Lembaga Arbitrase Penyelesaian Atas Sengketa Merek Dagang Terkenal

demikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek hanya mengatur sengketa ganti rugi atas pelanggaran hak atas merek yang dapat diselesaikan melalui lembaga APS. Jadi, lembaga APS hanya untuk penyelesaian ganti rugi merek saja.

2. Lembaga Arbitrase

Arbitrase adalah penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbiter atau wasit. Lembaga ini diatur dalam Bab III dan seterusnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Para pihak yang bersengketa untuk dapat menyelesaikan sengketa ke lembaga Arbitrase wajib berdasarkan perjanjian. Mereka dengan sengaja membuat perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke Arbitrase. Selain dapat memilih arbiter sendiri, mereka juga dapat memilih tempat penyelenggaraan persidangan Arbitrase. Cara membuat perjanjian Arbitrase ada 2 dua macam, yaitu: a. perjanjiannya dibuat sebelum ada sengketa. Salah satu pasal dalam sebuah perjanjian menyebutkan bahwa apabila dikemudian hari terjadi sengketa kedua belah pihak akan menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase. Perjanjian arbitrase dapat pula dibuat secara tersendiri sehingga bersifat accesoire karena mengikuti perjanjian pokoknya, apabila perjanjian pokoknya selesai maka perjanjian Arbitrase juga selesai, dan b. perjanjiannya dibuat setelah timbulterjadi sengketa. Perjanjian ini baru dapat dibuat apabila belum ada perjanjian Arbitrase. Ketika telah terjadi sengketa para pihak melakukan kompromi dengan memilih Arbitrase sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa. Pada prinsipnya perjanjian Arbitrase dibuat secara tertulis karena untuk memudahkan pembuktian tentang adanya perjanjian tersebut. Untuk perjanjian Universitas Sumatera Utara Arbitrase yang dibuat setelah terjadinya sengketa jika para pihaknya tidak dapat bertandatangan tidak dibuat secara di bawah tangan melainkan harus dengan akta notaris. Keharusan tersebut disebabkan notaris selaku pejabat umum dalam tugasnya membuat akta wajib menyebutkan siapa-siapa saja yang menghadap dan menuliskan mereka yang tidak dapat membaca atau menulis. Dengan dituangkan akta notaris maka Perjanjian Arbitrase harus dipercaya kebenarannya karena merupakan alat bukti yang sempurna. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 di negara kita, peraturan Arbitrase berlaku ketentuan Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglement op de Rechtverdering Rv Staatsblad 1847:52 dan Pasal 377 Het Herziene Indonesisch Reglement HIR Staatsblad 1941:44 dan Pasal 705 Rechtsreglement Buitengewesten R.Bg Staatsblad 1927:27. Adapun objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa-sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Dengan melihat objek sengketa tersebut, maka pelanggaran hak atas merek merupakan sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase dikarenakan ruang lingkup merek berada di bidang perdagangan. Sejalan dengan itu Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan ikut campur tangan dalam menyelesaikan sengketa apabila telah dibuat perjanjian arbitrase pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Apabila ada pihak mengajukan sengketa ke pengadilan maka pengadilan tidak langsung Universitas Sumatera Utara mengambil sikap akan tetapi sengketa tetap disidangkan seperti biasa, dan sesuai dengan hukum acara perdata pengadilan menjatuhkan putusan dengan menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima dengan alasan karena telah ada perjanjian arbitrase. Putusan arbitrase ada 2 dua macam, yakni putusan arbitrase nasional, dan putusan arbitrase internasional. Putusan arbitrase nasional adalah putusan yang telah dijatuhkan oleh arbitrase di dalam negeri, sedangkan putusan arbitrase internasional merupakan produk arbitrase dari luar negeri yang eksekusinya dapat dilakukan di Indonesia. Arbitrase sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa juga memiliki kelebihan dan kekurangannya yang tampak apabila dibandingkan dengan lembaga peradilan. Adapun pada umumnya kelebihan-kelebihan arbitrase antara lain: 1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak. 2. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, 3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil, 4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase, dan 5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat paara pihak dan dengan melalui tata cara prosedur sederhana saja ataupun langsung dilaksanakan. Sedangkan mengenai kekurangan-kekurangan arbitrase antara lain adalah: 1. Walaupun lembaga arbitrase sudah ada sejak lama akan tetapi sebagian besar masyarakat kita sampai sekarang masih belum banyak mengenalnya sehingga jika ada sengketa penyelesaiannya ke pengadilan, 2. Masih merasa sulit memperoleh kesepakatan untuk membuat perjanjian arbitrase jika sengketa telah terjadi, dan Universitas Sumatera Utara 3. Arbitrase bukan sebagai lembaga yang siap pakai, dipandang masih cukup merepotkan masyarakat yang masih awam tentang arbitrase karena para pihak harus aktif guna terselenggaranya arbitrase. Sengketa merek yang dapat diselesaikan melalui arbitrase persoalannya sama dengan penyelesaian melalui lembaga APS karena Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek telah membatasi tentang sengketanya, yaitu hanya terbatas pada sengketa tentang ganti rugi akibat pelanggaran hak atas merek. Untuk sengketa mengenai pembatalan dan penghapusan pendaftaran merek yang diajukan oleh pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk diselesaikan melalui lembaga arbitrase, karena kedua hal tersebut harus diselesaikan melalui jalur pengadilan. Kantor pendaftaran merek tersebut hanya tunduk kepada putusan pengadilan apabila ada perintah didalamnya seperti perintah pembatalan pendaftaran merek maupun penghapusan pendaftaran merek.

3. Pengadilan litigasi

Dokumen yang terkait

Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Agama Medan

17 361 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

1 41 156

Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Terkenal (Studi Atas Putusan Pengadilan)

0 32 136

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA KEUANGAN MELALUI PENGADILAN Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 2 17

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 1 13

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 2 12

PENDAHULUAN Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 15

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 19

ANALISIS PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DAGANG ASING DI PENGADILAN : STUDI TENTANG GUGATAN PENCABUTAN HAK MEREK

1 1 13