1. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya
yang tertinggi.
21
Teori hukum sendiri tidak boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah
direkonstruksi kehadiran teori hukum secara jelas.
22
Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,
23
yang merupakan masukan bersifat eksternal dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, paling tidak terdapat 5 lima kegunaan kerangka
teoritis bagi suatu penelitian, yakni sebagai berikut: 1.
Teori tersebut
berguna untuk
lebih mempertajam
atau lebih
mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2.
Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi.
3. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi- definisi.
4. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 5.
Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin
faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
24
21
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 254.
22
Ibid, hlm. 253.
23
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, C.V. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80.
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, 1986, Jakarta, hlm. 121.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu kajian dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual HKI yang cukup berperan dalam bisnis dewasa ini adalah Merek Trademark. Oleh karena itu merek
erat sekali kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh produsen baik berupa barang maupun jasa.
Dalam hal ini Teori yang digunakan penulis adalah “Azas Keadilan dan Kepastian Hukum” yang mendasari dalam suatu penyelesaian hukum terhadap
sengketa merek. Kepastian hukum maksudnya adalah hukum dijalankan sesuai das sollen atau keinginan dan tujuan bersama. Radbruch menyatakan tentang kepastian
hukum guna mewujudkan legal order sebagai: “The existence of a legal orders is more important than it’s justice and
expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certaintly, that is order or peace” Eksistensi
suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang
pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban atau ketentraman.
25
Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa: “Legal certaintly not only requires the validity of legal rules laid down by
power, it also makes demands on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certaintly, that it be practicable”
Kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya,
dapat di administrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan.
26
25
Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk, Kurt, The Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin, Harvard University Press, USA, 1950-dikutip dalam Endang Purwaningsih,
Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm 206.
26
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Kepastian hukum memerlukan hukum positif yang ditetapkan melalui kekuasaan Pemerintah dan aparatnya, untuk selanjutnya dilaksanakan sesuai isinya.
Keadilan dan kepastian hukum menjadi dasar dan tujuan akhir bagi Pengadilan dalam memutus suatu perkara Hak Kekayaan Intelektual, khususnya atas merek dagang
terkenal. Pengadilan merupakan instansi terakhir bagi para pihak yang bersengketa untuk memecahkan masalah hukum yang mereka hadapi, kecuali bagi para pihak
yang menyerahkan sengketakonflik mereka kepada badan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS ataupun melalui Lembaga Arbitrase.
Keadilan dan kepastian hukum menjadi recht idee dalam penyelesaian hukum terhadap sengketa merek. Keseimbangan kepentingan antara para pihak dapat dicapai
melalui penentuan scope of claims ruang lingkup pengadilan secara seimbang pula, yang dilalukan oleh Hakim dalam Pengadilan. Radbruch menilai sebagai:
“By justice we would test whether a precept is cast in the form of law at all, whether it may at all be brought within the concept of law; by expediency we
would determine whether it’s contents are rights; and by legal certainty it affords we would judge whether to ascribe to it validity” Dengan keadilan
kita bisa menguji apakah suatu ajaran ataupun aturan adalah masuk kedalam bentuk hukum seluruhnya, apakah mungkin keseluruhannya tercakup dalam
concept of laws; dengan kelayakan kita dapat menentukan apakah keseluruhan isinya adalah benar dan dengan kepastian hukum membuka
kita untuk menilai dan menganggap ke absahannya
27
Dengan kata lain berdasarkan keputusan pengadilan serta pendapat ataupun ajaran hukum, maka azas keadilan dan kepastian hukum harus mendasari setiap
penyelesaian hukum sengketa merek.
27
Ibid, hlm. 206-207.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya bila dilihat keberadaan merek sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu bagian dari suatu sistem hukum dalam kerangka
hukum Indonesia. Seperti yang ditegaskan Ranggalawe S, yang menyebutkan bahwa: “Hukum HaKI merupakan salah satu bagian sistem hukum yang merupakan
salah satu bagian tatanan nilai dalam masyarakat. Norma-norma perlindungan HaKI dicoba dilihat dari berbagai sudut kepentingan di luar dari hukum HaKI
itu sendiri, sehingga HaKI tidak bisa tidak merupakan sistem yang dipengaruhi masyarakat dan mempengaruhi masyarakat baik di tatanan
masyarakat moderen maupun masyarakat tradisional di negara berkembang. Dalam kancah Internasional sistem HaKI juga dapat dilihat sebagai suatu
sistem hukum yang dijadikan piranti perlindungan kepentingan dua pihak yang saling berhadapan, yaitu: negara maju developed countries dan negara
berkembang developing countries”.
28
Menurut Award, sistem
29
diartikan sebagai: “Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara
teratur system is an organized, functioning relationship among units or components”.
30
Selanjutnya Mariam Darus menegaskan bahwa: “Suatu sistem adalah kumpulan azas-azas yang terpadu, yang merupakan
landasan diatas mana dibangun tertib hukum”.
31
Sedangkan hukum sebagai sistem menurut Lawrence M. Friedmann, terdiri dari 3 tiga unsur, yaitu: struktur structure, substansi substance dan budaya
hukum legal culture.
32
28
Ranggalawe S, Masalah Perlindungan HaKI Bagi Traditional Knowledge. http:www.ikht.netartikel_pertopik.php?subtema=Intellectual
Property. Akses tanggal 18 Mei 2011.
29
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang mempunyai pengertian “Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian whole compound of several parts, lihat William
A. Shrode and Dan Voich, Organization and Management; Basic System Concepts, Irwin Book Co.,Malaysia, 1974, hlm. 115, dikutip dalam Otje Salman S., Anthon F. Susanto, Teori Hukum
Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 87.
30
Award, Elis M, dikutip dalam OK. Saidin, Op.Cit., hlm.19.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga unsur hukum tersebut dijelaskan oleh Satjipto Rahardjo bahwa: “Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku
hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan hukum. Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu
dijalankan menurut ketentuan formalnya, yaitu memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu
berjalan dan dijalankan. Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat
atau para pemakai jasa hukum. Di belakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga faktor-faktor seperti ide, sikap, keyakinan,
harapan dan pendapat mengenai hukum. Kultur hukum mengandung potensi untuk dipakai sebagai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum”.
33
Hal senada juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono bahwa: “Sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang
selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas”
34
. Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi
dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.
35
31
Mariam Darus Badrulzaman, dikutip dalam Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 19.
32
Ibid, hlm. 21.
33
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1996, hlm 166-167
34
C.F. G. Sunaryati Hartono, dikutip dalam S. Mantayborbir, op.cit., hlm 15.
35
Menurut Fatmawati, Heru Susetyo dan Yetty Komalasari Dewi menegaskan bahwa “Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum dalam arti luas. Kaedah hukum dalam arti
luas lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita suatu masyarakat berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum dalam arti luas
meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai norma, dan peraturan hukum konkrit. Selanjutnya asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan
latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu kaedah hukum
dalam arti sempit atau nilai norma merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan
untuk dijalankan merupakan nilai yang bersifat lebih konkrit dari asas hukum”, Lihat dalam Fatmawati, Heru Susetyo, Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU anti Pornografi dan
Pornoaksi RUU APP, tim pengajar FH UI-Depok,
http:www.group-google:file:cgroupmyQuran- KomunitasMuslimIndonesia?hl=id
, Akses tanggal 18 Mei 2011.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya asas-asas dari hukum Hak Kekayaan Intelektual HKI tersebut harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil filosofis, dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Asas Konstitusional struktural.
36
Bila berbicara mengenai merek yang merupakan bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual, maka tidak ada salahnya terlebih dahulu
mengemukakan apa yang dimaksud dengan hak. Hak menurut Sanusi Bintang adalah: “Kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan secara
bebas”.
37
Sedangkan menurut Satjipto Raharjo, menegaskan bahwa: “Hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga
menekankan pada pengakuan atas wewenang dari hak tersebut”
38
Dan diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat global adalah Intelectual Property Rights, hak yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan hasil karya
atau pikiran manusia. Secara definitif, Intellectual Property Rights dapat diartikan sebagai Hak Kekayaan Intelektual HKI.
39
Beberapa penulis hukum adapula yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual.
40
Hak Milik Intelektual tersebut meliputi: a.
Hak milik hasil pemikiran intelektual, melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif;
36
Bila dikaitkan antara UUD 1945 dengan Hak Milik Intelektual HAMI jelas mempunyai hubungan yang erat sekali. Beberapa Pasal UUD 1945 memperlihatkan kepada kita tentang pertalian
tersebut, yakni Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3., lihat Syafrinaldi, Op.Cit., hlm. 24.
37
Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya, Bandung, 1998, hlm. 1.
38
Satjipto Rahardjo, Op.Cit., hlm. 54.
39
Kata “Intelektual” tercermin bahwa objek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia the creation of the human mind.
40
Intellectual Property Rights diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan Hak Milik Intelektual dan Hak atas Kekayaan Intelektual HAKI, HaKI dan secara formal dalam perundang-
undangan digunakan istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual, Runtung Sitepu, Diktat Kuliah HaKI – 1, Hak Cipta, Paten, Merek, Fakultas Hukum USU, Medan, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
b. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.
41
Bila dilihat, hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum. Secara garis besar terdapat 3 tiga jenis
benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik , yaitu: 1.
Benda bergerak, 2.
Benda tidak bergerak, dan 3.
Benda tidak berwujud. Dalam Hak Kekayaan Intelektual, salah satunya terdapat merek
dagangbarang dan jasa. Merek tersebut harus memiliki daya pembeda yang cukup, artinya memiliki kekuatan untuk membedakan barang atau jasa produk suatu
perusahaan dari perusahaan lainnya. Agar memiliki daya pembeda, merek itu harus dapat memberikan ciri pembeda pada barang atau jasa yang bersangkutan yang pada
umumnya dilekatkan pada barang atau pada bungkusan barang, atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan jasa. Ciri pembeda demikian
diharapkan dapat memberikan citra sekaligus menunjukkan goodwill itikad baik perusahaan tersebut. Demikian pentingnya peranan Merek sehingga terhadapnya
terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum, sehingga pada dasarnya Merek dimata hukum adalah benda tidak berwujud.
Pengertian Merek yang diberikan oleh Undang-Undang Merek pun tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Black Law Dictionary, yang pada prinsipnya
terkandung penegasan bahwa:
41
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
1. Merek setiap tanda barang dagang atau jasa. 2. Untuk membedakan barang atau jasa dari barang atau jasa orang lain.
42
Merek yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman Bidang Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya akan mendapatkan Hak Atas Merek. Pada Undang-Undang
Merek Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa: “Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik
Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak
lain untuk menggunakannya”.
43
Hak Atas Merek yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini sudah memakai “Sistem Konstitutif”, dimana dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 menggunakan “Sistem Deklaratif”, yaitu memberikan Hak Atas Merek kepada pemakai pertama di Indonesia walaupun tidak
didaftarkan, dengan didaftarkan maka pemiliknya dianggap sebagai pemakai pertama kecuali terbukti sebaliknya, maka dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 10, jadi dalam
Sistem Deklaratif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 ini tidak ada keharusan dan sanksi pidana bagi pemilik merek untuk mendaftarkan atau tidak mereknya.
44
Sistem Konstitutif ini memberikan Hak Atas Merek yang terdaftar, dengan demikian pihak yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Kantor Merek sajalah yang
berhak terhadap merek tersebut. Sistem ini lebih menjamin adanya kepastian hukum, yaitu kepada pihak yang mempunyai bukti pendaftaran dan diterima sebagai merek
42
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 181.
43
Lihat Pasal 3 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek.
44
Erma Wahyuni, T. Syamsul Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, YPAPI, Jakarta, hlm. 143.
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk sertifikat sebagai bukti sah kepemilikan merek, dianggap sekaligus sebagai pemakai pertama merek tersebut, dan jika terjadi sengketa maka merek
terdaftar tersebut lebih mudah memberikan pembuktian daripada merek yang tidak terdaftar, dimana dalam kasus-kasus sidang perdata dalam pemeriksaannya lebih
menggunakan bukti otentik atau tulisan dibandingkan dengan bukti keterangan saksi- saksi.
Dari ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Hak Atas Merek hanya dapat dimiliki oleh Pemilik Merek Terdaftar, merek tersebut hanya dapat
digunakan oleh yang bersangkutan. Namun dapat juga digunakan oleh pihak ketiga, hal inilah yang disebut dengan Sistem Konstitutif, yaitu setiap merek, baru dapat
dilindungi apabila merek tersebut telah didaftarkan. Terhadap merek terdaftar mendapat perlindungan hukum selama 10 sepuluh tahun dan berlaku sejak tanggal
penerimaan permintaan pendaftaran.
45
Hal ini disebabkan oleh karena hak atas merek merupakan Hak Khusus yang diberikan Negara atas dasar permintaan oleh satu orang
atau beberapa orang badan hukum sebagai pemilik merek yang terdaftar. Hak Atas Merek diberikan jika merek tersebut memenuhi syarat sebagai
berikut: a.
Tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, b.
Memiliki daya pembeda, c.
Tidak merupakan merek yang telah menjadi milik umum, dan d.
Tidak merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang diminta pendaftaran.
46
45
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 28.
46
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm. 179.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan merek yang tidak terdaftar, seperti halnya merek terkenal definisinya didalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek hanya
tersirat diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b, didalamnya pengertian dan pengaturan tentang merek terkenal saja tidak terlalu jelas. Pengertian terhadap merek terkenal
lebih kita dapati dalam Konvensi-Konvensi Internasional dan Pendapat Para Sarjana. Oleh karena pada merek terkenal tidak didaftarkan akan tetapi tetap mendapat
perlindungan hukum, maka hal ini menunjukkan pada prinsipnya perlindungan terhadap merek terkenal adalah merupakan pengecualian dari Sistem Konstitutif
dalam perlindungan merek secara umum. Secara umum setiap konsumen mengenal produk, yaitu dengan cara
mengenali merek yang melekat pada produk tersebut. Untuk memperkenalkan produknya tersebut maka pengusaha melekatkan nama merek agar produknya dapat
dikenal. Merek tersebut juga membantu konsumen untuk membedakan dengan produk lainnya, baik itu atas jenis barang yang sama ataupun kualitas dari suatu
produk tersebut. Merek dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa mempunyai fungsi
sebagai berikut:
47
1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan
produk perusahaan yang lain product identity. Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan
reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
47
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
2. Sarana promosi dagang mean of trade promotion. Promosi tersebut
dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa.
3. Jaminan atas mutu barang atau jasa quality guarantee. Hal ini tidak
hanya menguntungkan produsen Pemilik Merek saja, melainkan juga sebagai perlindungan jaminan mutu barang atau jasa kepada konsumen.
4. Penunjuk asal barang atau jasa yang dihasilkan source of origin. Merek
merupakan tanda pengenal atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen.
Dilihat secara umum fungsi dari merek adalah untuk: a.
Membedakan dengan barang atau jasa sejenis atau jati diri, b.
Menunjukkan kualitas atau mutu suatu barang atau jasa, c.
Sebagai sarana promosi atau iklan.
48
Dilihat dari fungsinya, merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari pihak produsen merek digunakan untuk jaminan nilai produksinya,
khususnya mengenai kualitas dan pemakaiannya. Dari pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan
pasarannya. Dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan terhadap barang yang akan dibeli. Selanjutnya merek juga dapat berfungsi sebagai
sarana promosi atau reklame bagi produsen atau pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan barang dan jasa yang bersangkutan, disamping itu merek juga
berfungsi dalam merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan.
49
Menurut P.D.D Dermawan, fungsi merek ada 3 tiga, yaitu: 1.
Fungsi Indikator Sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya
juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional.
48
Sentosa Sembiring. Op.Cit, hlm. 32.
49
Erma Wahyuni, T. Syamsul Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Op.Cit, hlm. 134-135.
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi Indikator Kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan
kualitas khususnya berkaitan dengan produk-produk bergengsi. 3.
Fungsi Indikator Sugestif, artinya memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut.
50
Dengan demikian merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi suatu perusahaan dengan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis,
dimana merek adalah tanda pengenal asal barang atau jasa yang bersangkutan dengan produsennya, dengan demikian merek dapat menggambarkan jaminan dan reputasi
barang dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan.
2. Landasan Konsepsional