1. Zaman Hindia Belanda
Dimana pada masa ini telah ada beberapa pengaturan hukum yang mengatur mengenai perlindungan laut, antara lain :
a. Parelvisscherij, Sponsenvisscherijordonnantie Stbl. 1916 No. 157 tanggal 29
Januari 1916 dikeluarkan di Bogor, oleh Gubernur Jenderal Idenburg. Ordonansi ini memuat peraturan umum dalam rangka melakukan perikanan
siput mutiara, teripang dan bunga karang dalam jarak tidak lebih dari tiga mil- laut Inggris dari pantai-pantai Hindia Belanda Indonesia.
b. Visscherijordonnantie Stbl. 1920 No. 396 tanggal 26 Mei 1920 dengan
penetapan Gubernur Jenderal No. 86; Ordonansi ini mengatur mengenai perikanan untuk melindungi keadaan telur
ikan, benih ikan dan segala macam kerang-kerangan. Dalam Pasal 2 ditentukan pelarangan dalam menangkap ikan dengan bahan-bahan beracun,
bius, atau bahan-bahan peledak. c.
Reden Reglement Tahun 1925 peraturan mengenai Bandar atau saat ini dikenal sebagai pelabuhan.
d. Kustvisscherijordonnantie Stbl. 1927 No. 144 tanggal 1 September 1927;
Ordonansi ini mengatur mengenai perikanan, yang mana nantinya ordonansi ini pasca kemerdekaan menjadi cikal bakal terbentuknya Undang-Undang
Perikanan Nomor 9 tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Universitas Sumatera Utara
e. Hinder-Ordonnantie Stbl. 226, yang diubahditambah, terakhir dengan Stbl.
1940 No. 450 yaitu mengenai Ordonansi Gangguan f.
Natuur Bescharmings Ordonantie Stbl. 1941 No. 167, merupakan ordonantie yang mengatur cagar-cagar dan suaka-suaka
margasatwa. g.
Haven Ordonantie
114
peraturan yang mengatur mengenai kepelabuhan h.
Staatblaad 382 tahun 1941
115
mengatur tentang bangunan atas airperairan
2. Pasca Kemerdekaan
Norma-norma pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang difokuskan pada norma hukum yang belum diatur dalam sistem peraturan perundang-
undangan yang ada atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan. Norma-norma itu akan memberikan peran kepada pemerintah,
masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepantiungan baik kepantingan daerah, kepentingan nasional maupun kepanetingan internasional melalui sistem pengeloaan
wilayah terpadu
116
.
114
Dian Saptarini dkk., Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Wilayah Pesisir, Jakarta : PP-PSL, 1996, hal. IV.2.
115
Ibid.
116
Penjelasan I. Umum, angka 1.Dasar Pemikiran UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan hakekat negara kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagai bagaian dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian
hukum bagi upaya pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimana dasar hukum ini juga dilandasi oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
117
. Dalam melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil maka penelitan ini akan mengacu kepada hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan
118
, maka perlindungan hukum terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, meliputi :
1. Undang-undang Dasar 1945
a. Pembukaan alinea ke-empat, yaitu : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
117
Penjelasan I. Umum, angka 1.Dasar Pemikiran UUPWPPPK.
118
Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003, hal.26
Universitas Sumatera Utara
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam PermusyawaratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pasal 25 A, berbunyi : ”Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.”
c. Pasal 33 ayat 3, berbunyi :
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
d. Pasal 33 ayat 4, berbunyi : ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
2. Ketetapan MPR
a. TAP MPR NO. IVMPRTahun 1973 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara b.
TAP MPR NO. IVMPRTahun 1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
c. TAP MPR NO. IIMPRTahun 1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara d.
TAP MPR NO. IIMPRTahun 1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
Semua ketetapan MPR tersebut menjelaskan bahwa wawasan nusantara telah
berlaku sebagai ketentuan hukum yang mengikat serta mutlak harus dihayati oleh
Universitas Sumatera Utara
setiap penyelenggara pemerintahan, wawasan nusantara itu sendiri berfungsi membimbing bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupannya, baik secara
nasional, regional, maupun global sekaligus sebagai rambu-rambu dalam perjuanagn mengisi kemerdekaannya.
119
3. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil Dengan mempertimbangkan bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
merupakan bagian dari sumber daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga
kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang; dan bahwa Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan,
dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat,
dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional.
120
Maka pada tanggal 17 Juli 2007 diundangkanlah Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan tercatat dalam Lembaran
119
Lemhanas, Wawasan Nusantara, Jakarta : Kerjasama Penerbitan Balai Pustaka- Lemhanas, 1997, hal. 23-24.
120
Menimbang huruf a dan b UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
Negara Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2007. Adapun tujuan dasar dari penyusunan Undang - Undang ini adalah untuk
121
: a.
Menyiapkan peraturan setingkat undang-undang mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil khususnya yang
menyangkut perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses masyarakat, penanganan konflik, konservasi, mitigasi bencana, reklamasi pantai,
rehabilitasi kerusakan pesisir, dan penjabaran konvensi-konvensi internasional terkait;
b. Membangun sinergi dan saling memperkuat antarlembaga Pemerintah
baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir sehingga tercipta kerja sama antarlembaga yang
harmonis dan mencegah serta memperkecil konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan antarkegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil; serta c.
Memberikan kepastian dan perlindungan hukum serta memperbaiki tingkat kemakmuran masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
pembentukan peraturan yang dapat menjamin akses dan hak-hak masyarakat pesisir serta masyarakat yang berkepentingan lain,
termasuk pihak pengusaha. Berkaitan dengan objek pengelolaan wilayah laut itu sendiri, akan berkaitan
erat dengan ruang lingkup pengelolaan wilayah laut yang nantinya akan dibahas pada
121
Penjelasan I. Umum, Angka 2 UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
bab berikutnya. Sedangkan subjek hukum yang sangat berperan dalam undang- undang PWPPPK ini meliputi :
a. Pemangku Kepentingan Utama
Adalah para pengguna Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan
pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha
pariwisata, pengusaha perikanan, dan Masyarakat Pesisir. b.
Masyarakat Masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal
yang bermukim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Adapun yang dimaksud dengan:
1. Masyarakat Adat adalah kelompok Masyarakat Pesisir yang
secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan
yang kuat dengan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, dan hukum. 2. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang
menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum
Universitas Sumatera Utara
tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.
c. Masyarakat Tradisional
Merupakan masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan, ikan atau
kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.
d. Orang
Adapun yang dimaksud dengan orang dalam UUPWPPPK disini meliputi orang perseorangan danatau badan hukum.
e. Menteri Menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan.
f. Dewan Perwakilan Rakyat
Adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
g. Mitra Bahari
Dimaksudkan dengan mitra bahari disini adalah sebagai jejaring pemangku kepentingan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dalam penguatan kapasitas sumber daya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan,
penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
h. Pemerintah Dalam hal ini yang dikatakan sebagai pemerintah meliputi pemerintah
pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota.
Guna melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk perairan diantaranya maka di dalam pengaturan Undang-Undang ini secara garis besar terdiri
dari tiga bagian yaitu perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan dan pengendalian, dengan uraian sebagai berikut
122
: a.
Perencanaan Perencanaan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil terpadu Integrated Coastal Management yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh sektor dan daerah sehingga terjadi
keharmonisan dan saling penguatan pemanfaatannya. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi
pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan pembangunan dari berbagai tingkat
pemerintahan, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen
123
. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan
agar dapat mengharmonisasikan kepentingan pembangunan ekonomi dengan
122
Penjelasan I. Umum, Angka 3. Ruang Lingkup UUPWPPPK.
123
Penjelasan I. Umum, Angka 3. Ruang Lingkup, Huruf a Perencanaan UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
pelestarian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta memperhatikan karakteristik dan keunikan wilayah tersebut.
Perencanaan terpadu itu merupakan suatu upaya bertahap dan terprogram untuk memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara optimal agar
dapat menghasilkan keuntungan ekonomi secara berkelanjutan untuk kemakmuran masyarakat. Rencana bertahap tersebut disertai dengan upaya pengendalian dampak
pembangunan sektoral yang mungkin timbul dan mempertahankan kelestarian sumber dayanya. Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dibagi ke
dalam empat tahapan: 1.
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K;
2. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
selanjutnya disebut RZWP-3-K; 3.
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan
4. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang selanjutnya disebut RAWP-3-K.
Setiap Perencanaan diatas, mestilah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan berdasarkan Pasal 14 UUPWPPPK; Dan setiap data serta informasi
yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil mestilah dilakukan pemutakhiran data dan informasi dalam hal ini
dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara periodik dan terdokumentasikan serta dipublikasikan secara resmi, sebagai dokumen publik, sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan peraturan perundang-undangan.
124
Tabel Mekanisme Penyusunan Rencana UUPWPPPK dapat dilihat sebagai berikut;
Tabel. 2.1.
Mekanisme Penyusunan Rencana UUPWPPPK
4.a Bupatiwalikota menyampaikan
dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil kabupatenkota kepada gubernur dan Menteri
untuk diketahui.
5 Gubernur atau Menteri memberikan tanggapan
danatau saran terhadap usulan dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari kerja.
6 Dalam hal tanggapan danatau saran sebagaimana dimaksud pada ayat 5 tidak dipenuhi, maka
dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud
diberlakukan secara definitif.
4.b Gubernur menyampaikan
dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil provinsi kepada Menteri dan bupati
walikota di wilayah provinsi yang bersangkutan.
1
Usulan penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP- 3-K, dan RAPWP-3-K
dilakukan oleh Pemerintah Daerah serta dunia usaha. 2
Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K dilakukan oleh : pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota dilakukan
dengan melibatkan Masyarakat. 3
Pemerintah Daerah berkewajiban menyebarluaskan konsep RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K
untuk mendapatkan masukan, tanggapan, dan saran perbaikan
Sumber Data : Pasal 14 Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
124
Pasal 15 Ayat 2 UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemanfaatan
Pasca diputuskannya Permohonan uji materil sejumlah pasal yang berkaitan dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir HP-3 oleh Mahkamah Konstitusi
125
pada Kamis tanggal 16 Juni 2010, maka dari Bab V tentang Pemanfaatan yang diatur oleh
UUPWPPPK meliputi: 1.
Pemanfaatan Pulau–Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan
berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya
tersebut diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut
126
: a.
konservasi; b.
pendidikan dan pelatihan; c.
penelitian dan pengembangan; d. budidaya
laut; e.
pariwisata;
125
Mahkamah Konstitusi, diunduh dari http:www.mahkamahkonstitusi.go.idputusan putusan_sidang_Nomor20320PUU20pesisir202010-TELAH20BACA.pdf, pada Sabtu, 23
Juni 2011, dengan amar putusan : Menyatakan:
- Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian; - Menyatakan Pasal 1 angka 18, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,Pasal 20, Pasal 21, Pasal
22, Pasal 23 ayat 4 dan ayat 5, Pasal 50,Pasal 51, Pasal 60 ayat 1, Pasal 71 serta Pasal 75 Undang-Undang 168 Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
- Menyatakan Pasal 1 angka 18, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 ayat 4 dan ayat 5, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60 ayat 1, Pasal 71 serta Pasal 75
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4739 tidak mempunyai kekuatan mengikat.
126
Pasal 23 ayat 2 UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan
secara lestari; g.
pertanian organik; danatau h.
peternakan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar PPKT. Pulau-pulau kecil itu
sendiri dibagi atas 2 yaitu : 1. Pulau-pulau kecil
2. Pulau-pulau kecil Terluar Pemanfaatan PPKT dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan
pemerintah daerah. Pemanfaatan PPKT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditujukan untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
127
PPKT itu sendiri menurut PP ini merupakan KSNT Kawasan Strategis Nasional
Tertentu
128
. Pemanfaatan PPKT mestilah dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi yang
ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan masukan menteripimpinan
127
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar PPKT.
128
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar PPKT. Menurut Pasal 1 ayat 3 KSNT adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan
negara, pengendalian lingkungan hidup, danatau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
Universitas Sumatera Utara
lembaga pemerintah nonkementerian terkait. Rencana Zonasi PPKT sebagaimana dimaksud terdiri atas
129
: 1.
sub zona yang meliputi pertahanan keamanan, 2.
kesejahteraan masyarakat, danatau 3.
pelestarian lingkungan. yang mana dalam pelaksanaan pemanfaatannya mestilah sesuai dengan daya dukung
dan daya tampung PPKT itu sendiri. Berikut adalah lebih lanjut mengenai pasal-pasal yang secara khusus
membahas mengenai pemanfaatan PPKT berdasarkan rencana Zonasi PPKT : Pasal 6 PPKT :
Pemanfaatan PPKT untuk pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a untuk:
a. akselerasi proses penyelesaian batas wilayah negara di laut; b. penempatan pos pertahanan, pos keamanan, danatau pos lain;
c. penempatan
aparat Tentara Nasional Indonesia danatau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. penempatan bangunan simbol negara danatau tanda batas negara; e. penempatan sarana bantu navigasi pelayaran; danatau
f. pengembangan potensi maritim lainnya. Pasal 7 PPKT :
Pemanfaatan PPKT untuk kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b untuk:
a. usaha kelautan dan perikanan; b. ekowisata bahari;
c. pendidikan dan penelitian; d. pertanian subsisten;
e. penempatan sarana dan prasarana sosial ekonomi; danatau f. industri jasa maritim.
129
Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar PPKT.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 8 PPKT : 1 Pemanfaatan PPKT untuk pelestarian lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf c dilaksanakan dengan penetapan PPKT sebagai kawasan yang dilindungi.
2 Kawasan yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
ditetapkan sebagian atau seluruhnya sebagai kawasan konservasi. 3 Kawasan yang dilindungi dan kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan oleh Menteri.
2. Reklamasi Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka
meningkatkan manfaat danatau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.
130
Reklamasi di wilayah pesisir hanya boleh dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh
lebih besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya. Dari beberapa hak pemanfaatan diatas, pelaksanaan pemanfaatan juga mesti
dibarengi dengan beberapa kewajiban yang mesti dilakukan oleh setiap stake holder yang mengelola lingkungan pesisir, perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, antara lain
meliputi kewajiban untuk melakukan: 1. Konservasi
Menurut Pasal 28 UUPWPPPK, konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk :
a. menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b. melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain;
130
Pasal 34 ayat 1 UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
c. melindungi habitat biota laut; dan
d. melindungi situs budaya tradisional.
Selain itu, untuk kepentingan konservasi sebagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi.
2. Rehabilitasi Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil wajib dilakukan dengan
memperhatikan keseimbangan Ekosistem danatau keanekaragaman hayati setempat. Rehabilitasi sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan cara
131
: a.
pengayaan sumber daya hayati; b.
perbaikan habitat; c.
perlindungan spesies biota laut agar tumbuh dan berkembang secara alami;dan
d. ramah lingkungan.
3. Larangan Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang
secara langsung atau tidak langsung dilarang
132
: a.
menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan Ekosistem terumbu karang;
b. mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi;
c. menggunakan bahan peledak, bahan beracun, danatau bahan
lain yang merusak Ekosistem terumbu karang;
131
Pasal 32 UUPWPPPK.
132
Pasal 35 UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
d. menggunakan peralatan, cara, dan metode lain yang merusak
Ekosistem terumbu karang; e.
menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; f.
menebang melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan
keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; g.
menebang mangrove di Kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, danatau kegiatan lain;
h. menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun;
i. melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila
secara teknis, ekologis, sosial, danatau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan danatau pencemaran lingkungan
danatau merugikan Masyarakat sekitarnya; j.
melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial danatau budaya
menimbulkan kerusakan lingkungan danatau pencemaran lingkungan danatau merugikan Masyarakat sekitarnya;
k. melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila
secara teknis danatau ekologis danatau sosial danatau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan danatau pencemaran
lingkungan danatau merugikan Masyarakat sekitarnya; serta l.
melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan danatau merugikan Masyarakat sekitarnya.
c. Pengawasan dan Pengendalian
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pengendalian Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pemantauan, pengamatan lapangan, danatau evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaannya
133
. Pengawasan dan pengendalian tersebut dapat dilakukan oleh Pejabat dengan
kewenangan tertentu, PPNS Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu, dan masyarakat. Pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk
134
: 1.
mendorong mengetahui adanya penyimpangan pelaksanaan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, serta
implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir;
2. mendorong agar pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya;
3. memberikan sanksi terhadap pelanggar, baik berupa sanksi
administrasi seperti pembatalan izin atau pencabutan hak, sanksi perdata seperti pengenaan denda atau ganti rugi;
maupun sanksi pidana berupa penahanan ataupun kurungan. 4.
Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini merupakan landasan penyesuaian dengan
133
Pasal 36 UUPWPPPK.
134
Penjelasan I. Umum, Angka 3. Ruang Lingkup, huruf c Pengawasan dan Pengendalian UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang- undangan yang lain.
Bila dalam pelaksanaan dan pengawasan ditemukan sengketa hukum maka, terdapat 2 prosedur penyelesaian sengketa yang diatur dalam UUPWPPPK yang
meliputi : Penyelesaian sengketa melalui pengadilan danatau di luar pengadilan
135
. Dan bila ternyata dalam pelaksanaan pengawasan dan pelaksanaan terdapat
pelanggaran oleh para pemangku kepentingan yang dapat menimbulkan perusakan dan pencemaran lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil maka dapat dilakukan
langkah penegakan hukum melalui : a.
Penegakan Hukum Pidana b.
Penegakan Hukum Perdata c.
Penegakan Hukum Administrasi
4. Peraturan Pemerintah
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 79 UUPWPPPK huruf a, bahwa peraturan pemerintah mestilah segera dibentuk sebagai langkah awal petunjuk
pelaksana dari suatu undang-undang dalam hal ini UUPWPPPK. ”Peraturan Pemerintah yang diamanatkan Undang- Undang ini diselesaikan
paling lambat 12 dua belas bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.”
135
Pasal 64 UUPWPPPK.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat 4 empat PP yang diamanatkan oleh UUPWPPK yang mesti segera direalisasikan paling lambat 12 dua belas bulan setelah UUPWPPPK ini
diberlakukan antara lain : a.
Pasal 20 angka 4 tentang Tata cara pemberian, pendaftaran, dan pencabutan HP-3. pasal ini telah dibatalkan oleh Keputusan MK.
b. Pasal 27 angka 2 Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar.
c. Pasal 51 angka 3 Tata cara penetapan kewenangan menteri. pasal
ini telah dibatalkan oleh keputusan MK. d.
Pasal 59 4 Ketentuan mengenai mitigasi bencana dan kerusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasca pembatalan beberapa pasal dalam UUPWPPPK oleh MK, maka 2 dua PP yang diamanatkan telah terealisasi, meliputi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil Terluar Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2010 oleh Menteri Hukum
dan HAM dan tercatat dalam lembaran negara nomor 101 tahun 2010. Peraturan Pemerintah ini secara khusus mengatur mengenai pemanfaatan Pulau-pulau Kecil
Terluar PPKT. Wilayah Indonesia mempunyai 92 pulau terdepan yang berbatasan
Universitas Sumatera Utara
langsung dengan 10 negara dan wilayah perairan internasional
136
sehingga pemanfaatannya mestilah dilakukan sebaik mungkin.
Pulau-Pulau Kecil Terluar, selanjutnya disingkat PPKT adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis
pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional
137
. Pemanfaatan PPKT adalah kegiatan yang berkaitan dengan upaya memanfaatkan
potensi sumber daya PPKT dan perairan di sekitarnya sampai paling jauh 12 dua belas mil laut diukur dari garis pantai dalam upaya menjaga kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
138
Pemanfaatan PPKT pada dasarnya ditujukan untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
139
. Dan secara spesifik berdasarkan Pasal 5 PP- PPKT Pemanfaatan PPKT hanya dapat dilakukan untuk:
1. pertahanan dan keamanan;
2. kesejahteraan masyarakat;
danatau 3.
pelestarian lingkungan. Dalam pemanfaatan PPKT sebagaimana dimaksud diatas mestilah dilakukan sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung PPKT.
136
Koran Harian Kompas, Peluncuran Buku Pulau Terdepan Kurang Dikenal, terbit pada Rabu, 15 Juni 2011.
137
Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau- Pulau Kecil Terluar.
138
Pasal 1 Ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau- Pulau Kecil Terluar.
139
Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau- Pulau Kecil Terluar.
Universitas Sumatera Utara
b. Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana
di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara
struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami danatau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
140
Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan. Keragaman morfologi ini banyak
dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng
Eurasia, Australia, dan lempeng dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng- lempeng tektonik tersebut menyebabkan terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian
gunung api aktif serta patahanpatahan geologi yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tanah longsor. Wilayah pesisir sebagai daerah hunian dan pusat
aktivitas masyarakat merupakan kawasan yang rawan bencana, oleh karena itu perlu diupayakan langkah strategis untuk melindungi setiap warga negara dengan langkah
penanggulangan bencana yang dimulai dari sebelum bencana terjadi prabencana.
141
Sehingga dengan diaturnya upaya pencegahan penanggulangan bencana dikawasan pesisir sebagai akibat posisi negara Indonesia yang berada di kawasan
140
Pasal 1 Ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
141
Penjelasan I. Umum Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Universitas Sumatera Utara
cincin api benua, diharapkan akan dapat mengurangi resiko bencana kepada masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di sepanjang pesisir pantai.
5. Keputusan Presiden
Sampai tulisan ini dibuat, berdasarkan situs online resmi milik Departemen Hukum dan Ham, penulis belum menemukan satupun keputusan presiden yang
menjadi petunjuk pelaksana UUPWPPPK padahal berdasarkan pasal 79 ayat b UUPWPPPK menyatakan :
”Peraturan Presiden yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 6 enam bulan terhitung sejak Undang-Undang ini
diberlakukan.” Terdapat 6 enam Peraturan Presiden yang diamanatkan oleh UUPWPPK
yang belum terealisasikan sampai batas terakhir penulis melakukan penelitian, antara lain :
a. Pasal 31 angka 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai batas sempadan
pantai b.
Pasal 33 angka 2 Ketentuan lebih lanjut mengenai Rehabilitasi c.
Pasal 34 angka 3 Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi d.
Pasal 46 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan penelitian dan pengembangan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Universitas Sumatera Utara
e. Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
f. Pasal 53 angka 3 Pelaksanaan kegiatan Kewenangan Pengelolaan
Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil.
6. Peraturan Menteri
Sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 79 huruf c UUPWPPPK, antara lain : ”Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling
lambat 3 tiga bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.” Terdapat 11 sebelas peraturan menteri yang mesti diterbitkan berdasarkan perintah pasal di
dalam UUPWPPPK yaitu: a.
Pasal 7 angka 2 Norma, standar, dan pedoman penyusunan perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
b. Pasal 15 angka 6 Pedoman pengelolaan data dan informasi tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. c.
Pasal 26 Pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Pulau- Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya.
d. Pasal 28 angka 4 Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil. e.
Pasal 36 angka 4 Wewenang Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 3.
Universitas Sumatera Utara
f.
Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 dan Pasal 38.
g. Pasal 40 angka 8 Ketentuan lebih lanjut mengenai program
akreditasi. h.
Pasal 41 angka 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Mitra Bahari.
i. Pasal 62 2 Ketentuan mengenai peran serta masyarakat dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. j.
Pasal 63 angka 4 Ketentuan mengenai pedoman Pemberdayaan Masyarakat.
k. Pasal 71 angka 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai denda
administrative. pasal ini telah dibatalkan oleh keputusan MK
Namun diantara 11 sebelas perintah pembentukan keputusan menteri yang diamanatkan oleh UUPWPPPK tersebut, keputusan menteri yang terbit baru 4
empat, meliputi :
1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.17MEN2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Peraturan menteri nomor 17Men2008 ini adalah sebagai tindak lanjut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Universitas Sumatera Utara
Pulau-Pulau Kecil. Kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang
dilindungi, dilestarikan danatau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara
berkelanjutan.
142
Menurut Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17MEN2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, tujuan ditetapkannya konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu untuk memberi acuan atau pedoman dalam melindungi, melestarikan, dan
memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya. Sedangkan Sasaran pengaturan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil ditujukan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
143
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.18MEN2008 tentang Akreditasi Terhadap Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
142
Pasal 1 ayat 8 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17MEN2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
143
Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17MEN2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai tindaklanjut Pasal 40 ayat 8 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perlu adanya
penyelenggaraan akreditasi terhadap program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Akreditasi sebagai sebuah prosedur pengakuan suatu kegiatan yang secara konsisten telah memenuhi standar baku sistem pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil yang meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap program- program pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat secara sukarela
144
. Penyelenggaraan akreditasi bertujuan untuk menjamin terselenggaranya PWP-
3-K secara terpadu dan berkelanjutan
145
. Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang selanjutnya disebut program PWP-3-K adalah kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat, orang perseoranganbadan hukum, pemerintah, pemerintah daerah, dalam menunjang keterpaduan dan keberlanjutan sumberdaya
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
146
3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.20MEN2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya.
Guna menjamin keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, maka sebagai tindaklanjut Pasal 26
144
Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18MEN2008 tentang Akreditasi Terhadap Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
145
Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18MEN2008 tentang Akreditasi Terhadap Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
146
Pasal 1 Ayat 12 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18MEN2008 tentang Akreditasi Terhadap Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dipandang perlu menetapkan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan
Perairan di Sekitarnya melalui sebuah Peraturan Menteri.
147
Menurut isi Pasal 3 peraturan menteri ini, Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a. Konservasi; b. pendidikan
dan pelatihan;
c. penelitian dan pengembangan;
d. budidaya laut;
e. pariwisata; f.
usaha perikanan dan kelautan secara lestari; g.
pertanian organik; danatau h. peternakan.
Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya selain dapat dimanfaatkan antara lain untuk usaha pertambangan, permukiman, industri,
perkebunan, transportasi, dan pelabuhan. Menariknya dari kontens isi peraturan menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.20MEN2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya ini adalah pada bunyi Pasal 4, bahwa selain Pemanfaatan pulau-pulau
kecil dan perairan di sekitarnya dapat diberikan kepada orang perseorangan warga
147
Menimbang angka a Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.20MEN2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
negara Indonesia; badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau masyarakat adat. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dapat juga
diberikan kepada orang asing dengan persetujuan Menteri. Dengan adanya pembenaran menurut peraturan menteri mengenai bolehnya
orang asing memanfaatkan pulau-pulau kecil di wilayah Indonesia, dengan itu berarti Undang-undang telah membenarkan pemilikan suatu pulau kepada orang asing, selain
itu didalam kepmen ini tidak diatur juga mengenai jangka waktu pemanfaatannya. Hal ini kelak dapat menjadi bahaya laten yang akan meruntuhkan NKRI, bila setiap
pulau kecil dapat dikuasai oleh orang asing melalui wacana pengelolaan. Sebaiknya pasal ini juga dilakukan yudicial review sebagaimana halnya pasal-
pasal HP-3 yang terdapat dalam UUPWPPPK, mengingat pembenaran pengelolaan suatu pulau kepada pihak akan bertentangan dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.
4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.14MEN2009 tentang Mitra Bahari. Tindak lanjut Pasal 41 ayat 4 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dipandang perlu untuk mengatur penyelenggaraan Mitra Bahari.
Mitra Bahari sebagai jejaring pemangku kepentingan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penguatan kapasitas sumber daya
Universitas Sumatera Utara
manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan
148
. Menurut Pasal 4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.14MEN2009; Mitra Bahari merupakan forum kerjasama antara Pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
profesi, tokoh masyarakat, danatau dunia usaha untuk mendukung peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dan dapat dibentuk di Pusat maupun di tingkat Daerah. Dari penjelasan panjang lebar diatas, berdasarkan hierarki peraturan
perundang-undangan pengelolaan WPPPK di Indonesia, maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa perlindungan WPPPK telah diatur secara spesifik oleh suatu
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Adapun konsep dasar perlindungan hukum yang diberikan oleh undang- undang dalam melindungi WPPPK dari segala bentuk pencemaran danatau
kerusakan akibat pengelolaan WPPPK adalah : suatu konsep pengelolaan terpadu mulai dari perencanaan, pemanfaatan serta pengawasan dan pengendalian WPPPK
dimana setiap stake holders mulai dari masyarakat, pengusaha dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan mestilah mengelola WPPPK sesuai dengan tupoksinya
masing-masing.
148
Pasal 1 ayat 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14MEN2009 tentang Mitra Bahari.
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pasca dikeluarkannya putusan MK, juga memperkuat maksud dan tujuan utama pengelolaan lingkungan
khususnya WPPPK Indonesia. Dimana dengan dihapuskannya pasal-pasal yang berkenaan dengan privatisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh dunia usaha
dalam pasal-pasal HP-3, mempertegas bahwa UUPWPPPK telah sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 bahwa bumi, tanah dan air adalah dikuasai oleh negara
dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Tentu saja dalam konteks penulisan ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat pesisir.
Namun dengan dihapuskannya pasal UUPWPPPK yang mengatur mengenai pemanfaatan ruang laut juga akan membawa dampak lemahnya perlindungan hukum
terhadap ruang laut perairan pesisir dari segala bentuk pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Terutama untuk aktifitas pertambangan pasir laut yang saat ini
marak terjadi disekitar perairan laut di Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Bali dan provinsi lainnya.
Namun dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, diharapkan akan membantu dalam perlindungan hukum
terhadap pengelolaan alam dan lingkungan Indonesia terutama lingkungan pesisir karena dengan undang-undang ini setiap pemerintah yang akan membuat kebijakan
telah mestilah menjalankan kebijakan sesuai dengan pemetaan wilayah yang telah ditetapkan dengan undang-undang ini, antara lain
149
:
149
Pasal 1 ayat 12, 13 dan 14 Undang-undang nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Universitas Sumatera Utara
1. Peta Rupabumi Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi
secara khusus untuk wilayah darat. 2.
Peta Lingkungan Pantai Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir.
3. Peta Lingkungan Laut Nasional adalah peta dasar yang memberikan informasi
secara khusus untuk wilayah laut. Sebagai sebuah ruang aspek kebumian, geospasial akan lebih fokus dalam
penentuan aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang
dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu
150
. Diharapkan dengan adanya undang-undang informasi geospasial akan
memberikan informasi lepada setiap stake holders terutama masyarakat pesisir dan masyarakat Indonesia secara umum, agar dapat memberikan kontrol social terhadap
setiap kebijakan pemerintah dan dunia usaha dalam pemanfaatan lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil.
150
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENGERTIAN RUANG LINGKUP, EKOSISTEM DAN PENCEMARAN
PERUSAKAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Definisi dan Ruang Lingkup Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Penentuan ruang lingkup pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sangat penting dalam penetapan batasan wilayah pengelolaan yang nantinya akan
dikelola oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Karena dalam konteks pengelolaan itu sendiri tidak hanya mencakup pemanfaatan tetapi juga
pemeliharaan dan pencegahan dari pencemaran danatau perusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 2 UUPWPPPK : “Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil meliputi
daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 dua belas mil
laut diukur dari garis pantai.”
Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Wilayah Pesisir, yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan
ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta Pulau-Pulau Kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi cukup
besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan, dan masyarakat. Dalam implementasinya, ke arah laut ditetapkan sejauh 12 dua belas mil diukur dari
garis pantai sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Universitas Sumatera Utara