F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Menurut Kaelan M.S. landasan teori suatu penelitian adalah merupakan dasa- dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat
strategis artinya memberikan relisasi pelaksanaan penelitian
18
. Ditinjau dari latar belakang masalah yang telah dikemukaan di awal tulisan,
maka landasan teori utama Grand Theory yang digunakan dalam kajian ini adalah teori “Negara Hukum Kesejahteraan welfare state”. Untuk mendukung teori utama
grand theory ini digunakan teori “Hukum Pembangunan” dari Mochtar Kusumaatmadja sebagai middle range theory, sedangkan untuk applied theory
menggunakan teori
19
“Negara Kepulauan” sebagai kerangka pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Berikut penjelasan dari teori tersebut :
a. Teori Negara Hukum Kesejahteraan welfare state
Menurut Otje Salman dan Anton F. Susanto, pada dasarnya Negara kita sudah menganut paham Negara Hukum Kesejahteraan welfare state, sebagai mana yang
terdapat pada alinea pembukaan UUD 1945 alinea ke empat.
20
18
Kaelan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat Paradigama Bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum
dan Seni, Yogyakarta : Paradigma, 2005, hal. 239.
19
Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dalam Aktifitas Industri Nasional Sebuah Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Kehidupan
Antar Generasi, Bandung : Alumni, 2008, hal. 24.
20
Otje Salman S. dan Anton F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Bandung, Refika Aditama, 2004, hal. 156-157.
Universitas Sumatera Utara
Alinea IV Undang-Undang Dasar 1945 yaitu : “......... Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...........”
Selain itu Pancasila dalam sila-silanya juga mengatur bagaimana Negara memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga
sebagai landasan idiil dan landasan konstitusional, maka segenap kegiatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mestilah bertujuan untuk
mensejahterakan rakyat Indonesia dan masyarakat pesisir terutama masyarakat nelayan.
Dalam Negara modern dewasa ini yang dikenal dengan istilah “Welfare State“ atau Negara Kesejahteraan, mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan
kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian pemerintah dituntut untuk bertindak menyelesaikan segala aspek persoalan yang menyangkut kehidupan warga
negaranya, walaupun belum ada dasar aturan yang mengaturnya. Atas dasar ini maka pemerintah ddiberikan kebebasan untuk dapat melakukan bertindak dengan suatu
inisiatif sendiri untuk menyelesaikan segala persoalan atau permasalahan guna kepentingan umum. Kebebasan untuk dapat bertindak sendiri atas inisiatif sendiri itu
disebut dengan istilah “Freis Ermessen”.
21
21
Bewa Ragawino, Hukum Administrasi Negara, Bandung : Fak. Ilmu Sosial dan Politik Unpad, 2006, hal. 37. Masih dalam buku yang sama hal. 39-40, Secara bahasa Freies Ermessen, Frei
Universitas Sumatera Utara
Konsep Negara hukum dipelopori oleh Immanuel Kant. Tujuan negara menurut Kant, ialah menegakkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan warganya.
Rakyat tidak usah tunduk pada undang-undang yang tidak lebih dulu mendapat persetujuan dari rakyat sendiri dan bahwa rakyat dan pemerintah bersama-sama
merupakan subjek hukum dan bahwa hidup rakyat sebagai manusia dalam negara, bukanlah karena kemurahan hati pemerintah tapi adalah berdasarkan hak-hak
kekuatan sendiri.
22
Kant membentangkan suatu teori tentang negara hukum dalam arti sempit rechts staat in enge zin. Teorinya menjadi dasar kenegaraan bagi ekonomi liberal
merdeka yang dilakukan diseluruh dunia Barat selama abad ke-19
23
sampai sekarang. Meskipun negara Indonesia juga merupakan negara hukum
24
namun tentu saja dalam konsep negara hukum yang dianut adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila
25
dan UUD 1945 yang secara khusus mengenai perekonomian tercantum pada Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial dalam Pasal
artinya : bebas, merdeka, tidak terikat Ermessen : menilai, memperimbangkan sesuatu. Artinya kepada Administrasi Negara diberikan kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri melakukan perbuatan-
perbuatan guna menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak dengan cepat guna kepentingan umum kesejahteraan umum. Jadi Freies Ermessen bertujuan untuk kesejahteraan umum yang
merupakan keputusan administrasi Negara untuk tercapainya suatu tujuan sasaran dan berbeda dengan keputusan hakim yang bertujuan menyelesaikan suatu sengketa sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku. Pemberian Freies Ermessen kepada administrasi Negara untuk kesejahteraan umum, tapi dalam kerangka Negara hukum. Freies Ermessen ini tidak boleh digunakan tanpa batas dan tidak boleh
disalahgunakan, untuk itu unsure-unsur Freies Ermessen adalah : 1. Dilakukan untuk kepentingan umum kesejahteraan umum, 2. Dilakukan atas inisiatif administrasi Negara itu sendiri, 3. Untuk
menyelesaikan masalah konkrit dengan cepat yang timbul secara tibatiba, 4. Tindakan itu dimungkinkan oleh hukum, Contoh : Polisi lalu lintas menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas
dengan mengalihkan mengatur kendaraan melanggar rambu lalu lintas.
22
Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, Mandar Maju, 2007, hal. 49.
23
Idem., hal. 50.
24
Pasal 1 ayat 3, UUD 1945.
25
Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolok ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung : Alumni, 1985, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
33 UUD 1945 inilah yang akan membedakan konsep perekonomian bangsa kita dengan konsep perekonomian negara liberal yang dimaksudkan oleh Kant.
b. Teori Hukum Pembangunan
Pada dasarnya, dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka salah satu teori hukum yang banyak mengundang atensi dari para pakar dan masyarakat
adalah mengenai Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL.M. Ada beberapa argumentasi krusial mengapa Teori Hukum Pembangunan
tersebut banyak mengundang banyak atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut
26
:
Pertama, Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum
yang eksis di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi
teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia maka hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai
dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik.
Kedua, secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai
kerangka acuan pada pandangan hidup way of live masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap
26
Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,
LL.M. Sebuah Kajian Deskriftif Analitis, diunduh dari : http:www.pn-pandeglang.go.id attachments125_kajian20deskriptif20analitis20teori20hukum20pembangunan.pdf, terakhir
diakses pada Rabu 2322011, pukul 11.45 wib, hal. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure struktur, culture
kultur dan substance substansi.
Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi
hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” law as a tool social engeneering dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai
negara yang sedang berkembang. Meskipun teori Mochtar berdasarkan teori Roscoe Pound yaitu ”law as a tool
social engeneering” namun terdapat perbedaan filosofi yang sangat mendalam dari pengertian menurut keduanya. Sebagai penganut aliran Pragmatic Legal Realism,
Pound memberi artian konsep hukumnya adalah bahwa hukum dapat berperan sebagai ”alat” pembaharuan masyarakat.
27
Lain halnya dengan Mochtar, ia lebih memberikan pengertian mengenai konsep hukumnya bahwa hukum sebagai sarana
pembaharuan masyarakat.
28
Menurut Mochtar, terdapat hubungan erat antara hukum dengan kekuasaan, bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum
adalah kelaliman.
29
Sehingga hukum dan kekuasaan mestilah sejalan dan searah, sebagai penganut paham positivisme
30
, menurut John Austin, hukum itu merupakan
27
Otje Salman, Op.Cit, hal. 14.
28
Idem., hal. 6.
29
Idem., hal.8.
30
Aliran ini mengidentikkan hukum dengan undang-undang, sehingga tidak ada hukum di luar undang-undang. Di Indonesia penagruh pemikiran ini sangat jelas dalam Pasal 15 Algemene
Bepalingen van Wetgeving antara lain dalam bahasa Indonesia; ”Terkecuali penyimpangan- penyimpangan yang ditentukan bagi orang-orang Indonesia dan mereka yang dipersamakan dengan
Universitas Sumatera Utara
perintah dari pengusa, dalam arti bahwa perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Bahwa hukum adalah
perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, perintah yang dilakukan oleh makhluk yang berpikir yang memegang dan mempunyi kekuasaan.
31
Bila dikaitkan dengan konsep menjalankan perintah penguasa tersebut, pada dasarnya tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tapi dalam hidup bersama ia
mempunyai tanggungjawab menciptakan hidup bersama yang tertip, dan untuk menciptakan hidup bersama yang tertip itulah perlu pedoman-pedoman objektif yang
harus dipatuhi bersama pula. Pedoman inilah yang disebut dengan ”hukum”. Menurut Hans Kelsen, sumber pedoman-pedoman objektif tersebut bersumber dari grundnorm
norma dasar. Grundnorm menyerupai sebuah pengandaian tentang tatanan yang hendak diwujudkan dalam hidup bersama dalam hal ini negara
32
. Dengan menggunakan ajaran Stufenbautheori, ia berpendapat bahwa suatu
sistem hukum adalah hierarkis dari hukum di mana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber dari ketentuan hukum yang lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan
yang lebih tinggi adalah grundnorm atau norma dasar yang bersifat hipotesis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkret daripada ketentuan yang lebih
orang-orang Indonesia, maka kebiasaan bukanlah hukum kecuali jika undang-undang menentukan”. Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti,
2007, hal. 56. Selain itu lihat juga isi Pasal 1 ayat 1 KUHP ”nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” tidak ada hukuman tanpa undang-undang.
31
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 58.
32
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Ruang dan Generasi, Yogyakarta : Genta Publishing, 2010, hal. 127.
Universitas Sumatera Utara
tinggi.
33
Sebagai contoh, dapat di lihat pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 angka 1, yang
menetapkan hirarki dan tata urutan peraturan perundang-undangan adalah : a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.
Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c.
Peraturan Pemerintah; d.
Peraturan Presiden; e.
Peraturan Daerah, meliputi
34
: 1.
Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;
2. Peraturan Daerah kabupatenkota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
daerah kabupatenkota bersama bupatiwalikota; 3. Peraturan
Desaperaturan yang setingkat, dibuat oleh badan
perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Seluruh sistem perundang-undangan mempunyai suatu struktur piramida mulai dari yang abstrak yakni grundnorm sampai yang konkret seperti undang-
undang, peraturan pemerintah, dan lain sebagainya. Jadi menurut Kelsen, cara
33
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Op.Cit, hal. 61.
34
Pasal 7 angka 2, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah dengan mengeceknya melalui logika stufenbau itu, dan grundnorm menjadi batu uji utama.
35
Sebagai pilar utama negara hukum, maka menganut yaitu asas legalitas legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur, berdasarkan
prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang- undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-
undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang- undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu : atribusi, delegasi, mandat.
36
Telah disebutkan bahwa asas legalitas merupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap
penyelanggaraan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni
”Het vermogen tot het verrichten van paalde rechtshandelingen” kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.
37
Azas-azas yang mesti dipatuhi dan dijalankan dalam pelaksanaan undang- undang baik secara vertikal maupun horizontal
38
, dalam rangka pelaksanaan konsep stufenbautheori diatas, maka perraturan-peraturan negara di dalam keberlakuannya
berpedomen pada asas-asas perundang-undangan. Asas dapat diartikan sebagai aksioma yang memberi jalan pemecahannya jika sesuatu aturan diperlakukan atau
35
Bernard L. Tanya dkk, Op.Cit, hal. 128.
36
Idem, hal. 103-104.
37
Idem, hal. 100-101.
38
Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 234.
Universitas Sumatera Utara
aturan yang mana harus diperlakukan bila terjadi bentrokan beberapa aturan dalam pelaksananya
39
. Asas-asas dimaksud antara lain : 1.
Asas Lex speciali derogat legi generali; Bahwa undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-
undang yang bersifat umum, di mana pembuat undang-undang itu sama.
40
2. Asas Lex posteriore lex priori;
Yaitu apabila undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang- undang yang berlaku terdahulu, di mana hal yang diatur oleh kedua undang-undang
tersebut mengenai suatu hal yang tertentu walau dalam makna dan tujuan berbeda atau bertentangan sekalipun.
41
3. Lex superior derogat legi inferiori
42
Merupakan asas dimana peraturan yang lebih tinggi mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah.
Peranan hukum dalam pembangunan nasional, menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara
yang teratur
43
. Pembangunan dalam arti seluas-luasnya meliputi segala segi dari kehidupan masyarakat dan tidak hanya segi kehidupan ekonomi belaka, karena kita
39
Faried Ali, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 197.
40
Ibid.
41
Idem, hal.198.
42
Yuliandri, Loc.Cit.
43
Mochtar Kusumaadmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan Kumpulan Karya Tulis, Bandung : Alumni, 2002, hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat membangun ekonomi suatu masyarakat tanpa menyangkutkan pembangunan segi-segi kehidupan masyarakat lainnya.
44
c. Teori Negara Kepulauan
Konsep negara Kepulauan pada dasarnya sudah jauh lebih dahulu lahir sebelum adanya pengesahan mengenai konsep ini oleh PBB. Negara kepulauan
Indonesia yang oleh bangsa Indoensia sendiri desebut dengan istilah khusus Nusantara, karena Indonesia ini berwujud suatu bentangan perairan lautan yang
didalamnya tersesak banyak gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang menjadi satu kesatuan justru karena adanya perairan tersebut. Memang bangsa Indonesia dalam
memberikan nama tanah tumpah darahnya tanah kelahirannya menggunakan kata tanah air, yang merupakan satu peristilahan sebagai pengganti kata benda yaitu
kepulauan Indonesia.
45
Pengukuhan secara politik mengenai nusantara sebagai sebuah pandangan politik mengenai cara pandang seluruh tanah air adalah satu kesatuan dikenal dengan
istilah konsep wawasan nusantara yang lahir pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan istilah Deklarasi Djuanda 1957 karena dibuat waktu pemerintahan
dengan Perdana Menteri Ir. Djuanda.
46
44
Ibid.
45
Toto Pandoyo, Wawasan Nusantara dan Implementasinya dalam UUD 1945 Serta Pembangunan Nasional, Jakarta : Bina Aksara, 1985, hal. 10.
46
Idem., hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
Dengan lahirnya konsep wawasan nusantara tersebut, maka pemanfaatan dan pengelolaan khusus bidang kelautan, mau tidak mau mesti menjadi prioritas
mengingat kondisi Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan sebagai mana yang dinyatakan dalam Deklarasi Juanda yang merupakan cikal bakal lahirnya konsep baru
yang diterima masyarakat dunia sebagai Negara Kepulauan. Konsep kepulauan itu sendiri mulai berkembang sejak abad ke-19 dalam hukum Internasional. Pada abad
ini masalah yang timbul mengenai konsepsi kepulauan ialah bagaimana mempersatukan dan mengelompokkan gugusan pulau kecil dan batu-batu karang
yang terdapat di lepas pantai agar dapat ditentukan negara mana yang menguasainya.
47
Terwujudnya Konvensi tentang Hukum Laut tahun 1982 UNCLOS 1982, merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena dalam Konvensi
ini ketentuan-ketentuan mengenai negara kepulauan yang telah diperjuangkan selama 25 tahun yaitu sejak Konferensi PBB tentang Hukum Laut I 1958. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa konsepsi negara kepulauan telah mendapat pengakuan internasional. Sebagai anggota masyarakat internasional, Indonesia
memerlukan pengakuan terhadap konsepsi yang merubah status perairan dan dasar laut kepulauan Indonesia yang sebelumnya merupakan laut lepas menjadi perairan
dan dasar laut yang berada di bawah kedaulatan Indonesia bagi kepantingan internasional. Dengan adanya pengakuan ini kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia
47
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Jakarta : Diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri edisi Terbatas, 1986, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan konsep kepulauan menjadi terjamin dan dihormati oleh masyarakat internasional.
48
Sejak diumumkannya Deklarasi tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan agar konsepsi hukum negara kepulauan diterima
dan diakui masyarakat internasional. Perjuangan tersebut akhirnya telah menghasilkan pengaku-an masyarakat internasional secara universal semesta yaitu
dengan diterimanya pengaturan mengenai asas dan rezim hukum negara kepulauan Archipelagic State dalam Bab IV Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut Tahun 1982.
49
atau yang dikenal dengan United Nations Convention Law of the Sea 1982 UNCLOS 1982. Ketentuan Internasional ini telah kita ratifikasi
menjadi Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut. Salah satu unsur utama didalam definisi ”archipelago” ini adalah kata-kata
”which are so closely inter-related” sehingga semua itu merupakan ”an intrisic geographical, economic and political entity”. Dengan definisi ini, maka unsur
kesatuan harus ada dengan jelas, yaitu kesatuan geografis, ekonomis dan politis. Suatu gugusan pulau yang walaupun berdekatan satu sama lain, belum tentu akan
menjadi kepulauan jika gugusan tersebut tidak merupakan suatu kesatuan politis dan ekonomis; sebaliknya suatu gugusan atau gugusan-gugusan pulau merupakan suatu
48
Idem., hal. 97.
49
Penjelasan, Bagian I. Umum,Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
keatuan ekonomi dan politis tetapi terletak terlalu jauh antara yang satu dengan yang lainnya, tidak ”so closely inter-related” juga tidak akan menjadi archipelago. Dengan
demikian, maka salah satu kunci utama untuk menjadikan suatu gugusan pulau-pulau sebagai ”archipelago” adalah bentuknya yang merupakan suatu ”group” dan adanya
unsur ”so closely inter-related”. Sedangkan unsur ”sejarah”, adalah unsur yang tidak perlu ada, tetapi jika ada dapat memperkuat unsur kesatuan tersebut.
50
Negara kepulauan menurut UNCLOS 1982 berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau
lain. Kepulauan itu sendiri mengandung artian sebagai suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya
satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang
hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.
51
Menimbang bentuk negaranya yang terdiri dari pulau-pulau, maka suatu negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang
menghuibungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang-karang terluar kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa di dalam garis pangkal demikian termasuk pulau-pulau
utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara daerah perairan dan daerah
50
Badan Penelitian dan........, Op.Cit, hal. 47.
51
Pasal 46, Konvensi Hukum Laut Tahun 1982.
Universitas Sumatera Utara
daratan, termasuk atol, adalah antara satu berbanding satu dan sembilan berbanding satu.
52
Kedaulatan suatu negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan, yang disebut sebagai perairan kepulauan, tanpa memperhatikan
kedalaman atau jaraknya dari pantai. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas kepulauan, juga dasar laut dan tanah di bawahnya, dan sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
53
Penentuan daerah kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara atas sumber daya alam yang mereka miliki tidak lepas dari betapa pentingnya penentuan garis pangkal
sebagai penentuan batas elevasi surut pantai suatu negara, bila garis elevasi surut pantai sudah diketahui maka barulah garis pangkal ditentukan. Suatu elevasi surut
adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi dan berada di atas permukaan laut pada waktu air surut, tetapi berada di bawah
permukaan laut pada waktu air pasang. Dalam hal suatu evaluasi surut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial
dari daratan utama atau suatu pulau, maka garis air surut pada elevasi demikian dapat digunakan sebagai garis pangkal untuk maksud pengukuran lebar laut teritorial.
54
Ada 3 tiga tipe garis pangkal menurut Unclos 1982 yaitu garis pangkal biasa normal, garis pangkal lurus straight, and garis pangkal kepulauan straight
52
Pasal 47 angka 1, KHL 1982.
53
Pasal 49 angka 1 dan 2, KHL 1982.
54
Pasal 13, KHL 1982.
Universitas Sumatera Utara
archipelagic.
55
Kegunaan garis pangkal inilah yang nantinya akan digunakan secara umum oleh setiap negara guna menentukan dasar penarikan garis teritorial, zona
tambahan, zona ekonomi ekslusif sampai dengan landas kontinen. Sedangkan secara khusus dengan adanya penetuan garis pangkal inilah nantinya akan dapat ditentukan
tapal batas wilayah provinsi danatau kabupaten kota terhadap penentuan batas wilayah laut mereka.
Penentuan batas laut suatu daerah provinsi danatau kota nantinya juga akan menggunakan tatacara sebagaimana yang telah diatur dalam TALOS A Manual on
Technical Aspects of The United Nations Convention on The Law of The Sea-1982, dimana batas wilayah laut terdiri atas beberapa teori teknik kelautan
56
, namun yang umum digunakan adalah dengan menggunakan teori the equidistance line
57
atau yang dikenal juga dengan istilah median line garis tengah.
55
A Manual on Technical Aspects of The United Nations Convention on The Law of The Sea- 1982 TALOS, Special Publication No. 51 4
th
ed – March 2006 Published by the International Hydrographic Bureau Monaco, Chapter 4-2 Baseline. petunjuk teknis mengenai hukum laut ini juga
dikenal dengan istilah TALOS Adapun definisi dari setiap garis pangkal tersebut, menurut UNCLOS yang diratifikasi dan digunakan sebagai dasar peristilahan yang nantinya diterjemahkan secara resmi
pada isi pasal dalam undang-undang nasional yang mengatur masalah laut adalah : The normal baseline is the basic element from which the territorial sea and other maritime zones are
determined. It is defined as the low water line along the coast, as marked on large-scale charts of the coastal state Article 5. Straight baselines are defined by straight lines that join points on the
coastline which have been selected according to the criteria listed in Article 7. They delineate internal waters from territorial seas and other maritime zones. Straight archipelagic baselines define the
periphery on an island group by joining the outermost islands with a succession of straight lines constructed in accordance with Article 47.
56
Idem, Chapter 6 mengenai Bilateral Boundaries, disebutkan terdapat beberapa teknik penentuan batas delimitasi laut yaitu : The Equidistance, Thalweg, Arbitrary Lines, Prolongation of
land Boundaries, enclaving, dan pengembangan dari teori equidistance lainnya.
57
UNCLOS, Op.Cit., artikel 15 menyebutnya sebagai equidistance line demikian juga dengan TALOS sedangkan untuk beberapa buku yang membahas mengenai delimitasi juga menyebutkan
sebagai median line garis tengah.
Universitas Sumatera Utara
2. Kerangka Konsepsional