7 suatu lingkungan dengan kondisi tertentu untuk mendapat genotipe yang
diharapkan. Metode modifikasi bulk ini telah banyak digunakan oleh beberapa peneliti Salem et al. 2007; Meena dan Kumar 2012; Farag 2013.
Pada seleksi pedigri, sejak generasi awal genotip yang tidak diinginkan sudah dibuang, pengamatan karakter genetik setiap galur dapat dilakukan
semenjak awal seleksi, sehingga akan memaksimumkan keragaman genetik di antara galur-galur selama seleksi. Namun seleksi tidak bisa digunakan pada
lingkungan tertentu bila keragaman genetik untuk karakter-karater yang diinginkan tidak terekspresi, perlu ketelitian dalam pencatatan karena
jumlahnya yang banyak, memerlukan keterampilan dalam menseleksi sifat- sifat yang diinginkan, dan memerlukan lebih banyak tenaga kerja dibanding
metode seleksi lainnya Caligari 2001. Menurut El-Hosary et al. 2014 metode pedigri efektif digunakan untuk karakter jumlah malai dan hasil
dibandingkan bulk dan SSD.
Seleksi merupakan dasar dari program perbaikan varietas untuk mendapatkan varietas unggul baru. Kriteria seleksi merupakan hal penting
dalam program pemuliaan untuk memperoleh galur harapan. Parameter genetik yang sering digunakan sebagai tolak ukur dalam seleksi tanaman adalah
heritabilitas, kemajuan genetik, koefieien variasi genetik, korelasi dan pengaruh karakter yang erat hubungannya dengan hasil Gangashetty et al.
2013. Kemajuan genetik adalah besarnya penambahan nilai tengah populasi untuk suatu karakter akibat dilakukannya seleksi untuk karakter yang
bersangkutan. Sedangkan koefisien variasi genetik adalah nisbah besaran simpangan baku genetik dengan nilai tengah populasi karakter yang
bersangkutan. Seleksi yang efektif akan diperoleh apabila karakter yang diseleksi memiliki nilai kemajuan genetik yan tinggi yang ditunjang oleh salah
satu nilai heritabilitas yang tinggi danatau koefisien variasi genetik yang relatif tinggi Johnson et al. 1955. Pada padi hibrida ditemukan bahwa karakter
kesuburan polen, hasil per rumpun dan jumlah gabah isi per malai memiliki kemajuan genetik tinggi yang berarti bahwa seleksi akan efektif jika dilakukan
terhadap karakter tersebut Paikhomba et al. 2014.
Variasi yang tinggi merupakan syarat efektifnya seleksi dan seleksi dari karakter yang diinginkan lebih berarti jika mudah diwariskan. Mudah tidaknya
suatu karakter diwariskan tergantung pada nilai heritabilitas. Karakter dengan nilai heritabilitas tinggi mudah diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada
generasi awal. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan
faktor lingkungan Poehlman 1979. Heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar nilai heritabilitas makin besar kemajuan seleksi yang
didapatkan dan sebaliknya. Nilai duga kemajuan seleksi untuk menduga seberapa besar peningkatan yang akan diperoleh dari karakter yang diseleksi.
Peningkatan akan dipengaruhi oleh intensitas seleksi yang ditetapkan, ragam suatu karakter, dan heritabilitasnya.
Agar suatu galur dapat dilepas sebagai varietas unggul baru, maka salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh galur yang bersangkutan adalah
populasinya dalam galur seragam. Bila tidak seragam maka perlu dilakukan seleksi kembali. Agar kegiatan seleksi dapat berjalan efektif maka terhadap
genotipe yang beragam tersebut perlu penilaian terhadap keragaman genetik,
8 fenotipik maupun heritabilitasnya serta besarnya kemajuan genetik harapan
yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman pada hakekatnya sangat tergantung kepada adanya keragaman genetik dan nilai duga
heritabilitas. Bila tingkat keragaman genetik sempit maka hal ini menunjukkan bahwa individu dalam populasi tersebut relatif seragam. Dengan demikian
seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif. Sebaliknya, makin luas keragaman genetik, makin besar pula peluang untuk keberhasilan seleksi dalam
meningkatkanfrekuensi gen yang diinginkan. Dengan kata lain, kesempatan untuk mendapatkan genotipe yang lebih baik melalui seleksi semakin besar
Poehlman 1979; Allard, 1960; Poespodarsono 1988.
2.2 Pupuk Nitrogen bagi Tanaman Padi
Kandungan nitrogen total di tanah sekitar 90 dalam bentuk bahan organic Salisbury dan Ross 1995. Nitrogen dalam tanah berasal dari hasil
dekomposisi bahan organic, pengikatan oleh mikroorganisme tanah dari nitrogen udara, pupuk, dan air hujan. Kekurangan nitrogen menyebabkan
tanaman tidak dapat bermetabolisme membentuk bahan-bahan senyawa yang sudah disebutkan di atas sehingga dapat menghentikan proses pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Gejalanya diantaranya tanaman kerdil, pertumbuhan akar terganggu, dan menguning bahkan gugur Hardjowigeno
2003. Fiksasi nitrogen merupakan proses perubahan nitrogen udara menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman oleh spesies bakteri. Bakteri ini mengubah
nitrogen udara menjadi bentuk terikat melalui hubungan simbiosis dengan akar kacang-kacangan Simanungkalit et al. 2006.
Efisiensi penggunaan hara pupuk adalah bagian yang sangat penting dalam sistem usahatani padi sawah intensif untuk menghasilkan efisiensi
agronomi, peningkatan efisiensi ekonomis dan dampak positif bagi kelestarian fungsi lingkungan. Pupuk N memegang peranan penting dalam peningkatan
produksi padi sawah, sedangkan sumber pupuk N yang utama adalah urea. Meski demikian, tanaman menyerap hanya 30 dari pupuk N yang diberikan.
Efisiensi pemakaian pupuk N di lahan padi sawah dapat dimaksimalkan dengan jalan pemupukan tepat-waktu yaitu disesuaikan dengan tahapan perkembangan
tanaman padi dan dengan cara penempatan pupuk dalam tanah Smil 2002. Menurut Doberman dan Fairhust 2000 kriteria kecukupan nitrogen daun padi
pada fase pembentukan anakan maksimal berada pada nilai di atas 2.5 dan nilai yang diukur dengan klorofilmeter SPAD adalah 35. De Datta 1987
menunjukkan bahwa nitrogen tanah yang terbawa hasil panen adalah sekitar 22.2 kg t
-1
gabah dari hasil gabah 9.8 t ha
-1
dengan pemupukan N 174 kg N ha
- 1
. Jika hasil gabah di Indonesia 6 t ha
-1
maka hara N yang terangkut panen dan optimum bagi tanaman adalah 22.2 kg t
-1
dikali dengan 6 t yaitu 133.2 kg N ha
- 1
atau 290 kg urea ha
-1
sebagai dosis optimum untuk mendapatkan hasil 6 t ha
-1
padi. Hal ini menunjukkan bahwa dosis N 300 kg ha
-1
dan 34.5 kg ha
-1
yang digunakan dalam penelitian ini telah tepat digunakan sebagai kondisi
lingkungan seleksi maupun lingkungan produksi N optimum dan N suboptimum. Menurut Sukristiyonubowo et al. 2012 N tanah terbawa panen
cukup tinggi yaitu berkisar antara 37.25 – 93.75 kg N ha
-1
.
9 Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan
kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati. N berpengaruh terhadap susunan kimia tanaman. Bila pemberian N di bawah
optimal, maka asimilasi ammonia menaikkan kadar protein dan pertumbuhan daun dinyatakan dengan indeks luas daun. Menurut Marschner 1986, untuk
tanaman padi, pemupukan N menyebabkan panjang, lebar, dan luas daun bertambah, tetapi tebal daun menjadi berkurang. Nitrogen berkorelasi nyata
positif terhadap jumlah anakan, jumlah gabah, panjang malai, bobot 1000 butir dan indeks panen padi Gebrekidan dan Seyoum 2006.
Tanaman kekurangan N memiliki kemampuan fotosintesis terbatas karena pembentukan pigmen
fotosintesis dan protein enzim fiksasi karbondioksida rendah. Selain itu, kekurangan N menyebabkan klorofil yang terbentuk lebih sedikit sehingga
energi mengurangi energi yang dihasilkan untuk proses fotosintesis Mildaerizanti et al. 2012.
Penyebab kahat N adalah rendahnya daya pasok N tanah, pupuk N anorganik yang diberikan tidak cukup, efisiensi pemakaian pupuk N rendah
kehilangan akibat volatilisasi, denitrifikasi, waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah, pencucian, dan aliran permukaan. Nitrogen, ditambahkan
ke tanah melalui pupuk, fiksasi N, deposisi atmosfer, irigasi dan atau air hujan, kotoran hewan, residu dan serbuk sari, dan melalui serangga dan burung Smil
2002, melewati berbagai proses dari siklus N pada sistem tanah-tanaman- atmosfer. Siklus ini meliputi proses tanah mineralisasi, imobilisasi, fiksasi N,
nitrifikasi, volatilisasi, denitrifikasi, dan pergerakan N dalam tanah. Menurut Li et al. 2014 volatilisasi amonia dan deitrifikasi nitrat merupakan penyebab
utama hilangnya N tanah yaitu berturut-turut sekitar 16 dan 38.8 dari total N tanah. Efisiensi tanaman dalam mengambil dan menggunakan N sangat
tergantung pada faktor tanah, tanaman, iklim, dan budidaya Ladha et al. 2005. Proses imobilisasi adalah konversi dari N anorganik menjadi bentuk
organik oleh mikroorganisme, sedangkan mineralisasi adalah pelepasan organik terikat N untuk bentuk mineral anorganik NH4
+
dan NO3
-
, yang digunakan oleh tanaman Munawar 2011.
Efisiensi pemakaian pupuk N di lahan padi sawah dapat dimaksimalkan dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta
memperbaiki teknik budidaya, yang mencakup pengaturan kepadatan tanaman, pengairan yang tepat serta pemberian pupuk N secara tepat, baik dosis, cara
dan waktu pemberian. Tanaman memiliki suatu mekanisme dalam menghadapi kondisi rendah nutrisi, salah satunya adalah resorpsi yaitu proses perombakan
hasil
metabolisme yang
kompleks menjadi
lebih sederhana
dan mendistribusikan kembali hara untuk pertumbuhan jaringan
–jaringan tumbuhan sehingga penting dalam melestarikan kehidupannya. Proses resopsi
merupakan salah satu mekanisme penting dari tanaman dalam menghadapi kekurangan hara atau ketersediaan hara yang rendah di dalam tanah dan
hilangnya hara ke lingkungan Triadiati et al. 2007; Triadiati et al. 2012. Secara fisiologi, galur padi yang mampu beradaptasi pada kondisi N rendah
memiliki aktivitas nitrat reduktase, yang merupakan enzim pertama dalam sintesis asam amino dan pembatas reduksi nitrat menjadi amonium, yang tinggi
sedangkan pada kondisi N tinggi memiliki kadar klorofl serta protein lebih banyak Xia et al. 2011. Tanaman common bean yang selalu diseleksi pada