Pada uji multivariat diketahui bahwa variabel kelompok referensi merupakan variabel yang turut berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR. Dari
hasil uji multivariat tahap akhir didapatkan p = 0,029 dengan nilai Beta 2,003 dan nilai Exp B 7,414. Artinya ibu yang mendapatkan rekomendasi dari kelompok
referensi mempunyai peluang 7 kali untuk meneruskan menggunakan AKDR dibandingkan dengan ibu yang tidak mempunyai rekomendasi dari kelompok
referensi. Kelompok referensi mempunyai peranan yang kuat dalam perubahan perilaku
suatu masyarakat. Kelompok referensi akan memberikan aturan dan standar yang secara langsung bisa mempengaruhi kebutuhan dan perilaku masyarakat. Pengaruh
kelompok referensi pada perilaku tergantung pada tiga faktor, yaitu sikap individu terhadap kelompok, sifat-sifat kelompok dan sifat-sifat dari produk.
Perilaku individu akan terpengaruh jika seseorang menganggap pandangan kelompok sebagai sumber informasi yang terpercaya. Referensi kelompok akan lebih
mempengaruhi anggotanya jika mereka bersatu, anggota-anggotanya memiliki norma dan nilai yang sama, frekuensi interaksi yang sering, khusus dan ekslusif. Sifat dari
produk akan mempengaruhi individu apabila produknya visible atau terlihat secara nyata dan produknya ekslusif yang mempunyai status khusus.
5.3.3. Pengaruh Budaya terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR
Berdasarkan hasil penelitian untuk variabel budaya, pada kategori baik yang penggunaan AKDR yakin sebanyak 32,7 dan penggunaan tidak yakin sebanyak
13,5, sedangkan variabel budaya dengan kategori kurang yang penggunaan AKDR
Universitas Sumatera Utara
yakin sebanyak 30,8 dan penggunaan tidak yakin 23,1. Berdasarkan hasil uji chi- square antara variabel budaya dengan penggunaan AKDR diperoleh nilai p = 0,391
α 0,05, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel budaya terhadap kelangsungan penggunaan AKDR.
Menurut Rogers 1983 suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses difusi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat
kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan
pada tata nilai yang ada. Nilai KB AKDR di masyarakat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
hampir sama persentase antara yang setuju dan kurang atau tidak setuju. Misalnya pada point AKDR tidak dapat keluar sendiri dari rahim, memilih setuju 51,9,
kurang setuju 32,7 dan tidak setuju 15,4. Bahkan pada pernyataan perasaan malu dan risih saat pemasangan tidak seharusnya menjadi hambatan menjadi akseptor
AKDR, memilih setuju 40,4, kurang setuju 32,7 dan tidak setuju 26,9. Hasil yang sama ditunjukkan dari penelitian Ovita, M 2008 di Banyumanik,
terdapat hubungan antara pengetahuan p=0,002 dan persepsi dukungan suami p=0,0001 dengan pemakaian AKDR dan tidak ada hubungan antara persepsi biaya
p=0,299, kualitas pelayanan p=1,000 dan sosial budaya p=0,836 dengan pemakaian AKDR.
Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkat budaya responden dalam hal AKDR mayoritas adalah kurang 53,8 padahal dari sisi pendidikan mayoritas
Universitas Sumatera Utara
responden berpendidikan tinggi SMUPT. Dalam hal ini menggambarkan hal yang berlawanan, biasanya semakin pendidikan seseorang tinggi maka rasionalisasi
berpikir semakin tinggi, sehingga cenderung lebih cermat dalam mencerna suatu isu yang berkembang. Pada kenyataannya mayoritas responden masih mempunyai
anggapan yang salah tentang AKDR, walaupun mereka mempunyai pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini memberikan peluang sekaligus tantangan kepada petugas
kesehatan untuk terus memberikan informasi yang benar dan akurat tentang AKDR. Banyak masyarakat Indonesia yang masih menganggap bahwa penggunaan
alat kontrasepsi sarat dengan efek samping dan stigma-stigma yang kurang tepat. Dan masih banyak masyarakat yang belum mendapat informasi yang tepat, sehingga
banyak tersebar mitos yang perlu diluruskan.
5.4. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR