif sedang- rendah dan suhu rata-rata minimum dan maksimum berkisar antara 21-33 o C. Selisih suhu antar bulan selama masa tanam adalah 1-2 o C Gambar 3.2. Pada pertanaman F 4 dan F 5 kondisi curah hujan terendah mencapai 300 mmbulan dan suhu per bulan berkisar antara 22 hingga 32 o C. Pada masa anakan dan pengisian biji terlihat suhu udara lebih rendah dari suhu optimum bagi pertumbuhan padi yang seharusnya berada pada kisaran 25-30 o C FAO 2005. Perubahan suhu sangat mempengaruhi produktivitas padi dimana pada setiap kenaikan suhu 1 o C dapat menurunkan hasil panen sampai 10 ADB 2009. Di Filipina, Peng et al. 2004 melaporkan bahwa pada musim kemarau penurunan hasil panen dapat mencapai 15 untuk setiap kenaikan suhu 1 o C. Data secara umum menunjukkan bahwa pada kondisi pertanaman N rendah atau suboptimum pertumbuhan vegetatif ProgolAsahan yaitu tinggi tanaman 109.07 cm lebih tinggi dibandingkan kombinasi lain Tabel 3.4. Gambar 3.1. Persiapan tanam atas; fase vegetatif bawah kiri, generatif bawah kanan