Untuk itulah, dalam penelitian ini akan membahas perlindungan wilayah pesisir dan pulau kecil secara umum dari tingkat internasional sampai lahirnya
Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. Adapun pembahasan akan dimulai dengan memaparkan hukum lunak soft law, dengan tujuan kita akan
dapat dengan mudah memahami prinsip-prinsip hukum internasional yang melatarbelakangi pembentukan konvensi-konvensi yang melindungi laut beserta
pesisir dan pulau kecil disekitarnya. Setelah itu barulah akan dibahas hukum keras hard law sebagai sumber hukum yang akan mengatur mengenai perlindungan
secara global.
87
1. Hukum Lunak
Soft Law
Hukum lunak
soft law merupakan satu bentuk hukum internasional yang tidak secara langsung mengikat negara, tetapi ia harus dipedomani untuk membentuk
hukum dimasa yang akan datang the future law. Menurut Davit Hunter, et al., hukum lunak diartikan sebagai :
“Soft law is either not yet law or not only law. Soft law is an important innovation in international law-making that describes a flexible process for
states to develop and test new lagal norms before they become binding upon the international community.”
Terdapat beberapa hukum lunak soft law yang nantinya akan melatarbelakangi pemberlakuan hukum keras hard law dalam rangka perlindungan
87
Sukanda Husin, ”Pengaturan Perlindungan Keanekaragaman Hayati dalam Lingkungan Internasional”, Jurnal Hukum Yustisia, Edisi XVI. No. 2, Juli 2006, hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
laut secara umum beserta seluruh wilayah pesisir dan pulau kecil sebagai bagian ekosistem laut, antara lain :
a. Deklarasi Stockholm 1972
Deklarasi Stokholm 1972 merupakan pilar perkembangan Hukum Lingkungan internasional Modern, artinya semenjak saat itu paradigma hukum
lingkungan telah berubah dari use-oriented menjadi environment-oriented. Deklarasi ini ditandatangani oleh 113 kepala Negara dan berisikan 26 prinsip pembangunan.
Deklarasi ini meminta Negara-negara di dunia untuk melaksanakan pembangunan demi memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup generasi hari ini dengan tidak
mengurangi hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. Konsep ini disebut dengan suitainable development atau pembangunan
Berkelajutan yang kemudian dijadikan prinsip hukum dalam deklarasi Rio1992. Deklarasi Stockholm inilah yang nantinya akan memicu lahirnya beberapa konvensi
internasional salah satunya Konvensi Hukum Laut 1982.
88
Deklarasi ini berisikan 26 prinsip internasional untuk mengelola lingkungan hidup. Sekalipun deklarasi ini tidak sebagai sumber langsung hukum internasional,
tetapi merupakan soft law yang harus dipatuhi oleh masyarakat internasional untuk membentuk hukum di masa yang akan datang the future law. Sebagai suatu
kodefikasi dari prinsip atau adegium hukum kebiasaan internasional sebagaimana yang termuat dalam prinsip 21, paling tidak ada tiga prinsip hukum yang dikodifikasi
88
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
oleh Deklarasi Stockholm, yakni prinsip territorial state soverignty, prinsip sic utere tuo ut alienum non laedas good neighborliness and duties to cooperate dan
prinsip state responsibility.
89
b. Deklarasi Rio 1992
Konferensi ini diadakan oleh PBB di Rio de Janeiro dan merupakan peringatan 20 tahun Konferensi Stockholm 1972. Konferensi Rio ini dinamakan
dengan UNCED United Nations Conference on Environment dan Development, yang menghasilkan consensus mengenai beberapa bidang yang dituangkan dalam
beberapa dokumen dan perjanjian
90
, salah satunya adalah ”Agenda 21”. Agenda 21 merupakan rencana kerja global yang pertama kali disusun secara
menyeluruh mengenai pembangunan berkelanjutan, meliputi berbagai isu ekonomi, sosial dan lingkungan yang berbeda-beda, dan menampung masukan dari semua
negara di dunia ini. Agenda 21 Global merupakan suatu dokumen komprehensif setebal 700 halaman yang berisikan program aksi pembengunan berkelanjutan
menjelang abad 21, serta dapat digunakan baik oleh pemerintah, organisasi internasional, kalangan industri maupun masyarakat lainnya untuk mendukung upaya
pengintegrasian lingkungan ke dalam seluruh kegiatan sosial-ekonomi.
91
Sehubungan dengan peran hukum dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, Geoge H. De Bert Romily mengatakan, bahwa dengan adanya
89
Sukanda Husin, Penegakan Hukum....,Op.Cit., hal. 24.
90
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan EdisiVIII Cetakan kesembilan belas, Yogyakarta : Gadjah Mada Univ. Press, 2006, hlm. 19.
91
Idem, hal. 22-23.
Universitas Sumatera Utara
penekanan pada Chapter 8 dari Agenda 21 yang menekankan bahwa hukum dan peraturan yang disesuaikan dnegan kondisi khusus negara termasuk instrumen yang
amat penting untuk mewujudkan kebijaksanaan lingkungan dan pembangunan menjadi kegiatan.
92
Pengarahan yang tegas bagi negara-negara yang melakukan pengembangan kelambagaan dan program pembaharuan hukum lingkungan untuk memberikan
kerangka hukum bagi pembangunan berkelanjutan diberikan dalam section 8.14, yang menyatakan, bahwa adalah esensial untuk mengembangkan dan melaksanakan hukum
dan peraturan yang integratif, dapat ditegakkan, dan efektif yang didasarkan pada prinsip sosial, ekologi, ekonomi dan ilmiah yang kuat. Meskipun perkembangan
hukum nasional akan bergerak berdasarkan kebutuhan, persyaratan dan prioritas yang khusus dirasakan oleh negara yang bersangkutan, namun suatu jangkauan yang luas
dari berbagai sektor perlu diatur apabila sesuatu strategi hukum untuk pembangunan yang berkelanjutan ingin memperoleh hasil yang baik.
93
Dari 27 prinsip-prinsip lingkungan dan pembangunan yang dituangkan dalam deklarasi Rio tersebut, terdapat beberapa prinsip yang nantinya akan berkaitan dengan
perlindungan lingkungan secara umum, antara lain prinsip 4 Deklarasi Rio yaitu : ”Dalam upaya untuk mewujudkan suatu pembangunan yang berkelanjutan,
aspek perlindungan lingkungan harus merupakan bagian integral dari proses pembangunan tersebut dan karenanya hal itu tidak dapat dipandang secara
terpisah dari proses yang dimaksud.”
92
Idem, hlm. 34.
93
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
c. The Johannesburg Declaration on Sustainable Developmen Tahun 2002 di
Johanesburg Konferensi
Tingkat Tinggi KTT yang dikenal dengan World Summit on
Sustainable Development WSSD di Johannesburg, sebagai perpanjangan progran pembangunan berkelanjutan yang pernah di deklarasikan pada KTT di Rio de Janeiro,
telah menghasilkan ”the Johannesburg Declaration on Sustainable Developmen” dan Rencana Pelaksanaannya yang dikenal dengan ”Plan on Implementation of the World
Summit on Sustainable Development POI”. Dalam rencana pelaksanaan POI tersebut pada beberapa bab mengatur mengenai perlindungan lingkungan secara
umum dan negara pulau kecil, antara lain
94
: Bab IV tentang Melindungi dan mengelola basis sumber daya alam bagi
pembangunan ekonomi dan sosial Bab V
tentang Pembangunan berkelanjutan dalam era globalisasi Bab VII tentang Pembangunan berkelanjutan negara-negara berkembang kepulauan
kecil Sebagai tindak lanjut dari WSSD, telah diadakan Konferensi Tingkat Tinggi
Indonesia untuk Pembangunan Berkenjutan Indonesia Summit on Sustainable Development ISSD.
95
Beberapa soft law yang dewasa ini menjadi rujukan utama adalah Agenda 21 KTT Bumi dan ”the plan of Implementation POI ” KTT Pembangunan
94
Idem., hlm. 36.
95
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Berkelanjutan di Johannesburg tahun 2002. POI juga telah memperkuat mandat perlindungan dan pelestarian lingkungan laut oleh UNCLOS dengan
merekomendasikan kepada negara-negara untuk menjaga produktifitas dan keragaman hayati bio diversity wilayah-wilayah laut dan pantai-pantai yang penting
dan rentan, termasuk wilayah-wilayah di dalam dan diluar yurisdiksi nasional negara paragraf 32 ”the plan of Implementation”.
96
Selanjutnya Majlis Umum PBB telah menegaskan kembali keperluan mandesak masyarakat internasional untuk mengankat isu-isu menyangkut keragaman
hayati diluar yurisdiksi nasional dan terutama keperluan untuk mempertimbangkan cara-cara untuk mengintegrasikan dan meningkatkan, berdasarkan ilmiah,
managemen resiko dari ”seamounts” bukit-bukit laut, batuan karang air dingin, dan aspek-aspek tertentu dalam lingkungan laut paragraf 20 Dokumen Majelis umum
PBB no.A5895. Rekomendasi KTT Johannesburg tersebut adalah sejalan dengan mandat perlindungan dan pelestarian lingkungan laut yang juga merupakan bagian
umum dari mandat Convention on Biological Diversity CBD.
97
96
Kedutaan Besar Republik Indonesia, Kedaulatan Versus Reklamasi Tinjauan Komprehensif dari Perspektif Kepentingan Republik Indonesia Terhadap Standard an Praktek Internasional
Menyangkut Perlindungan Lingkungan Laut, Singapura : KBRI Singapura, 2004, Buku Online yang diakses dari : http:www.kbrisingapura.comdocsreklamasi_annex3a.pdf, terakhir dikunjungi pada :
minggu, 27 april 2008, pukul 12.15pm, hal. 13.
97
Idem, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
2. Hukum Keras