3. Arbitrase bukan sebagai lembaga yang siap pakai, dipandang masih cukup
merepotkan masyarakat yang masih awam tentang arbitrase karena para pihak harus aktif guna terselenggaranya arbitrase.
Sengketa merek yang dapat diselesaikan melalui arbitrase persoalannya sama dengan penyelesaian melalui lembaga APS karena Pasal 84 Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 Tentang Merek telah membatasi tentang sengketanya, yaitu hanya terbatas pada sengketa tentang ganti rugi akibat pelanggaran hak atas merek. Untuk
sengketa mengenai pembatalan dan penghapusan pendaftaran merek yang diajukan oleh pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk diselesaikan melalui lembaga arbitrase,
karena kedua hal tersebut harus diselesaikan melalui jalur pengadilan. Kantor pendaftaran merek tersebut hanya tunduk kepada putusan pengadilan apabila ada
perintah didalamnya seperti perintah pembatalan pendaftaran merek maupun penghapusan pendaftaran merek.
3. Pengadilan litigasi
Pengadilan adalah merupakan lembaga yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman dan mempunyai tugas memeriksa dan mengadili suatu perkara yang
ditujukan kepadanya. Sehubungan dengan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman terdapat 4 empat lingkungan Badan
Peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung MA, yaitu: a. Peradilan Umum, b. Peradilan Militer, c. Peradilan Agama, dan d. Peradilan Tata Usaha Negara
PTUN. Keempat badan peradilan tersebut masing-masing mempunyai kewenangan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Dari badan-badan peradilan tersebut diatas yang memiliki wewenang mengadili sengketa merek adalah Peradilan Umum, yang berwenang untuk mengadili
perkara perdata dan pidana. Sejak Tahun 1999 Negara Indonesia mempunyai Pengadilan Niaga yang yang merupakan pengadilan khusus yang berada di
Pengadilan Negeri dengan wewenang mengadili perkara kepailitan dan perkara Hak Kekayaan Intelektual HKI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
Pengadilan Niaga resmi menjalankan tugasnya mengadili sengketa merek. Sedangkan untuk mengadili perkara pidana di bidang merek wewenangnya berada pada
Pengadilan Negeri. Pembentukan Pengadilan Niaga di Indonesia didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang perpu Nomor 1 Tahun 1998, dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa hanya Pengadilan Niaga sebagai pemeriksa dan pemutus permohonan pailit,
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dan sengketa niaga lainnya yang akan ditetapkan dengan dengan Peraturan Pemerintah PP.
98
Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, selanjutnya berdasarkan keputusan Presiden Keppres Nomor 97 Tahun 1999
98
Akan tetapi kemudian penetapan penyelesaian sengketa tentang Hak Kekayaan Intelektual HKI yang juga diselesaikan pada Pengadilan Niaga, ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 14
tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, dan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2001 tentang Hak Cipta. Hal ini dapat dipandang sebagai penyimpangan atau adanya
inkonsistensi dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 jo Perpu Nomor 1 tahun 1998, lihat Komisi
Hukum Nasional,
Penyelesaian Sengketa
di Pengadilan
Niaga, http:www.komisihukum.go.id
., hlm. 1. Tanggal 25 Mei 2011.
Universitas Sumatera Utara
pada tanggal 18 Agustus Tahun 1998, didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan dan Semarang.
99
Seperti yang telah diuraikan bahwa bila dilihat Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat, juga
menyelesaikan aneka masalah kepailitan seperti masalah pembuktian, verifikasi utang dan lain sebagainya. Maka sebenarnya sejak awal Pengadilan Niaga dirancang untuk
diperluas kompetensinya, yang saat ini perluasan kompetensi itu mencakup kewenangan untuk memeriksa masalah-masalah yang berhunbungan dengan Hak
Kekayaan Intelektual, yang meliputi kewenangan untuk memeriksa sengketa merek, paten, desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Selanjutnya bila dilihat Penjelasan Umum atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dikatakan bahwa mengingat merek merupakan bagian
dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha, maka penyelesaian sengketa memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga, sehingga diharapkan
sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.
100
Namun pengakuan atas keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam masing-masing undang-undang tersebut masih belum bersifat integratif dan
koordinatif. Hal ini antara lain terlihat dari pengaturan prosedur beracara atau hukum acara perkara niaga. Hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan
perkara-perkara niaga pada Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan
99
Lihat Keputusan Presiden Keppres Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 1999.
100
Lihat Penjelasan Umum atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek.
Universitas Sumatera Utara
Herziene Indonesisch ReglementRechtsreglement Buitengewesten HIR.R.BG.
101
Memang apabila dilihat dalam hal-hal tertentu digunakan hukum acara khusus, seperti dalam masalah sengketa Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan aturan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
102
Untuk kedepan sebaiknya penyelesaian suatu perkara di pengadilan seharusnya mengkombinasikan 3 tiga hal secara simultan, yaitu kepastian hukum,
kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum. Untuk itu perluasan pengembangan Pengadilan Niaga akan mendasarkan kepada ketiga point tersebut dengan melihat dari
eksistensi Pengadilan Niaga saat ini dalam kaitannya sebagai pengadilan yang memutus perkara-perkara kepailitanPenundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PKPU dan Hukum Kekayaan Intelektual HKI.
103
Penyelesaian sengketa merek melalui pengadilan litigasi terbagi dalam 3 tiga tahap, yakni:
101
Hukum Acara yang digunakan oleh Pengadilan Niaga selain Hukum Acara Perdata HIRR.BG, dalam hal tertentu digunakan Hukum Acara Khusus berdasarkan aturan Undang-Undang
Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek dan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan demikian merupakan lex specialis dari HIRR.BG dan hukum acara perdata lainnya, lihat
Marny Emmy Mustafa, Hukum Acara dan Putusan Perkara Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-Operation Programme ECAP II.
102
Demikian pula halnya didalam hal pengaturan prosedur beracara atau hukum acara pemeriksaan perkara kepailitan diluar masalah kepailitan yang juga menggunakan ketentuan Herziene
Indonesisch ReglementRechtsreglement Buitengewesten HIR.RBG.
Universitas Sumatera Utara
1. Penyelesaian melalui Pengadilan Niaga,
2. Penyelesaian melalui Gugatan Perdata, dan
3. Penyelesaian melalui Gugatan Pidana.
Pelanggaran hak atas merek pada dasarnya dapat diselesaikan melalui bidang hukum perdata dan pidana. Penyelesaian di bidang hukum perdata pemilik merek
dapat mengajukan gugatan berdasarkan Undang-Undang Merek ke Pengadilan Niaga. Apabila tidak berniat menyelesaikan melalui Pengadilan Niaga, masih terbuka untuk
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Selain itu pemilik merek masih bisa mengajukan penyelesaian secara pidana, karena
penyelesaian perdata di bidang merek tidak menghapuskan hukuman pidana bagi pelakunya.
Sejauh ini perluasan kewenangan Pengadilan Niaga baru menyentuh masalah Hak Kekayaan Intelektual. Menyangkut masalah Hak Kekayaan Intelektual memang
sangat diperhatikan pemerintah dan pihak asing atau luar negeri. Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang dihasilkan dari kegiatan pikiran manusia di bidang
industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. Beberapa Undang-Undang mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dibuat.
Tahun 2000 diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 mengenai Desain Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 mengenai Desain Tata
Letak Terpadu yang mengalokasikan sebagian proses beracara kepada Pengadilan Niaga. Sebelumnya, masalah Paten, Merek dan Hak Cipta diurus Pengadilan Negeri.
103
Direktorat Hukum
dan Hak
Azasi Manusia
Ditkumham, http:www.bappenas.go.id...view=85pengadilanniaga.acc.pdf
., Op,Cit., hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
Namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 mengenai
Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengenai Merek dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 mengenai Hak Cipta yang dengan tegas mengatakan bahwa penyelesaian Hak Kekayaan Intelektual dilakukan oleh Pengadilan Niaga, maka
penyelesaian sengketa-sengketa Hak Kekayaan Intelektual tersebut menjadi kompetensi Pengadilan Niaga.
Hukum Acara dalam perkara gugatan Hak Kekayaan Intelektual di Pengadilan Niaga secara umum dan garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Gugatan pembatalan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual diajukan kepada
Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal tergugat, 2.
Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan NegeriNiaga Jakarta Pusat,
3. Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang
bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal
pendaftaran gugatan,
4. Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga
dalam jangka waktu paling lama 2 dua hari sejak gugatan didaftarkan, 5.
Dalam waktu paling lama 3 tiga hari terhitung mulai tanggal gugatan pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan
menetapkan hari sidang; sedangkan untuk perkara Paten, Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang paling lama 14 empat belas hari setelah pendaftaran
gugatan,
6. Pemanggilan para pihak yang bersengketa dilakukan juru sita paling lam 7
tujuh hari setelah gugatan didaftarkan. 7.
Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 enam puluh hari setelah gugatan didaftarkan,
8. Putusan atas gugatan pembatalan harus di ucapkan paling lama 90 sembilan
puluh hari setelah gugatan pendaftaran dan dapat diperpanjang paling lama 30 tiga puluh hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Sedangkan
gugatan di bidang Paten harus di ucapkan paling lama 180 seratus delapan puluh hari terhitung setelah tanggal gugatan didaftarkan,
9. Putusan atas gugatan pembatalan harus memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut dan harus di ucapkan pada sidang terbuka untuk umum. Putusan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun
Universitas Sumatera Utara
terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum, kecuali dalam sengketa Paten,
10. Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi, dan
11. Khusus mengenai Paten, kewajiban pembuktian terhadap pelanggaran atas
Paten diproses sebagaimana dimaksud dibebankan kepada tergugat.
104
Sedangkan Hukum Acara dalam hal tata cara gugatan pembatalan merek terdaftar pada Pengadilan Niaga pengaturannya dapat ditemui pada Pasal 80 sampai
dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Pada Pasal 80 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 menegaskan bahwa gugatan
pembatalan merek terdaftar diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, kecuali bila tergugatnya bertempat
tinggal di luar wilayah Indonesia maka gugatan pembatalannya diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
105
Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan, dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan, selanjutnya dalam waktu paling lama 2 dua hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan, panitera berkewajiban menyampaikannya kepada Ketua Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga diberikan waktu 3 tiga hari terhitung sejak tanggal gugatan
pembatalan didaftarkan untuk mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidangnya. Kemudian dalam jangka waktu paling lama 60 enam puluh hari setelah gugatan
didaftarkan, sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan.
104
Ibid, hlm. 8-9.
105
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 80 ayat 1 dan 2.
Universitas Sumatera Utara
Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lam 7 tujuh hari setelah gugatan pendaftaran didaftarkan.
106
Putusan atas gugatan pembatalan ini harus diucapkan paling lama 90 sembilan puluh hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama
30 tiga puluh hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung, dengan memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut, serta harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum. Juru sita yang akan
menyampaikan isi putusan Pengadilan Niaga kepada para pihak paling lama 14 empat belas hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.
107
Kemudian selanjutnya menurut Pasal 81 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, tata cara gugatan atas pelanggaran merek terdaftar berlaku
secara mutatis mutandis
108
terhadap gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
109
Putusan Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan banding, melainkan hanya dapat dajukan kasasi. Ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 82 Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek yang menegaskan bahwa terhadap putusan
106
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 80 ayat 3, 4, 5, 6 dan 7.
107
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 80 ayat 8 dan 9.
108
Dalam kamus ilmiah populer ‘mutatis mutandis’ adalah keadaan berubah atau sifat perubahan, Tim Prima Pena, Gitamedia Press, cetakan pertama, 2006, hlm. 329.
109
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 81.
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 2 hanya dapat diajukan kasasi.
110
Selanjutnya mengenai tata cara kasasi terhadap putusan Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang
menegaskan bahwa permohonan kasasi harus diajukan paling lama 14 empat belas hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan
kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus perkara tersebut. Panitera Pengadilan Niaga akan mendaftarkan permohonan kasasi tersebut
pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
111
Kemudian dalam waktu 7 tujuh hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan, pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasinya kepada
Panitera Pengadilan Niaga. Permohonan kasasi dan memori kasasi tersebut wajib dikirimkan Panitera kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 dua hari setelah
permohonan kasasi didaftarkan. Paling lama 7 tujuh hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi, termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori
kasasinya kepada Panitera Pengadilan Niaga dan Panitera Pengadilan Niaga tersebut berkewajiban menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling
110
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 82.
111
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 83 ayat 1 dan 2.
Universitas Sumatera Utara
lama 2 dua hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh Panitera Pengadilan Niaga.
112
Berikutnya dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari setelah lewat jangka waktu penyampaian kontra memori kasasi, Panitera Pengadilan Niaga
berkewajiban menyampaikan berkas perkara kasasi kepada Mahkamah Agung MA. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari
sidang paling lama 2 dua hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Selanjutnya sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi
dilakukan paling lama 60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
113
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 sembilan puluh hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung dan
memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut serta harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Panitera Mahkamah Agung
berkewajiban menyampaikan isi putusan kasasi tersebut kepada Panitera Pengadilan Niaga paling lama 3 tiga hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi
diucapkan. Kemudian juru sita Pengadilan Niaga berkewajiban menyampaikan isi
112
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 83 ayat 3, 4 dan 5.
113
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 83 ayat 6, 7 dan 8.
Universitas Sumatera Utara
putusan kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 dua hari setelah putusan kasasi diterima.
114
Apabila dilihat dalam paket Undang-Undang Kekayaan Intelektual HKI ini terutama pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, maka dapat
terlihat perubahan hukum acara yang digunakan menjadi prosedur yang sederhana, sehingga tidak memakan waktu yang lama dibanding proses Pengadilan Umum.
Kemudian dapat juga dilihat bahwa prosedur banding dihilangkan, sehingga upaya hukum yang diperbolehkan hanya kasasi dan ada kerangka waktu time frame
terhadap prosedur putusan perkara. Satu hal yang menarik mengenai perubahan ini yaitu perubahan ini juga sebagai pembentukan dari suatu prosedur yang bersifat lex
spesialis dari prosedur perdata biasa, maupun prosedur Pengadilan Niaga pada proses kepailitan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual terutama Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
mendeskripsikan suatu prosedur beracara sendiri tanpa mengatur prosedur untuk merujuk kembali pada Hukum Acara Perdata biasa. Namun hal ini tentu saja dapat
menimbulkan kesulitan nantinya, terutama apabila ternyata Undang-Undang tersebut tidak mengatur hal-hal yang mungkin saja terjadi dalam praktik persidangan.
Salah satu yang dapat dijadikan contoh adalah masalah pembuktian untuk perkara-perkara Hak Kekayaan Intelektual pada Pengadilan Niaga, dari 5 lima
114
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 83 ayat 9, 10, 11 dan 12.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang yang mengatur masalah Hak Kekayaan Intelektual mengenai prosedur gugatan pembatalan pendaftaran tidak ada satu pasalpun yang mengatur
pembuktian seperti yang terdapat pada HIR dan RBg. Dalam suatu hukum acara tertulis, setelah replik dan duplik diterima, hendaknya Majelis Hakim
mempertimbangkan untuk menerima atau tidak gugatan tersebut kemudian mengeluarkan putusan akhir. Namun apabila masih belum jelas dan perlu ada
pembuktian maka para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk mengajukan alat bukti. Dalam penyelesaian perkara Hak Kekayaan Intelektual di Pengadilan
Niaga, pengaturan mengenai peraturan-peraturan masalah pembuktian itu belum ada diatur dalam 5 lima Undang-Undang yang mengatur masalah Hak Kekayaan
Intelektual. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya ketidak jelasan, ditambah lagi hingga saat ini dengan adanya berbagai alat-alat bukti yang bias berbentuk teknologi
seperti faksimili, internet, mikro film, multi media dan lain sebagainya. Sehingga dengan demikian Hukum Acara yang dipergunakan oleh Pengadilan Niaga khususnya
dalam perkara-perkara Hak Kekayaan Intelektual mau tidak mau masih mengacu pada ketentuan Hukum Acara Perdata HIRRBg. Memang di dalam hal-hal tertentu
digunakan Hukum Acara Khusus berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000
Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang dengan demikian merupakan suatu lex spesialis dari HIRRBg dan Hukum Acara Perdata lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Setelah hal tersebut diatas, Hakim Pengadilan Niaga dapat menetapkan penetapan sementara pengadilan. Bila dilihat pada Pasal 85 Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang menegaskan bahwa: Berdasarkan bukti yang cukup pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim pengadilan niaga untuk
menerbitkan surat penetapan sementara tentang: a.
Pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak merek,
115
b. Penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut.
116
Permohonan penetapan sementara ini diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Melampirkan bukti kepemilikan merek yaitu sertifikat merek atau surat
pencatatan perjanjian lisensi bila pemohon penetapan adalah penerima lisensinya, b.
Melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran merek,
c. Keterangan yang jelas mengenai jenis barang danatau dokumen yang diminta,
dicari, dikumpulkan dan diamakan untuk keperluan pembuktian, d.
Adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti,
e. Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank yang besarnya harus
sebanding dengan nilai barang atau nilai jasa yang dikenai penetapan sementara.
117
Pengadilan Niaga akan segera memberitahukan kepada pihak yang dikenai tindakan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk didengar keterangannya
bila penetapan sementara pengadilan telah dilaksanakan.
118
115
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar sehingga Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan
sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar Hak Atas Merek ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi, lihat dalam Penjelasan Pasal 85
Huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
116
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak pelanggar menghilangkan barang bukti, lihat dalam penjelasan Pasal 85 Huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
117
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 86 ayat 1.
118
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 86 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian selanjutnya apabila Hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan sementara, dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak
dikeluarkannya penetapan sementara, Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa tersebut harus memutuskan untuk mengubah, membatalkan atau
menguatkan penetapan sementara pengadilan tersebut. Bila penetapan sementara pengadilan dikuatkan maka uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan
kepada pemohon penetapan dan pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan. Sedangkan bila penetapan sementara dibatalkan maka uang jaminan yang telah
dibayarkan harus segera diserahkan kepada pihak yang dikenai tindakan sebagai ganti rugi akibat adanya penetapan sementara tersebut.
119
Penetapan sementara ini merupakan mekanisme baru dalam paket Undang- Undang Hak Kekayaan Intelektual sebagai pelaksanaan dari Article 50 Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights TRIP’s, yang dikenal dengan istilah “Provisional Measures”
120
dan juga “Injunction”.
121
119
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 87 dan Pasal 88.
120
Provisional Measures atau Penetapan Sementara Pengadilan bertujuan untuk mencegah masuknya barang-barang yang diduga hasil pemalsuan merek dan untuk menjaga bukti yang relevan
sehubungan dengan pelanggaran yang digugat. Selain itu pemilik merek diberi kesempatan untuk menyelesaikan sengketanya melalui badan selaindiluar badan peradilan, yaitu melalui Arbitrase
Penyelesaian Sengketa APS ataupun juga melalui Lembaga Arbitrase. Provisional Measures ini umum dikenal dalam peraturan Arbitrase maupun Konvensi tentang penyelesaian sengketa penanaman
modal, diatur pada Article 50 TRIP’s, lihat Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, Op.Cit, hlm. 189.
121
Injunction diatur dalam Article 44 persetujuan TRIP’s yang merupakan suatu kewenangan pengadilan untuk memerintahkan kepada si pemalsu barang untuk menghentikan perbuatan
pelanggaran tersebut dan mencegah penetrasi barang-barang yang diduga melanggar merek orang lain, di dalam negaranya sendiri. Dlam Article 44 persetujuan TRIP’s ini menginginkan penegasan lebih
kuat, bahwa perintah untuk menghentikan produksi barang yang menggunakan merek palsu tersebut disertai penyitaan dan pemusnahan barang, sehingga upaya mencegah penetrasi barang ke dalam pasar
dapat tercapai.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh, jika ada pihak yang merasa Hak Mereknya dilanggar maka sebelum perkaranya disidangkan di Pengadilan, yang bersangkutan dapat meminta
Hakim melarang barang yang dianggap mengandung unsur pelanggaran tersebut memasuki pasar. Dalam hal ini dalam waktu 30 tiga puluh hari Hakim harus
mengambil keputusan, apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak. Kalau Hakim berpendapat telah terjadi pelanggaran maka Hakim menetapkan larangan terhadap
barang tersebut untuk masuk pasar. Sebaliknya, atas permintaan penetapan sementara yang ternyata tidak terbukti terjadi pelanggaran hak maka pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Namun ketentuan mengenai penetapan sementara ini tidak mengatur upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang
terkena tindakan penetapan sementara. Sebenaranya keterangan yang diberikan oleh pihak yang terkena tindakan
penetapan sementara sebagaimana disebut di atas dapat diartikan pula bahwa pihak tersebut diberi kesempatan untuk mengajukan bantahan verzet secara implisit
122
diatur pula dalam ketentuan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual HKI, khususnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
C. Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang
Terkenal Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan
Beberapa Sengketa Gugatan Merek Dagang Terkenal Di Pengadilan Niaga Medan, diantaranya adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. PUTUSAN NOMOR 02MEREK2004PN.NIAGAMDN Tentang