Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

(1)

1

SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 (STUDI PUTUSAN NOMOR 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

OLEH:

ROBERTO TUAH HAMONANGAN 100200394

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 (STUDI PUTUSAN NOMOR 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

OLEH

Roberto Tuah Hamonangan 100200394

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum NIP:1975011220

05012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Bismar Nasution, S.H., M.H Windha, S.H., M.Hum NIP: 19560329198601101 NIP:197501122005012002


(3)

3

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

(Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014) Roberto Tuah Hamonangan*

Bismar Nasution** Windha***

Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku usaha yang masih

“solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya

disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU. jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakandata sekunder.

Upaya PKPU dalam kepailitan adalah penundaan pembayaran utang untuk mencegah kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar seluruh utangnya dimasa yang akan datang. Dengan demikian PKPU memberikan keringanan sementara kepada debitur dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban-kewajiban debitur terhadap tagihan para kreditur. Pengadilan Niaga adalah bagian dari peradilan umum yang berwenang memeriksa dan memutus hal perkara yang bersangkutan dengan PKPU. Penyelesaian sengketa yang bersangkutan dengan permohonan kepailitan maupun PKPU dilakukan dengan cepat dan efektif. Dalam PKPU dibagi atas 3 (tiga) jenis kreditur. Yaitu kreditur konkuren, kreditur preferen dan kreditur separatis. Undang-Undang telah mengatur porsi dan hak masing-masing kreditur yang berbeda. Segala hal yang bersangkutan dengan penentuan kreditur dan hak suara para kreditur dilakukan dalam musyawarah yang ketetapannya diputuskan oleh Pengadilan Niaga dengan Hakim Pengawas untuk kemudian memberikan kepengurusan kepada pengurus yang dibentuk dan kepada Kurator.

Kata Kunci : Penetapan PKPU Tetap, Pengadilan Niaga, Kreditur Separatis *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU


(4)

4

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

senantiasa memberikan berkat dan rahmat kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikannya penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna

melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal

tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan

perkuliahannya.

Penulisan skripsi yang berjudul “Penetapan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)” ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai bagaimana penetapan penundaan kewajiban

pembayaran utang tetap oleh pengadilan niaga terkait dengan adanya kreditur

separatis.

Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan, sehingga

besar harapan agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan

saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik

dan lebih sempurna lagi.


(5)

5

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM selaku Wakil Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

dan sebagai Dosen Pembimbing II, yang sudah menyediakan waktu dan

membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, serta

memberikan masukan, kritik, saran dan motivasi sehingga penulisan

skripsi ini selesai tepat waktu.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing

I, yang sudah menyediakan waktu serta memberi masukan, kritik, motivasi

dan saran sehingga penulisan skripsi ini selesai tepat waktu.

7. Bapak Alm. Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan

Departemen Hukum Ekonomi.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas

segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga

terselesainya penulisan skripsi ini.

9. Seluruh pegawai/staff Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas

bantuan dan kerja samanya selama ini.

10. Kedua Orangtua penulis yang telah membesarkan, mendidik, memberikan


(6)

6

saran-saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Kawan-kawan perkuliahan dan juga pergaulan diluar yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu yang memberikan bantuan dan motivasi kepada

penulis.

Akhir kata, kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu

hukum di Indonesia.

Medan, Agustus 2015

Penulis,

Roberto Tuah Hamonangan 100200394


(7)

1

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR ... 21

A. Syarat dan Prosedur PKPU yang Diajukan Oleh Debitur ... 21


(8)

C. Pengakhiran PKPU ... 42

BAB III PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAI

SENGKETA PKPU ... 49

A. Kedudukan Pengadilan Niaga dalam Sistem Peradilan Di

Indonesia ... 49

B. Bentuk Sengketa dalam PKPU ... 56

C. Pengadilan Niaga Sebagai Penyelesaian Sengketa PKPU ... 59

BAB IV PENETAPAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN

UTANG TETAP OLEH PENGADILAN NIAGA TERKAIT ADANYA

KREDITUR SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

37 TAHUN 2004 ... 63

A.Penerapan Ketentuan Persyaratan PKPU Sementara ke PKPU

Tetap ... 63

B. Penetapan PKPU Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya

Kreditur Separatis ... 70

C. Akibat Hukum Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014

Terhadap Kedudukan Kreditur Separatis dalam PKPU ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79


(9)

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN


(10)

3

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

(Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014) Roberto Tuah Hamonangan*

Bismar Nasution** Windha***

Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku usaha yang masih

“solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya

disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU. jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakandata sekunder.

Upaya PKPU dalam kepailitan adalah penundaan pembayaran utang untuk mencegah kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar seluruh utangnya dimasa yang akan datang. Dengan demikian PKPU memberikan keringanan sementara kepada debitur dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban-kewajiban debitur terhadap tagihan para kreditur. Pengadilan Niaga adalah bagian dari peradilan umum yang berwenang memeriksa dan memutus hal perkara yang bersangkutan dengan PKPU. Penyelesaian sengketa yang bersangkutan dengan permohonan kepailitan maupun PKPU dilakukan dengan cepat dan efektif. Dalam PKPU dibagi atas 3 (tiga) jenis kreditur. Yaitu kreditur konkuren, kreditur preferen dan kreditur separatis. Undang-Undang telah mengatur porsi dan hak masing-masing kreditur yang berbeda. Segala hal yang bersangkutan dengan penentuan kreditur dan hak suara para kreditur dilakukan dalam musyawarah yang ketetapannya diputuskan oleh Pengadilan Niaga dengan Hakim Pengawas untuk kemudian memberikan kepengurusan kepada pengurus yang dibentuk dan kepada Kurator.

Kata Kunci : Penetapan PKPU Tetap, Pengadilan Niaga, Kreditur Separatis *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU


(11)

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN


(12)

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan

dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan

kegiatan ekonomi. Dalam perkembangannya tersedianya dana dan sumber dana

merupakan faktor yang paling dominan sebagai motor penggerak kegiatan usaha.

Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk apapun dan dalam skala apapun selalu

membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan usahanya dapat berjalan sesuai

perencanaan. Kebutuhan dana tersebut adakalanya dapat dipenuhi sendiri (secara

internal) sesuai dengan kemampuan tetapi adakalanya pula tidak dapat dipenuhi

sendiri. Untuk itu dibutuhkan bantuan dari pihak lain yang bersedia menyediakan

dana (secara eksternal) sesuai dengan tingkat kebutuhan dengan cara meminjam

kepada pihak lain atau dengan kata lain “berutang.”

Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan

oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku

usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku

usaha yang masih “solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu

membayar utang-utangnya disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”.1

1

Maria Regina Fika. “Penyelesaian Utang Debitor Terhadap Kreditor Melalui Kepailitan” Tesis (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.2007), hlm 2.

Pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya yang telah

jatuh tempo atau dengan kata lain berada dalam keadaan berhenti membayar


(13)

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya.

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi

keuangan dan usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan

kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas

seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di

kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di

bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil

penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit

tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditur.

Kepailitan akan membawa dampak yang besar dan penting terhadap

perekonomian suatu negara yang dapat mengancam kerugian perekonomian

negara yang bersangkutan. Kerugian tersebut ditimbulkan akibat banyaknya

perusahaan-perusahaan yang menghadapi ancaman kesulitan membayar

utang-utangnya terhadap para krediturnya. Untuk menghindari terjadinya penetapan

kepailitan oleh pengadilan dengan suatu keputusan hakim yang tetap, maka akan

di lakukan suatu upaya hukum yang dapat menyeimbangi keberadaan dan fungsi

hukum kepailitan itu sendiri, yaitu dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU). PKPU dapat diajukan oleh

debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, dimana permohonan


(14)

pailit. 2

Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004

(selanjutnya disebut UUK dan PKPU), debitur yang tidak dapat atau

memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran

utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan

kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana

perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang

kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau

Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh

undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada

pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan

cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau

sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya

tersebut.

PKPU adalah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang

merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan

restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau

sebagian utangnya kepada kreditur. PKPU akan membawa akibat hukum terhadap

segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak

dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi

yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan.

3

2

Hartini Rahayu. Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Malang: UPT Percetakan Uiversitas Muhammadiyah, 2008), hlm.221.

3

Munir Fuady. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15


(15)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sesungguhnya merupakan

bentuk perlindungan terhadap debitur yang masih beritikad baik untuk membayar

utang-utangnya kepada seluruh krediturnya. PKPU diatur dalam Pasal 222 s/d

Pasal 294 UUK dan PKPU. Dalam Pasal 222 ayat (1) disebutkan bahwa PKPU

ini dapat diajukan oleh:

1. Debitur.

Debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur yang

tidak dapat, atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat

melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan

dapat ditagih, dapat mengajukan permohonan PKPU, dengan maksud

untuk mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran

pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada kreditur.

2. Kreditur:

Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tersebut tidak

dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat

ditagih, dapat memohon ke Pengadilan Niaga, agar kepada debitur

diberi PKPU, untuk memungkinkan si debitur mengajukan Rencana

Perdamaiannya kepada mereka, yang meliputi tawaran pembayaran

sebagian atau seluruh utangnya kepada para kreditur.

3. Pengecualian, terhadap debitur Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek,

Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan


(16)

Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik

Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Dalam hukum kepailitan kreditur diklasifikasikan dalam beberapa jenis.

Penggolongan ini didasarkan kepada hak yang diberikan oleh undang-undang.

Adapun penggolongan yang dimaksud adalah:

A. Kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi secara proporsional dari

penjualan harta debitur. Dengan kata lain untuk jenis kreditur ini

kedudukannya sama.

B. Kreditur preferen, kreditur yang didahulukan dari kreditur lainnya untuk

pelunasan utang debitur karena kreditur jenis ini mendapat hak istimewa

yang diberikan oleh undang-undang

C. Kreditur separatis, kreditur pemegang hak jaminan kebendaan. Yang

diberikan hak untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan

kepadanya untuk memperoleh hasil penjualan untuk melunasi piutangnya

mendahului kreditur lainnya.

Dari penjabaran diatas bisa dilihat bahwa ada hal kekhususan yang diberikan

kepada kreditur separatis atas hak jaminan kebendaan yang dimiliki debitur , dan

kreditur separatis didahulukan dalam hal pelunasan piutang mendahului kreditur

lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas

dalam skripsi ini adalah Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus-PKPU/2014)


(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang

diajukan oleh debitur?

2. Bagaimanakah Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian sengketa

Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)?

3. Bagaimanakah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)

tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui upaya Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)

2. Untuk mengetahui Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian sengketa

Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)

3. Untuk mengetahui penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur Separatis menurut

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis.

Digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum


(18)

2. Manfaat praktis.

Memberikan masukan yang sangat berharga bagi berbagai pihak baik,

akademisi, praktisi hukum dan pihak-pihak terkait dengan penyelesaian utang.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas

masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penetapan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait dengan Adanya Kreditur

Separatis Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Belum pernah diteliti

oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan

yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini

merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan

judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif

penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady PKPU

ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang

melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada

kreditur dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara


(19)

(composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila

perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian PKPU merupakan

semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.4

Permohonan PKPU dapat diajukan oleh kreditur maupun debitur kepada

Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU dapat diajukan sebelum ada permohonan

pailit yang diajukan oleh debitur maupun kreditur atau dapat juga diajukan setelah

adanya permohonan pailit asal diajukan paling lambat pada saat sidang pertama

pemeriksaan permohonan pernyataan pailit. Namun jika permohonan pailit dan

PKPU diajukan pada saat yang bersamaan maka permohonan PKPU yang akan

diperiksa terlebih dahulu.

Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi

perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan

utama bagi si debitur, dimana si debitur sebagai orang yang paling mengetahui

keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik

petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari

kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap

sekalian krediturnya.

Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun

suatu strategi baru bagi si debitur menjadi sangat penting. Namun karena faktor

kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana

sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitur terpaksa membuat suatu

konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak

4


(20)

kreditur, dengan demikian si debitur masih dapat nantinya, tentu saja jika

perdamaian ini disetujui oleh para kreditur untuk meneruskan berjalannya

perusahaan si debitur tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah

dapat tercapainya perdamaian antara debitur dan seluruh kreditur dari rencarta

perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitur tersebut.

Bentuk PKPU ada dua yaitu PKPU sementara dan PKPU tetap. Yang

dimaksud dengan PKPU sementara adalah putusan Pengadilan Niaga terhadap

surat permohonan pengajuan PKPU yang diputuskan setelah diajukannya surat

permohonan baik oleh debitur maupun kreditur. Dalam hal pengajuan dilakukan

oleh debitur paling lambat PKPU sementara diputuskan adalah 3 (tiga) hari , dan

dalam hal diajukan oleh kreditur adalah paling lambat 20 (dua puluh) hari

masing-masing terhitung sejak tanggal dan hari diajukannya permohonan PKPU ke

Pengadilan Niaga. Hal tersebut diatur dalam Pasal 225 UUK dan PKPU. Setelah

adanya PKPU sementara maka rapat permusyawaratan hakim untuk memutuskan

PKPU tetap oleh Pengadilan Niaga dilaksanakan dan waktu yang diberikan tidak

boleh lewat dari 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak diputuskannya PKPU

sementara. Jangka waktu PKPU secara tetap tidak melebihi 270 (dua ratus tujuh

puluh) hari terhitung sejak PKPU sementara diucapkan.

Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan kewajiban

pembayaran utang sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling

sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan

pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan


(21)

siding tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus (Pasal

226 UUK dan PKPU). Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap

berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:

a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang

haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang

sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam

sidang tersebut; dan

b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya

dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak

agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3

(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang

hadir dalam sidang tersebut (Pasal 229 UUK dan PKPU).

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada dasarnya, hanya

berlaku/ditujukan pada para kreditur konkuren saja. Walaupun pada

Undang-undang UUK dan PKPU Pasal 222 ayat (2) tidak disebut lagi perihal kreditur

konkuren sebagaimana halnya Undang-undang No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212

jelas menyebutkan bahwa debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia

tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo

dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang,

dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang

meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur


(22)

Pengadilan Niaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1998 adalah Pengadilan dalam Lingkungan Badan Peradilan Umum. Jadi

bukan merupakan badan peradilan yang berdiri sendiri.5

Kompetensi Pengadilan Niaga termasuk kompetensi relatif dan

kompetensi absolut. Kompetensi relatif merupakan kewenangan atau kekuasaan

mengadili antar Pengadilan Niaga. Penyelesaian perkara di pengadilan niaga

ditetapkan dengan cepat (yakni ditentukan jangka waktunya), sedangkan

penyelesaian sengketa di pengadilan negeri sama sekali tidak ditentukan jangka

waktunya. Sifat penyelesaian sengketa pada pengadilan niaga ditetapkan harus

efektif. Maksudnya, putusan perkara permohonan kepailitan bersifat serta merta.

Artinya, putusan pengadilan niaga dapat dilaksanakan terlebih dahulu meski

terhadap putusan tersebut dilakukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan

kembali.

Pengadilan Niaga

memiliki kewenangan untuk menangani masalah-masalah yang yang khusus

tentang kepailitan dan PKPU. Tugas lembaga ini pada saat sekarang hanyalah

memeriksa dan memutus permohonan kepailitan dan PKPU pada pengadilan

tingkat pertama dengan majelis hakim. Dalam perkembangannya Pengadilan

Niaga telah dibentuk dibeberapa kota besar lainnya selain Jakarta seperti Medan,

Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang.

F. Metode Penelitian


(23)

Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti

gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi

sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan oprasional penelitian

untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan

sampel.6

1. Spesifikasi penelitian

Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ini

adalah :

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut

mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada

dalam masyarakat.7 Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data

sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.8

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi

objek penelitian.9

6

Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105. Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk

menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung

yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek

penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian

7 Ibid.. 8

Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9.

9


(24)

dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku.10

2. Data penelitian

Data penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu:

A. Bahan hukum primer, yaitu: Undang-undang Dasar 1945, UUK dan PKPU

Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

B. Data penelitian sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau

hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

C. Data penelitian tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum

tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus

hukum dan ensiklopedia.11 3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian Kepustakaan

(Library Research) studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen

yang ada, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang

berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis

10

Ibid., hlm 225. 11


(25)

lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari,

dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek

penelitian.12

4. Analisis data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat

deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara

pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut,

meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan

penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.13

Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam

bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai

jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah,

kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan

mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan solusi terhadap

permasalahan yang dimaksud.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan skripsi ini oleh penulis dimaksudkan untuk

memberikan perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam

penyusunannya skripsi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan susunan

sebagai berikut:

12

Ibid., hlm 225 13


(26)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini diuraikan mengenai latar belakang pemilihan judul,

perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,

keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,

sistematika penulisan.

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG

DIAJUKAN OLEH DEBITUR

Bab ini menguraikan mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU), syarat dan prosedur Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang PKPU yang diajukan debitur, akibat hukum

dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta

berlaku Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

BAB III PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA

PENYELESAIAN SENGKETA PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

Bab ini menguraikan kedudukan Pengadilan Niaga dalam sistem

peradilan di Indonesia, bentuk sengketa dalam Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang menjadi ranah

Pengadilan Niaga dan Pengadilan Niaga sebagai lembaga

penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

BAB IV PENETAPAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN


(27)

ADANYA KREDITUR SEPARATIS MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Bab ini menguraikan syarat penetapan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU) sementara ke Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU) tetap dan Penetapan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap oleh Pengadilan

Niaga terkait adanya kreditur separatis serta akibat hukum putusan

nomor 134 K/Pdt.Sus/PKPU/2014 terhadap kedudukan kreditur

separatis dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Memuat uraian tentang kesimpulan dan saran berdasarkan

pembahasan dari permasalahan yang ada dan alternatif pemecahan


(28)

21

A. Syarat dan Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

yang Diajukan Oleh Debitur

Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

digunakan untuk menyelesaikan utang piutang antara Kreditur dan Debitur adalah

Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. PKPU adalah suatu

keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran

utangnya, si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang relatif tidak lama

akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua

utang-utangnya.14

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah masa tertentu

yang diberikan oleh Pengadilan Niaga bagi debitur yang tidak dapat atau

memperkirakan tidak akan dapat membayarkan utang stelah jatuh tempo dan

dapat ditagih, untuk menegoisasikan cara pembayarannya kepada kreditur baik

sebagian maupun seluruhnya termasuk merestrukturisasinya apabila dianggap

perlu dengan mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran

sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditur. PKPU adalah prosedur hukum

(atau upaya hukum) yang memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditur

14

Robinton Sulaiman dan Joko Prabowo. Lebih Jauh Tentang Kepailitn (Tinjauan Yuridis: Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan pemegang Saham Terhadap Perusahaan Pailit) (Karawaci: Pusat study Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitaas Pelita Harapan, 2000), hlm 32.


(29)

yang tidak dapat memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah

jatuh tempo.15

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau disebut juga moratorium,

harus dibedakan dengan gagal bayar, karena gagal bayar secara esensial berarti

bahwa seorang debitur tidak melakukan pembayaran utangnya. Gagal bayar

terjadi apabila si peminjam tidak mampu untuk melaksanakan pembayaran sesuai

dengan jadwal pembayaran yang disepakati baik atas bunga maupun atas utang

pokok. Dengan demikian pihak yang harus berinisiatif untuk mengajukan

permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah pihak debitur, yakni PKPU dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah

memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utang-utangnya. PKPU

terbagi dalam dua (2) tahap, yaitu tahap PKPU Sementara dan tahap PKPU Tetap.

Berdasarkan Pasal 225 ayat (2) UUK dan PKPU, Pengadilan Niaga harus

mengabulkan permohonan PKPU sementara. PKPU sementara diberikan untuk

jangka waktu 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditur untuk memberikan

kesempatan kepada debitur untuk mempresentasikan rencana perdamaian yang

diajukannya. Sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum

270 hari, apabila pada hari ke-45 atau apat kreditur belum dapat memberikan

suara mereka terhadap rencana perdamaian tersebut Pasal 228 Ayat (6) UUK dan

PKPU. PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk

menunda pembayaran utangnya, si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang

relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua

utang-utangnya.

15


(30)

debitur yang sudah tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan

pembayaran utang-utangnya, di mana permohonan itu sendiri mesti

ditandatangani oleh debitur atau kreditur bersama-sama dengan advokat, dalam

hal ini lawyer yang mempunyai ijin praktek ( Pasal 224, ayat (1) UUK dan

PKPU).

Penyelesaian utang piutang antara debitur dan kreditur, seorang debitur

yang hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tersebut tidak membayar

utangnya dengan sukarela, maka kreditur akan menggugat debitur secara perdata

ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber

pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur

dipergunakan untuk membayar piutang kreditur. Sebaliknya dalam hal debitur

mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan mendapatkan pembayaran bagi

semua orang berpiutang secara adil.16

Menurut pendapat Munir Fuady, PKPU ini adalah suatu periode waktu

tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Pengadilan Niaga,

dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditur dan debitur diberikan

kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya

dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh

atau sebagian utangnya itu, termasuk apabita perlu merestrukturisasi utangnya

tersebut. Dengan demikian PKPU merupakan semacam moratorium dalam hal ini

legal moratorium.

Asas-asas dalam PKPU antara lain :

16


(31)

1. Asas keseimbangan

Merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu, di satu pihak, terdapat

ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan

lembaga Kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat

ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan

lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak beritikad baik.

2. Asas kelangsungan

Usaha Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang

prospektif tetap dilangsungkan. 3. Asas keadilan

Bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para

pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya

kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas

tagihan masing-masing terhadap debitur, dengan tidak memperdulikan

Kreditur lainya.

4. Asas integrasi

Bahwa sistem hukum Formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan

yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diberikan hanya pada

saat-saat debitur benar-benar sudah tidak mampu yang harus dibuktikan dengan

putusan pengadilan. Selain itu, dikenal pula empat (4) kualifikasi suatu


(32)

1. Solvabel Likuid, jika jumlah seluruh harta kekayaan perusahaan itu lebih besar

dari jumlah utangnya dan perusahaan itu mampu melunasi utang-utang dan

kewajiban-kewajibannya yang lain tepat pada waktunya

2. Solvabel Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya)

lebih besar dari utang-utangnya, tetapi perusahaan itu tidak dapat melunasi

utang-utangnya tepat pada waktunya.

3. Insolvabel Likuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya)

lebih kecil dari utang-utangnya, tetapi perusahaan tersebut masih dapat

melunasi utang-utangnya tepat pada waktunya.

4. Iinsolvable Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan termasuk piutang,

lebih kecil dari jumlah seluruh utang-utangnya dan perusahaan itu tidak mampu

dan berada dalam keadaan berhenti membayar/ paailit (disebut insolvensi).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, upaya yang dapat dilakukan oleh

debitur untuk dapat menghindari kepailitan adalah dengan melakukan upaya yang

disebut PKPU. Upaya tersebut hanya dapat diajukan oleh debitur sebelum putusan

pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan, karena berdasarkan Pasal 229 ayat

(3) UUK dan PKPU, permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu apabila

permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU sedang diperiksa pada saat

yang bersaamaan.

Permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan

pailit yang diajukan terhadap debitur, dapat diputus terlebih dahulu sebelum

permohonan pernyataan pailit diputuskan, maka menurut Pasal 229 ayat (4) UUK


(33)

permohonan pemeriksaan pernyataan pailit.17

Di dalam PKPU Pasal 222 ayat (2) UUK dan PKPU menyatakan bahwa

Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar

utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon

penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan

rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh

utang kepada krediturnya. Permohonan PKPU oleh si debitur ini dilakukan

sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitur.

Namun, ada kalanya PKPU ini diajukan oleh si debitur pada saat permohonan

pernyataan pailit si debitur oleh pihak lain telah dimohonkan ke pihak pengadilan.

Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU ini diperiksa pada

saat yang bersamaan, maka PKPU) inl harus diputus terlebih dahulu.

Dalam penjelasan PKPU tidak

secara tegas menyatakan tentang hal itu namun memerlukan analogi atau

penafsiran yang lebih luas yaitu sebelum ada keputusan pernyataan pailit oleh

hakim maka pemohonan PKPU masih bisa diajukan ke pengadilan yang sama,

dan dalam hal ini hakim tetap harus mendahulukan permohonan PKPU.

Munir Fuady dalam bukunya “Pengantar Hukum Bisnis” menyatakan: 18

Namun, PKPU bukanlah satu-satunya cara untuk melepaskan si debitur

dari kepailitan dan likuidasi terhadap harta bendanya.Sedangkan menurut Sutan “Akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh debitur terpaksa dilakukan oleh debitur dengan tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah diajukan oleh para krediturnya. Jika diajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) padahal permohonan pailit telah dilakukan maka Hakim harus mengabulkan PKPU, dalam hal ini PKPU Sementara untuk jangka waktu 45 hari sementara gugatan pailit gugur demi hukum”.

17

Munir Fuady.Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik (Edisi Revisi Disesuaikan dengan UU Nomor 37 Tahun 2004), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm 98

18


(34)

Remy Syahdeini dalam bukunya “Hukum Kepailitan” ada dua cara untuk

melepaskan si debitur dari kepailitan ini:19

1. Dengan mengajukan PKPU;

2. Dengan mengadakan perdamaian antara debitur dengan krediturnya, setelah

debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian ini memang tidak dapat

menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, akan tetapi

apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah diputus

oleh pengadilan itu menjadi berakhir.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar debitur dapat

terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitur telah atau

akan berada dalam keadaan insolven. Cara yang pertama adalah dengan

mengajukan PKPU. PKPU diatur dalam Bab III, Pasal 222 sampai dengan Pasal

294 UU Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan

PKPU, debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat

melanjutkan pembayaran utang- utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dapat memohon penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau

sebagian utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of

payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang

diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa

tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk

memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana

19

Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan , Memahami Faillissementsverordening JunctoUndang-Undang No.4 Tahun 1998 (Jakarta:Temprint, 2002) hlm. 124


(35)

pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk

merestrukturisasi utangnya tersebut.20

Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitur agar harta kekayaan

terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara debitur dengan para

krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian itu

memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi,

tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah

diputuskan oleh pengadilan itu menjadi berakhir. Cara ini pula debitur dapat

menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya

sekalipun kepailitan sudah diputuskan oleh pengadilan. Perdamaian tersebut dapat

mengakhiri kepailitan debitur hanya apabila dibicarakan bersama melibatkan

semua kreditur. Apabila perdamaian hanya diajukan dan dirundingkan dengan

hanya satu atau beberapa kreditur, maka kepailitan debitur tidak dapat diakhiri.

Tujuan pengajuan PKPU, menurut Pasal 222 ayat 2 PKPU, adalah untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian

atau seluruh utang kepada kreditur. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat 2 PKPU,

yang dimaksud dengan kreditur adalah baik kreditur konkuren maupun kreditur

yang didahulukan. PKPU adalah prosedur hukum (atauupaya hukum) yang

memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditur yang tidak dapat

memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah jatuh tempo.21

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat diajukan secara

sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat

20

Munir Fuady.Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15

21


(36)

membayar utang-utangnya dan PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan

kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran utangnya, debitur mempunyai

harapan dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang

akan cukup melunasi semua utang-utangnya akikatnya PKPU berbeda dengan

kepailitan, PKPU tidak berdasarkan pada keadaan dimana debitur tidak membayar

utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan budel

pailit. PKPU tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitur saja, melainkan juga

untuk kepentingan para krediturnya.

Menurut Fred B.G. Tumbuan, PKPU bertujuan menjaga jangan sampai

seorang debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan likuid dan sulit

memperoleh kredit, dinyatakan pailit, sedangkan bila ia diberi waktu besar

kemungkinan ia akan mampu untuk melunaskan utang-utangnya, jadi dalam hal

ini akan merugikan para kreditur juga.22

Prosedur permohonan PKPU diuraikan berdasarkan ketentuan Kreditur Oleh karenanya dengan memberi waktu

dan kesempatan kepada debitur melalui PKPU maka debitur dapat melakukan

reorganisasi usahanya ataupun restrukturisasi utang-utangnya, sehingga ia dapat

melanjutkan usahanya dan dengan demikian ia dapat melunasi utang-utangnya.

224 PKPU yang berbunyi sebagai berikut

1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokadnya.

2. Dalam hal pemohon adalah debitur, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta suratbukti secukupnya.

22


(37)

3. Dalam hal pemohon adalah kreditur, pengadilan wajib memanggil debitur melaluijuru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7(tujuh) hari sebelum sidang.

4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3, debitur mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya dan bila ada rencana perdamaian.

5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222. 6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kreditur 6 ayat 1, ayat 2 , ayat 3,

ayat (4) dan ayat 5 berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Berdasarkan ketentuan Pasal 224 PKPU tersebut, maka permohonan

PKPU harus diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga disertai dengan

daftar uraian mengenai harta beserta surat-surat bukti selayaknya. Surat

permohonan itu harus ditandatangani baik oleh debitur maupun penasehat

hukumnya.23

Terhadap permahonan PKPU yang diajukan ke Pengadilan Niaga, maka

pengadilan terlebih dahulu akan memutus PKPU Sementara kepada debitur

sebelum PKPU Tetap. Adapun tujuan PKPU Sementara ini adalah :

24

1. Agar segera tercapai keadaan diam (stay atau standstill),sehingga memudahkan pencapaian kata sepakat diantara kreditur dengan debitur menyangkut pada rencana perdamaian yang dimaksudkan oleh debitu

2. Memberi kesempatan kepada debitur untuk menyusun rencana perdamaian berikut segala persiapan-persiapan yang diperlukan apabila rencana perdamaian belum dilampirkan dalam pengajuan PKPU sebelumnya

Permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu paling lambat

3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, sebagaimana

dimaksud di atas, hakim harus mengabulkan PKPU Sementara dengan batas

23

Sutan Remi Syahdeini. Op.Cit., hlm 341 24


(38)

waktu 45 hari dan harus menunjuk seorang hakim pengawas serta mengangkat

satu orang atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur mengurus harta si

debitur. Namun apabila permohonan diajukan oleh kreditur, pengadilan dalam

waktu paling lambat 20 hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan

tersebut, harus mengabulkan PKPU Sementara dan harus menunjuk hakim

pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur

mengurus harta debitur tersebut.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara berlaku sejak tanggal

PKPU Sementara tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal

sidang yang paling lambat diselenggarakan pada hari ke 45 terhitung sejak PKPU

Sementara ditetapkan. Segera setelah ditetapkannya putusan PKPU Sementara,

pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur dengan surat

tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan

paling lambat pada hari ke-45 terhitung setelah keputusan PKPU Sementara

ditetapkan.

Hakekatnya PKPU Tetap diberikan oleh para kreditur dan bukan oleh

Pengadilan Niaga, dengan kata lain PKPU Tetap diberikan berdasarkan

kesepakatan debitur dan para krediturnya mengenai rencana perdamaian yang

diajukan oleh debitur. Dan Pengadilan Niaga hanya memberikan putusan

pengesahan atau konfirmasi saja atas kesepakatan antara debitur dan para kreditur


(39)

keputusan yang tidak sesuai dengan kehendak atau kesepakatan debitur dan para

krediturnya.25

Pasal 229 UUK dan PKPU menentukan bahwa pemberian PKPU Tetap

berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:

1. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur konkuren yang haknya

diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua

pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui

dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan

2. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditur yang piutangnya

dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak

agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3

(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditur atau kuasanya yang hadir

dalam sidang tersebut.

Proses Pengajuan Permohonan Penundaan Pembayaran Utang. Pihak yang

harus berinisiatif untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban

pembayaran utang adalah pihak debitur dengan alasan bahwa debitur dalam

keadaan tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran

utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dengan maksud untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau

sebagian utangnya kepada kreditur Pasal 222 (2) UUK dan PKPU.

Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dapat juga diajukan

oleh kreditur , jika ia debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya sudah

25


(40)

jatuh tempo dan dapat ditagih, maka debitur dapat memohon agar kepada debitur

diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitur

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau

sebagian utan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang diajukan

debitur kepada Pengadilan dengan ditandatangani oleh debitur bersama-sama

dengan lawyer (penasehat hukumnya) yang mempunyai izin praktek. Permohonan

tersebut harus dilampirkan juga hal-hal sebagai berikut :

1. Daftar yang memuat sifat dan jumlah piutang, dan utang debitur .

2. Surat bukti secukupnya.

Pasal 225 (2) UUK dan PKPU dengan adanya permohonan penundaan

kewajiban pembayaran utang oleh debitur tersebut, maka selambat-lambatnya 3

hari dari sejak tanggal didaftarkan, hakim Pengadilan Niaga harus segera

mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus

menunjuk seorang hakim pengawas dari Hakim Pengadilan dan mengangkat satu

orang atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

Jika permohona diajukan oleh kreditur, Pengadilan dalam waktu paling lambat 20

hari dari sejak tanggal didaftarkan, hakim Pengadilan Niaga harus segera

mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus

menunjuk seorang hakim pengawas dari Hakim Pengadilan dan mengangkat satu

orang atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur

Pasal 226 (1) UUK dan PKPU. Pengurus wajib segera mengumumkan putusan


(41)

Indonesia paling sedikit dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk

oleh hakim pengawas.

Putusan Pengadilan Niaga tentang PKPU berlaku sejak putusan penudaan

kewajiban pembayaran utang tersebut diucapkan dan berlangsung damapai

dengan tanggal siding diselenggarakan. Dalam hal pengangkatan pengurus, maka

pengurus tersebut harus independen dan tidak memiliki benteruran kepentingan

dengan debitur atau kreditur, dan keberadaan pengurus tidak menyebabkan

debitur kehilangan kewenanganya dalam hal pengurusan harta-hartanya, hanya

saja dalam melakukan tugas tersebut debitur harus didampingi / disetujui oleh

pengurus Pasal 234 (1) UUK dan PKPU.

Selanjutnya setelah ditetapkan PKPU semenatra, maka Pengadilan Niaga

melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur untuk menghadap dalam

sidang yang akan memutuskan apakah dapat diberikan PKPU secara Tetap dengan

maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk

mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian. Pengadilan pada hari yang telah

ditetapkan Pengadilan harus mendengar debitur, hakim pengawas, pengurus dan

kreditur yang hadir, wakil atau kuasa yang ditujuk berdasarkan surat kuasa.

Apabila semua rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan PKPU

sementara atau telah disampaikan oleh debitur sebelum sidang maka pemungutan

suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan. Jika syarat-syarat tidak

dipenuhi, kreditur belum dapat memberikan persetujuan perdamaian, atas


(42)

Tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk

mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada siding selanjutnya.

Jika PKPU Tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan dalam jangka

waktu 45 hari sejak keputusan penundaan sementara, debitur dinyatakan pailit.

PKPU Tetap dan perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan atas persetujuan

lebih dari ½ kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang

hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 dari bagian dari seluruh tagihan yang diakui

atau sementara diakui dari kreditur konkuren yang hadir. Jika PKPU telah

dikabulkan, hakim pengawas dapat mengangkat satu atau lebih ahli untuk

melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta debitur

dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan hakim

pengawas.

Selama dalam masa PKPU, setiap 3 bulan sekali, pengurus wajib

melaporkan keadaan harta debitur ; dan laporan tersebut harus disediakan pula di

kepaniteraan Pengadilan Niaga agar dapat dilihat oleh masyarakat.

B. Akibat Hukum dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sejak diterimanya pemohonan PKPU oleh debitur, maka terjadilah

beberapa akibat hukum terhadap debitur yang bersangkutan. Akibat hukum

tersebut adalah sebagai berikut :26

1. Debitur kehilangan independensinya

26

Arif Indra Setyadi. penundaan-kewajiban-Pembayaran-utang,


(43)

Berbeda dengan kepailitan dimana debitur menyerahkan kewenangan

pengurusan harta kekayaan kepada kurator. Dalam PKPU, kewenangan dalam

kepengurusan harta tersebut masih berada di tangan debitur itu sendiri. Hanya saja

kebebasan debitur memang dibatasi dengan keberadaan pengurus selaku

pengawas (Pasal 240 PKPU).

2. Jika PKPU Tetap tidak tercapai dan PKPU Sementara berakhir, debitur

langsung diputus pailit

Berdasarkan pada Pasal 230 ayat (1) UUK dan PKPU, Pengadilan Niaga

harus menyatakan debitur pailit selambat-lambatnya hari berikutnya (tanpa hak

untuk mengajukan kasasi atau peninjauan kembali) apabila : Jangka waktu PKPU

sementara berakhir karena kreditur konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU

secara tetap. Perpanjangan PKPU telah diberikan, akan tetapi sampai dengan

tanggal batas terakhir penundaan pembayaran utang (maksimum 270 hari) belum

juga tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian.

3. Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang dan pelaksanaan eksekusi

ditangguhkan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 242 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa

selama berlangsungnya PKPU, maka debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar

utang-utangnya serta semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna

mendapatkan pelunasan utang tersebut juga harus ditangguhkan.

4. Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan

Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (1) dan ayat (2) UUK dan PKPU,


(44)

diperiksa ataupun menghalangi pengajuan perkara yang baru. Akan tetapi,

terhadap perkara yang semata-mata mengenai tuntutan pembayaran suatu piutang

yang telah diakui oleh debitur, sementara kreditur tidak mempunyai kepentingan

untuk mendapatkan suatu putusan guna melaksanakannya kepada pihak ketiga

setelah dicatatnya pengakuan tersebut, maka hakim dapat menangguhkan

pengambilan keputusan mengenai hal tersebut hingga berakhirnya PKPU.

5. Debitur tidak boleh menjadi penggugat atau tergugat

Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (3) UUK dan PKPU, debitur yang telah

ditunda kewajibannya pembayaran utangnya tidak boleh beracara di peradilan

baik sebagai penggugat ataupun sebagai tergugat dalam perkara yang

berhubungan dengan harta kekayaannya, kecuali dengan bantuan dari pihak

pengurus.

6. Penundaan pembayaran utang tidak berlaku bagi kreditur preferens

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 244 ayat (1) bahwa UUK dan PKPU

tidak berlaku bagi tagihan dari kreditur separatis, atau terhadap tagihan yang

diistimewakan terhadap barang-barang tertentu milik debitur. Maka jelas bahwa

terhadap debitur dengan hak istimewa, debitur juga harus membayar utangnya

secara penuh. Apabila pembayaran utang tidak mencukupi dari jaminan tersebut,

kreditur preferen masih mendapatkan haknya sebagai kreditur konkuren, termasuk

di dalamnya hak untuk mengeluarkan suara selama PKPU.

7. Penundaan pembayaran utang tidak berlaku terhadap beberapa jenis biaya


(45)

Pasal 244 UUK dan PKPU dikatakan bahwa PKPU tidak berlaku terhadap

beberapa jenis biaya tertentu (misal : tagihan yang dijamin dengan gadai)

8. Hak retensi yang dipunyai oleh kreditur tetap berlaku

Bahwa terhadap barang-barang yang ditahan oleh pihak kreditur wajib

dikembalikan ke dalam harta pailit dengan membayar terhadap utang yang

bersangkutan jika hal tersebut menguntungkan harta pailit Pasal 245 UUK dan

PKPU

9. Berlaku masa penangguhan eksekusi hak jaminan

Seperti halnya kepailitan, PKPU juga mengenal apa yang disebut dengan

masa penangguhan pelaksanaan eksekusi hak jaminan utang. Hanya saja lama

pelaksanaan masa penangguhannya berbeda dimana apabila kepailitan adalah

selama 90 hari, maka lama masa penangguhan dalam PKPU adalah 270 hari

(maksimum). Diatur dalam Pasal 246 UUK dan PKPU

10. Bisa dilakukan kompensasi

Berdasarkan pada Pasal 247 ayat (1) UUK dan PKPU, kreditur dapat

melakukan kompensasi atas utang dan piutangnya terhadap debitur asalkan utang

piutang tersebut sudah terjadi sebelum mulai berlakunya PKPU. 11. Kepastian terhadap perjanjian timbal balik

PKPU, kreditur dapat meminta kepastian mengenai kelanjutan

pelaksanaan perjanjian yang sifatnya timbal balik dalam waktu tertentu. Akan

tetapi perlu juga diingat bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi perjanjian timbal

balik yang prestasinya harus dilakukan sendiri oleh pihak debitur. 12. Perjanjian di bursa komoditi berakhir


(46)

Berdasarkan pada Pasal 250 UUK dan PKPU, apabila telah dibuat suatu

kontrak komoditi di bursa komoditi sementara penyerahan barang akan dilakukan

di waktu tertentu dimana debitur telah mengajukan PKPU, maka kontrak tersebut

menjadi hapus akan tetapi tidak menghilangkan hak bagi lawan untuk mengajukan

klaim ganti rugi.

14. Debitur dapat mengakhiri sewa-menyewa

Apabila keputusan Pengadilan Niaga tentang PKPU sementara , pihak

debitur sebagai penyewa dapat mengakhiri sewa tersebut asalkan dilakukan

pemberitahuan untuk pemutusan sewa dengan jangka waktu sebagai berikut Pasal

251 ayat (1) UUK dan PKPU.

Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan kontrak yang berlaku atau jika

tidak ada dalam kontrak, maka Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan

kelaziman setempat, atau Jangka waktu 3 bulan sudah dianggap cukup Akan

tetapi perlu diingat bahwa ketentuan ini hanya berlaku jika debitur adalah pihak

penyewa.

15. Dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja

Pasal 252 UUK dan PKPU mengatur tentang pemutusan hubungan kerja

dalam hal PKPU. Adapun ini ditujukan untuk membantu debitur dalam

melangsungkan kegiatan usahanya selama PKPU dilakukan.

16. Pembayaran kepada debitur yang telah memperoleh penundaan pembayaran

utang tidak membebaskan harta kekayaan

Salah satu akibat hukum dari PKPU adalah dalam hal pembayaran yang


(47)

hal itu berlaku kewajiban sebagai berikut : Pembayaran atas utang yang timbul

sebelum putusan PKPU sementara dijatuhkan, tetapi pembayarannya dilakukan

setelah putusan PKPU dan tapi diumumkan. Maka dalam hal ini tidak

membebaskan si pembayar tersebut dari harta kekayaan, kecuali dapat dibuktikan

bahwa si pembayar tersebut tidak mengetahui tentang telah adanya putusan PKPU

tersebut

17. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan terhadap harta kekayaan

tersebut

Apabila utang itu telah dibayarkan setelah adanya putusan PKPU

sementara, tetapi setelah adanya pengumuman sesuai dengan peraturan yang

berlaku, si pembayar juga tidak dibebaskan dari kewajibannya terhadap harta

kekayaan, kecuali :

a. Pembayar tidak mengetahui pengumuman PKPU sementara tersebut

b. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan bagi harta kekayaan.

Penundaan Pembayaran Utang Tidak Berlaku untuk Peserta Debitur dan

Kreditur Berdasarkan pada Pasal 254 UUK dan PKPU, sejauh yang menyangkut

dengan para peserta debitur dan garantor (penjamin), maka putusan PKPU

dinyatakan tidak berlaku. Artinya garantor tetap berkewajiban penuh sebagai

garantor, demikian juga dengan pihak peserta debitur untuk berkewajiban penuh

sesuai kontrak dan / atau peraturan perundang-undangan yang berlaku

18. Tidak ada actio pauliana

Berdasarkan pada Pasal 1341 KUHPerdata, yang dimaksud dengan Actio


(48)

yang tidak wajib dilakukan oleh debitur dengan nama apapun yang merugikan

para kreditur sepanjang dapat dibuktikan bahwa ketika perbuatan itu dilakukan

baik debitur maupun pihak dengan atau untuk siapa debitur itu berbuat

mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan para kreditur. Adapun dalam hal

PKPU, Actio Pauliana tidak dapat dilakukan.

19. Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh kurator

Hal PKPU, selama debitur diberikan kewenangan oleh pengurus sesuai

dengan Pasal 240 ayat (1) UUK dan PKPU, maka setelah debitur tersebut

dinyatakan pailit, perbuatan debitur tersebut haruslah dianggap sebagai perbuatan

hukum yang dilakukan oleh kurator dan mengikat harta pailit

20. Penundaan kewajban pembayaran utang dapat dilakukan berkali-kali

Tidak ada larangan untuk melakukan penundaan utang lebih dari satu kali

bagi debitur yang sama. Bahkan, apabila PKPU diajukan dalam 2 bulan semenjak

berakhirnya PKPU yang pertama, berlaku ketentuan sebagai berikut : Jangka

waktu penangguhan eksekusi barang jaminan oleh pihak kreditur separatis seperti

yang dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 44 UUK dan PKPU berlaku terhitung

sejak permulaan berlakunya PKPU yang pertama. Perbuatan hukum yang telah

dilakukan oleh debitur atas kewenangan yang diberikan oleh pengurus dalam

PKPU yang pertama, tetap berlaku terhadap PKPU yang kedua

21. Berlaku ketentuan pidana

Apabila debitur nekat atau karena ketidaktahuannya itu melakukan sendiri

hal-hal terkait pengurusan harta kekayaan tanpa sepengetahuan pengurus, maka


(49)

harta debitur, kecuali membawa manfaat bagi harta debitur tersebut. Pasal 240

ayat (3) UUK dan PKPU Debitur dapat diancam dengan pidana kurungan paling

lama 3 bulan karena melakukan pidana yang termasuk dalam pelanggaran

terhadap ketertiban umum.

C. Pengakhiran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Setelah PKPU diputuskan dan berjalan PKPU dapat diakhiri. Adapun

yang dapat mengajukan pengakhiran PKPU adalah atas permintaan hakim

pengawas, atas permohonan pengurus, atas permintaan kreditur, atau atas prakarsa

Pengadilan Niaga. Sedangkan beberapa alasan untuk mengajukan pengakhiran

PKPU adalah :

1. debitur bertindak dengan ikhtikat buruk dalam melakukan pengurusan

terhadap hartanya, selama waktu PKPU.

2. debitur telah merugikan atau mencoba merugikan krediturnya.

3. debitur melanggar Pasal 240 ayat (1) UUK dan PKPU yang mengharuskan

debitur bertindak mengenai hartanya berdasarkan kewenangan yang diberikan

oleh pengurus

4. debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya

oleh pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan, atau lalai

melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi

kepentingan harta debitur.

5. Selama waktu PKPU, keadan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan


(50)

6. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya

terhadap para kreditur pada waktunya.27

Pengurus wajib mengajukan mengajukan permohonan pegakhiran PKPU

dengan jika terdapat alasan nomor 1 dan nomor 5 di atas. Pemohon,

debitur,dan pengurus harus didengar pada tanggal yang telah ditetapkan oleh

Pengadilan setelah dipanggil sebagaimana mestinya. Permohonan pengakhiran

PKPU dengan alasan-alasan di atas harus selesai diperiksa dalam jangka

waktu 10 (sepuluh) hari setelah pengajuan permohonan tersebut dan putusan

Pengadilan harus diucapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak

selesainya pemeriksaan. Putusan pengadilan harus memuat alasan yang

menjadi dasar putusan tersebut. Jika PKPU diakhiri dengan cara seperti ini,

debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Debitur setiap waktu

dapat memohon kepada Pengadilan agar PKPU dicabut, dengan alasan bahwa

harta debitur memungkinkan dimulainya pembayaran kembali dengan

ketentuan bahwa pengurus dan kreditur harus dipanggil dan didengar

sepatutnya sebelum putusan diucapkan. Bila debitur dinyatakan pailit dengan

pengakhiran PKPU ini maka berlakulah ketentuan sebagai berikut :

1. Jangka waktu sebagaimana dimaksud harus dihitung sejak putusan PKPU

sementara diucapkan;

2. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur setelah diberi persetujuan

oleh pengurus untuk melakukannya harus dianggap sebagai perbuatan

27

M. Hadi Subhan. Hukum Kepailitan Prinsip, norma dan Praktik di Peradilan (Surabaya; Airlangga, 2008), hlm. 152


(51)

hukum yang dilakukan oleh kurator, dan utang harta debitur yang terjadi

selama berlangsungnya PKPU merupakan utang harta pailit;

3. Kewajiban debitur yang timbul selama jangka waktu PKPU tanpa

persetujuan oleh pengurus tidak dapat dibebankan terhadap harta debitur,

kecuali hal tersebut membawa akibat yang menguntungkan bagi harta

debitur.

Apabila permohonan PKPU diajukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah

berakhirnya PKPU sebelumnya maka jangka waktu di atas berlaku pula bagi

jangka waktu PKPU berikutnya. Selanjutnya Imbalan jasa bagi ahli yang diangkat

ditentukan oleh hakim pengawas dan harus dibayar lebih dahulu dari harta

debitur.

Jika PKPU diakhiri berdasarkan sebab-sebab tersebut diatas, maka debitur

harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Terhadap putusan pernyataan

pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU, maka berlaku mutatis mutandis

(dengan perubahan yang perlu-perlu) ketentuan yang ada dalam Pasal 11, Pasal

12, Pasal 13 dan Pasal 14 UUK dan PKPU. Pasal 11 mengatur mengenai upaya

hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan pengakhiran PKPU adalah kasasi

ke Mahkamah Agung. Pasal 9 UUK dan PKPU, yang mengatur kasasi dimana

pemohonan kasasi wajib menyampaikan memori kasasi. Pasal 13 mengatur

prosedur kasasi ke Mahkamah Agung, dimana dalam 60 hari Mahkamah Agung

harus sudah memutus kasasi tersebut. Sedangkan Pasal 14 mengatur tentang


(52)

Selain yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UUK dan PKPU berakhirnya

PKPU dapat berakhir karena:

1. Jangka waktunya berakhir yakni paling lama 45 hari untuk PKPU Sementara

Pasal 25 ayat (4) dan paling lama 270 hari untuk PKPU Tetap Pasal 228 ayat

(6)

2. Debitur telah sanggup kembali membayar utang-utangnya Pasal 259 ayat (1)

3. Perjanjian perdamaian disahkan oleh majelis hakim Pasal 285 ayat (1)

4. Debitur dinyatakan pailit atas dasar :

a. PKPU Sementara telah habis waktunya dan kreditur menolah kreditur

menolak PKPU Tetap

b. PKPU Tetap diakhirnya sebelum waktunya

c. PKPU Tetap tidak dapat diberikan (ditetapkan) oleh majelis hakim

Pengadilan Niaga

d. Rencana perdamaian ditolak kreditur

e. Pengesahan perdamaian ditolak Pengadilan Niaga

f. Debitur tidak hadir dalam sidang PKPU Sementara

5. Debitur, selama dalam waktu PKPU bertindak dengan itikat buruk dalam

melakukan pengurusan terhadap hartanya

6. Debitur telah melakukan atau telah mencoba merugikan kreditur

7. Debitur melakukan pelanggaran yakni melakukan tindakan kepengurusan atau

kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus

8. Debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya


(53)

melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi

kepentingan harta debitur.

9. Selama waktu PKPU, keadan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan

dilanjutnya PKPU; atau

10. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya

terhadap para kreditur pada waktunya

11. Kreditur menolak rencana perdamaian

12. Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian

13. Pengadilan membatalkan perdamaian yang sudah disetujui oleh para pihak

14. Perdamaian yang disahkan oleh majelis hakim telah berkekuatan hukum tetap

Pasal 288 UUK dan PKPU

15. Jangka waktu PKPU Tetap 270 hari telah lampau Pasal 217 ayat (4) UUK dan

PKPU

16. Majelis hakim mencabut PKPU karena alasan tertentu Pasal 240 UUK dan

PKPU

17. Ditarik oleh debitur karena debitur sudah sanggup membayar

utang-utangnya28

28

Syamsudin Sinaga.Hukum Kepailitan Indonesia (Jakarta: Tata Nusa, 2012), hlm 272-274


(54)

49

A. Kedudukan Pengadilan Niaga dalam Sistem peradilan di Indonesia

Sistem peradilan dapat ditinjau dari beberapa segi. Pertama, segala sesuatu

berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Di sini, sistem peradilan akan

mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana dan sarana, dan lain –

lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan

memutus perkara). Kelembagaan peradilan dapat dibedakan antara susunan

horizontal dan vertikal. Susunan horizontal menyangkut berbagai lingkungan

badan peradilan (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan

tata usaha negara dan peradilan pajak). Selain itu ada juga badan peradilan khusus

dalam lingkungan peradilan umum, dan Mahkamah Konstitusi. Susunan vertikal

adalah susunan tingkat pertama, banding dan kasasi. Terhadap susunan horizontal

didapati pemikiran untuk mengadakan lingkungan baru baik yang mandiri

maupun yang berada dalam lingkungan yang sudah ada.

Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung Meliputi badan

peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer

dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, sesuai dengan amandemen UUD

1945, ada Mahkamah Konstitusi yang juga menjalankan kekuasaan kehakiman

bersama – sama dengan Mahkamah Agung.


(55)

A. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam

sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan

kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung

membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-

undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya

yang diberikan oleh Undang-Undang

2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi

3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan

rehabilitasi

B. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah

pemega


(56)

1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar,

2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,

3. memutus pembubaran partai politik,

4. memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum

5. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden

menurut UUD 1945.

C. Peradilan Umum

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada

umumnya. Peradilan umum meliputi:

1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan

daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Sebagai Pengadilan

Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat

pencari keadilan pada umumnya.

2. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah

hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi merupakan


(57)

berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat

Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan

Negeri.

D. Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara

perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang.

E. Peradilan Militer

Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan

yang berkaitan dengan tindak pidana militer.

F. Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah

Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Pada saat ini ada beberapa peradilan khusus dalam lingkungan

peradilan umum yaitu pengadilan niaga, pengadilan ad hoc HAM, Pengadilan

korupsi, dan pengadilan hubungan industrial.

Pengadilan Niaga merupakan bagian dari pengadilan umum yang


(58)

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta perkara-perkara

lainnya dibidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Kedudukan Pengadilan Niaga di Indonesia merupakan pengadilan khusus untuk

memeriksa dan memutuskan perkara di bidang perniagaan. Sebagai bagian dari

pengadilan umum, Pengadilan Niaga hanya berwenang memeriksa dan memutus

perkara-perkara dibidang perniagaan seperti perkara-perkara kepailitan,

penundaan kewajiban pembayaran utang, HAKI dan perkara perniagaan lainnya.

Keberadaan Pengadilan Niaga ini sejalan dengan penjelasan

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, bahwa

disamping 4 (empat) lingkungan peradilan, tidak tertutup kemungkinan adanya

pengkhususan (spesifikasi) dalam masing-masing lingkungan, misalnya dalam

lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan berupa pengadilan lalu

lintas, pengadilan anak-anak, pengadilan ekonomi dan sebagainya. Sebagaimana

kita ketahui bahwa lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1998 disebabkan oleh kondisi

mendesak aklibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para

pengusaha / dunia usaha mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya

terutama dalam menyelesaikan masalah utang piutang. Perpu No 1 Tahun 1998

kemudian menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan

kemudian dilakukan perubahan lagi melalui UUK dan PKPU.

Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga, menurut Sudargo

Gautama merupakan pencangkokan institusi baru, Artinya Pencangkokkannya itu

diambil dari berbagai lembaga baru dalam sistem hukum dan praktek hukum yang


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh debitur harus

sesuai dengan ketentuan Pasal 222 ayat 1 dan 2 UUK dan PKPU yaitu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Sedangkan legal standing debitur mengacu kepada Pasal 223 UUK dan PKPU, prosedur permohonan PKPU yang diajukan oleh debitur kepada Pengadilan Niaga mengikuti Pasal 224 – 228 UUK dan PKPU.

2. Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesai sengketa PKPU didasari oleh

adanya ketentuan Pasal 3 ayat 1 UUK dan PKPU. Terkait adanya “hal-hal lain” adalah menjadi kewenangan relative Pengadilan Niaga. Peradilan umum menjadi lingkungan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 angka 7 UUK dan PKPU dalam penyelesaian sengketa PKPU seperti antara lain sengketa antara pengurus dengan krediturnya, tentang hak suara baik


(2)

kreditur konkuren maupun separatis. Pengadilan Niaga menggunakan Hukum Acara Perdata dalam memeriksa serta memutus perkara pada tingkat pertama dengan Hakim Majelis.

3. Penetapan PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap terkait adanya kreditur

separatis maka penetapan oleh Pengadilan Niaga tersebut harus didasar pada persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kehendak lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang ada dalam sidang tersebut . menurut ketentuan pasal 229 ayat 1 UUK dan PKPU penetapan PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap, didasarkan pada persetujuan kreditur konkuren dan kreditur separatis dalam korum. Hal tersebut menujukkan bahwa tidak bisa satu pihak saja yang namun harus bersama-sama menyetujuinya dengan keputusan korum.


(3)

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang ada, maka memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Penerapan undang-undang kepailitan dan PKPU ini secara baik, mendukung

hidupnya hukum bisnis di Indonesia dan akan mengundang Investor masuk dan tentu saja akan memperbaiki iklim dan pertumbuhan ekonomi nasional yang masih lesu dan stagnant sekarang ini.

2. Dalam rangka memberikan kepastian terhadap kepentingan negara dalam

pembiayaan negara maka diperlukan dukungan berbagai pihak, baik melalui bunyi peraturan maupun penerapannya oleh para penegak hukum. Oleh karena itu seharusnya UUK dan PKPU harus dapat lebih tegas lagi mengatur tidak hanya mengenai kepentingan kreditur dan debitur, tetapi juga kepentingan Negara karena negara kedudukannya berada di atas kreditur separatis yang menurut UUK dan PKPU adalah kreditur yang kepentingannya paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka dirasa perlu merubah dan atau menambah Kreditur-Kreditur mengenai hal tersebut dan PKPU

3. Hukum kepailitan di Indonesia seyogyanya melindungi para pihak yang tidak

dapat melindungi diri sendiri, melalui pemberian keleluasaan bagi debitur untuk memperbaiki kinerja perusahaannya. Untuk itu, PKPU harus diberikan dalam jangka waktu yang luas agar perbaikan terhadap keuangan perusahaan dapat berjalan dengan optimal


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali Zainuddin. Metode Penelitian Hukum Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Fika Maria Regina. “Penyelesaian Utang Debitor Terhadap Kreditor Melalui Kepailitan” Tesis, Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.2007

Fuady Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999

Fuady Munir. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Fuady Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005

Fuady Munir. Pengantar Hukum Bisnis Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006

Gautama Sudargo. Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia Bandung:Citra Adytia Bakti, 1998

Harahap M. Yahya. Beberapa Tinjauan Reformasi Kekuasaan Kehakiman Makalah. Jakarta 5 Agustus 2002

Hartini Rahayu. Hukum Kepailitan Malang: Departemen Pendidikan Nasional, 2002

Hartono Sri Redjeki. Analisis Terhadap Peraturan Kepailitan Dalam kerangka Pembangunan Hukum Semarang: Elips Project, 1997


(5)

Hartono Sri Redjeki. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Jurnal Hukum Bisnis Volume 7, Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999

Hoff Jerry. Indonesian Bankruptcy Law Jakarta: Tata Nusa, 1999

Hoff Jerry. Undang-Undang Kepailitan di Indonesia Jakarta: Tatanusa, 2000 Irawan Bagus Irawan. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan;Perusahaan; dan Asuransi

Bandung:Alumni,2007

Mulyadi Kartini. Pengertian Dan Prinsip-Prinsip Umum Hukum Kepailitan Jakarta: Makalah, 2000

Putro Bramantyo Djohan. Resrtukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai Jakarta: PPM, 2004

Rahayu Hartini. Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Malang: UPT Percetakan Uiversitas Muhammadiyah, 2008

Sjahdeini Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan , Memahami Faillissementsverordening JunctoUndang-Undang No.4 Tahun 1998 Jakarta:Temprint, 2002

Sjahdeini Sutan Remy. Hukum Kepailitan; Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998 Jakarta: Grafity, 1992

Soemitro Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994


(6)

Sulaiman Robinton dan Prabowo Joko. Lebih Jauh Tentang Kepailitn, (Tinjauan Yuridis: Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan pemegang Saham Terhadap Perusahaan Pailit) Karawaci: Pusat study Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitaas Pelita Harapan, 2000

Sunarmi. Hukum Kepailitan (edisi 2) Jakarta: sofmedia, 2010 Sutedi Adrian. Hukum Kepailitan Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009 Sutedi Adrian. Hukum Kepailitan Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009

Suyatno R Anton. Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Jakarta: Kencana Prena Media,2012

Widjaja Gunawan. Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit jakarta: Forum Sahabat, 2009

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Internet

Pengertian Syarat harus adanya Uta usercontent.com/search?q=cache:http:/hernathesis.multyply.com/reviews/item /13(diakses tanggal 29 September 2015

Arif Indra Setyadi. penundaan-kewajiban-Pembayaran-utang,

tanggal 30

September 2015)

Juntaks


Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

0 10 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 19