responden berpendidikan tinggi SMUPT. Dalam hal ini menggambarkan hal yang berlawanan, biasanya semakin pendidikan seseorang tinggi maka rasionalisasi
berpikir semakin tinggi, sehingga cenderung lebih cermat dalam mencerna suatu isu yang berkembang. Pada kenyataannya mayoritas responden masih mempunyai
anggapan yang salah tentang AKDR, walaupun mereka mempunyai pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini memberikan peluang sekaligus tantangan kepada petugas
kesehatan untuk terus memberikan informasi yang benar dan akurat tentang AKDR. Banyak masyarakat Indonesia yang masih menganggap bahwa penggunaan
alat kontrasepsi sarat dengan efek samping dan stigma-stigma yang kurang tepat. Dan masih banyak masyarakat yang belum mendapat informasi yang tepat, sehingga
banyak tersebar mitos yang perlu diluruskan.
5.4. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR
5.4.1. Pengaruh Konseling terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa variabel konseling dengan kategori baik yang penggunaan AKDR yakin sebanyak 57,7 dan penggunaan tidak
yakin sebanyak 17,3, sedangkan variabel konseling kategori kurang yang penggunaan AKDR yakin sebanyak 5,8 dan penggunaan tidak yakin sebanyak
19,2. Berdasarkan hasil uji chi-square antara variabel konseling dengan penggunaan AKDR diperoleh nilai p
= 0,001 α 0,05, artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel konseling terhadap kelangsungan penggunaan AKDR.
Universitas Sumatera Utara
Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, konseling merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap penggunaan AKDR dengan
nilai B 2,764 dan besarnya pengaruh variabel konseling terhadap penggunaan AKDR sebesar 16 kali dibandingkan jika tidak dilakukan konseling.
Konseling merupakan aktivitas membantu orang lain untuk membuat keputusan-keputusan mereka sendiri. Aktivitas ini mencakup pemberi perhatian dan
hubungan menghargai, dimana seorang klien dapat mempertimbangkan beberapa aspek hidupnya dan menghadapainya sesuai dengan kepuasannya sendiri. Hubungan
konseling bukan merupakan hubungan timbal balik, tetapi difokuskan pada perhatian terhadap kebutuhan klien Abraham and Shanley, 1997.
Konseling dalam pelayanan keluarga berencana merupakan suatu proses untuk membantu klien dalam memahami dan mendalami tentang alat kontrasepsi
KB, sehingga dia mampu secara mandiri menentukan pilihan yang sesuai dengan kondisi tubuhnya. Proses berjalan secara dua arah baik verbal ataupun nonverbal,
dengan saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu didalam kelompok kecil.
Dengan konseling yang dilakukan petugas berarti telah membantu klien untuk memastikan dan memutuskan jenis alat kontrasepsi yang akan digunakan sesuai
pilihannya. Konseling yang baik dapat membuat klien merasa lebih puas disamping itu juga akan membantu klien lebih lestari dalam menggunakan alat kontrasepsinya
dan lebih berhasil.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini 75,0 responden sudah pernah mendengar informasi tentang KB AKDR sebelumnya, dan mendapatkan informasi tersebut dengan lengkap
sebesar 73,1. Hal ini menunjukkan bahwa responden merasakan betul manfaat dari konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan, sehingga dia mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang alat kontrasepsi yang digunakannya. Menurut Kozier dalam Sri 2010 tujuan pemberian konseling adalah
memberikan informasi yang tepat, lengkap, serta objektif mengenai beberapa metode kontrasepsi, membantu klien memilih metode kontrasepsi yang terbaik bagi dirinya,
membantu klien agar dapat menggunakan cara kontrasepsi yang mereka pilih secara aman dan efektif serta memberi informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan
tempat pelayanan KB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses konseling 67,3
responden mendapat penjelasan dari petugas dengan disertai gambar-gambar, dan 75,0 menjawab ‘ya’ terjadi proses tanya jawab saat petugas memberikan
penjelasan. Hal ini dapat menjadi dasar bahwa betapa pentingnya pelaksanaan konseling didalam proses adopsi AKDR.
Dalam pelaksanaan konseling terdapat langkah-langkah konseling yang terdiri dari enam langkah yang dikenal dengan Satu Tuju. Penerapan tidak perlu dilakukan
secara berurutan karena petugas harus menyesuaikan dengan kebutuhan dari klien. Langkah tersebut terdiri dari : Sa, berarti sapa dan salam kepada klien secara terbuka
dan sopan, T, tanyakan pada klien informasi tentang dirinya, U, uraikan mengenai pilihannya, Tu, bantulah klien menentukan pilihannya, bantulah klien untuk berpikir
Universitas Sumatera Utara
tentang apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya, J, jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya, dan U, perlunya dilakukan
kunjungan ulang Saefuddin, A.B, 2003. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Hartinah,M 2009, yang meneliti
tentang hubungan koseling keluarga berencana dengan kelangsungan penggunaan kontrasepsi AKDR di wilayah Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Dalam
penelitian tersebut dilakukan terhadap 92 responden akseptor AKDR, dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan didukung pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan p=0,000 antara konseling KB dengan kelangsungan penggunaan kontrasepsi AKDR RP=2,11 ;95
CI =1,39-3,22. Hasil kualitatif menunjukkan bahwa provider harus lebih aktif dan meluangkan waktu lebih lama dalam memberikan konseling KB serta dengan
menggunakan media. Berbeda dengan penelitian Endah, P 2007 yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan pelayanan konseling dengan keluhan selama memakai kontrasepsi suntik p=0,067, sehingga diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan motivasi,
konseling kepada akseptor KB suntik, melakukan pemantauan terhadap keadaan akseptor dan mencatat semua keluhan akseptor. Dalam hal ini keluhan yang dialami
oleh akseptor tentunya berbeda untuk setiap individu, tinggal bagaimana mengatasinya sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Puskesmas Medan Marelan pada akseptor AKDR yang berjumlah 52 orang, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut : 1.
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa faktor sosial peranan keluarga, kelompok referensi dan faktor situasional konseling
berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR. 2.
Faktor personal umur, pendidikan, pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR.
3. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR
adalah variabel konseling.
6.2. Saran
1. Kepada Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional BkkbN Kota Medan dan instansi terkait lainnya, agar mengaktifkan kembali monitoring dan
evaluasi kepada petugas yang sudah melakukan pelatihan konseling , khususnya konseling tentang alat kontrasepsi dalam rahim.
2. Kepada petugas konseling pelayanan keluarga berencana untuk turun langsung melakukan pendekatan kepada klien, menilai permasalahan dan membantu
Universitas Sumatera Utara