Sejarah Tentang Perkembangan Undang-Undang Merek Di Indonesia

BAB II RUANG LINGKUP KUALIFIKASI MEREK DAGANG TERKENAL

MENURUT HUKUM DI INDONESIA, PENDAPAT PARA SARJANA DAN KONVENSI INTERNASIONAL

A. Sejarah Tentang Perkembangan Undang-Undang Merek Di Indonesia

Perkembangan tentang pengaturan merek di Indonesia mengenai perbandingan Undang-Undang Merek antara Tahun 1961, 1992, 1997, dan 2001 terdapat beberapa hal pokok perubahan dan penambahan dalam setiap perubahan yang dilakukan. Secara umum perkembangan pengaturan merek di Indonesia adalah sebagai berikut: Peraturan tentang merek pertama yang dibuat oleh pemerintah Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Sebelumnya, Indonesia menggunakan Undang-Undang Merek Kolonial Tahun 1912. Pada Tahun 1992, Pemerintah Indonesia memperbaharui pengaturan merek dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek kemudian dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO. Kemudian pada Tahun 1997, dalam rangka menyesuaikan dengan perjanjian Internasional mengenai Aspek-aspek yang terkait dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual 64 Disarikan dari pendapat Sutandyo Wingjosoebroto bahwa deduktif-induktif maksudnya: Penarikan kesimpulan dalam bentuk penalaran yang bergerak dari premis umum ke kesimpulan khusus. Lihat Bambang Sunggono. Op.Cit, hlm. 20-21. Universitas Sumatera Utara TRIPs-GATT, Pemerintah melakukan pembaharuan dengan mengeluarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Terjadi penyesuaian terkait dengan perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan Undang-Undang Merek yang terakhir. Beberapa perubahan penting yang ada adalah seputar penetapan sementara pengadilan, perubahan dari delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek, kemungkinan menggunakan alternatif dalam memutuskan sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat. 65 Adapun secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut. Untuk mempermudah penulisan, dalam tulisan ini, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan ditulis dengan Undang-Undang Merek Tahun 1961. Kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek, ditulis Undang-Undang Merek Tahun 1992. Sedangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang PUU Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek ditulis Undang-Undang PUU Merek Tahun 1997. Dan Undang- Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek ditulis Undang-Undang Merek Tahun 2001. Pengertian Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, tidak ada definisi dari merek, namun langsung 65 Asian Law Group Pty Ltd, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cetakan 5, Alumni, Bandung, hlm 132. Universitas Sumatera Utara pengertian hak atas merek. Sedangkan pada Peraturan Perundang-Undangan Merek yang lain diatur dengan jelas pada Pasal 1 ayat 1 yaitu: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.” Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, karena hanya merupakan perubahan, maka pengertian ini tidak lagi dicantumkan karena tidak termasuk sebagai Pasal yang diubah. Sistem Perolehan Hak Atas Merek Dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dinyatakan bahwa hak atas merek merupakan: “Hak khusus untuk memakai suatu merek guna memperbedakan barang- barang hasil perusahaan atau barang-barang perniagaan seseorang atau suatu badan dari barang-barang orang lain atau badan lain diberikan kepada barangsiapa yang untuk pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut di atas di Indonesia. Hak khusus untuk memakai merek itu berlaku hanya untuk barang-barang yang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu dan berlaku hingga tiga tahun setelah pemakaian terakhir merek itu”. Dari pasal ini jelas bahwa sistem perolehan hak atas merek yang digunakan adalah sistem deklaratif, yaitu memperoleh hak atas merek, dengan pemakaian pertama merek yang bersangkutan. Pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, sistem ini diubah menjadi sistem konstitutif, yaitu hak atas merek diperoleh dengan pendaftaran merek tersebut pada kantor merek. Hal ini diatur jelas dalam Pasal 3, yang menyatakan: “Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau Universitas Sumatera Utara beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya”. Dalam Undang-Undang Merek selanjutnya tidak ada perubahan dalam hal ini. Prasyarat Merek Persyaratan merek terkait dengan formalitas pendaftaran maupun substansi merek telah diatur sejak mula ada pengaturan merek. Dalam Undang- Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 Pasal 4 diatur prasyarat formil suatu merek jika akan didaftarkan sedangkan Pasal 5 terkait prasyarat substansi merek, yaitu tentang merek yang tidak dapat di daftarkan. Secara mendasar tidak jauh berbeda pengaturannya dengan Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992, hanya saja terjadi reformulasi bahasa dan format pasal. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 hal ini diatur dalam Pasal 4, 5, dan 6. Penambahan hanya pada Pasal 4, yang mengatur tentang prasyarat keharusan ada itikad baik dalam pendaftaran merek. Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997, merubah dan menambahkan Pasal 6 Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 menjadi: 1 Permintaan pendaftaran merek harus ditolak oleh Kantor Merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya aatau keseluruhannya dengan merek mi1ik orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis. 2 Permintaan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Kantor Merek apabila: a merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertu1is dari yang berhak; b merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem dari negara atau Iembaga nasional maupun internasional kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau c merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atau persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau Universitas Sumatera Utara d merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi Hak Cipta kecuali atas persetujuan tertulis dari Pemegang Hak Cipta tersebut. 3 Kantor Merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain untuk barang dan atau jasa yang sejenis. 4 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dapat pula diberlakukan terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 dan Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, ada penambahan pengaturan tentang perlindungan merek terkenal dan juga indikasi geografis yang sudah terkenal. Sebagaimana ditambahkan dalam Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi: Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang danatau jasa yang sejenis; b mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis; c mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal. Prosedur Pendaftaran Merek pada semua peraturan merek ini, diatur mengenai prosedur pendaftaran merek, dan tentunya dalam pengaturan merek yang terakhir diatur lebih rinci dan jelas. Hak Prioritas Dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum diatur. Seiring dengan terikatnya Indonesia dalam WIPO, dan berbagai rativikasi Konvensi Internasional bidang Hak Kekayaan Intelektual HKI, maka hak prioritas diatur secara berturut diperbaharui pada pokoknya sebagai berikut: Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 diatur dalam Pasal 12 sebagai berikut: “Permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi intemasional mengenai perlindungan merek yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal Universitas Sumatera Utara penerimaan permintaan pendaftaran merek yang pertama kali di negara lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut.” Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 merubahnya menjadi: “Permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi internasional mengenai perlindungan merek yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 6 enam bulan sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek yang pertama kali di negara lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau di negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia.” Kemudian dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 daitur dalam Pasal 11 sebagai berikut: “Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 enam bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.” Jangka Waktu Perlindungan Merek Semua Peraturan merek sejak awal mengatur perlindungan merek terdaftar adalah selama 10 sepuluh tahun. Komisi Banding Merek. Komisi Banding Merek ini diatur secara khusus dalam Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 33. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 maupun Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 hanya diatur secara umum bersama pengaturan pengajuan banding dalam Pasal 31. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum diatur tentang komisi Banding merek ini. Pengalihan Hak Atas Merek Undang- Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 mengatur dalam Pasal 20 ayat 1: Universitas Sumatera Utara “Pemindahan hak atas pendaftaran merek yang terdaftar menurut Pasal 7 kepada orang lain hanya diperkenankan, jika seluruh atau sebagian dari perusahaan yang menghasilkan barang atau perusahaan yang memperdagangkan barang yang memakai merek itu, juga telah dipindahkan haknya kepada orang lain tersebut.” Artinya pengalihan hak atas merek juga harus diikuti pengalihan perusahaannya sekaligus. jika ia hanya ingin menanggalkan mereknya saja, maka ia harus memohon penghapusan pendaftaran baru dari merek tersebut atas namanya dengan memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain penjelasan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961. Sedangkan dalam pengaturan berikutnya, merek dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dan dapat dialihkan. Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 telah mengatur dalam Pasal 41, 42 dan 43, yakni: Pasal 41: Ayat 1: “Hak Atas Merek terdaftar dapat dialihkan dengan cara pewarisan;wasiat; hibah; perjanjian; atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang”. Ayat 2: “Pengalihan hak atas merek sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disertai dengan dokumen-dokumen yang mendukungnya”. Ayat 3: “Pengalihan hak atas merek sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dimintakan pencatatan kepada Kantor Merek untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek”. Ayat 4: “Pengalihan hak atas merek terdaftar yang telah dicatat Kantor Merek, diumumkan dalam Berita Resmi Merek”. Ayat 5: “Akibat hukum dari pengalihan hak atas merek terdaftar berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga apabila telah dicatat dalam Daftar Umum Merek”. Ayat 6: “Pencatatan pengalihan hak atas merek sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri”. Pasal 42: Ayat 1: “Pengalihan hak atas merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik atau reputasi atau lain-lainnya yang terkait dengan merek tersebut”. Universitas Sumatera Utara Ayat 2: “Pengalihan hak atas merek terdaftar hanya dicatat oleh Kantor Merek apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima bahwa merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang atau jasa”. Pasal 43: “Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat berkaitan dengan kemampuan atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan, tidak dapat dialihkan dalam bentuk dan dengan cara apapun”. Dalam Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 Pasal 43 diubah menjadi: “Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat berkaitan dengan kemampuan atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan atau dilisensikan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa dan hasilnya”. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, tidak ada perubahan berarti, hanya ada penambahan aturan bahwa pada Pasal 42 terkait pencatatan oleh Direktorat jenderal. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum mengatur tentang Merek Kolektif. Baru pada pengaturan merek selanjutnya diatur tentang merek kolektif. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diatur dalam BAB VII Pasal 61 sampai dengan Pasal 71. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001 diatur dalam BAB VI Pasal 50 sampai Pasal 55. Merek kolektif yang terdaftar tidak dapat dilisensikan. Indikasi Geografis dan Indikasi Asal Ketentuan mengenai hal ini baru diatur dalam Undang-Undang Universitas Sumatera Utara PUU Merek Tahun 1997 dan UU Merek Tahun 2001. Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor ersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan Pasal 56 ayat 1. Sedangkan Indikasi-asal dilindungi sebagai suatu tanda yang: a. memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat 1, tetapi tidak didaftarkan; atau b. semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Pasal 59. Hapus atau batalnya Hak Atas Merek Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 mengatur tentang hapusnya hak atas merek dalam Pasal 18, yang meliputi; a. penghapusan oleh pemilik yang terdaftar sendiri; b. selama 6 enam bulan setelah pendaftaran, merek tidak dipakai; c. selama 3 tiga tahun merek tidak dipakai oleh pemilik merek; d. setelah 10 sepuluh tahun setelah tanggal pendaftaran dan tidak dilakukan pembaharuan; e. dinyatakan batal oleh pengadilan. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 10 Tahun 1992 mengatur secara rinci masalah Penghapusan maupun pembatalan merek dalam BAB VI Pasal 51 sampai Pasal 60. Perbedaan mendasar yang ada adalah bahwa penghapusan merek yang terdaftar dalam kantor merek hanya dapat dilakukan oleh kantor merek Pasal 51 ayat 1. Sedangkan dalam pembatalan, permohonan pembatalan hanya dapat diajukan oleh pemilik merek yang telah terdaftar, dan pembatalan oleh Kantor Merek berakibat pada tiadanya perlindungan hukum atas merek. Pasal 60 UU Merek Nomor 15 Tahun 2001 mengatur hal ini dalam BAB VIII Pasal 61 sampai dengan Pasal 72. Universitas Sumatera Utara Tidak ada perbedaan mendasar, hanya ada perincian terhadap pengaturan pembatalan pada merek kolektif pada Pasal 71-72. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa merek dalam UU Merek Nomor 21 Tahun 1961 dilakukan melalui Pengadilan Negeri di Jakarta, yang hasilnya disampaikan ke Kantor Milik Perindustrian Pasal 10-15. Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 Penyelesaian sengketa diatur dalam BAB VIII Pasal 71 sampai Pasal 76. Secara garis besar diatur bahwa gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga lain yang ditunjuk. Putusan Pengadilan Niaga dapat diajukan banding. Dan hak mengajukan gugatan tersebut tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan tindak pidana di bidang merek Pasal 76. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 diatur dengan lebih rinci, dan diatur tentang dimungkinkannya penggunaan alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal 84: Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ketentuan Pidana Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum mengatur tentang ketentuan pidana. Baru pada Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 diatur ketentuan pidana dalam BAB XI. Dalam bab ini ada dua jenis kejahatan dan satu pelanggaran. Kejahatan menggunakan merek yang sama dengan merek orang lain Pasal 81, dan kejahatan atas merek pada pokoknya milik orang lain Pasal 82. Sedangkan pelanggarannya adalah memperdagangkan barang atau jasa yang Universitas Sumatera Utara menggunakan merek hasil kejahatan di atas Pasal 84. Tidak diatur mengenai jenis delik kejahatan, apakah biasa atau aduan. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Menambah jenis tindak pidana: pertama, tindakan atas penggunaan tanpa hak tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain. Kedua, kejahatan atas penggunaan tanpa hak tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain. Ketiga, pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis. Keempat, barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut Pasal 92. Semua tindak pidana ini adalah delik aduan Pasal 95.

B. Pengertian Merek Dagang Terkenal Menurut Hukum Di Indonesia

Dokumen yang terkait

Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Agama Medan

17 361 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

1 41 156

Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Terkenal (Studi Atas Putusan Pengadilan)

0 32 136

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA KEUANGAN MELALUI PENGADILAN Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 2 17

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 1 13

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 2 12

PENDAHULUAN Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 15

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 19

ANALISIS PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DAGANG ASING DI PENGADILAN : STUDI TENTANG GUGATAN PENCABUTAN HAK MEREK

1 1 13